Vous êtes sur la page 1sur 32

Ulum Al-Quran dan perkembangannya, BAB I PENDAHULUAN Pembicaraan mengenai ulum al-Quran akan menjadi bahasan yang menarik

kita kaji dalam makalah ini, sebagai makalah perdana dalam mata kuliah Agama Islam dan Kemuhammadiyahan. Makalah ini tentunya masih membahas secara global mengenai apa itu ulum al-Quran, kenapa ulum al-Quran itu ada, siapakah tokoh sejarah yang berjasa dalam pengembangan ulum al-Quran, apa saja objek yang akan dibahas dalam ulum al-Quran, serta bagaimana mengaflikasikan ulum al-Quran dalam kehidupan sehari-hari sebagai praktisi pendidikan di sekolah. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Ulum al-Quran

Kata ulum al-Quran berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata ulum dan al-Quran. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari ilmu yang secara etimologis berarti ilmu-ilmu. Menurut Manna al-Qaththan, Ulm merupakan bentuk jama dari Ilmu yang berarti al -fahmu wa al-Idrk berarti faham dan menguasai. Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. Al-Quran secara etimologis diambil dari sewajan dengan kata berarti, bacaan. Dalam pengertian ini kata berarti si utiay im maful ( objek ) dari . Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18: Artinya,Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamah : 17-18). Sedangkan al-Quran secara terminologis terdapat beberapa pengertian sebagaimana di tuliskan Ash-Shidiqie sebagai berikut : Ahli Ushul Fikih menyatakan Al-Quran adalah nama bagi keseluruhan Al-Quran dan nama untuk bagian-bagiannya. Ahli ilmu kalam menyatakan Al-Quran adalah kalimat-kalimat ghaib yang azali sejak dari awal al-Fatihah sampai akhir an-Nas , yaitu lafazlafaz yang terlepas dari sifat kebendaan, baik secara dirasakan, dikhayalkan ataupun lain-lainnya yang tersusun pada sifat Allah yang qadim.

As-Syuyuthy dalam kitab Al-Itman, Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang tidak dapat ditandingi oleh yang menantangnya walaupun sekedar satu ayat saja, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. Asy-Syaukani dalam Al-Irsyad, Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang ditilawahkannya dengan lisan lagi mutawatir penukilannya.

Dengan melihat beberapa pengertian tentang Al-Quran, penulis menyimpulkan bahwa Al-Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad Saw yang membacanya merupakan ibadah. Hal ini dengan dasar AlQuran merupakan informasi yang langsung dari Allah dan diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu Allah yang diberikan kepada selain dia tidak disebut AlQuran, seperti kepada Nabi Musa disebut kitab Taurat. Membacanya merupakan ibadah sebagai pembeda antara Al-Quran dengan Al-Hadis, karena hadis keluar dari Nabi, tetapi membacanya tidak termasuk ibadah. Sedangkan pengertian Ulum al-Quran dapat dikaji dari berbagai sumber para ahli ulum Al-Quran: 1. Menurut Manna al-Qaththan ,

Artinya: Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, dari sisi informasi tentang asbab an-nuzulnya, kodifikasi dan tertib penulisan alQuran, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah dan hal-hal yang berkaitan dengan al-quran. 2. Menurut Az-Zarqani:

Artinya: Beberapa pemnahasan yang berkaiatan dengan al-Quran dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnnya, serta hal-hal lain. 3. Menurut Abu Syahbah.

Artinya: Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Quran, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi,cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh mansukh, muhkam mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain. Pengertian ulum dan Al-Quran jika digabung menjadi ulum Al-Quran , maka secara etimologi adalah segala ilmu yang berhubungan dengan al-Quran. Dengan pengertian ulum Al-Quran secara etimilogi, maka akan tercakup di dalamnya berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan al-Quran,seperti Ilmu Tafsir al-Quran, Ilmu Qiraat, Ilmu Rasm al-Quran, ilmu Ijz al-Quran, ilmu Asbb an-Nuzl, ilmu Nsikh wa al-Manskh, ilmu Irb al-Quran, ilmu Ghrib al-Quran, Ulm ad-Din, ilmu Lughah dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut merupakan sarana dan cara untuk memahami al-Quran. Ulum al-Quran ini sering juga disebut ushul al-Tafsir (dasar-dasar tafsir ), karena membahas beberapa masalah yang harus dikuasai seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan al-Quran. Kemunculan istilah ulum al-Quran ini pertama kali ada pada Abad V Hijriyah oleh al-Hufi yang wafat 430 Hijriyah, sebagaiman dikutif oleh Rosihan Anwar. Sedangkan menurut Subhi Shalih istilah ulum al-Quran sudah ada semenjak abad III H ketika Ibnu al-Marzuban menulis kitab yang berjudul al-Hawi f Ulm alQurn. Sedangkan menurut penulis dengan melihat dan mengkaji pengertian ulum alQuran baik secara etimologi maupun terminologi, maka ulum al-Quran adalah segala ilmu Diniyah dan Arabiyah yang erat kaitan dengan intisari ajaran alQuran baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan, asba an-Nuzul, nasikh mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Quran baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai al-Quran maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan aspek keperluan membahas al-Quran. Ulum al-Quran ini akan berkembang sesuai perkembangan waktu yang semakin kompleks dan global. Ulum al-Quran ada karena perkembangan masalah yang berhubungan dengan al-Quran baik dari sisi riwayah mapun dirayahnya. Hal ini tidak terlepas dari fungsi al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam.

Maka sebagai pedoman hidup dari segi al-Qurannya tidak bertambah, akan tetapi dari segi sarana yang dapat membantu memahami al-Quran semakin hari semakin berkembang. Contoh ketika Al-Quran masih berada di kalangan bangsa Arab, al-Quran masih berupa tulisan yang tidak dilengkapi sakal. Padahal sakal ini sangat dibutuhkan bagi kalangan non Arab, untuk membantu cara membaca, memahami al-Quran supaya tidak keliru. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tujuan mempelajari ulum al-Quran ini adalah antara lain sebagai berikut: a. Memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara baik mengenai keyakinan atau Itiqad , amalan, budi pekerti maupun lainnya. b. Memudahkan umat Islam dalam membaca, memahami kandungan alQuran. c. Mengurangi perbedaan pemahaman-pemahaman yang prinsipil. d. Menggali kandungan yang terdapat dalam al-Quran e. Menguatkan keimanan dan solidaritas terhadap ajaran al-Quran. f. Menjelaskan kelebihan-kelebihan al-Quran sebagai wahyu Allah bila dibandingkan dengan kitab suci lainnya. g. Mempersenjatai diri dari serangan yang melemahkan al-Quran dari waktu ke waktu. 2. Objek Pembahasan Ulum al-Quran

Dengan menganalisa pengertian ulum al-Quran baik secara etimologi maupun terminologi maka tergambarlah objek yang akan menjadi kajiannya. Secara garis besar objek kajiannya disimpulkan oleh Hatta Syamsuddin, Lc, dalam Modul Ulum al-Quran sebagai berikut: a. Sejarah dan perkembangan ulum al-Quran, meliputi rintisan ulum alQuran pada masa Rasulullah Saw, sahabat, tabiin, tabi it-tabiin, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulum al-Quran di setiap zaman dan tempat. b. Pengetahuan tentang al-Quran, meliputi makna al-Quran, karakteristik al-Quran, nama-nama al-Quran, wahyu turunnya al-Quran, Ayat Makkiyah dan Madaniyah, asbab an-nuzul, dan sebagainya. c. Metodologi penafsiran al-Quran, meliputi pengertian tafsir dan takwil, syarat-syarat mufassir dan adab-adabnya, sejarah dan perkembangan ilmu tafsir, kaidah-kaidah dalam penafsiran al-Quran, muhkam dan mutasyabih, am dan khas, nasikh wa mansukh, dan sebagainya. 3. Ruang lingkup pembahasan ulum al-Quran

