Vous êtes sur la page 1sur 13

Appendisitis

A. Definisi
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix.(3,4,9)

B. Anatomi
Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing.(3) Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(4,5) Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.(3) Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior. (2)

C. Fisiologi
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis.(1,3,5) Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.(2,3)

D. Patofisiologi
Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith. (3) Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. (1,3,6,7) Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut (2). Secara ringkas patofisiologi dari appendicitis dapat di simpulkan : Appendicitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limpoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen appendix mengalami penyerapan air dan terbentuklah fechalit yang akhirnya sebagai penyebab sumbatan Sumbatan lumen appendix menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan epigastrium, nausea dan muntah. Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. Ganggren dinding appendix disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding appendix akibat distensi lumen appendix. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat

E. Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (4,5,6,7): 1. Nyeri abdominal. Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3 C. Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi (1,2). F. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer (2,6). 2. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu: - Nyeri tekan di Mc. Burney. - Nyeri lepas. - Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal (2,5,6). Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang
(2,5,6)

3. Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2).
Pemeriksaan Colok Dubur

Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur (5).
Tanda-Tanda Khusus

1. Psoas Sign Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah (5,6). 2. Rovsing Sign Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah (5,6). 3. Obturator Sign Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah (5,6).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat (4,7). - Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis (4). 2. Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak (4).

3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya (4). 4. Barium enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.(4) 5. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.(4,5) 6. Laparoscopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix. (4) H. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendicitis.(2) 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samarsamar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah. (2) 3. Peradangan pelvis Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini

didapatkan riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dannyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. (2,3) 4. Kehamilan Ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. (2) 5. Diverticulitis Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendicitis. (3) 6. Batu Ureter atau Batu Ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalarr ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit tersebut. (2) I. Penatalaksanaan Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam waktu <>(1,5,7) Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka dan laparoscopi. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan bawah kemudian ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang meradang.Setelah itu dilakukan pengangkatan appendix, dan abdomen ditutup kembali. Tindakan laparoscopi merupakan suatu tehnik baru untuk mengangkat appendix dengan menggunakan lapariscop.Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada appendicitis perforata.(1,2,3,4) J. Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik. (8)

Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.

APEDISITIS AKUT

Apendisitis (radang usus buntu) adalah peradangan pada apendiks vermiformis (umbai cacing/ usus buntu). Umumnya apendisitis disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) apendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, kanker dan pelisutan. Faktor kebiasaan makan makanan rendah serat dan konstipasi /susah buang air besar (BAB) menunjukkan peran terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan lumen usus yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal usus. Tipe apendisitis: 1. Apendisitis akut (mendadak). Gejala apendisitis akut adalah demam, mual-muntah, penurunan nafsu makan, nyeri sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah, nyeri bertambah untuk berjalan, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja. 2. Apendisitis kronik. Gejala apendisitis kronis sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut. Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak apendiks itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung apendiks menyentuh saluran kemih, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi apendiks ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. Perjalanan penyakit apendisitis:

Apendisitis akut fokal (peradangan lokal)

Apendisitis supuratif (pembentukan nanah) Apendisitis Gangrenosa (kematian jaringan apendiks) Perforasi (bocornya dinding apendiks ) Peritonitis (peradangan lapisan rongga perut); sangat berbahaya, dan mengancam jiwa Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosis adanya Apendisitis, diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi : 1. Pemeriksaan fisik. Pada apendisitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan apendiks semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu. 2. Pemeriksaan Laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) . 3. Pemeriksaan radiologi. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 ?97 %), terutama untuk wanita hamil dan anakanak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93-98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit apendisitis (radang usus buntu)adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosis kemungkinan pemberian antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 -10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

ASKEP APENDISITIS ( USUS BUNTU )


Filed Under: Pencernaan putri_rahza 5 Comments February 10, 2010

A. Definisi.a. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ). b. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ). c. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007) B. Etiologi. Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen. 1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena : a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks. c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya 2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus 3. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut. 4. Tergantung pada bentuk appendiks 5. Appendik yang terlalu panjang. 6. Messo appendiks yang pendek. 7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks. 8. Kelainan katup di pangkal appendiks. C. Klasifikasi Klasifikasi Apendisitis ada 2 : a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. D. Patofisiologi Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. E. Manifestasi Klinis Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mulamula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding

usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri. Tanda dan gejala : 1. Anoreksia biasanya tanda pertama. 2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka. 3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi. F. Penatalaksanaan Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase. G. Komplikasi 1. Perforasi dengan pembentukan abses. 2. Peritonitis generalisata 3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang. H. Prognosis. I. Web Of Caution (WOC BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN A. Anamnesa 1. Data demografi. Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register. 2. Keluhan utama. Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas. 3. Riwayat penyakit dahulu. Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang. 4. Riwayat penyakit sekarang B. Pemeriksaan Fisik. B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah. B4 (Bladder) : B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada

bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. B. Analisis Data No. Data Etiologi Masalah Keperawatan 1. DS : Mual, Muntah DO : BB , anorexia Infeksi epigastrium Inflamasi dinding usus Mual dan muntah Nutrisi kurang dari kebutuhan 2 DS : Pasien mengeluh nyeri, rasa sakit di bag. Perut sebelah kanan bawah. DO : nyeri tekan titik MC Burney Nyeri 3 DS : Mual, muntah DO : BB menurun, intake cairan menurun, Volume cairan kurang dari kebutuhan Hipertermi Intoleran Aktifitas Kurang pengetahuan Data Subyektif a. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawa b. Rasa sakit hilang timbul c. Mual, muntah d. Diare atau konstipasi e. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan f. Rewel dan menangis g. Lemah dan lesu h. Suhu tubuh meningkat 5. Data Obyektif a. Nyeri tekan titik MC.Burney b. Bising usus meningkat, perut kembung c. Suhu meningkat, nadi cepat d. Hasil leukosit meningkat 10.000 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi Diagnosa keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama. 2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah. 4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi yang ditandai dengan anxietas. 6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya penurunan pergerakan akibat nyeri akut. Intervensi dan Rasional

1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama. Tujuan : Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi No. Intervensi Rasional 1. a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna. c. Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema. d. Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien e. Ambil contoh drainage bila diindikasikan. f. Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis. b. Menurunkan resiko penyebaran bakteri. c. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. d. Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan anxietas. e. Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab dan pilihan terapi. f. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen 2. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah. Tujuan : Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat. No. Intervensi Rasional 1. a. Awasi TD dan nadi b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler c. Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis. d. Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus. e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. f. Pertahankan penghisapan gaster/usus g. Beriakn cairan IV dan elektrolit a. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler. b. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan. d. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral. e. Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan. f. Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah g. Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah. Kriteria Hasil : BB normal, No. Intervensi Rasional 1. Berikan nutrisi IV Memenuhi kebutuhan nutrisi klien. 2. 4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi. Tujuan : Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat. No. Intervensi Rasional 1. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang (supine) 2. Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 3. Berikan anlgesik sesuai indikasi. Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien. 4. Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

Vous aimerez peut-être aussi