Vous êtes sur la page 1sur 18

KEGIATAN KONFERENSI KASUS

MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Bimbingan dan Konseling Perkembangan yang dibina oleh Bapak Djoko Budi Santoso

oleh Abi F Rahman P Risky Amallia S 110111409530 110111409593

Offering C

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING Februari 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan menunjang tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan individu secara optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling harus

diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan itu harus diselenggarakan secara teratur, sistematik dan terarah atau berencana, agar benar-benar berdaya dan berhasil guna bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa. Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling. Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut. Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi,

penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak adanya kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah, tidak hanya dengan layanan saja, tetapi harus ada kegiatan pendukungnya. Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai kegiatan pendukung bimbingan dan konseling

khususnya,Konferensi kasus. B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. Apa Definisi Konferensi Kasus? Apa Tujuan dilakukan Konferensi Kasus? Bagaimana Rancangan pelaksanaan Konferensi Kasus? Bagaiman Proses Konferensi kasus dilakukan? Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Konferensi kasus? 6. Tataran kegiatan Konferensi Kasus? 7. Siapa saja peserta Konferensi Kasus ? 8. Apa klasifikasi masalah Konferensi Kasus ? C. Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mengerti Definisi Konferensi Kasus. Memahami Tujuan diadakan Konferensi Kasus. Mengetahui Rancangan pelaksanaan konferensi kasus Mengetahui Proses pelaksanaan Konferensi Kasus Mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Konferensi Kasus Mengetahui Tataran kegiatan Konferensi Kasus Mengetahui siapa peserta Konferensi Kasus Mengetahui klasifikasi masalah Konferensi Kasus

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Dalam bimbingan dan konseling pemakaian kata kasus tidak menjurus kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal atau pun perkara yang berkaitan dengan urusan kriminal atau perdata, atau urusan yang bersangkut-paut dengan pihak yang berwajib. Kata kasus dipakai dalam bimbingan dan konseling sekedar untuk menunjukkan bahwa ada suatu permasalahan tertentu pada diri siswa yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan untuk diri orang yang bersangkuatan. Misalnya, konselor membahas kasus Amartiwi, seorang siswa SMA. Ini berarti pada diri Amartiwi ada sesuatu masalah yang perlu ditangani, untuk kepentingan Amartiwi itu sendiri. Kasus tersebut misalnya mengenai nilai-nilai raportnya merosot, kurang menaruh minat pada jurusan yang dimasukinya, kurang menyenangi salah seorang teman, cinta bertepuk sebelah tangan, merasa kurang mampu merai cita-cita dan lain-lain. Apabila kasus tersebut tidak segera ditangani, dikwatirkan Amartiwi akan semakin dirugikan karena masalah yang ada didalamnya semakin menjadi parah dan menggerogoti dirinya. Jelas sekali kasus seperti ini tidak ada sangkut-paunya dengan kriminalitas atau perdata. Konferensi kasus diselenggarakan untuk membicarakan suatu kasus. Di sekolah, konferensi kasus bisanya diselenggarakan untuk membahas

permasalahan yang dialami oleh siswa. Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihakpihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (konseli).

Konfrensi kasus termasuk kedalam pelayanan responsif. Sebab dalam layanan ini hanya diperuntukkan bagi konseli yang memiliki masalah yang kompleks. Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang tergolong pelik (tidak biasa) dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam konferensi kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam konferensi kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi kasus bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta konferensi. contoh kasus, misalnya : X murid kelas XI di SMA kota P. Semester ini ia jarang masuk sekolah, dan nilainya berantakan. Dia tergolong anak yang malas melaksanakan ibadah. Dia tampak kurus dan mukanya pucat. Pada waktu ada razia disekolahnya, kedapatan daun ganja yang dalam amplop yang diselipkannya didalam buku pelajarannya. Dia suka berkelahi dengan teman-temannya. Demikian juga terhadap gurunya, apabila guru menegurnya maka ia bereaksi dengan kasar. Dia adalah siswa pindahan dari kota J. Di kota ini ia tinggal bersama orang tuanya. Ayahnya seorang anggota ABRI, berpangkat perwira menengah. Karena kesibukkannya ayahnya jarang dirumah, dan ibunya kurang memberikan perhatian penuh terhadapnya, bahkan sering marah-marah apabila X berada dirumah. X pernah