Ulum al-Quran mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas, meliputi semua ilmu yang ada kaitan dengan al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu diniyah seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti balaghah dan

ilmu Irabi al-Quran. Di samping itu masih banyak ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab al-Itqan, Assuyuthi menuliskan cabang ulum al-Quran ada 80, di mana tiap-tiap cabang terdapat beberapa cabang ilmu lagi. Sedangkan menurut Abu Bakar Ibnu al-Araby,yang dikutif Muhammad Abu al-Fadhil Ibrahim, dalam kitab al-Burhn f Ulm al-Qurn, Az Zarkasyi , cabang ulum al-Quran terdiri dari 77.450 cabang ilmu. Hal ini berdasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Quran dikalikan empat baik makna dzahir, bathin, terbatas dan tidak terbatas. Perhitungan ini jika ditinjau dari sudut mufradatnya, adapun jika dilihat dari maknanya maka tidak akan terhitung jumlahnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Quran Surat al-Kahfi: 109: ArtinyaKatakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimatkalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimatkalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). Ruang lingkup ulum al-Quran ini berkembang dan semakin kompleks sesuai dengan kebutuhan yang perlu segera diselesaikan dalam pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran. Akan tetapi dalam perkembangannya, ulum alQuran selalu berpegang kepada sumber-sumber dasar hukum Islam sebagai berikut: a. Al-Quran al-Karim Al-Quran terkadang memuat ayat yang global, akan tetapi dijelaskan secara terperinci pada ayat lainnya baik membatasi atau mengkhususkannya, inilah yang disebut tafsir al-Quran dengan al-Quran. b. Nabi Muhammad Saw. Beliau yang bertugas menjelaskan al-Quran. Karena itu wajar jika para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapakan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Di antara kandungan ayat al-Quran terdapat ayat yang tidak dapat diketahui takwil kecuali penjelasan Rasulullah Saw, misalnya rincian tentang perintah shalat. c. Para Sahabat Para sahabat merupakan orang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah Saw cukup menjadi acuan dalam pengembangan ilmu-ilmu al-Quran. d. Pemahaman dan Ijtihad Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam al-Quran dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah Saw, dan banyak perbedaan di kalangan para sahabat, maka mereka

melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Hal ini mengingat mereka adalah orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, dan mengetahui dengan baik aspek-aspek yang ada di dalamnya. a) Sedangkan ruang lingkup ulum al-Quran ini bila ditinjau dari segi pokok bahasannya secara garis besar terdapat dua kelompok besar yaitu:Ilmu Riwayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti yang membahas tentang macam-macam qiraat, tempat turun ayatayat al-Quran, waktu-waktu turunnya, dan sebab-sebabnya. b) Ilmu Dirayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafaz yang gharib serta mengetahui ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum. Hasby lebih memerinci tentang ruang lingkup ulum al-Quran yang secara garis besar terdiri dari persoalan sebagai berikut: a) Persoalan turunnya al-Quran,(nuzl al-Qurn) yaitu pembahasan menyangkut tempat dan waktu turun ayat al-Quran, sebab-sebab turun dan sejarah turun al-Quran. b) Persoalan sanad ( Rangkaian para Periwayat), yaitu pembahasan menyangkut sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk qiraat nabi, para periwayat dan para penghapal al-Quran dan cara tahammul ( penerimaan riwayat). c) Persoalan qiraat ( cara pembacaan al-Quran), yaitu pembahasan yang menyangkut waqaf, ibtida, imalah, mad, takhfif hamzah, idgham. d) Persoalan kata-kata al-Quran, yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz al-Quran seperti gharib, murab, majaz, musytarak, muradif, istiarah dan tasybih. e) Persoalan makana-makna al-Quran yang berkaitan dengan hukum, yaitu pembahasan yang menyangkut mm, khss, nash, zhahir, mujmal, mufashshal, manthq, mafhm, mutlq, muqayyad, muhkam, mutasyabih,musykil, nasikh mansukh. f) Persoalan makna al-Quran yang berkaitan dengan kata-kata al-Quran, yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz yaitu fashal, washal, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr. Dengan melihat ruang lingkup kajian ulum al-Quran baik dari yang sederhana sampai yang terperinci maka akan terlahir berbagai cabang disiplin ulum alQuran, dan pada suatu waktu tidak menutup kemungkinan akan timbul perkembangan baru disiplin ulum al-Quran yang pada generasi sebelumnya belum ditemukan. Diantara cabang ulum al-Quran menurut Hasby Ash-Shiddiqie yang dikutif Rosihan Anwar sebagai berikut:

1) Ilmu Mawthin al-nuzl, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya, 2) Ilmu Tawrikh al-Nuzl, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya dan tertib surat dengan sempurna. 3) Ilmu Asbab al-Nuzl, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat. 4) Ilmu Qirat, yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa qiraat ( bacaan yang diterima dari Rasulullah Saw). 5) Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca al-Quran, tempat mulai dan pemberhentiannya. 6) Ilmu Ghrib al-Qurn yaitu, ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi dan pelik. 7) Ilmu I`rb al-Qurn yaitu ilmu yang menerangkan baris al-Quran dan kedudukan lafal dalam tabir ( susunan kalimat). 8) Ilmu Wujh al-Nazhir, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat. 9) Ilmu marifat al-Mukham wa al-Mutasybih, yaitu ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap mutasyabih. 10) Ilmu al-Nsikh wa al-Manskh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir. 11) Ilmu Badai`u al-Qurn, yaitu ilmu yang membahas keindahan-keindahan al-Quran. Ilmu ini menerangkan kesusasteraan al-Quran, kepelikan dan ketinggian balaghahnya. 12) Ilmu Ijaz al-Qurn, yaitu ilmu menerangkan kekuatan susunan tutur alQuran, sehingga dipandang sebagai mukjizat. 13) Ilmu Tansub ayat al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya. 14) Ilmu Aqsm al-Qurn, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksudmaksud sumpah yang terdapat dalam al-Quran. 15) Ilmu Amsl al-Qurn, yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan yang ada dalam al-Quran. 16) Ilmu Jidl al-Qurn, yaitu ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang dihadapkan al-Quran kepada kaum musyrikin dan lainnya. 17) Ilmu Adab al-Tilwah al-Qurn, yaitu ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca alQuran, serta segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-Quran. Cabang-cabang ulum al-Quran ini tidak terlepas dari faktor sejarah yang membentuknya dalam kurun waktu yang berlangsung lama. Tidak menutup kemungkinan cabang-cabang dari ulum al-Quran akan bertambah dari waktu ke

waktu seiring dengan perkembangan-perkembangan spesifikasi ilmu yang membahas al-Quran. Aspek yang menjadi cabang Ulum al-Quran sangat banyak dan selalu berkembang seperti dalam kitab al-Burhn f Ulm al-Quran karangan Badr alDin al-Zarkasyi menyebut ada 74 ilmu. Sedangkan al-Suyuthi dalam kitab alItqn f Ulm al-Qurn menyebutkan lebih dari 100 cabang ilmu. Diantara cabang-cabang Ulum al-Quran, para ulama sepakat menyatakan terdapat cabangcabang terpenting sebagai berikut: 1) Ilmu asbb al-Nuzl ( ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat alQuran) 2) Ilmu Ijz al-Qurn ( ilmu tentang kemukjizatan al-Quran) 3) Ilmu nsikh wa al-Manskh ( Ilmu tentang ayat yang menghapus hukum ayat lain dan ayat yang dihapuskan hukumnya oleh ayat lain). 4) Ilmu ahkm al-Qurn ( ilmu tentang hukum-hukum al-Quran). 5) Ilmu Fadhil al-Quran ( Ilmu tentang keutamaan-keutamaan al-Quran). 6) Ilmu Tawil al-Quran ( ilmu tentang takwil al-Quran ) 7) `Ilmu Muhkm wa al-Mutasybih ( Ilmu tentang ayat-ayat yang jelas dan yang samar). 8) Trikh al-Quran wa al-Tadwnih wa naskhih wa kuttbih wa ras,ih ( sejarah al-Quran, pembukuannya, salinannya, penulis-penulisnya dan bentuk tulisannya). 9) `Ilmu I`rbal-Qurn (ilmu tentang tatabahasa al-Quran). 10) `Ilmu al-Qirat ( ilmu tentang bacaan-bacaan al-Quran). 11) `Ilmu Munsabah ( ilmu tentang sistematika al-Quran). 4. Sejarah Timbulnya Ulum al-Quran

