Vous êtes sur la page 1sur 6

ASPEK BIOLOGI ABALONE 1.

Klasifikasi Klasifikasi abalon menurut Hegner dan Engeman (1968) adalah sebagai berikut: Regium : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Prosobranchia Sub Ordo : Archeogastropoda (Aspidobranchia) Famili : Haliotidae Genus : Haliotis Spesies : Haliotis asinina 2. Morfologi Abalone 2.1 Cangkang Abalone memiliki cangkang tunggal atau monovalve dan menutupi hamper seluruh tubuhnya. Pada umumnya berbentuk oval dengan sumbu memanjang dari depan (anterior) ke belakang (posterior) bahkan beberapa spesies berbetuk lebih lonjong. Sebagaimana umumnya siput, cangkang abalone berbentuk spiral namun tidak membentuk kerucut akan tetapi berbentuk gepeng (Fallu, 1991). Kepala terdapat dibagian anterior sedangkan puncak dari lingkaran (spiral) adalah bagian belakang (posterior) pada sisi kanan. Bagian luar cangkang biasanya agak kasar sedangkan bagian dalamnya halus bahkan beberapa species berwarna-warni. Pada bagian sisi kiri cangkang terdapat lubang-lubang kecil berjajar. Lubang di bagian depan lebih besar semakin ke belakang mengecil dan tertutup. Biasanya lubang-lubang yang terbuka jumlahnya lima, lubang ini berfungsi sebagai jalan masuknya air yang mengandung oksigen dan keluarnya karbondioksida bahkan keluarnya sel-sel telur atau sperma. Pertumbuhan cangkang terjadi dengan adanya penambahan di bagian depan pada sisi kanan. Garis-garis pada cangkang menunjukkan pertumbuhan (Anonim, 2008).

2.2 Kaki

Kaki pada abalone bersifat sebagai kaki semu, selain untuk berjalan juga untuk menempel pada substrat/dasar perairan. Kaki ini sebagian besar tertutup oleh cangkang dan terlihat jelas bila abalone dibalik. Sebagian dari kaki ini tidak seluruhnya tertutup oleh cangkang nampak seperti sepasang bibir. Bibir ini biasanya ditutup oleh kulit yang keras/kuat yang berfungsi sebagai perisai untuk melawan musuhnya. Warna bibir sangat bervariasi pada setiap spesies akhirnya digunakan dalam pengklasifikasian spesies seperti brownlip abalone dan greenlip abalone (Fallu, 1991). Pada sekeliling tepi kaki jelas terlihat dari atas sederetan tentakel untuk mendeteksi makanan atau predator yang mendekat. Bagian dari abalone yang dimakan (dikonsumsi) adalah otot daging yang menempel pada cangkang dan kaki sedangkan bagian isi perut dan gonad pada kulit terluar dari kaki dibuang (Fallu, 1991). 2.3 Kepala Kepala abalone terdapat dibagian depan dari kaki, dilengkapi dengan sepasang tentakel panjang pada bibir. Tentakel ini ukurannya lebih besar seperti halnya tangkai mata pada siput darat. Mulut terdapat dibagian dasar dari kepala, tidak memiliki gigi tapi terdapat lidah yang ditutupi oleh gigi geligi dan disebut radula yang digunakan untuk memarut atau menggerus makanan yang menempel pada substrat (Fallu, 1991). 3. Anatomi Abalone 3.1 Kelenjar Reproduksi Kelenjar reproduksi atau gonad berbentuk kerucut yang terletak antara cangkang dan kaki. Posisi gonad sejajar dengan cangkang seperti halnya lubang pada cangkang, dan memanjang sampai ke bagian puncak gelungan cangkang. Pada umumnya abalone bersifat dioecious dimana kelamin jantan dan betina terpisah. Warna gonad menunjukkan kelamin jantan atau betina. Gonad jantan berwarna cream, ivory atau putih tulang, sedangkan betina berwarna hijau kebiruan. Biasanya gonad abalone yang belum dewasa berwarna abu-abu sehingga sulit membedakan jenis kelaminnya (Fallu, 1991).

3.2 Insang

Abalone memiliki sepasang insang dalam sebuah rongga mantel di bawah deretan lubang pada cangkang. Air laut melalui lubang pada cangkang, masuk ke dalam rongga mantel bagian depan dan keluar melalui insang. Pada saat air melewati insang oksigen diserap dan sisa gas dibuang (Fallu, 1991). 3.3 Sistem Pernafasan Lubang pada cangkang abalone berfungsi sebagai jalan air. Air akan masuk melalui bukaan cangkang anterior seterusnya melalui insang yang bekerja mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Kemudian air akan dikeluarkan kembali melalui lubang respirasi ini. Segala macam ekskreta dan egesta serta gamet juga dikeluarkan dari rongga mantel melalui lubang-lubang respirasi ini. Pada abalone yang cangkangnya halus, aliran air pada lubang respirasi disebabkan oleh gerakan silia, sedangkan aliran air pada abalone yang cangkangnya kasar disebabkan oleh beda tekanan air di dalam dan di luar cangkang. Darah abalone mengandung haemocyanin dimana akan berwarna biru bila kandungan oksigen tinggi dan tidak berwarna bila kandungan oksigen rendah. Jantung memompa darah yang kaya akan oksigen dari insang masuk ke dalam kaki/otot melalui 2 pembuluh utama kemudian masuk ke dalam kapiler. Dari kapiler oksigen merembes ke dalam seluruh jaringan (Fallu, 1991). Anatomi abalone terlihat seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Anatomi Abalone (Fallu, 1991) 4. Siklus Hidup Abalone

