Vous êtes sur la page 1sur 10

NAMA : BINTANG NUR ALEND NPM : 110400209 KELAS AAS B

MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SEKOLAH MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI DAN MEDIA INSTITUT MANAJEMEN TELKOM BANDUNG 2012

ABSTRAK
Sebagai salah satu elemen yang tidak dapat terpisahkan dalam dunia modern, media saat ini telah menjadi instrumen paling penting dalam memberikan mimpi bagi sebagian besar orang untuk menjadi populer secara instan dalam waktu singkat. Masih segar dalam ingatan ketika ajang Akademi Fantasi Indosiar muncul untuk kali pertama, disusul Indonesian Idol, dan lain sebagainya. Saat ini, acara yang serupa pun masih tetap ada dengan varian yang semakin banyak. Media dalam hal ini turut andil dalam menyebarkan demam ajang pencarian bakat, lihat saja betapa orang berbondong-bondong datang dan mendaftar dalam berbagai ajang tersebut. Tentu saja media tidak hanya berperan membuat orang terkenal dalam berbagai kontes, bahkan dalam yang menguras air mata pun media turut ambil bagian. Media menjadikan kisah sedih hidup seseorang menjadi suatu komoditas jual yang laris dipasaran, di mana terdapat berbagai acara yang menjadikan air mata dan kehidupan sedih yang terlalu didramatisasi sebagai nilai jual. Acara seperti Kejamnya Dunia menjual tragedi drama kehidupan manusia, maupun acara Termehek-mehek yang menjual kisah sedih percintaan. Tentu saja komersialisasi air mata tidak selalu berkaitan dengan acara yang menyedihkan, namun juga dalam acara yang menggembirakan. Ketika salah satu peserta AFI dieliminasi, media menjadikan air mata yang keluar sebagai nilai tambah acara tersebut, demikian pula ketika seorang perempuan dinobatkan sebagai Putri Indonesia, air mata pun kembali menjadi komoditas utama. Media dalam hal ini berperan sebagai pisau bermata ganda, di satu sisi media menjadi jalan bagi semua orang untuk menjadi idola dalam waktu instan, namun di sisi yang lain acara tersebut pun, tidak dapat dipungkiri, memiliki nilai jual yang cukup tinggi.

Kata kunci: Media, budaya pop, komersialisasi drama kehidupan

PENDAHULUAN
Sebagai salah satu elemen yang tidak dapat terpisahkan dalam dunia modern, media saat ini telah menjadi instrumen paling penting dalam memberikan mimpi bagi sebagian besar orang untuk menjadi populer secara instan dalam waktu singkat. Masih segar dalam ingatan ketika ajang Akademi Fantasi Indosiar muncul untuk kali pertama, disusul Indonesian Idol, dan lain sebagainya. Saat ini, acara yang serupa pun masih tetap ada dengan varian yang semakin banyak. Media dalam hal ini turut andil dalam menyebarkan demam ajang pencarian bakat, lihat saja betapa orang berbondong-bondong datang dan mendaftar dalam berbagai ajang tersebut. Tentu saja media tidak hanya berperan membuat orang terkenal dalam berbagai kontes, bahkan dalam yang menguras air mata pun media turut ambil bagian. Media menjadikan kisah sedih hidup seseorang menjadi suatu komoditas jual yang laris dipasaran, di mana terdapat berbagai acara yang menjadikan air mata dan kehidupan sedih yang terlalu didramatisasi sebagai nilai jual. Acara seperti Kejamnya Dunia menjual tragedi drama kehidupan manusia, maupun acara Termehek-mehek yang menjual kisah sedih percintaan. Tentu saja komersialisasi air mata tidak selalu berkaitan dengan acara yang menyedihkan, namun juga dalam acara yang menggembirakan. Ketika salah satu peserta AFI dieliminasi, media menjadikan air mata yang keluar sebagai nilai tambah acara tersebut, demikian pula ketika seorang perempuan dinobatkan sebagai Putri Indonesia, air mata pun kembali menjadi komoditas utama. Media dalam hal ini berperan sebagai pisau bermata ganda, di satu sisi media menjadi jalan bagi semua orang untuk menjadi idola dalam waktu instan, namun di sisi yang lain acara tersebut pun, tidak dapat dipungkiri, memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Demam obsesi menjadi idola telah berlangsung di Indonesia cukup lama, hanya saja gaungnya sangat terasa dalam enam tahun ke belakang. Ketika Akademi Fantasi Indosiar untuk kali pertama muncul pada tahun 2000, ribuan orang dari berbagai profesi dan tingkatan umur menyerbu Indosiar, demikian pula ketika Indonesian Idol dilaksanakan untuk musim pertama. Ajang pencarian bakat memang bukan hal baru, sebelumnya telah kontes-kontes yang sama. Asia Bagus tahun 1992 misalnya, berhasil menelurkan Krisdayanti sebagai salah satu pemenang dan tetap eksis hingga saat ini.