Substansi ulum al-Quran apabila dilihat dari sejarah sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw. Keterangan yang beliau berikan kepada para sahabat secara langsung mengenai wahyu yang diterima merupakan bagian dari materi ulum al-Quran. Namun ulum al-Quran sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri lahir pada abad ke-3 Hijriyah, ini pun masih diperdebatkan tergantung pada kitab yang dirujuk sebagai karya pertama dalam bidang ulum al-Quran. Hal ini tentu membutuhkan fakta sejarah berupa kitab yang membahas ulum al-Quran secara langsung. Istilah ulum al-Quran dengan arti yang lengkap baru lahir pada abad ke-5 Hijriyah, setelah seorang ulama bernama Ali Ibn Ibrahim ibn Said yang dikenal sebagai Al-Hufi, menyusun kitab setebal tiga puluh jilid yang bernama Al-Burhan fi ulum al-Quran. Beliau wafat pada tahun 330 Hijriyah. Kitab ini membahas tentang lafal-lafal yang gharib tentang Irab dan tafsir. Di dalam kitabnya pengarang membicarakan ayat-ayat Al-Quran menurut tertib mushaf. Kemudian dia membahas secara terperinci dengan judul tersendiri pula. Judul yang umum disebut dengan al-Qaul, seperti al-Qaul fi Qaulihi Azza wa jalla, al-Qaul fi al-

Irab, al-Qaul fi mana wa al-tafsir, al-Qaul fi al-Waqfi wa al-tamam, al-Qaul fi al-Qiraat. Karya al-Hufi ini dianggap telah memenuhi standar ulum al-Quran, karena cabang-cabang ulum al-Quran sudah dibahas di buku tersebut. Akan tetapi sebelum terbit kitab yang bernama ulum al-Quran tersebut dapat dilihat juga beberapa karakteristik yang mengarahkan pembahasan tentang ulum al-Quran baik yang tersirat maupun yang tersurat. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat Islam dari mulai yang sederhana pada zaman Rasulullah Saw sampai Islam mengalami perkembangan yang pesat ke seluruh benua di dunia ini. Sejarah perkembangan ulum al-Quran ini dibagi kepada beberapa periode sejarah sebagai berikut: Menurut Dr. Rosihan Anwar, sejarah perkembangan Ulum al-Quran dibagi ke dalam dua periodisasi besar yaitu qabl `ashr at-Tadwn ( fase sebelum kodifikais ) dan fase kodifikasi. Lebih lanjut ia menjelaskan fase sebelum kodifikasi dimulai sejak masa Nabi Saw masuh ada sampai abad I Hijriyah di mana Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan kepada Abu Aswad ad-Duali untuk menuliskan ilmu nahwu. Sedangkan fase kodifikasi dimulai dari masa setelah perintah Ali bin Abi Thalib tersebut kepada Abu Aswad ad-Duali yang semakin berkembang pada masa Bani Umayah dan Bani Abbasiah. 1. Qabl `Ashr At-Tadwn ( Fase Sebelum Kodifikais ) / Periode abad pertama: pertumbuhan cikal bakal ulum al-Quran Pada masa Rasulullah Saw, para sahabat dapat merasakan keindahan uslub-uslub bahasa Arab yang tinggi dan memahami ayat-ayat yang terang dan jelas pengertiannya yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Apabila terjadi kemusykilan, mereka segera bertanya kepada beliau, dan beliau langsung menjawabnya. Para sahabat pada saat itu tidak merasa perlu untuk menuliskan dalam ilmu-ilmu al-Quran karena segala permasalahan yang berhubungan dengan pemahaman, bacaan, maksud dan segala hal yang berhubungan dengan Al-Quran dapat ditanyakan langsung kepada Beliau. Hal ini juga didukung karena pada saat itu alat-alat tulis tidak mudah mereka peroleh. Selain itu juga pada masa Rasulullah Saw ada larangan untuk menuliskan apa yang mereka dengar dari Beliau selain dari Al-Quran, karena beliau khawatir akan bercampur antara AlQuran dengan yang bukan Al-Quran. Kondisi masyarakat Islam pada masa Rasulullah Saw masih sederhana, dimana Islam masih seputar Makkah dan Madinah, sehingga problematika masyarakat tentang Al-Quran belum banyak mengalami kendala yang berarti. Hal ini akan berbeda jika Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia, kebutuhan akan penjelasan, tatacara membaca maupun hal-hal lainnya akan berkembang menjadi semakin kompleks, karena semakin luas suatu wilayah akan

terdapat keaneka ragaman budaya, yang akan menimbulkan perbedaan-perbedaan pemahaman tentang Al-Quran. Pada masa Rasulullah Saw dalam banyak hal beliau memberi keterangan kepada para sahabat tentang makna ayat atau keterangan lain menyangkut alQuran dan mengajarkan segala sesuatu yang belum diketahui para sahabat. Karena itu selama Nabi masih hidup, para sahabat menerima pengajaran secara langsung dan belum ada kebutuhan untuk menuliskan tentang ilmu al-Quran. Seperti pada ayat-ayat berikut Nabi menjelaskan penafsiran al-Quran Surat alFatihah ayat 7 berdasarkan riwayat Ahmad, Tirmidzi dari Adi ibn Hayyan: : . : Artinya: yang dimaksud orang-orang yang dimurkai Allah adalah orang-orang Yahudi, sedangkan yang dimaksud orang-orang tersesat adalah orang-orang Nasrani. Begitu juga ketika turun Surat al-Anm ayat 82: Menurut hadits Buhari Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Masud, ketika ayat tersebut turun para sahabat bertanya kepada Nabi tentang arti Zhulm, Nabi menjawab dengan membaca Surat Luqman ayat 13. Maka yang dimaksud zhulum dalam surat al-Anam adalah musyrik. Pada masa Nabi belum ada kebutuhan menuliskan Ilmu al-Quran dengan alasan sebagai berikut: 1) Pada umumnya para sahabat termasuk bangsa Arab yang memiliki daya hafal sangat kuat. 2) Sebagian besar para sahabat termasuk buta aksara. 3) Alat tulis pada saat itu tidak mudah didapat. 4) Rasulullah melarang sahabat menulis sesuatu yang bukan al-Quran, yang dijelaskanpara ahli hadits jika menulis bersamaan dengan dengan menuliskan al-Quran. Pada masa Abu Bakar ra. dan Umar ra. Al-Quran disampaikan dengan jalan talqin dan musyafahah dari mulut ke mulut . Sedangkan pada masa Usman bin Affan, Islam sudah semakin luas dan berkembang ke luar bangsa Arab, sehingga timbul bahasa-bahasa arab dan selain arab ( azam), ditambah lagi para penghafal Al-Quran dari kalangan sahabat sudah banyak yang gugur di medan perang dalam perluasan dan penyebaran Islam. Percekcokan dialek cara membaca Al-Quran sudah mulai ditemukan, Usman mengambl tindakan mengumpulkan para penghafal Al-Quran dan segera membentuk panitia penulisan Al-Quran dengan menunjuk sekretaris Rasulullah yaitu Zaid bin Sabit menjadi ketua panitia pembukuan Al-Quran.

