Vous êtes sur la page 1sur 16

ABORTUS

DEFINISI Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan tindakan tertentu. Sedangkan abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medis tertentu. INSIDENSI Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Jumlah dari kasus abortus spontan dan kehamilan ektopik sebanyak 15-20 %. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan akan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mencapai 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet ( misalnya sperma dan disfungsi oosit ). Pada 1988, Willcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221 perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, dimana 43 ( 22%) mengalami abortus yang terjadi sebelum saat haid selanjutnya.

ETIOLOGI Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab terbanyak di antaranya adalah sebgai berikut : 1) Penyebab anatomik Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200-1/600 perempuan. Pada pemerempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Studi oleh Acien ( 1966) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18.8% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36.5% mengalami persalinan abnormal ( prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus ( 40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis ( 10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik fertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadian antara 10-30% pada perempuan memberikan gangguan. Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-80%, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi ( HSG ) dan ulrasonografi ( USG). 2) Penyebab infeksi usia reproduksi. hanya Sebagian besar mioma atau tidak yang gejala, yang berukuran besar

memasuki kavum uteri ( submukosum) yang akan menimbulkan

Beberapa jenis organisme tertentu dapat berdampak pada kejadian abortus, antara lain : Bakteria o Listeria monositogenes o Klamidia trakomatis o Ureaplasma urealitikum o Mikoplasma hominis
o

Bakterial vaginosis

Virus o Sitomegalovirus o Rubela o Herpes simpleks virus o HIV

Parasit o Toksoplasma gondii o Plasmodium falsiparum

Spirokaeta o Treponema pallidum Beberapa teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran

infeksi terhadap risiko abortus, di antaranya sebagai berikut : Adanya metabolit toksik, endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.

Infeksi plasenta yang berakibat terjadinya insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kepada kematian janin.

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ( misalnya Mikoplasma hominis, Klamidia, Herpes Simpleks Virus ) yang bisa mengganggu proses implantasi

Amnionitis Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal ( misalnya Rubella, Sitomegalovirus, Herpes Simpleks virus ).

3) Faktor lingkungan Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat paparan obat, bahan kimia atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan oksigen pada ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. 4) Faktor hormonal Ovulasi, implementasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.

Diabetes mellitus Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek jika dibandingkan perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.

Kadar progesteron rendah Progesteron mempunyai peranan penting dalam

mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologis korpus luteum dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat dimana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan apabila progesteron diberikan pada pasien ini, maka kehamilan bisa diselamatkan. Defek fase luteal Jones ( 1964) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesteron saat fase luteal dan kejadian ini dilaporkan pada 23-60% perempuan dengan abortus berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk mendiagnosis gangguan ini. Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus > 3, didapatkan 17%

kejadian defek fase luteal. Dan 50% perempuan dengan defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal. Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Disini berperan penting antara interaksi trofoblas uterus. ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa

Sebagian besar sel ini berupa Large Granular Lymphocytes dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester pertama mempunyai peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena sel NK akan mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasenta yang normal. 5) Faktor hematologik Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan : Peningkatan kadar faktor prokoagulan Penurunan faktor antikoagulan Penurunan aktivitas fibrinolitik

Kadar VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal. Terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus sering didaptkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu. Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida. Defisiensi faktor XII ( Hageman) berhubungan dengan trombosi sistematik ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22% kasus. Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selma konversi metionin ke sistein. Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun akuisita, berhubungan dengan trombosis dengan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus berulang. Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat. Pada pasien ini, penambahan folat akan mengembalikan kadar homosistein normal pada beberapa hari. 6) Faktor trauma Trauma langsung seperti luka tembus pada iterus akibat luka tembak, atau trauma tidak langsung seperti pengangkatan ovarium dengan kista korpus luteum pada kehamilan dapat mengakibatkan abortus. MACAM-MACAM ABORTUS Secara umum abortus dapat dibagi menjadi 4, yaitu abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, dan abortus komplit.

