Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, yang terletak di lingkungan megapolitan Jabodetabek, dan menjadi kota terbesar kelima di Indonesia. Kota bekasi merupakan kota tujuan masyarakat urban dan saat ini berkembang menjadi kawasan industri. Secara geografis, kota bekasi berada pada ketinggian 19 meter di atas permukaan laut. Kota ini berada di sebelah timur DKI Jakarta dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok. Dilihat dari kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), keberadaan kawasan industri di kota ini mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonominya. Keadaan Kota Bekasi yang seperti itu, dibutuhkan adanya inoformasi mengenai keadaan keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk perkembangan pemerintahan daerah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan oleh kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan intensitas mereka masing-masing, tak terkecuali dalam ruang lingkup yang lebih besar seperti dalam bisnis maupun pemerintahan. Dalam bisnis, posisi keuangan yang ditunjukkan oleh laporan keuangan sangat berperan dalam melaksanakan rumah tangga perusahaan tersebut. Sama halnya dengan pemerinatahan yang memiliki ruang lingkup lebih luas seperti pada pemerintah Kota Bekasi. Laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh

transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi (pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan) dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Sejak otonomi daerah pada tahun 2004, Pelaporan keuangan di Indonesia disusun mulai pada lini terkecil pada pemerintahan, seperti halnya di lingkungan pemerintah Kota Bekasi. Penyusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus dapat memberikan informasi keuangan yang dibutuhkan pemerintah daerah untuk bahan acuan kondisi keuangan dan perekonomian pemerintah daerah tersebut. Untuk mengetahui baik buruknya kondisi keuangan Kota Bekasi, maka penulis ingin menganalisis lebih dalam tentang kondisi keuangan Kota Bekasi, maka penulis menyusun makalah ini dengan mengusung judul: Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi Tahun Anggaran 2004 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah tentang bagaimana kondisi keuangan Pemerintah Kota Bekasi pada tahun anggaran 2004 dan apakah kondisi tersebut menujukkan kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang baik (positif). 1.3. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi keuangan

pemerintah Kota Bekasi pada tahun anggaran 2004 serta untuk mengetahui apakah kondisi tersebut menujukkan kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang baik (positif). 1.4. Manfaat Penulisan Dari penulisan makalah ini, diharapkan dapat memperoleh manfaat antara lain: 1. Manfaat bagi Akademisi Sebagai sarana pembelajaran mengenai laporan keuangan pemerintah daerah dan analisnya sehingga dapat mengetahui baik atau buruknya kondisi keungan suatu daerah, terutama dalam lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. 2. Manfaat bagi Pemerintah Sebagai acuan pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bekasi terhadap kinerja ekonomi pada tahun 2004 untuk dapat mengevaluasi kinerja ekonomi pemerintah kota Bekasi dan dapat dijadikan refleksi untuk memperbaiki kinerja pada tahun-tahun berikutnya. 3. Manfaat bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi mengenai kinerja ekonomi pemerintah Kota Bekasi untuk dapat dijadikan acuan bagi masyarakat untuk perkembangan ekonomi masyarakat itu sendiri khususnya masyarakat Kota Bekasi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Laporan Keuangan Pemerintah Selama 60 tahun Indonesia merdeka, keuangan negara ini dikelola dengan sebuah aturan yang diterbitkan oleh Belanda pada tahun 1864. Hingga tahun 2004, keuangan negara dikelola berdasarkan Indonesische Comptabiliteitswet (ICW) Stbl. 1864 No. 106, dan diundangkan lagi teksnya yang telah diperbaharui untuk ketiga kalinya dalam Stbl. 1925 Nomor 448, selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembara Negara 1954 Nomor 6, Nomor 49 Tahun 1955, dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1968. Walaupun saat itu belum ditetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), bukan berarti dalam pengelolaan keuangan negara tidak dilakukan pencatatan sama sekali, selama ini pencatatan transaksi keuangan dilakukan dengan metode pencatatan tunggal (single entry) sebagaimana yang dahulu banyak dianut oleh negara-negara kontinental (Eropa). Jadi, meskipun tidak secara resmi dikatakan sebagai SAP, Indonesia sebenarnya sudah memiliki Sistem Akuntansi Pemerintahan sejak dulu, hanya saja sistem yang digunakan pada saat itu dapat dikatakan sebagai akuntansi tradisional yang hanya menghasilkan laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja dengan perhitungan yang cukup sederhana. Atas kerjasama berbagai pihak terkait, akhirnya pada tanggal 13 Juni 2005 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Terbitnya SAP untuk pertama kalinya adalah Reformasi Akuntansi Pemerintahan Tahap Pertama. Basis Akuntansi Pemerintahan Reformasi akuntansi pemerintahan tahap pertama berhasil menerbitkan SAP berbasis cash toward accrual atau disebut juga semi akrual, dimana laporan keuangan menerapkan basis kas untuk pos-pos Laporan Realisasi Anggaran dan Basis Akrual untuk pos-pos Neraca. Secara sederhana Basis kas dapat diartikan pencatatan transaksi ketika kas benar-benar diterima atau dikeluarkan oleh suatu entitas, sedangkan basis akrual adalah pencatatan transaksi ketika transaksi itu terjadi walaupun kas belum diterima atau dikeluarkan secara nyata. Oleh karena SAP menerapkan kedua basis tersebut, maka disebut semi akrual. 2.2. Pengelolaan Keuangan Daerah Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepada pemerintah, dengan:

a. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah; b. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah; c. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi; d. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; e. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; f. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; g. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran dan indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: aset; kewajiban; ekuitas dana; pendapatan; belanja; transfer; pembiayaan; dan arus kas. Laporan Keuangan SKPD Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD pada SKPD yang bersangkutan. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh SKPD selaku pengguna anggaran adalah: 1. Laporan Realisasi Anggaran, 2. Neraca, dan 3. Catatan atas Laporan Keuangan. 2.3. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi Sebagai kawasan industri, Kota Bekasi membutuhkan adanya inoformasi mengenai keadaan keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk perkembangan pemerintahannya. Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih dari 97 milyar rupiah ditambah dengan pendapatan lainnya, pemasukan Kas Kota Bekasi lebih dari 600 milyar rupiah. Belanja daerah mencapai lebih dari 460 milyar rupiah dan pengeluaran lainnya termasuk pembiayaan-pembiayaan, menyebabkan kenaikan kas (surplus) sebesar hamper 40 milyar rupiah. Angka-angka dalam laporan keuangan Kota Bekasi yang

sedemikianbesarnya, membutuhkan pengelolaan keuangan yang ketat namun tetap transparan. Pelaporan keuangan harus disusun dengan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Laporan keuangan harus berisi tentang semua aktivitasaktivitas ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi. Kota Bekasi telah

dapat mengelola keuangan daaerahnya yang tercermin dari penyusunan laporan keuangan (2004) yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat dijadikan acuan untuk analisis selanjutnya. 2.4. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam laporan keuangan suatu instansi, maka perlu dilakukan analisis. Dengan melakukan analisis akan diketahui kontribusi dan sumbangan masing-masing komposisi perkiraan terhadap kualitas laporan keuangan. Analisis laporan keuangan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan suatu entitas tertentu. Untuk itu, seseorang yang melakukan analisis atas laporan keuangan perlu menguraikan pos-pos laporan tersebut menjadi unit informasi yang lebih rinci dan melihat hubungan antara satu dengan yang lainnya guna mengetahui kondisi keuangan entitas tersebut untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Hasil dari analisis laporan keuangan diharapkan dapat meminimalkan bahkan menghilangkan penilaian yang bersifat dugaan semata, ketidakpastian, pertimbangan pribadi, dan kesalahan proses akuntansi. Karakteristik dari analisis laporan keuangan adalah: a. Fokus pada laporan keuangan utama, b. Memuat analisis hubungan, c. Mengandung implikasi dan prediksi, dan d. Hasilnya tergantung pada kemampuan analisnya.

