Vous êtes sur la page 1sur 5

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Analisis Kasus Hukum di Kebumen


Sengketa Lahan antara TNI AD dengan Warga Kebumen
MUKHAMAD ADITYA KURNIAWAN 2012

Abstrak: Permasalahan politik, sengketa lahan antara masyarakat Desa Setrojenar yang terjadi akibat provokasi pihak kurang bertanggung jawab mengakibatkan terjadinya bentrokan dan perang fisik, telah berhasil diatasi dan mendapatkan perlakuan serta penyelesaian yang sesuai dengan Undang-Undang.

Sengketa Lahan antara TNI dengan Warga Kebumen


Beberapa warga sekitar Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah, terlibat bentrok dengan beberapa personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), pada Sabtu siang, 16 April 2011. Hal tersebut, terpicu karena adanya blokade warga terhadap latihan militer yang akan dilakukan TNI di lahan sekitar pantai. Insiden tersebut diawali blokade jalan yang dilakukan warga dengan menggunakan batang-batang kayu, lalu kemudian pihak TNI mencoba

menyingkirkan kayu-kayu yang memblokade jalan tersebut. Menurut Kepala Penerangan Kodam (Kependam) IV Diponegoro, Letkol Zaenal Mutaqin, bentrokan antara TNI dan warga terjadi akibat ulah provokator yang memancing warga memblokade jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Sebenarnya, sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pihak TNI akan menghentikan sementara latihan militer di desa tersebut. Hal ini tidak menjadi masalah sampai adanya aksi blokade jalan yang diprovokasi oleh oknum yang kurang bertanggung jawab. Pihak TNI sudah melakukan pertemuan dengan tokoh warga desa Setrojenar, dan meminta ijin untuk melakukan uji coba meriam dari Korea, tetapi para tokoh dan warga desa tersebut menolak memberi ijin dan akhirnya pihak TNI pun membatalkan ujicoba. Bahkan pelatihan ujicoba meriam dari Korea akan dipindahkan ke Lumajang, Jawa Timur, dan latihan militer digelar di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, yang berjarak enam kilometer dari Desa Setrojenar. Namun, tiba-tiba warga Desa Setrojenar malah memblokade jalan-jalan masuk ke kawasan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Warga juga membawa berbagai senjata tajam seperti pedang,

clurit, dan bambu runcing, bahkan ada warga yang menghancurkan gapura dan gudang amunisi di Dislitbang milik TNI AD. Mau tidak mau akhirnya para anggota TNI yang berjaga mengambil tindakan membela diri dan meredam aksi warga tersebut dengan menggunakan peluru hampa dan karet. Pembelaan yang di

lakukan anggota TNI ini sudah sesuai prosedur, yakni menembakan peluru hampa terlebih dahulu sebelum menggunakan peluru karet. Sementara itu, hal yang patut dipertanyakan adalah mengapa bentrokan itu bisa terjadi, padahal sebelumnya warga tidak pernah menghalangi adanya latihan militer di Desa Setrojenar. Sedang pelatihan militer tersebut sudah dilangsungkan sejak tahun 1949an. Sudah jelas bahwa hal ini berarti ada oknum-oknum yang memprovokasi warga. Setelah aksi bentrok tersebut, beberapa warga terluka dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen, Puskesmas terdekat, dan PKU Sruweng maupun PKU Gombong yang berjarak sepuluh kilometer dari desa tersebut. Diduga belasan orang diantaranya terkena peluru yang dilepaskan anggota TNI. Untuk menengahi kasus ini, Kepolisian Daerah Jawa Tengah mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau sekitar 1000 personil untuk membantu mengamankan situasi paska bentrok antara TNI dengan puluhan warga Pantai Urut Sewu, Setrojenar. Satuan tersebut terdiri dari Brigade Mobil, Reserse, Intelijen, dan Divisi Program. Ada juga pihak Pemda dan Satpol PP yang ikut serta mengamankan situasi. Selanjutnya, Komando Daerah Militer (Kodam) IV Diponegoro juga menarik pasukan penjaga penjaga di Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD di Pantai Urut Sewu. Hal ini dilakukan untuk mencegah bentrokan susulan yang mungkin kembali terjadi, karena kedua belah pihak masih saling emosi dengan jatuhnya korban baik di pihak TNI maupun warga. Mereka ditarik dan diganti personil dari Kodim, serta dibantu Bintara Pembina Desa (Babinsa) wilayah Desa Setrojenar.