Negara Indonesia boleh jadi merupakan negara yang memiliki media massa yang sangat kreatif ketimbang negara Asia lainnya. Media di Indonesia memiliki kebebasan untuk menciptakan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan media itu sendiri, meskipun dalam banyak hal mereka pun seringkali mengatasnamakan masyarakat luas. Begitu luasnya pengaruh media di masyarakat sehingga dapat dipungkiri bahwa media telah menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur media menyuguhkan berbagai varian acara melalui berbagai medium, apakah itu televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya. Sebagai bagian integral dalam kehidupan masusia modern, media turut serta dalam berbagai usaha menyampaikan informasi, bahkan media telah bertindak lebih jauh, media menjadi penghantar paling baik dalam menyebarkan demam di masyarakat. Kasus obsesi jadi bintang adalah salah satu kasus yang paling baik yang dapat dilihat, betapa media telah menjadi penghantar yang sangat sempurna dalam menyebarkan demam idol tersebut. Demam itu tidak hanya menyebar di wilayah perkotaan besar, namun juga di kota-kota kecil hingga ke pelosok pedalaman dan desa terpencil. Media merupakan wahana penyampaian informasi yang luar biasa luas dan dapat diakses oleh siapapun, tentu saja dengan satu syarat bahwa sarana penyebarannya sudah dapat dijangkau. Rasanya sulit menemukan satu wilayah yang sepenuhnya terisolir dari media, terutama televisi. Media memberikan jalan yang sangat luas bagi siapapun untuk menjadi orang terkenal, tidak peduli apa jenis kelamin anda, berapa umur anda, atau bagaimana kondisi anda saat ini. Berbagai acara ajang pencarian bakat memang memberikan jalan bagi setiap orang untuk mencapai impiannya, namun bagaimana dengan mereka yang secara fisik tidak sempurna?, media pun memberikan jalan bagi orang-orang semacam ini. Pernah kah merasa tersentuh ketika melihat acara Jalinan Kasih atau Kejamnya Dunia? Media memiliki peran yang luar biasa yang membuat mereka menjadi artis mendadak dengan penampilan yang riil. Terlepas dari fakta bahwa mereka bukan lah golongan yang beruntung atau berlimpah secara materi, namun media menjadikan kisah sedih hidup mereka sebagai komoditas jual. Air mata memang medium yang menarik sebagai salah satu komoditas jual yang luar biasa. Ketika Nania dinyatakan harus kalah dari Delon dan Joy semua pendukung Nania menangis, meskipun Nania tidak lah secara dramatis menangis berderai air mata di

panggung, namun aura kesedihan memang menyeruak hebat. Indra Lesmana bahkan secara pribadi menyatakan akan membuatkan satu lagu untuk Nania, terlepas dari motif di balik tindakan tersebut, namun setidaknya Indra berusaha mengurangi kesedihan Nania. RCTI sebagai penyelenggara memang agak mendramatisir kekalahan Nania, tiba-tiba dalam waktu satu minggu Nania telah menjadi selebritis baru, dirinya masuk dalam acara infotainmen dan menjadi perbincangan banyak orang. Tingkah laku penggemar yang menangis ketika jagoannya tersisih atau bahkan menang tidak hanya terjadi di Indonesia. Ketika David Cook dinyatakan sebagai pemenang American Idol mengalahkan David Archuleta, semua orang menangis, baik pendukung Cook dan Archuleta menangis, meskipun dengan alasan yang berbeda. Air mata telah berubah menjadi komoditas penting yang membuat ajang pencarian bakat lebih menarik untuk disaksikan. Saya pun menyadari betapa hambarnya acara ini jika tanpa diiringi oleh drama, air mata, dan isak tangis; justru hal ini lah yang membuat acara ini disebut reality show, sebuah acara yang mempertunjukkan realitas sebagaimana adanya.

