Vous êtes sur la page 1sur 3

Aspek Pidana dalam Kasus Wartawan vs Pelajar SMA N 6 Jakarta Kronologi Kasus1 Peristiwa ini berawal ketika Panca

Syurkani, fotografer dari koran Media Indonesia, datang ke SMA 6 untuk meliput tindak lanjut kasus perampasan kaset dan pemukulan kameramen Trans7 yang dilakukan oleh pelajar SMA N 6. Kemudian terjadi cek-cok mulut dan berujung penganiayaan. Korban dianiaya oleh sekitar 30 orang dengan cara bersama-sama memukul ke arah badan, kepala dan tangan dengan menggunakan tangan kosong. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin tanggal 19 September 2011 sekitar pukul 11.00 WIB di luar halaman sekolah SMA 6, Jalan Mahakam I Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah itu, peristiwa penganiayaan terjadi kembali. Pertama, terhadap wartawan juga kembali terjadi di dekat pintu masuk terminal Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekitar pukul 14.30 WIB. Penganiayaan ini dilakukan terhadap Banar Fil Ardhi, fotografer media online Kompas.com, yang diduga dilakukan pelajar SMA N 6 Jakarta yang berjumlah sekira 20 orang. Kemudian, peristiwa lain terjadi di seberang kantor Kejaksaan Agung Jalan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kali ini Doni Fabrianus wartawan stasiun tv TransTV, yang juga diduga dianiaya sekitar 30 orang pelajar SMA N 6 Jakarta.

Analisis Peristiwa diatas, jika dikaji dalam perspektif hukum pidana dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pidana penganiayaan. Pasal 351 ayat (1) sampai dengan ayat (3) KUHP menyatakan bahwa: (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah; (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun; (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

http://news.okezone.com/read/2011/09/20/338/504862/kronologis-bentrok-sma-6-wartawan-versi-polisi, diakses pada 22 Oktober 2011, pukul 17.15 WIB dan http://nasional.vivanews.com/news/read/249042-anarkis-pelajar-dinilai-tak-tahu-uu-pers, diakses pada 22 Oktober 2011, pukul 17.18 WIB.

Pada kasus yang melibatkan SMAN 6 Jakarta dapat diterapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang telah diatur mengenai hal-hal yang menyangkut wartawan. Pasal 1 UU No.40/1999 ayat (1) Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia Pasal 1 ayat (4) pun jelas, Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Tapi, semua kegiatan-kegiatan kejurnalistikan Oktaviardi, wartawan Trans7 dan rekannya telah dihalang-halangi. Pasal 3 ayat (1), Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pasal 5 ayat (1), Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Peranan pers dalam Pasal 6 butir d juga diatur sebagai pengawas, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Kebebasan maupun hak pers juga tertuang dalam Pasal 8 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pada pasal ini disebutkan bahwa Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Jelas sekali dalam melakukan tugasnya pada saat meliput berita di daerah Mahakam yang berdampak pada pengeroyokan para pelajar SMAN 6 Jakarta terhadap seorang wartawan pasal 8 uu pers ini terdapat pelanggaran. Tindakan brutal yang dilakukan para pelajar SMAN 6 Jakarta ini sangat bertentangan pada ketentuan pasal 8 uu pers ini. Selain itu, jika dikaji berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), wartawan merupakan salah satu pelaku pers yang yang hak dan kewajibannya dijamin oleh hukum kebebasannnya dalam mencari, memperoleh, dan mempublikasikan suatu informasi. Hal ini juga telah sesuai dengan Pasal 19 DUHAM yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk

kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah. Oleh karena itu, aksi penganiayaan yang dilakukan oleh pelajar SMA N 6 Jakarta dapat dikatakan melanggar kemerdekaan pers dalam mencari informasi, sehingga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan UU Pers, pelajar SMA N 6 Jakarta dapat dikenakan Pasal 18 ayat (1) tentang tindakan yang mengahmbat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dalam mencari, memperoleh atau menyebarkan gagasan dan informasi, sehingga dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

Vous aimerez peut-être aussi