Vous êtes sur la page 1sur 3

Aspek Hukum Fotografi Indonesia

Tulisan ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di kalangan fotografer mengenai aspek hukum di dunia fotografi. Banyak yang beranggapan bahwa bicara mengenai hukum fotografi berarti bicara mengenai hukum hak cipta. Padahal sebenarnya tidak selalu masalah hukum yang timbul dalam fotografi itu selalu berhubungan dengan hak cipta. Dalam tulisan bagian pertama ini, saya mencoba membahas satu persatu mengenai apa saja aspek hukum di dunia fotografi yang menurut saya semestinya dipahami oleh para fotografer Indonesia. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menambah wawasan hukum yang belum sempat terpikirkan karena para fotografer pada umumnya sibuk dalam urusan motret memotret. Perlu saya sampaikan bahwa tulisan ini adalah pendapat saya pribadi dan bukan merupakan legal opinion.

Bagian Pertama Latar Belakang Tujuan orang menekuni bidang fotografi memang bermacam-macam. Ada yang hanya sekedar hobby untuk kepuasan batin. Ada yang mengejar prestasi seperti misalnya lomba foto dan pameran. Ada yang menjadikan fotografi sebagai ajang aktualisasi diri dan berorganisasi serta menambah relasi pertemanan. Namun, banyak juga yang menjadikan fotografi sebagai tempat mencari nafkah, bisnis atau komersial. Misalnya fotografer tersebut adalah pemilik studio foto, penyedia stok foto, penyedia jasa foto pernikahan (wedding photography), kontributor foto, freelance dan sebagainya. Contoh lain, fotografer tersebut adalah seorang pekerja dalam artian karyawan suatu perusahaan atau instansi, dimana fotografer tersebut menerima honor baik tetap maupun honorer. Misalnya wartawan foto, fotografer studio, dosen fotografi dan sebagainya. Walaupun tujuan menekuni bidang fotografi beragam, hal ini tidak membuat fotografer tersebut lepas dari segala aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Terlebih lagi apabila fotografer tersebut bergerak di bidang bisnis fotografi yang mengandung unsur komersial.

Aspek Hukum Fotografi Berdasarkan pengalaman pribadi sebagai seorang fotografer hobbyist dan hasil bincang-bincang dan diskusi singkat dengan rekan-rekan fotografer baik yang profesional maupun hobbyist, saya menemukan berbagai aspek hukum yang berkaitan dengan fotografi yang sangat beragam. Ternyata dunia fotografi bisa menyentuh aspek Hukum Perjanjian, Hukum Hak Cipta, Hukum Ketenagakerjaan, Hukum Perusahaan, Hukum Perdata dan Hukum Pidana. Pertama-tama saya akan membahas mengenai aspek Hukum PerjanjianAspek Hukum Perjanjian antara Fotografer dan Klien. Berbicara mengenai aspek hukum perjanjian berarti kita berbicara mengenai Hukum Perdata. Di Indonesia, Hukum Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Definisi perjanjian itu sendiri adalah suatu hubungan hukum kekayaan amtara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain untuk menunaikan pretasi.

Adapun syarat suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sebagai berikut: 1. Adanya perizinan sebagai kata sepakat secar. Aspek Hukum Perjanjian yang berkenaan dengan fotografi juga beragam. Ada aspek Hukum Perjanjian antara Fotografer dan Klien, Fotografer dengan Penyedia Jasa Peralatan Fotografi, Fotografer dengan sesama Fotografer dalam hal kerja sama bisnis, dan sebagainya. a sukarela dari kedua belah pihak yang membuat perjanjian;

2. Adanya kecakapan atau kedewasaan pada diri yang membuat persetujuan, seperti para pihak tidak di bawah umur atau di bawah pengampuan; 3. Mengenai pokok atau obyek yang tertentu; 4. Mengenai kausa yang halal.