Abortus iminens Pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu (konsepsi masih ada dalam uterus, tanpa dilatasi serviks). Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan per vaginam, osteum uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Osteum uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, jika pengenceran diberikan. 1/10 ibu hasilnya masih negatif prognosisnya dubia ad malam. maka Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang Bila menghendaki kehamilan tersebut, pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan untuk mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum terjadi pelepasan. Diperhatikan ukuran biometri janin/ kantung gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG baik dilakukan secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus menahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic widow yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas. Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi dan mengurangi rangsang mekanik. Bisa diberi tambahan hormon progesteron

atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dahulu sampai lebih kurang 2 minggu. Abortus insipiens Abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan umur serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes kehamilan urin masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya plasenta dari dinding uterus. Pengelolaan penderita ini harus diperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi atau pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalu perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis. Abortus inkompletus Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di

dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis nasih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi dan jumlahnya tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan daerah plasenta masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG ditemukan besar uterus lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit untuk dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya sudah tidak beraturan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual sehingga jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus dapat berlangsung dengan baik dan perdarahan dapat berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika. Abortus kompletus Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah

menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis telah memadai. Pengelolaan pasien tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberikan hematenik atau roboransia. Missed aborsi

Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi dari aborsi ini oleh karena efek progesteron. Diagnosisnya adalah bisa berupa tanda-tanda abortus imminens yang kemudian hilang secara spontan atau setelah pengobatan . Gejala subyektif adalah kehamilan menghilang, mammae agak pembekuan darah karena hipofibrinogenemia

mengendor,

uterus mengecil, tes kehamilan jadi negatif. Dapat disertai oleh gangguan

Penanganan : - perhatikan kadar fibrinogen dan faktor mental - pengeluaran hasil konsepsi < 12 minggu : * pembukaan serviks uteri * pembesaran dengan busi Hegar * sisa dibersihkan dengan kuret tajam - pengeluaran hasil konsepsi < 12 minggu : * infus I.V oksitosin dosis tinggi * Apabila tinggi fundus uteri sampai 2 jari di bawah pusat --> penyuntikan larutan garam 20% ke dalam cavum uteri melalui dinding perut * Apabila terdapat hipofibrinogenemia : perlu darah segar

/fibrinogen Abortus habitualis Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Kehamilan biasanya berakhir sebelum 28 minggu. Etiologi nya bisa karena kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocute throphoblast cross reactive (TLX). Pada triwulan II serviks uteri yang tidak sanggup terus menutup, perlahan-lahan membuka (inkompeten),

Diagnosis abortus habitualis pada Triwulan I : banyak lendir dari vagina. Triwulan II : pembukaan serviks tanpa mules, kebutan menonjol dan suatu saat pecah mules pengeluaran janin hidup dan normal. Penanganan untuk abortus habitualis adalah memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak , terapi hormon progesterone, vitamin, hormon tiroid PENGELOLAAN Pengelolaan pada pasien dengan abortus tergantung pada kondisi abortus yang dialami oleh pasien. A. Abortus iminens Pasien dapat dilakukan tirah baring, diberikan obat-obatan tokolitik dan tetap dipertahankan kehamilannya jika janin masih hidup. Bila terjadi perdarahan :

Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.

Terus berlangsung : nilai kondisi janin ( USG/ tes kehamilan). Lakukan konfirmasi adanya penyebab lain ( KET/ Mola Hidatidosa ).

B. Abortus insipiens Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi : Bila usia gestasi < 16 minggu, evakuasi dolakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual ( AVM ) setelah bagianbagian janin dikeluarkan. Bila prosedur tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :

Infus Oksitosin 20 unit dalam 500 ml RL mulai dengan 8 tetes per menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes per menit, sesuai kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi. Ergometrin 0.2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian. Misoprostol 400 mcg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal. Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau Dilatasi & Kuretase. C. Abortus inkompletus Tentukan besar uterus ( untuk memperkirakan usia gestasi ), kenali dan atasi setiap komplikasi ( seperti perdarahan hebat, syok, sepsis ). Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital. Setelah itu evaluasi perdarahan Bila perdarahan berhenti, berikan Ergometrin 0.2 mg IM atau Misoprostol 400 mcg per oral. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau Dilatai & Kuretase ( tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan bagian-bagian janin) Bila tak ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika profilaksis ( Ampisilin 500 mg oral atau Doksisiklin 100 mg ). Bila terjadi infeksi berikan Ampisilin 1 gram dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam.

Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM.

Bila pasien tampak anemik, berikan Sulfas Ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu ( anemia sedang ) atau transfusi darah ( anemia berat )

D. Abortus kompletus Pada pasien ini cukup dilakukan observasi keadaan umu, perdarahan dan dapat diberikan terapi simptomatis. Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrin 3x1 tablet/ hari selama 3 hari. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan pasien Sulfas Ferosus 600 mg/ hari selama 2 minggu disertai anjuran untuk mengkonsumsi makanan bergizi. Untuk anemia berat diberikan transfusi darah. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberikan antibiotik profilaksis. DIAGNOSA BANDING Abortus memiliki diagnosa banding sesuai dengan permasalahan utama yang sering dijumpai yaitu perdarahan per vaginam pada kehamilan muda atau pada trimester pertama. Diagnosa banding abortus yang cukup umum antara lain Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET ) dan Mola Hidatidosa. 1) Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET ) Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai implantasi dari ovum yang telah difertilisasi di tempat selain pada lapisan endometrium yang normal di uterus, dimana 95% implantasi terjadi di tuba fallopi.

Kehamilan tanda berupa

ektopik nyeri

tidak

memberikan atau

gejala,

sedangkan perdarahan

kehamilan ektopik yang telah terganggu memberikan gejala dan pada pelvis abdomen, pervaginam, nyeri tekan pada abdomen dan massa adneksa unilateral. KET dibedakan dengan abortus, KET menimbulkan gangguan stabilitas hemodinamik yang hebat yang seringkali tidak sesuai dengan perdarahan pervaginam yang terjadi, nyeri abdomen yang lebih hebat daripada nyeri pada abortus. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan dan massa abdomen, Kavum Douglassi yang terisi cairan, dan pada pemeriksaan laboratorium pemeriksaan -HCG kuantitatif serial menunjukkan peningkatan -HCG setelah 48 jam kurang dari 2 kali dari nilai sebelumnya. 2) Mola Hidatidosa Merupakan salah satu bentuk dari kelompok penyakit

trofoblastik gestational, dimana mola hidatidosa merupakan bentuk yang paling umum dan bersifat jinak. Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang memiliki karakteristik berupa vesikel-vesikel seperti anggur yang mengisi dan mendistensi uterus, biasanya tanpa adanya fetus yang intak. Mola hidatidosa dibesakan dengan abortus, dengan adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan awal, pengeluaran vesikel dari vagina, hiperemesis gravidarum, atau onset pre-eklampsia kurang dari 24 minggu. Denyut jantung janin yang negatif dan uterus yang terlalu besar dibandingkan usia gestasi pada pemeriksaan fisik turut mendukung diagnosa dari mola hidatidosa. KOMPLIKASI Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan,

perforasi, infeksi dan syok. Perdarahan terjadi terutama abortus insipiens atau inkomplit, hal ini terjadi karena sisa jaringan plasenta dan janin yang

masih ada di dalam uterus menganggu kontraksi uterus, sehingga uterus tidak mampu untuk menutup perdarahan yang terjadi. Perforasi dapat terjadi pada usaha kuretase. Jika terjadi perforasi, tergantung dari besar kerusakan yang terjadi, perlu dilakukan observasi, laparotomi sehingga dan penjahitan, lapisan atau bahkan memerlukan basalis histerektomi. dan Komplikasi akibat pengerokan yang lain ialah kuretase yang berlebihan, merusak membrana endometrium mengakibatkan sindroma Asherman. Infeksi akibat abortus dapat terjadi pada tiap abortus, namun lebih sering pada kondisi abortus inkomplit. Infeksi yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan penyebaran kuman dan toksin ke dalam peredaran darah sehingga menyebabkan sepsis. Syok dapat terjadi baik akibat pengeluaran darah yang tidak terkendali maupun infeksi hebat yang dapat menimbulkan sepsis.

Vous aimerez peut-être aussi