Secara umum, tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk menilai kondisi dan kinerja keuangan; sedangkan tujuan analisis laporan keuangan daerah adalah untuk: a. Mengetahui perubahannya, b. Meyakini ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, c. Mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajibannya, d. Mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan dana untuk kegiatannya, e. Mengevaluasi kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan programprogramnya, dan f. Mengetahui potensi pemerintah daerah dalam menghasilkan sumber daya. 2.5. Analisis Perbandingan (Rasio) Perbandingan pos-pos laporan keuangan sering disebut dengan istilah rasio keuangan. Oleh karena itu, jika seseorang atau lembaga melakukan perhitungan dengan membandingkan pos-pos laporan keuangan suatu entitas, dengan maksud untuk mengetahui capaian atau kinerja keuangan entitas dimaksud, dikatakan ia/mereka melakukan analisis rasio keuangan. Analisis rasio merupakan teknik dan cara yang paling populer dan paling banyak digunakan dalam melakukan analisis atas laporan keuangan. Analisis rasio ini lebih banyak mengungkapan hasil berupa matematika, sedangkan kondisi keuangan pemerintah daerah serta perubahan-

interpretasinya lebih kompleks dan mempunyai banyak makna. Agar lebih bermakna maka rasio-rasio tersebut harus mengacu kepada pentingnya hubungan secara ekonomi. Seperti contohnya terdapat hubungan langsung antara harga jual

dengan harga pokok. Dengan demikian rasio harga pokok penjualan terhadap penjualan adalah sangat penting. Likuiditas Rasio likuiditas mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membayar utang (kewajiban) jangka pendeknya. Rasio ini bisa diukur dengan rasio lancer dan rasio kas (terhadap utang jangka pendek). Pos persediaan pada neraca pemerintah daerah umumnya bukan persediaan barang dagang yang ditujukan untuk dijual tetapi untuk digunakan dalam operasi pemerintah atau diserahkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam perhitungan rasio lancer sebaiknya pos persediaan tidak diperhitungkan.

Rasio lancar ini menunjukkan perbandingan antara aktiva lancar (di luar persediaan) dengan utang jangka pendek yang besarnya adalah 32,58:1. Hal ini berarti untuk setiap Rp1 utang, pemerintah daerah mempunyai Rp32,58 aktiva yang sangat lancar. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan Pemerintah Kota Bekasi sangat likuid.

Rasio kas menunjukkan perbandingan yang lebih likuid dari rasio lancar, dalam hal ini perbandingan antara kas dengan utang jangka pendek adalah 23,88:1. Hal ini berarti untuk setiap Rp 1 utang, pemda mempunyai Rp23,88 kas

10

dan setara kas. Kondisi ini menunjukkan bahwa kodisi keuangan pemerintah sangat likuid. Artinya tanpa harus menunggu ditagihnya piutang, Pemerintah Kota Bekasi sudah dapat melunasi utang jangka pendek tersebut pada saat ini. Solvabilitas Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membayar semua utangnya yang akan jatuh tempo. Rasio ini bisa diukur dengan rasio aktiva terhadap utang atau rasio ekuitas dana terhadap utang.

Rasio solvabilitas menunjukkan perbandingan antara total aktiva dengan total utang yang besarnya adalah 15,97:1. Hal ini berarti untuk setiap Rp1 utang, pemerintah mempunyai Rp15,97 aset. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan Pemerintah Kota Bekasi masih sangat solvable atau mampu membayar semua utangnya pada saat jatuh tempo. Rasio solvabilitas juga dapat digunakan untuk mengetahui solvabilitas jangka pendek maupun solvabilitas jangka panjang pemerintah daerah.

Baik rasio solvabilitas jangka pendek maupun jangka panjang akan menunjukkan kemampuan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kota Bekasi untuk dapat melunasi utang(kewajiban)-nya baik utang jangka pendek maupun jangka panjang pada saat jatuh tempo.