Pembukuan Al-Quran pada masa Usman ini dimotivasi karena banyak terjadi perselisihan di dalam cara membacanya, pada saat itu sudah berada pada titik umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya terjadi perselisihan di antara mereka. Usman memutuskan dalam penulisan Al-Quran memperhatikan tulisan yang mutawatir, mengabaikan ayat yang bacaannya dinaskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di hadapan nabi pada saat-saat terakhir, kronologis surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf abu bakar, system penulisan yang dugunakan mampu mencakup qiraat yang berbeda sesuai dengan lafaz-lafaz Al-Quran ketika diturunkan, dan semua yang bukan termasuk Al-Quran dihilangkan. Setelah proses pembukuan Al-Quran yang dikenal dengan mushaf Usmani atau Al-Mushaf, kemudian diperbanyak dan segera dikirim ke kota-kota besar yang penduduknya sudah menganut agama Islam, salah satu mushaf di simpan di kediaman Usman yang kemudian dikenal dengan Mushaf Al-Imam. Sedangkan naskah asli Al-Quran yang sebelumnya disimpan di rumah Hafsah, salah seorang janda dari Rasulullah Saw diperintahkan untuk dibakar untuk menghindari perbedaan-perbedaan mengenai Al-Quran yang lebih krusial lagi. Usman melarang membaca Al-Quran yang tidak bersumber dari Al-Mushaf tersebut. Tindakan Usman ini merupakan awal perkembangan ilmu rasm al-Quran. Istilah rasm Al-Quran atau rasm usmani adalah tatacara menuliskan Al-Quran yang ditetapkan pada masa khalifah Usman bin Affan. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf usmani yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash dan Abdurahman bin AlHaris. Mushaf usmani ini menggunakan kaidah al-hadzf ( membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf), al-Ziyadah ( penambahan), al-Hamzah (salah satu kaidahnya berbunyi apabila hamzah berharakat sukun,ditulis dengan huruf yang berharakat yang sebelumnya), badal ( pengganti), washal dan fashal ( penyambungan dan pemisahan), dan kata yang dapat dibaca dua bunyi ditulis dengan menghilangkan alif. Pada Masa pemerintahan Ali ra., beliau memerintahkan Abu Aswad ad-Dualy ( wafat 69 H.) membuat beberapa kaidah untuk memelihara keselamatan bahasa Arab sebagai Irab al-Quran. Maka dapatlah dikatakan bahwa Ali ra. merupakan tokoh pertama yang berjasa dalam peletakan ulum al-Quran di bidang Irab alQuran. 1) Tokoh-tokoh ilmu yang merintis ilmu-ilmu al-Quran pada abad I sebagai fase qabla Tadwin adalah sebagai berikut:Dari kalangan sahabat : Khulafa ar-Rasyidin, Ibnu Abbas,Ibnu Masud,Zaid ibnu Sabit, Ubay ibnu Kaab, Abu Musa al-Asyari, Abdullah ibnu Zubair. 2) Dari kalangan tabi`in: Mujahid, Atha bin Yassar, Ikrimah, Qatadah, alHasan al-Bashri, Said bin Zubair, Zaid bin Aslam. 3) Dari kalangan atba tabiin : Malik bin Anas.

Maka peletakan dasar ulum al-Quran yang sudah berkembang pada abad I Hijriyah adalah dengan cara disampaikan melalui talqin antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) Ilmu Tafsir Ilmu Asbab an-Nuzul Ilmu al-Makky wa al-Madany Ilmu Nasikh wa al-Mansukh Ilmu gharib al-Quran

Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global. Peranan Tabiin dalam penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya Mengenai para tabiin, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguhsungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut : Murid ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah: Said bin ubair, Mujahid, Ikrimah bekas sahaya ( maula ) ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan Ata bin abu Rabah. Murid ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin Kab al Qurazi. Murid Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : Alqamah bin Qais, Masruq al-Aswad bin Yazid, Amir as Syabi, Hasan al- Basyri dan Qatadah bin Diamah as Sadusi.

Yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Quran,ilmu asbb al-nuzl, ilmu Makki wa al-madani dan imu nasikh dan mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan. b. 1) Masa Tadwin (Kodifikasi) Abad II Hijriyah

Pada abad ke dua, ulum al-Quran berkisar di sekitar tafsir al-Quran yang lebih dikenal sebagai kodifikasi pendapat-pendapat dari para sahabat dan tabiin. Pada abad ini para ulama memberikan prioritas perhatian kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-Ulum ( induk ilmu-ilmu al-Quran). Di antara beberapa ulama terkenal pada abad ini adalah sebagaiman ditulis Manna alQaththan adalah: Yazid bin Harun al-Silmi ( wafat 117 H), Syubah ibnu Hajjaj ( wafat 160 H), Waqi bin Jarh (wafatb198 H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H ), Abdu al-Razaq bin Hamam ( wafat 211 H). Akan tetapi ulama-ulama tersebut

menafsirkan al-Quran berdasarkan hadis yang mereka terima. Namun sayang kitab tafsir mereka tidak sampai ke tangan kita. Kemudian setelah itu muncullah salah satu tokoh terkenal ahli tafsir pada saat itu adalah Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310 Hijriyah). Tafsirnya berkisar seputar tafsir bi al-masyur atau tafsir bi al-manqul dengan meliputi riwawat-riwayat yang shahih, Irab, istinbath, dan pendapat para ulama. Setelah itu baru mulai ada ulama yang menafsirkan bi al-rayi. 2) Abad III Hiriyah

Pada abad ke Tiga Hijriyah, di antara ulama yang terkenal pada abad ke ini adalah Ali bin al-Madiny Syaikh al-Bukhari (wafat 234 Hijriyah) yang mengarang tentang Asbb al-nuzl, Abu Ubed al-Qasim bin Salam ( wafat 224 Hijriyah) mengarang tentang al-Nasikh wa al-Mansukh, dan al-Qiraat, Ibnu Qutaibah ( wafat 276 Hijriyah) mengarang tentang Musykil al-Quran, Muhammad ibn Ayyub adh-Dhiris (wafat 294 H) tentang ilmu Ma Nuzilla bi al-Makkah wama Nuzzila bi al-Madina. 3) Abad IV Hijriyah

Pada abad ke-4 Hijriyah, diantara kitab ulum al-Quran berkisar di sekitar pokok bahasan asbb al-nuzl, ilmu nasikh wa al-mansukh, ilmu ma Nuzzila bi almakkah wama Nuzzila bi al-Madina. Tokoh-tokoh ulama yang menyusun kitab tersebut antara lain sebagai berikut: a) Muhammad ibnu Khalaf ibn al-Marzuban (wafat 309 H), mengarang kitab al-Hawi fi Ulum al-Quran. b) Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbary (wafat 328 Hijriyah) mengarang kitab Ulum al-Quran. c) Abu Bakar al-Sijistani ( wafat 330 Hijriyah) mengarang kitab Gharib alQuran. d) Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (wafat 360 H), kitabnya bernama Nuqat al-Quran ad-Dallat al al-Bayan fi anwa al-ulum wa al-ahkam al-minbiat an ikhtilaf al-anam. e) Muhammad Ali al-Adfuwy (wafat 388 Hijriyah), mengarang kitab al-Istighna fi Ulum al-Quran. f) Abu Hasan al-Asyary ( wafat 324 H), kitabnya bernama Al-Mukhtazan fi ulum al-Quran. 4) Abad V Hijriyah

Diantara kitab dan tokoh pengarangnya pada abad ke-5 adalah sebagai berikut: a) Abu Bakar al-Baqilany ( wafat 403 Hijriyah), mengarang kitab Ijaz alQuran. b) Al Mawardy ( wafat 450 Hijriyah ) mengarang kitab amsal al-Quran. c) Abu Amar al-Dany ( wafat 444 Hijriyah), kitabnya bernama al-Taisir bi alQiraat al-SabiI dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqath. d) Ali bin Ibrahim ibn Said al-Hufi (wafat 430 Hijriyah) mengarang kitab Irab al-Quran, dan al-Burhan fi Ulum al-Quran. Pada abad ke lima inilah dijadikan sebagai abad ditemukannya kitab ulum alQuran sebagi disiplin ilmu, jika berpedoman kepada kitab al-Burhan fi Ulum alQuran yang dikarang al-Hufy sebanyak 30 jilid, yang ditemukan seorang ulama, Syeikh al-Zarqani yang dikutif Manna al-Qathtan sebagai berikut, Pembahasan ulum al-Quran secara menyeluruh dan lengkap dalam sebuah kitab diungkapkan oleh Syeikh Muhammad Abdu al-Azim Al-Zarqany dalam kitab Manahil alIrfan fi Ulum al-Quran yang ditemukan di sebuah perpustakaan Mesir ,dengan penulis Ali Ibrahim ibn Said yang dikenal al-Hufy dengan nama kitab al-Burhan fi ulum al-Quran sebanyak 30 jilid, 15 jilid ditemukan tidak beraturan dan kurang berkaitan. Penulis menyusun ayat-ayat al-Quran kemudian dilengkapi dengan ulum al-Quran yang dibahas secara tersendiri, baik dari segi makna, tafsir bi al- masur maupun bi al-maqul, segi waqaf dan tamam serta dari segi qiraat. Maka al-Hufi dianggap sebagai pendiri pertama Ulum al-Quran sebagai disiplin ilmu yang spesifik, beliau wafat 330 Hijriyah. Dengan ditemukannya bukti fisik kitab yang membahas ulum al-Quran secara spesifik karangan al-Hufy maka ulum al-Quran sebagai disiplin ilmu sudah ada sejak abad ke-5 Hijriyah. 5) Abad VI Hijriyah Diantara tokoh ilmu al-Quran pada abad ke-5 Hijriyah ialah: a) Abd Qasim Abd al-Rahman yang dikenal al-Suhaili ( wafat 582 Hijriyah), kitabnya bernama Muhammat al-Quran atau al-Tarif wa Ilam ubhima fi alQuran min asma wa al-alam. b) Ibnu Jauzy ( wafat 597 Hijriyah), kitabnya bernama Funun al-Afnan fi Ajaib ulum al-Quran dan kitab Al-Mujtaba fi Ulumin Tataallaq bi al-Quran. 6) Periode abad VII dan VIII Hijriyah Diantara tokoh ilmu al-Quran pada abad ke- 6 dan 7 Hijriyah antara lain:

