Vous êtes sur la page 1sur 24

Laporan Kasus KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun Oleh: SAHMUL HIDAYAH S 0508112102

Pembimbing : dr. Riza Yefri, SpA

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1 Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3 1.2 Tujuan penulisan Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah: 1. Memahami mengenai kejang demam kompleks 2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran khususnya bagian ilmu kesehatan anak. 3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4 2.2 Epidemiologi3,5 Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

2.3

Etiologi Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan

tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3 Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam.6 2.4 Patofisiologi7 Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari

ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.5

Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua4 1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) Berlangsung singkat Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang. 2.6 Manifestasi Klinis8 Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak 3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat. 2.7 Diagnosis6,9,10 Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakitpenyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. 1. Anamnesis

waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang sifat kejang (fokal atau umum) Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

Kesadaran

sebelum

dan

sesudah

kejang

(menyingkirkan

diagnosis

meningoensefalitis) Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Trauma kepala

2. -

Pemeriksaan fisik

Tanda vital terutama suhu Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindahpindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)

Pemeriksaan refleks patologis Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis)

3. -

Pemeriksaan laboratorium

Darah tepi lengkap Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.

Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.

4. -

Pemeriksaan penunjang

Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.

EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.

CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis Banding3 Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus

2.8

dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding No Kriteri Banding Kejang Demam Epilepsi Meningitis Ensefalitis 1. Kejang Pencetusnya demam 2. 3. 4. Kelainan Otak Kejang berulang Penurunan kesadaran Penatalaksanaan4,10 (-) (+) (+) Tidak berkaitan Salah satu gejalanya demam (+) (+) (+)

dengan demam (+) (+) (-)

2.9

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1. Mengatasi kejang secepat mungkin Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,30,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal 2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. 9

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 2. Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. 3. Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah

10

sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut: 1. Kejang demam 2 kali dalam 24 jam 2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan 3. Kejang demam 4 kali per tahun Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1). Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadangkadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

11

2).

Sodium valproat / asam valproat Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan

dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3). Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurangkurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. 4. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. 2. 10 Prognosis6,11

1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %. 2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. 3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah penyakit menderita kejang KDS tanpa tergantung demam kepada dalam faktor :

a. riwayat

keluarga

12

b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas. 4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mulamula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. 5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

13

LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

Identitas pasien Nama Pasien Umur Jenis Kelamin Ayah/ibu Agama Suku Tanggal masuk RS Alamat : An NY / 71 40 10 : 2 tahun 1 bulan : Laki-laki : Ajang Yunus / Warni : Islam : minang : 15/04/2012 : Jln. Limbungan Baru Gg. Assyukur Rumbai Pekanbaru.

Anamnesis Diberikan Oleh : Ibu kandung pasien Keluhan Utama Kejang saat 8 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 2 hari SMRS, pasien mengalami demam dengan suhu (38,50C). Demam tidak pernah turun menjadi normal, dan meningkat suhunya saat malam hari (39,00C). Pada saat demam, ibu pasien mengeluhkan anaknya susah menelan makanan dan meminum minuman. Mencret (-), muntah (-), batuk (-), sesak nafas (-), bintik-bintik merah dikulit (-), nyeri pada telinga/ keluar sekret dari telinga (). 8 jam SMRS pasien mengalami kejang disertai demam. Kejang dimulai dari tangan dan kaki pasien yang tampak menegang dan kaku, lalu tampak mulut pasien mencucu, kening menyeringit, dan seluruh badan tampak kaku. Lama kejang menurut ibu pasien 10 menit. Selama bangkitan kejang, pasien tidak menoleh saat dipanggil oleh ibunya. Ibu pasien memberikan obat dengan merk dumin melalui lubang anus pasien. Setelah kejang selesai, pasien sadar kembali dan menangis kuat.

14

7 jam setelah itu pasien dibawa ibunya ke IGD RSUD AA untuk memeriksakan keadaan pasien. Di IGD, pasien mengalami kejang kembali. Proses dan

gambaran kejang yang kedua, sama seperti kejang yang pertama dengan lama kejang 5 menit. Pasien diberikan obat dengan merk dumin melalui anus dan obat anti kejang melalui infus. Setelah kejang, pasien sadar kembali

Riwayat Penyakit Dahulu Trauma kepala (-) Riwayat kejang saat demam 1 kali saat usia 7 bulan selama 1 menit, seluruh tubuh menegang, setelah kejang pasien menangis, obat kejang tidak diberikan hanya diberikan obat penurun panas. Riwayat kejang saat tidak demam (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat epilepsi (-).