minggat dari rumahnya, sejak saat itu ia jarang sekali pulang ke rumah. Dia bersama dengan teman-temannya sering terlibat mabuk-mabukkan dan tindakan kekerasan. Mengetahui X seperti itu, orang tuanya mengirimnya ke kota P agar dapat bersekolah dengan baik disana. Di kota P dia tinggal bersama dengan tantenya. Oleh karenanya X diperlakukan sangat keras. Sepulang sekolah ia tidak boleh keluar rumah. Dengan perlakuan seperti ini dia merasa dirinya berada dalam penjara. Perasaan yang dideritanya itu sering dilampiaskannya kepada teman dan gurunya. Disekolah dia di cap sebagai anak nakal. Dari kasus tersebut terdapat kesan umum yang dapat kita tangkap ialah bahwa pada kasus tersebut ada permasalahan tertentu yang perlu mendapat perhatian dan ditangani dengan seksama. Permasalahan yang ada pada kasus diatas dilihat dalam kaitannya dengan keempat dimensi kemanusiaan. Dalam rangka itu permasalahan utama yang secara langsung ditampilkan deskripsi kasus diatas dapat dicatat sebagai berikut :

Dimensi Kemanusiaan
Individualitas

Aspek Dimensi
a) nilai rendah b) kurus dan pucat a) Suka Berkelahi b) Kasar terhadap orang lain

Sosialitas

c) Diperlakukan sangat keras d) Tidak bebas a) Jarang masuk Sekolah

Moralitas

b) Menyimpan ganja c) Minggat d) Mabuk-mabukkan

e) Nakal dan Kasar a) Malas Beribadah

Religius

Keempat dimensi kemanusiaan itu tidak dapat dipisah-pisahkan satu dari yang lainnya. Keempatnya menjadi satu-kesatuan yang terintegrasikan didalam kehidupan dan perkembangan seseorang. Namun tidak dapat dielakkan pula bahwa suatu butir permasalahan pada dimensi tertentu seringkali tidak mutlak, artinya satu butir permasalahan boleh jadi dapat ditempatkan pada lebih dari satu dimensi. Perlu diketahui bahwa konselor seharusnya memandang dan menghadapi kasus secara serius. Dalam menghadapi suatu kasus ada tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman,dan penanganan terhadap kasus tersebut. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kasus dan penjelajahan yang luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih luas dan lebih menyeluruh tentang kasus tersebut, tidak hanya sekedar mengerti permasalahannya atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada contoh kasus diatas. Konsep atau ide-ide tentang rincian masalah, kemungkinan sebab dan kemungkinan akibat merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk menjelajahi kasus. Salah satunya dengan konferensi kasus.

B. Tujuan Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu untuk

mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa (konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:

1. Mendapatkan konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan berbagai data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama lain (cross check data). 2. Terkomunikasikannya sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan yang bersangkutan, sehingga penanganan masalah itu menjadi lebih mudah dan tuntas. 3. Mendapatkan konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa (konseli) guna memudahkan pengambilan keputusan. 4. Mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran dari para peserta konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa (konseli) beserta upaya pengentasannya. 5. Terkoordinasikannya penanganan masalah yang dimaksud sehingga upaya penanganan itu lebih efektif dan efisien. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai itu, maka pihak-pihak yang diundang dan diminta berpartisipasi secara aktif dan langsung dalam konferensi itu ialah, Pertama, mereka yang berperan sangat menentukan bagi siswa yang bermasalah (seperti orang tua/wali/guru), kedua, pihak yang diharapkan dapat memeberikan keterangan atau pun masukan berkenaan dengan permasalah konseli, dan ketiga, pihak-pihak lain yang diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi penanganan masalah konseli. C. Rancangan Pelaksanaan 1) Perencanaan Konferensi kasus harus dibicarakan terlebih dahulu dan mendapat persetujuan dari konseli yang bermasalah. Dan seluruh peserta pertemuan harus diyakinkan oleh konselor dan memiliki sikap yang teguh untuk merahasiakan segenap aspek dari kasus yang dibicarakan. 2) Pelaksanaan