METODE PENELITIAN
Untuk penelitian ini saya menggunakan metode kualitatif karena di IM Telkom jarang sekali yang menganggap bahwa air mata di ajang pencari bakat tersebut hanyalah sebuah bentuk komersil dari acara tersebut. Ajang pencari bakat juga mendapat keuntungan dari SMS dukungan dari penonton yang mempunyai idola di acara tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, kami menggunakan kuisioner yang akan kami sebar kepada responden yang sudah kami tentukan yaitu mahasiswa MBTI G 2010. Dari pertanyaan pertanyaan yang sudah kami berikan, jawaban yang kami terima dari 35 responden yaitu : Untuk pertanyaan no 1 ,yang menjawab Ya sebanyak 28 orang, yang menjawab Tidak 1 orang, dan yang menjawab kadang-kadang 6 orang
Chart Title

A B C

Untuk pertanyaan no 2, yang menjawab Sering sebanyak 28 orang, yang menjawab jarang tidak ada, yang menjawab kadangkadang 6 orang, dan yang menjawab tidak pernah 1 orang.

Chart Title

Sering Jarang Kadang-kadang Tidak Pernah

Untuk pertanyaan no 3, yang menjawab Indonesian Idol sebanyak 29 orang, yang menjawab IMB 10 orang, yang menjawab Masterchef 8 orang ,yang menjawab KDI 5 orang, dan yang menjawab OLI sebanyak 3 orang.
Chart Title

Indonesian Idol Masterchef IMB KDI OLI

Untuk pertanyaan no 4, yang menjawab A sebanyak 18 orang, yang menjawab B 16 orang, dan yang menjawab C sebanyak 1 orang.

Chart Title

A B C

Untuk pertanyaan no 5, kebanyakan responden menjawab acara ajang pencari bakat tersebut mempengaruhi gaya hidup. Contohnya, jika dia sering menonton Masterchef maka dia termotivasi untuk belajar masak dan menjadi Masterchef berikutnya, begitu juga dengan Indonesian Idol.

PENUTUP
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia modern, media telah berubah baik dari sisi tampilan maupun tujuan penciptaan. Semula bertujuan untuk menyampaikan informasi, media telah jauh berevolusi untuk menciptakan informasi itu sendiri. Media menyediakan berbagai gambaran dan citra sosok terkenal dalam balutan gaya hidup dan perilaku konsumsi sehingga citra tersebut berkembang sebagai suatu konstruksi betapa menyenangkannya menjadi orang terkenal. Popularitas menjadi impian bagi banyak orang, dan tidak sedikit orang yang berusaha sangat keras untuk mencapai popularitas tersebut. Ibarat pepatah lama - ada gula ada semut, dan ibarat adagium ekonomi ada permintaan ada penawaran, begitu pula yang terjadi saat ini. Di saat setiap orang berusaha untuk mengejar popularitas, media menyediakan jalan bagi setiap orang untuk jadi populer. Popularitas seakan dapat diraih hanya dengan modal suara pas-pasan, tampang yang lumayan, badan yang proporsional, dan senyum yang memikat. Popularitas seakan dapat dicapai hanya dengan mengatakan i love u di depan kamera televisi, atau melalui narasi kisah sedih dalam kehidupan, dengan cara telanjang di depan kamera, bahkan dengan menjadi simpanan orang terkenal. Setiap orang dapat menjadi populer dengan caranya masing-masing, dan semuanya boleh jadi berujung pada satu hal: mengkonsumsi popularitas. Istilah ini sengaja saya buat untuk menggambarkan betapa popularitas dapat membuat jalan anda menjadi lebih mudah, dan dengan popularitas itu pula anda dapat mewujudkan sekaligus mempertahankan perilaku konsumsi anda. Lupakan adanya perdebatan moral di sekitar popularitas, setiap orang meyakini bahwa popularitas adalah tujuan akhir yang hendak dicapai, bukan lagi sebagai proses untuk menjadi. Barangkali benar apa yang dikatakan oleh teman saya dalam satu perdebatan panjang mengenai popularitas, ia berkata being someone is being popular, saya pun setuju bahwa Anda terkenal maka anda ada!!, maka tidak perlu heran jika ada orang begitu kerasnya berusaha untuk menjadi populer, terlepas apakah ia mengejar popularitas beserta seluruh atributnya, atau ia menghindari sebuah pertanyaan paling menyakitkan dalam sejarah popularitas, Maaf, anda siapa ya?.

DAFTAR PUSTAKA http://antarajawabarat.com/lihat/berita/36 726/sikap-pers-menjadikan-informasi-sebagaikomoditas-berbahaya http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/16 /budaya-massa-mass-culture/

Vous aimerez peut-être aussi