Riwayat Orangtua Pekerjaan ayah pasien swasta, ibu sebagai IRT.

Riwayat Kehamilan Pasien lahir cukup bulan, secara spontan ditolong oleh bidan BBL 3.300 gram, PB 51 cm, lahir langsung menangis. Ibu pasien rutin memriksakan kehamilan kebidanRiwayat mengkonsumsi alkohol (-), obat-obatan (-), merokok (-), jamu-jamuan (-), Tidak ada riwayat demam selama kehamilan.

Riwayat Makan Dan Minum ASI: dari lahir sampai usia 1,5 tahun PASI: 6 bulan 2 tahun Nasi biasa 1/3 porsi dewasa: 2 tahun - sekarang

Riwayat Imunisasi Hepatitis B 3x BCG 1x 15

Polio 4x DPT 4x Campak 1x

Riwayat pertumbuhan fisik Merangkak usia 8 bulan Berusaha berdiri usia 9 bulan Berjalan sendiri usia 1 tahun.

Kesan: pertumbuhan fisik sesuai umur

Riwayat Pertumbuhan Mental Senyum spontan usia 3 bulan Menolah saat di panggil namanya saat usia 1 tahun

Kesan: pertumbuhan mental sesuai umur

Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal Pasien tinggal di rumah permanen, ventilasi cukup, lingkungan cukup bersih. Sumber air minum : sumur bor Sumber air MCK : sumber bor

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum : tampak sakit ringan. Kesadaran Vital Sign TB BB LILA Lingkar kepala Gizi TD Nadi Nafas Suhu : Komposmentis : : 90/60 mmHg : 100x/i reguler, cukup : 38x/i, reguler : 37,8 oC : 86 cm : 12 kg : 16 cm : 48 cm : 12/12,2x100% = 98,42% (Normal)

16

Kulit Kepala Rambut Mata Konjungtiva Sclera Pupil Reflek cahaya

: Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-) : UUB sudah menutup, LK 48 cm, normosefal. : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

: Anemis (-/-) : Tidak ikterik : Bulat, isokhor 3 mm/ 3 mm : +/+ : Sekret -/: Sekret -/-, tidak ada tanda-tanda perdarahan

Telinga Hidung Mulut Bibir Selaput lendir Palatum Lidah Gigi Tonsil Faring

: Basah : Basah : Utuh : Tidak kotor : Tidak ada karies : T2-T2, hiperemis : hiperemis :

Pemeriksaan leher -

pembesaran KGB tidak ada Kaku kuduk tidak ditemukan. :

Pemeriksaan Thoraks Paru

: Inspeksi gerakan dada simetris kiri dan kanan,retraksi(-) Palpasi fremitus kanan=kiri Perkusi sonor seluruh lapangan paru Auskultasi bronkhovesikuler, ronki-/-, wheezing -/-

Jantung

: Inspeksi ictus cordis tidak terlihat Palpasi ictus cordis teraba RIC V, 1 jari medial LMCS Perkusi Batas jantung kanan : RIC V LSD Batas jantung kiri : RIC V I jari medial LMCS

Auskultasi bunyi jantung normal, bising jantung (-).

Pemeriksaan Abdomen : Inspeksi datar, distensi (-), venektasi (-) Palpasi supel, organomegali (-)

17

Perkusi tympani Auskultasi bising usus (+), normal.

Pemeriksaan alat kelamin : laki-laki, dalam batas normal Pemeriksaan Ekstremitas : RCT < 3 detik, akral hangat. STATUS NEROLOGIS Tanda Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), burdzinski I (-), burdzinski II (-), kernique (-), laseque (-) Refleks Patologis : babinski (-) Openheim (-) Refleks fisiologis : refleks biseps +/+ Refleks triseps +/+ Refleks patella +/+ Refleks achilles +/+

Hasil pemeriksaan laboratorium (15 april 2012) Darah Rutin Hb: Ht : 10,4 gr/dl 29,4 %

Leukosit : 3.200 /mm Trombosit : 188.000/mm GDS: 90 mg/dl Urin makroskopis: Warna : kuning Kejernihan : jernih Mikroskopis : proteinuria (-), bilirubin (-), urobilinogen (-), eritrosit 0-

1/LPB, leukosit 0-1 /LPB , sel epitel 1-3/ LPB Feses Makroskopis : Warna kuning kecoklatan, lembek, berlendir (-), darah (-) Mikroskopis : eritrosit 0-1/LPB , leukosit 0-1/LPB.