Konselor harus mengarahkan pembicaraan sehingga seluruh peserta dapat mengemukakan data atau keterangan yang mereka ketahui dan mengembangkan pikiran untuk memecahkan masalah siswa. 3) Analisis dan Evaluasi Hasil yang diharapkan dari konferensi kasus yang sukses apabila konselor memperoleh data atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi pemecahan masalah siswa dan terbangunnya komitmen seluruh peserta pertemuan untuk menyokong upaya pengentasan masalah siswa. 4) Tindak Lanjut Seluruh hasil pertemuan dicatat dan didokumentasikan secara rapi oleh konselor dan sebanyak-banyaknya dipergunakan untuk menunjang jenis-jenis layanan masalah siswa yang bersangkutan. D. Proses Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter, polisi, dan ahli lain yang terkait. 2. Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli),

serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asasasas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan. 3. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah

terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan sebelumnya. 4. Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli) 5. Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan beberapa rekomendasi/keputusan berupa

alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli). E. Beberapa hal yang perlu diperhatikan Dengan adanya pihak-pihak yang bersangkutan seperti yang dijelaskan pada tujuan konferensi kasus diatas tampak bahwa para peserta konferensi kasus itu sangat mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, dengan wawasan yang berbeda pula, dan menghadiri konferensi itu dengan persepsi awal dan tujuan yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, sebelum pembicaraan tentang permasalah dimulai, konselor perlu terlebih dahulu mengembangkan struktur pertemuan secara keseluruhan. Dalam penstrukturan itu konselor perlu

membangun persepsi dan tujuan bersama dalam pertemuan itu dengan arahan sebagai berikut : a) Tidak menekankan pada nama dan identitas siswa yang permasalahannya dibicarakan. b) Tujuan pertemuan pada umunya, dan semua pembicaraan pada khususnya ialah semata-mata untuk kepentingan perkembangan dan kehidupan konseli, semua pembicaraan ialah untuk kebahagiaan konseli. c) Semua pembicaraan dilakukan secara terbuka, tetapi tidak membicarakan hal-hal negatif tentang diri konseli yang bersangkutan. Permasalahan siswa disoroti secara secara objektif dan tidak ditafsirkan secara negatif atau mengarah pada hal-hal yang merugikan siswa. d) Penafsiran data dan rencana-renacana kegiatan dilakukan secara rasional, sistematik, dan ilmiah. e) Semua pihak berpegang teguh pada asas kerahasiaan. Semua isi pembicaraan terbatas hanya untuk keperluan pada saat pertemuan itu saja, dan tidak boleh dibawa keluar. Selain hal tersebut terdapat pula beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan konferensi kasus, antara lain: 1. Diusahakan sedapat mungkin kegiatan konferensi kasus yang hendak dilaksanakan mendapat persetujuan dari kasus atau siswa (konseli) yang bersangkutan 2. Siswa (konseli) yang bersangkutan boleh dihadirkan kalau dipandang perlu, boleh juga tidak, bergantung pada permasalahan dan kondisinya. 3. Diusahakan sedapat mungkin pada saat mendeskripsikan dan

mendikusikan masalah siswa (konseli) tidak menyebut nama siswa (konseli) yang bersangkutan, tetapi dengan menggunakan kode yang dipahami bersama. 4. Dalam kondisi apa pun, kepentingan siswa (konseli) harus diletakkan di atas segala kepentingan lainnya.

