Vous êtes sur la page 1sur 2

Aristoteles lahir di Stagira pada semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada

tahun 322 SM ia mencapai umur 63 tahun. Bapaknya yang bernama Machaon adalah seorang dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II. Dari kecil ia mendapat asuhan dari bapaknya sendiri. Ia mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Karena itu perhatiannya banyak tertumpah kepada ilmu-ilmu alam, terutama ilmu biologi. Sampai berumur 18 tahun pendidikannya dipimpin bapaknya (Muhammad Hatta, 2000: 115). Aristoteles, murid dan juga teman serta guru Plato, adalah orang yang mendapat pendidikan yang baik sebelum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat berpikir saintifik ini besar pengaruhnya pada Aristoteles. Oleh karena itu, kita menyaksikan filsafat Aristoteles berbeda warnanya dengan filsafat Plato: sistematis, amat dipengaruhi oleh metode empiris. Ayahnya meninggal tatkala ia masih amat muda. Ia diambil oleh Proxenus, dan orang ini memberikan pendidikan yang istimewa kepadanya. Tatkala Aristoteles berumur 18 tahun, ia dikirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia Plato. Waktu itu memang merupakan kebiasaan orang mengirimkan anaknya ke tempat yang jauh yang merupakan pusat-pusat perkembangan intelektual. Disanalah ia belajar, tentu saja pada Plato. Dua puluh tahun lamanya Aristoteles menjadi murid Plato dan bergaul dengan dia. Ia rajin membaca dan mengumpulkan buku-buku. Selain belajar filosofi dan lainnya pada Plato, Aristoteles memperluas pengetahuannya dalam berbagai jurusan di luar akademia. Aristoteles sependapat dengan gurunya Plato, bahwa tujuan yang terahir daripada filosofi ialah pengetahuan tentang adanya dan yang umum. Juga dia mempunyai keyakinan, bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian. Bagaimana memikirkan adanya itu? Menurut Aristoteles adanya itu tidak dapat diketahui dari materi, benda belaka. Tidak pula dari pikiran semata-mata tentang yang umum, seperti pendapat Plato. Adanya itu terletak dalam barang-barang satusatunya selama barang itu ditentukan oleh yang umum. (Muhammad Hatta, 2000: 119) Pandangannya lebih realis dari pandangan Plato, yang selalu didasarkan pada yang abstrak. Ini akibat dari didikannya di masa kecil, yang menghadapkannya senantiasa kepada bukti dan kenyataan. Ia terlebih dahulu memandang kepada yang konkrit, yang nyata. Ia bermula dengan mengumpulkan fakta-fakta. Fakta-fakta itu disusunnya

menurut ragamnya dan jenisnya atau sifatnya dalam suatu sistem. Kemudian ditinjaunya persangkutan-pautan satu sama lain. (Muhammad Hatta,2000:119-120) Aristoteles dikenal sebagai Bapak logika. Itu tidak berarti, bahwa sebelum dia tidak ada logika. Tiap uraian ilmiah berdasarkan logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Segala orang ilmiah dan ahli filosofi sebelum Aristoteles mempergunakan logika sebaikbaiknya. Pada dasarnya berpikir tak lain dan tak pernah dari pada memperhatikan isi pikiran dalam hubungan yang tepat. Tetapi Aristoteles lah yang pertama kali membentangkan cara berpikir yang teratur itu dalam suatu sistem. Hukum-hukum apa yang menguasai jalan pikiran? Dengan mengupas masalah ini Aristoteles menjadi pembangun ilmu logika. Logika nama yang diberikan kemudian; dia sendiri memberikan nama analyctia kepada pendapatnya itu.

Vous aimerez peut-être aussi