a) Alamuddin al-Syakhawy ( wafat 643 Hijriyah) , kitab bernama Hidayat alMurtab fi al-Mutasyabih mengenai qiraat, dan kitab Jamal al-Quran wa kamal al-Iqra tentang qiraat, tajwid, waqaf, Ibtida, nasikh dan mansukh. b) Al-Iz ibnu Abdu al-Salam (wafat 660 Hijriyah) dengan kitab bernama Majaz al-Quran. c) Ibnu Qayyim ( wafat 751 Hijriyah ) dengan kitab bernama Aqsam al-Quran.

d) Badrudin al-Zarkasyi ( wafat 794 Hijriyah) , mengarang kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran. e) Abu Hasan al Mawardi yang menyusun Ilmu Antsl al-Quran, suatu ilmu yang membahas perumpamaan-perumapamaan yang terdapat dalam al-Quran. f) Ibnu Abi al-Isba yang menyusun Ilmu Badii al-Quran, suatu ilmu yang membahas macam-macam badi (keindahan bahasa dan kandungan ) dalam alQuran. g) Najmudin al-Thufi ( wafat 716), yang menyusun ilmu Hujaj al-Quran atau ilmu jadal al-Quran, suatu ilmu yang membahas bukti-bukti atau argumentasiargumentasi yang dipakai al-Quran untuk menetapkan sesuatu. h) Taqiyuddin Ahmad binTaimiyah al-Harani (wafat 728 H) yang menyusun kitab Ushul al-Tafsir. Pada abad ke tujuh dan delapan mulai tumbuh ilmu BadaI al-Quran, Ilmu Hujaj al-Quran yang kemudian hari dikenal Jadal al-Quran. Tokoh ulama yang menyusun kitab ulum al-Quran ini pada umumnya sudah melakukan penelitian satu persatu juz al-Quran. 7) Periode abad IX dan X Hijriyah Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah ini telah lahir beberapa kitab ulum al-Quran, antara lain sebagai berikut: a) Jalaludin al-Bulqiyany, wafat 824 Hijriyah yang mengarang kitab Mawaqi al-Ulum min mawaqii al-Nuzum. b) Muhammad ibnu Sulaiman al-Kafiyajy, wafat 873 Hijriyah, mengarang kitab al-Taisir fi Qawaid al-Tafsir. Dalam kitab ini dijelaskan tentang syarat-syarat menafsirkan al-Quraan dengan rayu. c) Jalaludin al-Suyuthy, wafat 911 Hijriyah, mengarang kitab al-Tahbir fi ulum al-Tafsir dan kitab terkenal al-Itqan fi Ulum al-Quran. Dalam kitab ini terdapat 80 judul bahasan dari ulum al-Quran secara sistematis dan padat isinya.

c. Abad ke-13 dan 14 Hijriyah dan masa kini Pada abad XIV Hijriyah, bangkit kembali ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas al-Quran dari berbagai segi. Kebangkitan ini diantaranya dipicu oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsir dan hadits sebagai salah satu jurusannya. Pada abad ini juga sudah mulai banyak kitab-kitab yang meragukan al-Quran yang dilontarkan para orientalis dan orang Islam sendiri yang telah terpengaruhi pemikiran orientalis, serta telah dilakukan kegiatankegiatan penerjemahan al-Quran kepada bahasa-bahasa azam ( selain bahasa arab). Di antara ulama yang berjasa di abad ke-13 dan 14 Hijriyah dalam perkembangan ulum al-Quran antara lain sebagai berikut: 1) Al-Syeikh Thahir al-Jazairy, kitabnya bernama al-Tibyn f Ulm alQuran. 2) Jamaludin al-Qasimy, wafat 1332 Hijriyah, menulis kitab Mahasin alTakwil. 3) Muhammad Abd Al-Azhim al-Zarqany, kitabnya bernama Manhil alIrfn f Ulm al-Qurn. 4) Muhammad Ali Salamah, kitabnya bernama Manhaj al-Furqn f Ulm alQurn. 5) Al-Syeikh Thanthawy al-Jauhary, kitabnya bernama al-Qurn wa alUlm al-Ashriyyah. 6) 7) 8) Mushtafa Shadiq al-Rafii, kitabnya bernama Ijaz al-Qurn. Sayyid Quthub, kitabnya bernama Al-Tashwir al-Faniy f al-Qurn. Muhammad al-Gozaly, kitabnya bernama Nazharat f al-Qurn.

9) Muhammad Musthofa al-Maraghy, kitabnya bernama Al-Masalat Tarjamat al-Quran sebuah risalah yang menerangkan kebolehan menerjemahkan al-Quran, dan ia juga menulis kitab Tafsir al-Marghi. 10) Dr. Shubhi al-Shalih, menulis kitab Mabahis f Ulm al-Qurn. Kemudian diikuti Ahmad Muhammad Jamal yang menulis sekitar Midah. 11) Muhammad Rasyid Ridha, kitabnya bernama Tafsir al-Quran al-Hakim yang terkenal dengan tafsir Al-Manar.

12) Syeikh Muhammad Abdullah Darraz yang menyusun kitab al-Naba alAzhim an al-Quran al-Karim : Nazharat Jaddah f al-Qurn. 13) Syeikh Mahmud Abu Daqiq yang menyusun kitab Ulm al-Qurn. 14) Malik bin Nabi yang menyusun kitab Az-Zhahirah al-Quraniyah yang berbicara mengenai wahyu. Demikianlah beberapa kitab yang membahas ulum al-Quran baik secara langsung nama kitab bernama Ulum al-Quran atau secara tidak langsung yang merupakan salah satu cabang dari ulum al-Quran. Dengan beberapa pokok bahasan kitabkitab ulum al-Quran dari masa ke masa, maka perbendaharaan pembahasan tentang disiplin ilmu al-Quran semakin luas dan kompleks. Hal ini tentunya memberikan jalan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan dalam bidang alQuran baik secara mandiri ataupun kolektif untuk selalu menggali ilmu-ilmu alQuran. Perkembangan dari waktu ke waktu tentunya akan semakin kompleks karena kehidupan manusia semakin global. Bukan tidak mungkin serangan demi serangan untuk melemahkan al-Quran akan selalu datang. Seperti yang ada sekarang ini, Al-Quran dapat diakses siapa saja di internet baik itu Al-Quran digital, Al-Quran in word dan sebagainya, jika tidak dilengkapi ilmu dan kontrol dari lembaga tertentu mengenai ulum al-Qurannya, maka penyelewengan AlQuran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sangat terbuka lebar. 5. Aplikasi Ulum al-Quran dalam pendidikan di sekolah Ulum al-Quran ini apabila diaplikasikan dalam pendidikan akan sangat bermanfaat, bila ditinjau dengan pendekatan manajemen pendidikan Islam. Bagaimana generasi muslim ini akan memiliki kemampuan menguasai ulum alQuran, jika dasar utamanya saja menguasai baca tulis Al-Quran di sekolah masih mengalami hal yang krusial, di mana tingkat kemampuan anak untuk membaca dan menulis sangat beragam. Di sekolah umum seperti SD, SMP, SMP, SMA/SMK, yang notabene pendidikan agama Islam hanya berkisar 2 sampai 3 jam pelajaran perminggu bahkan materi Al-Quran hanya disampaikan dalam rata-rata 1 kompetensi dasar setiap semester , ini berarti hanya 12 kompetensi dasar materi al-Quran di SD, 6 kompetensi dasar di SMP yang harus dikuasai peserta didik di sekolah umum. Materi al-Quran merupakan salah satu aspek muatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik yang beragama Islam dalam kegiatan pembelajaran intrakurikuler di sekolah. Baca tulis al-Quran sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari tagihan kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah diarahkan untuk menyiapkan peserta didik supaya mengenal, memahami,

