Vous êtes sur la page 1sur 2

Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan

melakukan sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63). Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31)

Kaum Mutazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murjiah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama Kaum Rasionalis Islam. Aliran ini pada awal perkembangannya tidak mendapat simpati umat Islam, khususnya di kalangan masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Mutazilah yang bersifat rasional dan filosofis. Selain itu, kaum Mutazilah dinilai tidak teguh berpegang pada sunnah Rosulullah SAW dan para sahabat. Baru pada masa al-Mamun (Khalifah Abbasiyah periode 198-218 H/813-833 M), golongn ini memperoleh dukungan luas teruatama di kalangan intelektual. Selanjutnya, kedudukan Mutazilah semakin kokoh setelah dijadikan madzhab resmi negara oleh alMamun (anaknya Harun al-Rasyid), disebabkan sejak kecil ia dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Nama Al-Asyariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asyari yang dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asyari ini berguru kepada tokoh Mutazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mutazillah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist. Paham kaum Asyariyah berlawanan dengan paham Mutazilah. golongan

Asyariyah berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya) Aliran Asyarimengatakan juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asyari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat .

Mereka adalah golongan yang mengingkari ilmu Alloh terhadap perbuatan-perbuatan hambaNya sebelum terjadi. Mereka mengatakan bahwa Alloh tidak menakdirkan dan tidak mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba, Alloh mengetahui setelah perbuatan itu terjadi/dilakukan. Mereka juga mengatakan bahwa sesungguhnya Alloh tidak menciptakan dan berkuasa atas perbuatan hamba-Nya. Diriwayatkan oleh Al-Lalikai dari Imam Syafii sesungguhnya dia mengatakan: Al-Qodary adalah seseorang yang mengucapkan bahwa sesungguh-Nya Alloh tidak menciptakan sesuatu perbuatan sampai perbuatan itu dilakukan. Diriwayatkan juga oleh Abu Tsauri dia mengatakan ketika ditanya tentang golongan AlQodariyah: Mereka adalah orang-orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Alloh tidak menciptakan perbuatan hamba-Nya, Alloh tidak menakdirkan dan menciptakan perbuatan maksiat. Disebutkan oleh Imam An-Nawawi bahwa mereka dinamakan Al-Qodariyah karena disebabkan pengingkarannya kepada taqdir dan sebagian lainnya menyebutkan karena mereka mengatakan bahwa manusia berkuasa penuh atas apa yang mereka perbuat. Orang pertama yang mengatakan faham Al-Qodariyah adalah Mabad Al-Juhany kepada generasi akhir Shohabat Rosululloh Shalallahu alaihi wasalam. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Yahya bin Yamar sesungguhnya dia berkata: Orang pertama yang mengatakan faham Al Qodariyah adalah Mabad Al-Juhany di Bashroh. Mabad mengambil faham dan perkataan tersebut dari seorang laki-laki yang beragama Nashrani bernama Sausan, dan perkataan Mabad diambil/diwarisi oleh Ghailan AdDimsyiqy. Sebagaimana riwayat dari Imam Al-Auzai, beliau berkata: Orang pertama yang mengatakan faham Al-Qodariyah adalah seorang laki-laki penduduk negeri Iraq yang bernama Sausan, dia adalah seorang Nashroni yang masuk Islam kemudian kembali menjadi Nashrani. Perkataannya diambil oleh Mabad Al-Juhany, kemudian perkataan Mabad diambil oleh Gailan Ad-Dimsyiqy

Vous aimerez peut-être aussi