Vous êtes sur la page 1sur 2

Aturan Sebelumnya Belum ada Undang-undang lain yang mengatur mengenai pornografi dan pornoaksi sebelum dibentuk Undang-Undang

Pornografi. Namun dalam prosesnya, UU yang mengalami kontroversi ini tidak langsung bernama menjadi Undang-Undang Pornografi melainkan bertahap yaitu awalnya bernama Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP) lalu kemudian menjadi Rancangan Undang-Undang Pornografi. Pembahasan akan RUU APP ini sudah dimulai sejak tahun 1997 di DPR yang dalam perjalanannya draft RUU APP baru pertama kali diajukan pada 14 Februari 2006 yang berisi 11 bab dan 93 pasal. Isi pasal antara lain mendefiniskan pornografi sebagai substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika, sementara pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum. Definisi tersebut bermakna terlalu luas dan ambigu sehingga menimbulkan kontroversi di masyarakat. Lalu pada tanggal 24 Agustus 2007 ketentuan mengenai pornoaksi dihalangkan, menjadi 10 bab dan 52 pasal dan judulnya pun diubah dari RUU APP menjadi RUU Pornografi. Dalam RUU Pornografi, definisi pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat. Setelah melakukan berbagai rapat yaitu panitia khusus DPR dan beberapa menteri yang ditugaskan oleh persiden, akhirnya pada tanggal 30 Oktober 2008 RUU Pornografi disahkan menjadi UU Pornografi sedangkan jumlah bab dan pasalnya berkurang lagi menjadi 8 bab dan 44 pasal. Sedangkan definisi pornografi berubah lagi menjadi gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Tujuan a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Memberikan perlindungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat

Referensi:
1. Wikipedia Ensiklopedia Bebas 2011, diakses pada 23 Oktober 2011, <http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi#Rujukan>.

2. Wikisource 2011, diakses pada 23 Oktober 2011, <http://id.wikisource.org/wiki/Rancangan_UndangUndang_Republik_Indonesia_tentang_Anti_Pornografi_dan_Pornoaksi_%282006%29>.

Vous aimerez peut-être aussi