menghayati dan mengamalkan kandungan al-Quran. Al-Quran bagi umat Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu hendaknya peserta didik sedini mungkin sudah mulai diajarkan menulis dan membaca al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid dan mahkrajnya serta diharapkan dapat memahami, kemudian mengamalkan isi ajarannya dalam setiap aktivitas keseharian. Namun sangat disayangkan, betapa ironisnya sebagian umat Islam tidak memiliki perhatian terhadap pelajaran Baca Tulis al-Quran sejak usia dini, sehingga banyak anak-anak Islam, remaja dan pemuda bahkan orang tua yang belum mampu Baca Tulis al-Quran. Padahal agama Islam mengajarkan bahwa membaca al-Quran merupakan salah satu ibadah. Baik dan benarnya bacaan al-Quran merupakan salah satu syarat kesempurnaan ibadah, sehingga Islam menekankan keutamaan membaca alQuran. Rasulullah SAW bersabda: Diriwayatkan dari Utsman bn Affan ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain. (HR. Al-Bukhori) (Imam Nawawi, 1999: 116) Diriwayatkan dari Abdullah bin Masud ra, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia memperoleh satu kebaikan, dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak katakan alif lam mim itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf (HRTirmidzi). Menurut Husni Rahim melalui hasil penelitiannya yang dipublikasikan menyebutkan bahwa terdapat 30% rata-rata peserta didik SMA/SMK belum dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar. Jika di SMA/SMK demikian, hal ini tentu terkait erat dengan keadaan peserta didik di SMP yang juga masih banyak yang belum dapat membaca al-Quran dengan baik dan benar. Penyebabnya sangat beragam, antara lain: 1. Kurangnya perhatian orang tua dan lingkungan keluarga terhadap putraputrinya dalam hal kemampuan baca tulis al-Quran. 2. Terbatasnya jam tatap muka Pendidikan Agama Islam di sekolah sebagaimana diatur dalam Permen nomor 22 tahun 2006, karena pelajaran baca tulis al-Quran hanya menjadi salah satu dari lima aspek mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

3. Proses pembelajaran membaca dan menulis al-Quran dalam kegiatan intrakurikuler kurang berorientasi kepada peningkatan kemampuan membaca dan menulis al-Quran, karena proses pembelajarannya cenderung teoritis oriented seharusnya diberikan dengan memperbanyak praktikum dan latihan-latihan menulis, serta membaca al-Quran. 4. Masih rendahya motivasi dan minat peserta didik. Hal ini disebabkan kurangnya peserta didik memahami maksud dan tujuan membaca dan menulis alQuran, bahkan pelajaran ini bagi mereka kurang menarik karena dianggap tidak begitu penting. 5. Masih banyak tenaga pendidik belum dapat menggunakan metode yang tepat dan praktis dalam menyampaikan pelajaran baca tulis al-Quran . 6. Perkembangan global dan kemajuan dalam bidang teknologi, informatika, dan telematika yang ditandai dengan munculnya berbagai produk sain dan teknologi serta derasnya arus budaya asing yang semakin menggeser minat untuk belajar Baca Tulis al-Quran. Akhirnya kebiasaan Baca Tulis al-Quran ini sudah mulai jarang terdengar di rumah-rumah keluarga muslim, yang ada adalah suarasuara radio, TV, Tape recorder, karaoke, dan lain-lain. 7. Faktor lingkungan dan masyarakat juga sering menjadi kendala bagi keberhasilan pembelajaran membaca dan menulis al-Quran. Sebagian orang tua dan masyarakat masih memandang dan bangga jika putranya berhasil dalam bidang matematika, bahasa inggris, olah raga dan lainnya ketimbang berprestasi dalam bidang membaca dan menulis al-Quran. Kondisi tersebut menuntut semua pihak agar secara bersama-sama dapat memberikan solusi, baik dari pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dunia usaha, orang tua, tokoh masyarakat, maupun Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI). Bentuk solusi diarahkan untuk mengatasi keterbatasan jam tatap muka yang hanya 2 jam perminggu, termasuk pembelajaran Baca Tulis al-Quran di sekolah, oleh karena itu hendaknya: 1. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu banyak mempelajari metode yang tepat dan praktis dalam memberikan pelajaran al-Quran disekolah. 2. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu mengembangkan strategi yang inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan diadakannya program baca tulis al-Quran diluar jam tatap muka di kelas. 3. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dituntut untuk mampu memetakan, membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal membaca dan menulis al-Quran, memantau perkembangannya dengan selalu mengadakan penilaian secara kontinyu dan berkelanjutan.

4. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memperdayakan potensi yang ada disekolah maupun lingkungan masyarakat seperti peserta didik yang sudah mahir dijadikan tutor sebaya, guru mata pelajaran umum yang mampu memberikan pelajaran baca tulis al-Quran , alumni dan tokoh masyarakat lingkungan sekolah. 5. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memberikan motivasi kepada peserta didik betapa pentingnya pelajaran al-Quran dalam rangka memahami pendidikan agama Islam dalam rangka membentuk akhlakul karimah. 6. Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu membangun kerjasama dengan orang tua/wali peserta didik untuk mengarahkan putra/putrinya agar tidak banyak menonton tayangan televisi dan internet yang dapat mengganggu pelajaran sekolah. 7. Kepala Sekolah selalu memberikan dorongan moril maupun materil kepada pendidik di sekolahnya terutama kepada Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam upaya menciptakan suasana lingkungan sekolah yang religius dan berakhlak mulia. 8. Orang tua/wali peserta didik dapat memasukkan putra/putrinya ke Taman Pendidikan al-Quran (TPA) atau madrasah diniyah atau pengajian al-Quran yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat yang ada dilingkungannya. 9. Pemerintah hendaknya memberikan dukungan/support berupa kebijakan yang mewajibkan peserta didik menguasai kompetensi baca tulis al-Quran sebagai prasyarat penerimaan peserta didik baru pada setiap jenjang satuan pendidikan dalam bentuk sertifikasi. C. Penutup Demikianlah sekelumit makalah pangantar ulum al-Quran dan perkembangannya. Makalah ini sudah diperbaiki mengikuti saran-saran dosen pengampu Prof. Dr. H. Nurwadjah Ahmad EQ, MA dan memperbaiki saran-saran dalam kelas setelah didiskusikan. DAFTAR PUSTAKA Al Qaththan, Manna , Mabhis f ulm al-Qurn, Riyad, cet-3, Tahun, 1973 Anwar, Rosihan, Ulum al-Quran, Bandung, Pustaka Setia, 2008, Cet.1. Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan Bintang, Tahun 1994..

Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, Tahun 2010, Cet-3, As-Suyuthi, Jalaludin, Al-Itqn f ulm al-Qurn, Libanon, Darl Fikr,.. Azyumardi Azra (editor), Sejarah dan Ulum al-Quran, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008 Chairani Idris dan Tasyrifin Karim, Buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak/Taman Pendidikan Al-Quran, DPP BKPRMI Masjid Istiqlal Kamar 13, Jakarta, 1996 Hatta Syamsuddin, Lc, Modul Ulum al-Quran, Surakarta, Pesantren Ar Royan, 2008 Ibrahim, Abu Fadhil Muhammad, Al Burhn f Ulm al-Qurn, Kairo, Daru at Turas, 1957 ,Jilid 1. Muhammad bin Abu Syahbah, Al-Madkhal li dirsat al-Quran al-Karm, Maktabah al-Sunnah, Kairo, 1992. Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, Manhil al-Irfn, Drl Fikr, Beirut,t.t. Jilid I Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Bandung, Mizan, 2004. Team Kemenag RI, Buku Panduan BTQ SD, SMP, SMA/SMK, Jakarta, 2010 Dr. Azyumardi Azra, Editor, Sejarah dan Ulum al-Quran, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008, h.39 Manna al-Qaththan, Mabhis f Ulm al-Qurn, Riyadh, Manshrt al-Ashr alHadts, 1972, h,. 15 Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2010, h. 1 Hasby, Ash-Sjidiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Semarang, 2010, PT. Pustaka Rizki Putra, cet-3. H. 1-2 Manna al-Qathathan, Mabahits fi Ulum al-uran, Mansyurat Al Ashr al-Hadits, 1973, h. 15-16 Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, Manhil al-Irfn, Drl Fikr, Beirut,t.t. Jilid I, h.27

Muhammad bin Abu Syahbah, Al-Madkhal li dirsat al-Quran al-Karm, Maktabah al-Sunnah, Kairo, 1992, h. 18-20. Manna al-Qathathan, Op.Cit, h. 16. Rosihan Anwar, Ulum al-Quran, Bandung, Pustaka Setia, 2008, Hatta Syamsuddin, Lc, Modul Ulum al-Quran, Surakarta, Pesantren Ar Royan, 2008. h.6. Jalaludin As-Suyuthi, Al-Itqan fi ulum al-Quran, Libanon, Darl Fikr, h. 4-7 Abu Fadhil Ibrahim Muhammad, Al-Burhan fi ulum al-Quran, Kairo, 1957, Daru al-Turas, Jilid-1, h. 17 Depertemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 305 Hasby Ash-Shidiqie, Sejarah dan pengantar Ulum al-Quran, Jakarta,

Tujuan dan Ruang Lingkup Pembahasan Ulum al-Quran


Tujuan utama dari mempelajari Ulum al-Quran adalah untuk memahami Kalam Allah dalam berbagai aspek pembahasannya, baik dari aspek turunnya, pengumpulan, dan penulisannya, maupun dari aspek bacaan dan penafsirannya serta tidak ketinggalan pula aspek kandungannya itu sendiri. Adapun faedah lain mempelajari Ulum al-Quran ialah supaya kita mempunyai senjata ampuh yang dapat kita pergunakan untuk membela kesucian al-Quran al-Karim, dan supaya mudah mengarungi tafsir al-Quran. Ulum al-Quran adalah suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, dan mencakup semua ilmu yang berkaitan dengan al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fighi, akidah, tasawuf dan sebagainya dan ilmuilmu bahasa arab, seperti nahwu, sharaf, balaghah dan sebagainya Bahkan sebagian ulama, diantaranya Az-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Quran menyebutkan bahwa ilmu-ilmu al-Quran tidak terhitung banyaknya. Pandangan lain dikemukakan oleh As-Suyuthi yang mengatakan bahwa ruang lingkup pembahasan Ulum al-Quran tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama tapi juga ilmu-ilmu umum misalnya filsafat, sejarah,astronomi, ekonomi, kedokteran dan sebagainya sesuai tema yang dibawa oleh ayat-ayat al-Quran yang bersangkutan. Ia beralasan bahwa al-Quran adalah kitab hidayah (petunjuk) yang mengandung berbagai aspek kehidupan manusia yang tidak hanya kehidupan akhirat tetapi juga kehidupan dunia. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Abu Bakar Ibn al-Arabi yang mengatakan bahwa Ulum alQuran memiliki banyak cabang ilmu-ilmu yang tak terhitung banyaknya. Beberapa ulama pemikir kontenporer yang sejalan dengan pendapat ini seperti Muhammad Abduh, Ahmad Nahrawi Salam, Ali Syariati, dan Harun Nasution.

Beberapa pandangan di atas memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya yang menjadi pokok pembahasan Ulum al-Quran adalah ilmuilmu agama dan bahasa Arab. Namun, melihat kenyataan adanya ayat-ayat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan dan tuntutan yang semakin besar kepada petunjuk alQuran, maka untuk menafsirkan ayat-ayat yang menyangkut disiplin ilmu tertentu memerlukan pengetahuan tentang ilmu tersebut, misalnya penafsiran ayat-ayat qauniah memerlukan pengetahuan astronomi, ayat-ayat ekonomi memerlukan ilmu ekonomi, dan ayat-ayat politik memerlukan ilmu politik, dan sebagainya. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy membagi kedalam tujuh belas ilmu-ilmu al-Quran yang terpokok yaitu :

1. Ilmu Mawathin al-Nuzul. Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turun

ayat, masanya, awal dan akhirat. 2. Ilmu Tawarikh al-Nuzul. Ilmu ini menjelaskan masa turunnya ayat, urutan turunnya surah dari awal sampai sempurnah. 3. Ilmu Ashab al-Nuzul yang menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. 4. Ilmu Qiraat yaitu ilmu yang menerangkan bentuk-bentuk bacaan alQuran yang telah diterima dari Rasul saw. 5. Ilmu Tajwid. Ilmu ini menerangkan cara membaca al-Quran dengan baik yaitu menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, pendek, panjangnya bacaan dan sebagainya. 6. Ilmu Gharib al-Quran yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. 7. Ilmu Irab al-Quran yaitu ilmu yang menerangkan baris kata-kata alQuran dan kedudukannya dalam susunan kalimat. 8. Ilmu Wujud wa al-Nazair. Ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu. 9. Ilmu Marifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih yakni ilmu yang menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang muntasyabih (samara maknanya). 10. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagaian para mufassir. 11. Ilmu Badai al-Quran yang bertujuan menampilkan keindahan-keindahan al-Quran dari sudut kesusatraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya. 12. Ilmu Ijaz al-Quran. Ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat al-Quran sehingga dapat membungkemkan para sastrawan Arab. 13. Ilmu Tanasub. Ayat al-Quran yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian dan keserasian antara sesuatu ayat dan ayat yang di depan dan yang dibelakangnya. 14. Ilmu Aqsam al-Quran yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksudmaksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam al-Quran. 15. Ilmu Amtsal al-Quran yang menerangkan maksud perumpamaanperumpamaan yang dikemukakan al-Quran.

16. Ilmu Jidal al-Quran yaitu ilmu yang membahas bentuk-bentuk dan caracara debat dan bantahan al-Quran yang dihadapkan kepada kaum Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan. 17. Ilmu Adab Tilawah al-Quran Ilmu ini memaparkan tata cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca al-Quran.

Tafsir al-Qur'an
Tafsir al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur-an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya, dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur-an dan isinya, Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an, terdapat dua bentuk penafsiran yaitu at-tafsr bi al- matsr dan at-tafsr bi- ar-rayi, dengan empat metode, yaitu ijmli, tahlli, muqrin dan maudhi. Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan. Tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya. Usaha menafsirkan Al-Quran sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi sendiri. Ali ibn Abi Thlib (w. 40 H), Abdullah ibn Abbs (w. 68 H), Abdullah Ibn Masd (w. 32 H) dan Ubay ibn Kaab (w. 32 H) adalah di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain. [1]

Urgensi Tafsir Al-Qur'an dalam Islam


Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam berpikir dan beramal. Namun, Allah SWT tidak menjamin perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal Al-Quran yang membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa tafsir Al-Qur'an