Hal-hal Penting dari Anamnesis 8 jam SMRS pasien mengalami kejang disertai demam. Kejang dimulai dari tangan dan kaki pasien yang tampak menegang dan kaku, lalu tampak mulut

18

pasien mencucu, kening menyeringit, dan seluruh badan tampak kaku. Lama kejang 10 menit. Selama bangkitan kejang, pasien tidak sadar. Setelah kejang selesai, pasien sadar kembali dan menangis kuat. 7 jam kemudian pasien mengalami kejang kembali. Proses dan gambaran kejang yang kedua, sama seperti kejang yang pertama dengan lama kejang 5 menit. Setelah kejang, pasien sadar kembali Sejak 2 hari SMRS, pasien mengalami demam dengan suhu (38,50C). Demam tidak pernah turun menjadi normal, dan meningkat suhunya saat malam hari (39,00C). Pada saat demam, ibu pasien mengeluhkan anaknya susah menelan makanan dan meminum minuman.

Hal-hal Penting dari Pemeriksaan Fisik Kesadaran composmentis, suhu: 37,80C, tonsil dan faring hiperemis, rangsang meningeal (-), refleks fisiologis (+), refleks patologis (-).

Hal- hal yang penting lab rutin. Hb: Ht : 10,4 gr/dl 29,4 %

Leukosit : 3.200 /mm Trombosit : 188.000/mm GDS : 90 mg/dl

Diagnosis Kerja: Kejang demam kompleks e.c tonsilofaringitis

Diagnosis Gizi : Gizi baik

Diagnosis Banding : Epilepsi Meningoensepalitis

Rencana Pemeriksaan Lanjutan Elektrolit darah Pungsi Lumbal

19

Penatalaksanaan Medikamentosa IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro) Asam Valproat (Depaken) syrup 360 mg/hari dalam 3 dosis= 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 120 mg: 3x1 cth Gizi RDA : 90x12,5 = 1125 Kkal Makanan biasa 3x Sehari Pagi (pukul 08.00) Siang (pukul 12.00) Malam (pukul 18.00) Makanan selingan 2x Sehari PASI : Pukul 06.00 (bangun tidur ) Pukul 14.00 ( sebelum tidur siang) Pukul 21.00 (sebelum tidur malam)

Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow up 15 April 2012 S : Demam (+) naik turun, nafsu makan menurun, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang (-) O : Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 37,70C A P : Kejang Demam Kompleks. : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro) Depaken 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 3x1 cth 16 April 2012 S : Demam (+), nafsu makan menurun, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang (-)

20

: Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 37,70C

A P

: Kejang Demam Kompleks. : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro) Depaken 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 3x1 cth

17 April 2012 S : Demam (-), nafsu makan membaik, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang (-) O : Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 37,00C A P : Kejang Demam Kompleks. : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro) Depaken 3x 1/2 cth 18 April 2012 S O : Keluhan (-) : Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 36,80C A P : Kejang Demam Kompleks. : IVFD D 5% + NaCl 0,9% +KCl 5meq : 15 tpm (mikro) Depaken 3x 1/2 cth 19 April 2012 S O : Keluhan (-) : Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 37,00C A P : Kejang Demam Kompleks. : Pasien dipulangkan Obat rumatan Asam Valproat (Depaken) syrup 250mg/5ml: 3 x 1 cth Pasien dianjurkan kontrol saat obat habis atau keluhan muncul kembali.

21

BAB IV PEMBAHASAN KASUS

Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam sebanyak 2 x dalam waktu 24 jam, dengan lama kejang I 10 menit dan kejang II 5 menit. Kejang bersifat umum yang didahului kejang parsial. Selama kejang pasien tidak sadar dan pasien sadar diantara dua serangan kejang. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk mensingkirkan diagnosis epilepsi. Dari pemeriksaam fisik didapatkan adanya hiperemis pada tonsil dan faring yang dicurigai sebagai penyebab kejang demam akibat tonsilifaringitis. Tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya penurunan kadar leukosit dalaam darah (3.200/mm3). Hal ini dapat sebagai acuan bahwa infeksi pada tonsil dan faring disebabkan virus, sehingga berguna untuk penatalaksanaan selanjutnya. Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang. Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D 5% + NaCl 0,9% +KCl. Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,80C hanya diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak 2 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping

22

dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien tidak diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh virus, sehingga untuk mengatasi demamnya hanya diberikan obat penurun panas berupa parasetamol.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060 2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8. 3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067. 4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 14. 5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006. 6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:

www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm 7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90. 8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002 9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 1502. 10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical association. 2010. 11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada tanggal 23 April 2012. Didapatkan dari:

www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm

24

Vous aimerez peut-être aussi