Kapan perjanjian antara fotografer dan klien itu lahir dan menimbulkan akibat hukum? Ketika seorang fotografer telah menyatakan kesanggupannya untuk menyediakan jasa fotografi kepada kliennya dan klien tersebut setuju dengan harga yang telah ditetapkan oleh fotografer, maka perjanjian antara fotografer dan kliennya itu telah lahir. Hal ini berlaku walaupun sifat perjanjian tersebut masih lisan, belum tertuang dalam bentuk tertulis. Mengenai bentuk perjanjian tersebut apakah lisan atau tertulis, hal ini mempunyai pengaruh dalam hal pembuktian. Apabila bentuk perjanjian adalah tertulis, maka lebih mudah dalam pembuktiannya. Maka dari itu sebaiknya segala bentuk perjanjian yang ada pada akhirnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Hal ini untuk memberikan aturan main yang jelas bagi para pihak dan mencegah perselisihan yang timbul di kemudian hari. Pada saat fotografer berjanji kepada kliennya untuk menyediakan jasa fotografi, maka klien tersebut telah diberi hak untuk memperoleh prestasi yang diperjanjikan oleh pihak fotografer yaitu jasa fotografi, Sedangkan pihak fotografer yang menyediakan dirinya tersebut dibebani dengan kewajiban untuk memenuhi prestasi. Atas prestasi yang diberikan oleh fotografer, klien wajib membayar harga yang telah disepakati dalam perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh fotografer dan kliennya tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 KUH Perdata). Apabila fotografer tersebut tidak dapat memenuhi prestasi yang diperjanjikan tersebut, maka fotografer tersebut dapat dikatakan wanprestasi yang dapat menimbulkan tuntutan hukum dari pihak yang dirugikan, yaitu klien fotografer tersebut. Adapun pengertian umum tentang wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Mengenai akibat yang timbul dari wanprestasi adalah pihak yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi atau dapat meminta pembatalan dari perjanjian. Apa saja yang harus diatur dalam sebuah perjanjian antara fotografer dengan kliennya? Perjanjian penyediaan jasa fotografi antara fotografer dan kliennya biasanya disiapkan dan telah menjadi standar baku si fotografer tersebut. Mengenai apa saja yang harus diatur dalam sebuah perjanjian antara fotografer dan kliennya sebagai para pihak, sekurang-kurangnya di bawah ini: 1. Pencantuman Nama & Alamat Fotografer dan Klien; 2. Tanggal, waktu (shooting time) dan lokasi Pemotretan; 3. Rincian jasa fotografi yang disediakan oleh fotografer, apa saja jasa yang akan diterima oleh klien berikut biaya jasa fotografi yaitu pemotretan dan produksi termasuk jadwal pembayaran/pelunasannya; 4. Ijin dan biaya lokasi pemotretan; 5. Penyediaan jasa pihak ketiga, misalnya make up artist, sewa wardrobe, dan lain-lain; 6. Model release dan ijin pameran. Hal ini penting sekali terutama apabila fotografer pada suatu waktu ingin memamerkan dalam sebuah pameran atau menggunakan untuk kepentingan komersial hasil karya fotonya dimana yang menjadi model karya fotonya tersebut adalah klien fotografer tersebut. Hal ini untuk mencegah protes atau tuntutan hukum dari klien fotografer tersebut sehubungan dengan Hak Cipta atas Potret;

7. Aturan mengenai hasil pemotretan/foto yang akan dipergunakan untuk keperluan komersial. Maksudnya di sini adalah, walaupun klien telah membayar lunas atas jasa fotografi yang diberikan oleh fotografer, bukan berarti hak cipta foto langsung beralih ke tangan klien tersebut. Artinya, hak cipta masih melekat pada fotografer sebagai pencipta, walaupun hak cipta sudah dimiliki oleh klien tersebut sebagai Pemegang Hak Cipta (lihat Pasal 1 UU Hak Cipta). Jadi apabila klien tersebut akan menggunakan fotonya untuk keperluan komersial, klien tersebut harus meminta persetujuan dari fotografer, kecuali diatur sebaliknya dalam perjanjian; 8.Apabila dalam Perjanjian ini terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan melalui musyawarah antara kedua belah pihak, akan tetapi apabila melalui musyawarah belum dapat diselesaikan, maka akan diselesaikan melalui sarana hukum yang berlaku. Kapan perjanjian antara fotografer dan klien itu berakhir?

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kewajiban fotografer adalah memenuhi prestasi jasa fotografi yang diperjanjikan dan menjadi hak klien. Sedangkan kewajiban klien adalah membayar jasa fotografi yang telah disepakati dalam perjanjian. Apabila semua hak dan kewajiban fotografer dan klien tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian antara fotografer dan klien telah berakhir. Hal ini terjadi karena perjanjian antara fotografer dan klien sudah tidak lagi mempunyai kekuatan pelaksanaan. Bersambung. Sumber : Maria Y.P.A, Dian www.ayofoto.com

Vous aimerez peut-être aussi