Vous êtes sur la page 1sur 2

ASPEK HUKUM INVESTASI PEMBANGUNAN INDUSTRIAL PARK TAA Oleh : Saut P.

Panjaitan (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya)

Kebijakan pembangunan perindustrian nasional seyogianya harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dan mengantisipasi perubahan lingkungan, dengan strategi mendorong persaingan perindustrian yang berkelanjutan, baik pada level domestik maupun pada level internasional. Untuk itu, perlu dilakukan upaya memanfaatkan semua sumber daya dan kemampuan dengan cara yang sebaik-baiknya. Dalam konteks ini, sumber daya produktif di bidang perindustrian harus di organisir untuk memenuhi kebutuhan pasar. Terkait dengan hal itu, kebijakan pembangunan perindustrian dimaksud harus dapat menciptakan peluang dalam rangka mempersiapkan persaingan perindustrian yang menekankan pada faktor geografis dan jaringan pasar, dengan menyeleksi industri yang mendukung potensi dan kepentingan nasional, baik pada strata basic manufacturing industry (seperti basic material, capital goods, dan consumer goods industries) maupun pada strata future mainstay industry (seperti agro industry, information and communication dan transport industries), serta harus dapat menunjang industri kecil dan menengah. Berdasarkan hal itu, maka sudah barang tentu rencana pembangunan pusat kawasan perindustrian (industrial park) di Tanjung Api-Api (TAA), sangatlah potensial untuk dikembangkan dan diwujudkan, dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Sehingga dengan demikian dapat pula diwujudkan tatanan dan kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang yang bernilai tinggi, yang secara ekonomi mesti dapat bermanfaat bagi kepentingan nasional, daerah, dan masyarakat seperti dimaksud dalam pengaturan Undang-Undang Perindustrian, Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Industri, serta berbagai pengaturan di bidang perindustrian lainnya (Keputusan / Peraturan Menteri Perindustrian). Secara hukum, pembangunan perindustrian, terutama yang terkait dengan cabang industri yang strategis dan penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara. Untuk itu, ditetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal (investasi). Oleh karenanya, Pemerintah berwenang melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri dalam rangka memperkokoh struktur industri nasional. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986, kewenangan dimaksud menjadi kewenangan, Pemerintah Pusat, in casu Presiden, yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, Menteri Pertanian, dan Menteri Kesehatan, sesuai dengan kewenangan bidang teknis masing-masing. Dalam kewenangan dimaksud, termasuk kewenangan pemberian Ijin Usaha Industri, seperti diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 Tentang Penyederhanaan Pemberian Ijin Usaha Industri. Dalam rangka penanaman modal (investasi), maka kewenangan tadi tidak dapat dilepaskan dari pengaturan Undang-Undang Penanaman Modal, dan oleh karenanya akan terkait dengan BKPM.

Pada level Pemerintahan Daerah, maka menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, bidang industri merupakan urusan pemerintahan yang dikualifikasi sebagai urusan pilihan, artinya secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan, yang ditetapkan oleh Daerah itu sendiri sesuai dengan prioritas unggulan pembangunan daerah yang telah ada (core competence). Bertitiktolak dari hal ini, tampak bahwa Pemerintah Daerah tidakt memiliki kewenangan yang penuh dalam urusan industri, terutama industri berskala besar. Mengingat ketentuan yang demikian, maka rencana investasi pembangunan industrial park di kawasan TAA, tidak dapat di by-pass atau di-short cut begitu saja oleh Pemerintah Daerah. Atas dasar itu, dalam perencanaan pembangunan pusat kawasan perindustrian TAA, seyogianya dibuat secara detail peruntukannya terlebih dahulu, didasarkan pada studi yang mendalam. Hal ini akan mempermudah keterkaitan bidang usaha industri yang akan dikembangkan, relevansi bidang usaha calon investor, serta aspek hukum perindustrian yang akan terkait (disamping aspek hukum lainnya, seperti perseroan, penanaman modal, kepemerintahan, dan sebagainya). Perencanaan pembangunan industrial park TAA secara hukum mesti disinkronkan dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 sebagaimana telah disitir, sehingga penentuan bidang usaha industri, yang akan dikerjasamakan dengan calon investor dapat segera diketahui mengenai prosedur dan persyaratannya menurut hukum perindustrian yang berlaku, dan dengan hal tersebut dapat diketahui pula kewenangan pemberian Ijin Usaha Industri yang akan diterbitkan. Konsekuensi logis dari hal ini adalah bahwa secara hukum, peranan Pemerintah Daerah harus dapat menjadi koordinator dan fasilitator percepatan proses investasi dimaksud. Sepanjang semua ketentuan hukum yang berlaku dipenuhi, sesungguhnya tidak ada yang sulit untuk dikerjakan. Hal ini tentu membutuhkan pandangan komprehensif terhadap aspek pengaturan hukum yang terkait, serta calon investor yang pas dibidangnya, sehingga ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah harus dipandang sebagai piranti hukum yang akan mengamankan rencana dan pelaksanaan investasi industrial park itu sendiri, dan bukan diartikan sebagai faktor penghambat, seperti selama ini diwacanakan oleh para pejabat dan calon investor.

Vous aimerez peut-être aussi