Penolakan atas rencana TNI untuk ujicoba meriam tersebut bermula dari klaim warga atas lahan latihan militer TNI di Desa Setrojenar. Padahal sudah sejak tahun 1949 TNI memakai lahan itu. TNI juga membolehkan masyarakat Pantai Urut Sewu, Desa Setrojenar menggarap tanah itu. Jadi selain latihan militer, TNI mengizinkan warga menanam palawija atau apapun di lahan tersebut. Warga sudah turun-temurun menggarap lahan itu. Sebetulnya warga paham betul bahwa lahan tersebut bukan milik mereka, dan mereka hanya memakai lahan tersebut sebagai tanah garapan saja. Hanya saja terdapat beberapa pihak yang mengaku bahwa tanah tersebut milik mereka, dan merupakan tanah yang bersertifikat dan dikenai pajak. Selain itu, masyarakat daerah Urut Sewu itu juga memiliki adanya saksi sejarah yang mengetahui tentang keberadaan tanah di Urut Sewu sejak lama. Sebaliknya, TNI mengaku bahwa tanah tersebut milik TNI dengan bukti SH No 4/1994, dimana dasar hukum kepemilikan lahan itu adalah penyerahan tanah oleh KNL pada tanggal 25 Juni 1950, dan Keppres No 4/1960 tentang semua rampasan perang yang dikuasai Negara dan dibagi-bagi sesuai departemennya. Dasar hukum lain berupa Berita Acara Rekonsiliasi Barang Milik Negara pada Denzibang 1/IV Yogyakarta nomor: 012.22.035.044E02.000.KP dan periode semester II tahun anggaran 2010 nomor: BA.SMT2-002.TNI/WKN.09/KNL.06/2011, telah dilakukan inventarisasi dan penilaian oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta. Dan berdasarkan surat keterangan Kabupaten Kebumen, tanah tersebut adalah tanah negara yang dikuasai TNI AD dan bukan merupakan lahan sengketa. Kolonel Hartind Astrin yang pernah memimpin pasukan untuk latihan di wilayah Kebumen mengatakan, diatas tanah itu sedari dulu sudah digunakan untuk latihan militer. Biasanya dipakai untuk tembak lengkung, tembak datar, dan tembakan mortar dan artileri medan. Dalam menanggapi persoalan ini, Sekjen Kementrian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto mengatakan bahwa persoalan ini telah dibicarakan dan

dimusyawarahkan bersama dengan Badan Pertahanan Nasional (BPN), dengan membentuk tiga tim. Tim pertama, mengurus orang-orang yang memiliki lahan sengketa. Tim kedua adalah tim yang akan mensertifikati tanah tersebut. Dan tim ketiga adalah tim yang bertanggung jawab mengenai hal-hal yang bersifat strategis Jadi kesimpulannya, tanah yang ada di Kebumen adalah tanah sah milik negara sejak jaman Belanda. Sedang terjadinya kerusuhan dan bentrokan itu merupakan soal lain, dimana hal tersebut terjadi akibat adanya provokator yang membenturkan TNI dengan warga Desa Setrojenar. Akan tetapi hal tersebut sudah mendapat penanganan dan penyelesaian yang tepat dan sesuai dengan UndangUndang, yaitu dengan menyediakan ruang publik antara pihak yang berkonflik. Di dalam ruang publik ini segala formasi opini dan aspirasi dikelola secara demokratis, dengan perbincangan rasional dalam komunikasi tanpa penguasaan. Ruang publik yang bersih dari dominasi dapat diperoleh melalui perbincangan-perbincangan rasional dalam sebuah ruang bebas yang emansipatoris. Sehingga pihak yang berkonflik dapat berbincang secara komuniktif yang membuka peluang bagi masingmasing individu untuk mengajukan pendapat, kepentingan, dan kekuatirannya tanpa ada tekanan. Hubungan yang terjadi di sini adalah hubungan antara pihak yang memiliki kedudukan sama dan bukan hubungan kekuasaan. Masing-masing pihak harus mengakui kebebasan lawan dialognya dan saling percaya sehingga menghasilkan keputusan yang pantas untuk disepakati. Pertahanan dan keamanan memang mutlak diperlukan oleh suatu negara. Keberadaan TNI yang tangguh pun dibutuhkan untuk menjaga keamanan negara Indonesia. Namun, jangan sampai pengabdian untuk menjaga keamanan dan pertahanan negara menjadi cacat karena berhadapan dengan warga negara sendiri. Mengingat negara dibentuk sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Vous aimerez peut-être aussi