5. Peserta konferensi kasus menyadari akan tugas dan peran serta batas-batas kewenangan profesionalnya. 6. Keputusan yang diambil dalam konferensi kasus berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan rasional, dengan tetap tidak melupakan aspek-aspek emosional, terutama hal-hal yang berkenaan dengan orang tua siswa (konseli) yang bersangkutan 7. Setiap proses dan hasil konferensi kasus dicatat dan diadminsitrasikan secara tertib. Konselor yang memimpin konferensi kasus sejak awalnya menegakkan tujuan dan syarat diatas dan membawa seluruh peserta unutk melaksanakan hal yang sama. Dalam suasana seperti itu pertemuan diharapkan sampai pada upaya konkret menuju teratasinya masalah siswa. Konferensi kasus untuk satu permasalahan dapat dilakukan beberapa kali, sesuai dengan perkembangan penanganan masalah yang dimaksud. Untuk setiap pertemuan yang diadakan, konselor membuat agenda yang jelas. Lebih jauh, laporan setiap penyelengaraan dan hasil-hasil setiap pertemuan juga perlu disusun. Hasil dan laporan konferensi kasus ini dimasukkan kedalam himpunan data.

F. Tataran Kegiatan Konferensi Kasus Pengenalan : Mengenal dan mendapatkan semua informasi dari pihak-

pihak yang memiliki informasi relevan berkaitan dengan kasus yang dialami konseli dalam kegiatan konferensi kasus. Akomodasi : Memahami, menerima, menyadari dan memikirkan solusi

yang tepat dari masalah yang telah dikonferensikan. Tindakan : Mengambil keputusan yang tepat dan mengekspresikan

diri / mengantisipasi agar terhindar dari kasus yang pernah dialami

TUJUAN AKHIR UNTUK Pengambilan keputusan, menentukan tujuan, merencanakan

kemampuan pemecahan masalah konseli.

G. Peserta Konferensi Kasus Konferensi dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara langsung menangani kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat di dalam adalah personel yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang di hadapi kasus seperti kepala sekolah, guru-guru bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim medis), dan lain-lainnya. Masing-masing peserta sudah siap sebagai data dan informasi tentang kasus yang akan di bahas dalam konferensi kasus. Maka dari itu sebelum konferensi kasus dilaksanakan mutlak diperlukan pembagian tugas diantara peserta konferensi kasus. Supaya konferensi kasus berjalan sesuai dengan waktu dan rencana yang telah di tetapkan, dan terarah moderator dan notulis perlu ditunjuk. H. Klasifikasi Masalah Konferensi Kasus Masalah yang akan menjadi titik pusat pembahasan dalam konferensi kasus adalah kasus yang telah di persiapkan dan diajukan oleh peserta konhferensi kasus. Klasifikasi masalah siswa yang dapat diajukan dalam penbahasan konferensi kasus salah satu atau beberapa masalah yang dihadapi siswa di bawah ini: 1. Masalah belajar, yang antara lain berkenaan dengan. a) Kebiasaan belajar yang kurang efektif dan efisien. b) Kemampuan belajar yang kurang memadahi.

c) Kesiapsiagaan belajar yang kurang memadahi. d) Kondisi lingkungan belajar yang kurang menguntungkan. 2. Masalah sosial bribadi , di antaranya : a) Kekurangharmonisan hubungan antara teman. b) Kekurangserasian hubungan dengan orang tua. c) Kekurangserasian hubungan dengan guru. d) Gambaran diri yang kurang tepat. e) Kebiasaan hidup yang kurang sehat. f) Kenakalan remaja. g) Gangguan-gangguan psikis. 3. Masalah kelanjutan studi dan pemilihan pekerjaan a) Pemilihan jurusan yang kurang tepat. b) Pengenalan bakat tertentu yang kurang tepat. c) Pengenalan jenis pekerjaan yang kurang memadahi. d) Pengenalan sekolah sambungan dan perguruan tinggi yang kurang memadahi. e) Penyaluran bakat dan minat yang kurang memadahi.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (konseli). Dengan tujuannya yaitu untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa (konseli) secara terbuka namun terahasiakan atas persetujuan dari konseli yang bersangkutan dan meletakkan kepentingan konseli diatas kepentingan lain agar terwujudnya kebahagiaan pada konseli.

DAFTAR PUSTAKA

Sukardi, Dewa Ketut dan Desak P.E Nila Kusmawati.2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Jakarta:Rineka Cipta

Vous aimerez peut-être aussi