Larva abalone tidak makan (lesitotrofik) dan tidak memiliki alat pencernaan. Manahan (1992) mengemukakan bahwa larva abalone dapat memanfaatkan karbon organik yang secara alami terlarut dalam air laut sebagai sumber energi. Larva abalone yang baru menetas bersifat planktonik dan disebut larva trokofor (trocophore), pada perkembangan selanjutnya larva yang sudah mulai memiliki cangkang dan memiliki velum disebut larva veliger. Setelah memiliki statosis (statocyst) atau alat keseimbangan, larva abalone akan mencari tempat untuk menetap dan memulai kehidupannya sebagai organisme bentik yang kemudian akan berkembang menjadi juwana (juvenile). Larva bentik ini sudah mulai menggerus alga pada batu-batu karang sebagai makanannya. Larva abalone membutuhkan stimulan yang sangat spesifik untuk melangsungkan proses metamorfosis dan menetap menjadi larva bentik. Apabila larva tidak menemukan tempat menetap, ia akan bertahan sebagai plankton hingga 3 minggu dalam kondisi lingkungan yang optimal (Morse, 1984 dalam Searcy-Bernal et al, 1992). 5. Aspek Ekologi Abalone ( H. asinina ) 5.1 Kondisi Lingkungan yang Mendukung Pertumbuhan Abalone Moluska (keong laut dan kerang-kerangan) merupakan kelompok biota perairan laut Indonesia yang memiliki tingkat keragaman paling tinggi. Spesies moluska banyak hidup di daerah ekosistem karang dan mangrove (Dahuri, 2003). Secara umum, gastropoda terbanyak hidup di laut dangkal, dan rataan terumbu merupakan bagian dari habitat laut dangkal terdiri dari pasir, karang, lamun, dan alga. Rataan terumbu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, yaitu gerakan ombak, salinitas dan suhu (Nyabakken, 1992). Disamping itu, gastropoda hidup menempel pada substrat batu, karang dan karang mati. Abalone bergerak menggunakan otot perut yang berfungsi sebagai kaki dan bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Kakinya tidak cocok untuk kondisi dasar berpasir karena abalone tidak dapat melekat atau menempel. Abalone menghindari cahaya, pada saat terang mereka bersembunyi/menempel di bawah karang. Abalone hidup di perairan dengan salinitas konstan, lebih senang berada di lautan terbuka dan menghindari air tawar, sehingga abalone tidak ditemukan di daerah estuaria, dimana air tawar dapat masuk secara tiba-tiba, keruh dan suhu dapat meningkat secara tiba-tiba. Suhu air juga merupakan faktor yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan termasuk

abalone. Kisaran suhu perairan yang optimal bagi pertumbuhan dan mempengaruhi tingkat kematangan gonad dari individu abalone berkisar antara 27-280C. Selain itu, suhu perairan yang optimal tersebut membantu dalam proses pemijahan individu H. asinina. 5.2 Kondisi Lingkungan yang Menghambat Pertumbuhan Abalone Kondisi lingkungan menjadi salah satu indikator yang dapat menghambat pertumbuhan abalone. Lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun yang menimbulkan stress pada abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan ini, abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit. Dalam kehidupannya di alam, abalone menghadapi ancaman dari berbagai macam predator. Telur dan larva abalone biasanya ikut termakan oleh hewan pemakan plankton (plankton feeder). Pada fase juvenile, ketika mereka aktif di malam hari hewan-hewan seperti kepiting, lobster, bintang laut, ikan-ikan karang dan siput juga bisa memangsa mereka. Lepore (1993) menyatakan bahwa kerang abalone pada keadaan tertentu seringkali dimangsa oleh hewan lain di sekitar habitat karang. Hal ini disebabkan hewan lain tersebut tertarik dengan kaki muscular pada abalone yang memiliki rasa enak dan tinggi kalori. Selain itu, abalone yang hidup di perairan dangkal juga menghadapi ancaman dari ombak besar yang menghantam karang. Abalone yang berukuran besar tidak dapat dimangsa oleh predator yang memangsanya pada saat masih berukuran kecil, tetapi masih ada pemangsa lain yang tidak kalah pentingnya. Beberapa jenis ikan besar dapat memangsa abalone dengan sekali telan seluruhnya. Pada suhu tertentu, sebagai hewan yang berdarah dingin akan terjadi kondisi dorman. Jika suhu meningkat, metabolisme akan meningkat dan nafsu makan akan terangsang. Bila suhu terus meningkat maka akan terjadi kematian. Penangkapan dari alam yang terjadi secara besar-besaran dan terus menerus juga mengakibatkan populasi abalone di alam menjadi terancam. Demikian halnya dengan terumbu karang sebagai habitat asli abalone, juga terancam kelestariannya.

6. Makanan dan Kebiasaan Makan Abalone merupakan hewan herbivora yaitu hewan pemakan tumbuhtumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis

makro alga yang tumbuh di laut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan makro alga yang hidup di laut yaitu: makro alga merah (red seaweeds), alga coklat (brown seaweeds), dan alga hijau (green seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan abalone sebagai makanannya. Jenis makro alga merah diantaranya: corallina, lithothamnium, gracilaria, jeanerettia, porphyra. Makro alga coklat: ecklonia, laminaria, macrocystis, nereocystis, undaria, sargasum. Makro alga hijau seperti ulva.

Vous aimerez peut-être aussi