Sejarah Tafsir Al-Qur'an


Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW masih hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah SAW. Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an : 1. Al-Qur'an itu sendiri karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain. 2. Rasulullah SAW semasa masih hidup para sahabat dapat bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya. 3. Ijtihad dan Pemahaman mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki rayi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW. Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al-Qur'an antara lain empat khalifah , Ibn Masud, Ibn Abbas, Ubai bin Kab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa alAsyari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum terdapat satupun pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadits. Sesudah generasi sahabat, datanglah generasi tabiin yang belajar Islam melalui para sahabat di wilayah masing-masing. Ada tiga kota utama dalam pengajaran Al-Qur'an yang masing-masing melahirkan madrasah atau madzhab tersendiri yaitu Mekkah dengan madrasah Ibn Abbas dengan murid-murid antara lain Mujahid ibn Jabir, Atha ibn Abi Ribah, Ikrimah Maula Ibn Abbas, Thaus ibn Kisan al-Yamani dan Said ibn Jabir. Madinah dengan madrasah Ubay ibn Kaab dengan murid-murid Muhammad ibn Kaab al-Qurazhi, Abu al-Aliyah ar-Riyahi dan Zaid ibn Aslam dan Irak dengan madrasah Ibn Masud dengan murid-murid al-Hasan al-Bashri, Masruq ibn al-Ajda, Qatadah ibn-Diamah, Atah ibn Abi Muslim al-Khurasani dan Marah al-Hamdani. Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari hadits namun masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri. Ketika datang masa kodifikasi hadits, riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab tersendiri namun belum sistematis sampai masa sesudahnya ketika pertama kali dipisahkan antara kandungan hadits dan tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh para ulama sesudahnya seperti Ibn Majah, Ibn Jarir at-Thabari, Abu Bakr ibn al-Munzir an-Naisaburi dan lainnya. Metode pengumpulan inilah yang disebut tafsir bi al-Matsur.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menuntut pengembangan metodologi tafsir dengan memasukan unsur ijtihad yang lebih besar. Mekipun begitu mereka tetap berpegangan pada Tafsir bi al-Matsur dan metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan masa tersebut. Hal ini melahirkan apa yang disebut sebagai tafsir bi al-ray yang memperluas ijtihad dibandingkan masa sebelumnya. Lebih lanjut perkembangan ajaran tasawuf melahirkan pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai tafsir isyarah.

Bentuk Tafsir Al-Qur'an


Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga:

Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipankutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat. Contoh tafsir Al Qur'an dengan Al Qur'an antara lain: "wa kuluu wasyrobuu hattaa yatabayyana lakumul khaithul abyadhu minal khaithil aswadi minal fajri...." (Surat Al Baqarah:187) Kata minal fajri adalah tafsir bagi apa yang dikehendaki dari kalimat al khaitil abyadhi. Contoh Tafsir Al Qur'an dengan Sunnah antara lain: "alladziina amanuu wa lam yalbisuu iimaanahum bizhulmin......" (Surat Al An'am: 82) Rasulullah s.a.w.menafsirkan dengan mengacu pada ayat : "innasy syirka lazhulmun 'azhiim" (Surat Luqman: 13) Dengan itu Beliau menafsirkan makna zhalim dengan syirik.

Tafsir-tafsir bil ma'tsur yang terkenal antara lain: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Abu Laits As Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma'tsur fit Tafsiri bil Ma'tsur (karya Jalaluddin As Sayuthi), Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Baghawy dan Tafsir Baqy ibn Makhlad, Asbabun Nuzul (karya Al Wahidy) dan An Nasikh wal Mansukh (karya Abu Ja'far An Nahhas).

Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi alMatsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu AlQur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada. Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain: khalaqal insaana min 'alaq (Surat Al Alaq: 2) Kata alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz alaqah yang berarti segumpal darah yang kental. Beberapa tafsir bir ra'yi yang terkenal antara lain: Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman As Sayuthi),Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy, Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy, Tafsir Al Khatib, Tafsir Al Khazin.

Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapanungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari. Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat: '.......Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah..... (Surat Al Baqarah: 67) Yang mempunyai makna zhahir adalah ......Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina... tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan ....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah....

Beberapa karya tafsir Isyari yang terkenal antara lain: Tafsir An Naisabury, Tafsir Al Alusy, Tafsir At Tastary, Tafsir Ibnu Araby.

Metodologi Tafsir Al-Qur'an


Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin dan metode maudlui.

Metode Tahlili (Analitik)


Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang ia sebut sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat AlQuran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur`an sebagaimana tercantum dalam al-Qur`an. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur Ijaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syari, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya. Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah . Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu mengikat generasi berikutnya.

Metode Ijmali (Global)


Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.

Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.

Metode Maudhui (Tematik)


Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keteranganketerangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.

Macam Tafsir Al-Qur'an


Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba al-Azhim sebagai berikut:

Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.

Di antara berbagai corak itu antara lain adalah :

Corak Sastra Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan AlQur'an di bidang ini. Corak Filsafat dan Teologi : corak ini muncul karena adanya penerjemahan kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta

masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir mereka. Corak Penafsiran Ilmiah: akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka muncul usaha-usaha penafsiran Al-Qur'an sejalan dengan perkembangan ilmu yang terjadi. Corak Fikih: akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya madzhabmahzab fikih maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. Corak Tasawuf : akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak tasawuf. Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan: corak ini dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usahausaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak didengar.

Perkembangan
Ilmu tafsir Al Qur'an terus mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar Al Qur'an dapat bermakna bagi umat Islam. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metodemetode baru guna memenuhi tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an maka dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur'an. Di antara metodemetode tersebut yang cukup populer antara lain adalah Metode Tafsir Hermeneutika dan Metode Tafsir Semiotika.

Tafsir terkenal antara lain

'Abdullah bin Abbas, dilahirkan di Syibi tiga tahun sebelum hijrah, ada yang mengatakan lima tahun sebelum hijrah, dan wafat di kota Thoif pada tahun 65 H, dan ada yang mengatakan tahun 67 H, dan Ulama Jumhur mengatakan wafat pada tahun 68 H., banyak melahirkan beberapa tafsir yang tidak terhitung jumlahnya, dan tafsiran beliau dikumpulkan dalam sebuah kitab yang diberi nama Tafsir ibnu Abbas. Di dalam kitab ini terdapat beberapa riwayat dan metode yang berbeda-beda, namun yang paling bagus adalah tafsir yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah Al Hasyimi. Mujahid bin Jabr, dilahirkan pada tahun 21 H, pada masa ke pemimpinan Umar bin Khattob, dan wafat pada tahun 102/103 H. sedangkan menurut Yahya bin Qhatton, beliau wafat pada tahun 104 H., termasuk tokoh tafsir pada masa tabiin sehingga beliau dikatakan tokoh

paling alim dalam bidang tafsir pada masa tabiin, dan pernah belajar tafsir kepada Ibnu Abbas sebanyak 30 kali. Atthobari, bernama lengkap Muhammad bin Jarir, di lahirkan di Baghdad pada tahun 224 H, dan wafat pada tahun 310 H. karangankarangannya adalah Jamiul Bayan Fi Tafsiril Quran, Tarikhul Umam Al muluk dan masih banyak lagi yang belum disebutkan. Ibnu Katsir, bernama lengkap Ismail bin Umar Al Qorsyi ibnu Katsir Al Bashri. Di lahirkan pada tahun 705 H. dan wafat pada tahun 774 H. termasuk ahli dalam bidang fiqih, hadist, sejarah, dan tafsir, karangankarangannya adalah Al Bidayah Wan Nihayah Fi Tarikhi, Al Ijtihad Fi Tholabil jihad, Tafsirul Quran, dan lain-lainnya. Fakhruddin Ar Rozi, bernama lengkap Muhammad bin Umar bin Al Hasan Attamimi Al Bakri Atthobaristani Ar Rozi Fakhruddin yang terkenal dengan sebutan Ibnul Khotib As Syafii, lahir di Royyi pada tahun 543 H. dan wafat pada tahun 606 H. di harrot, mengajarkan ilmuilmu agama dan ilmu-ilmu pasti, dan juga mendalami ilmu filsafat dan mantiq, karangannya adalah mafatihul Ghoib fi Tafsirul Quran, Al Muhasshol fi Ushulil Fiqh, Tajizul Falasifah dan lain-lainya.

Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir


1. Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata Al-Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda. 2. Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu nahwu. 3. Sharaf (perubahan bentuk kata) 4. Isytiqaq (akar kata) 5. Ma'ani (susunan kata) 6. Bayaan 7. Badi' 8. Qira'at 9. Aqa'id 10. Ushul Fiqih 11. Asbabun Nuzul. Asbabunnuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga keterangan yang menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan, meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat bukan hanya satu, bisa saja ada

beberapa peristiwa sekaligus yang menyertai turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa kali, dengan motivasi kejadian yang berbeda. 12. Nasikh Mansukh 13. 'Fiqih 14. Hadits 15. Wahbi

Vous aimerez peut-être aussi