11

Leverage (Soliditas) Rasio leverage digunakan untuk mengukur perbandingan antara ekuitas dana (kekayaan bersih pemerintah daerah) dengan total utang. Rasio leverage selama ini hanya digunakan di sektor perusahaan untuk mengukur komposisi sumber pembiayaan yang berasal dari kreditor dan investor. Di pemerintah daerah, rasio ini mungkin belum (tidak) merupakan rasio yang penting sebab tingkat utang daerah yang masih relatif kecil dan syarat penarikan pinjaman daerah menggunakan DSCR dan rasio maksimum pinjaman.

Rasio leverage menunjukkan perbandingan antara kekayaan bersih (ekuitas dana) dengan utang, yang besarnya adalah 14,97:1. hal ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan Pemerintah Kota Bekasi sangat solid. Aktivitas Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur efektivitas pemerintah daerah dalam menggunakan semua sumber daya yang ada di bawah pengendalian pemerintah daerah itu sendiri. Rasio ini menunjukan seberapa jauh pemerintah menggunakan total aktiva secara efisien. Semakin tinggi tingkat perputaran berarti semakin efisien pemerintah dalam mengelola aktivanya.

12

Rasio tingkat perputaran aktiva (aset) menunjukkan perbandingan antara total pendapatan dengan total asset yang dimiliki pemerintah daerah, yang besarnya adalah 0,057:1, atau dengan kata lain, untuk setiap Rp1 dalam asset, Pemerintah Kota Bekasi akan memperoleh PAD sebesar Rp0,057. Pengelolaan Belanja Rasio pengelolaan belanja digunakan untuk mengukur pengelolaan prasarana oleh pemerintah daerah. Rasio ini dapat diukur dengan menggunakan rasio pendapatan terhadap pengeluaran untuk kegiatan belanja pemerintah daerah. Rasio yang rendah menunjukan bahwa prasarana telah dikelola dengan baik

Rasio pengelolaan belanja menunjukkan perbandingan antara total pendapatan dengan total belanja pemerintah daerah yang besarnya 1,067. Rasio ini tergolong relatif kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota Bekasi cukup baik dalam mengelola prasarana yang ada di Kota Bekasi. Kemandirian Rasio kemandirian digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya. Rasio ini dapat diukur dengan membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah jumlah pinjaman (selain utang PFK dan utang pajak PPn/PPh). DAU merupakan dana yang berasal dari APBN yang ditransfer ke pemda dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana alokasi umum masih merupakan

13

sumber pembiayaan yang utama bagi pemerintah daerah pada umumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bila perbandingan sumber pembiayaan dari PAD terhadap DAU semakin besar, berarti hal ini menunjukkan tingkat kemandirian yang semakin meningkat pula. Bila pinjaman jumlahnya dianggap material, maka untuk mengukur kemandirian unsur pinjaman tersebut harus diperhitungkan, akan tetapi sebaiknya mengeluarkan utang PFK dan utang pajak pusat sebab kedua jenis utang tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah sumber pendanaan pemda.

Rasio Kemandirian menunjukkan perbandingan antara PAD dengan DAU sebesar 32,1%. Artinya, tingkat kemandirian Pemerintah Kota Bekasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sebesar 32,1% atau dapat dikatakan Pemerintah Kota Bekasi tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat maupun propinsi, dan tidak bergantung pula pada dana hibah atau pendapatan lain. Analisis Umum Secara garis besar, analisis-anlisis rasio yang telah dibahas di atas menunjukan adanya kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang baik (positif). Hal ini mengindikasi bahwa Pemerintah Kota Bekasi telah mampu mengelola keuangan daerahnya sendiri pada tahun anggaran 2004 terkait dengan 14

pelaksanaan Otonomi Daerah yang baru diberlakukan pada saat itu. Kemampuan Pemerintah Kota Bekasi yang baik dalam pengelolaan keuangan daerahnya ini telah dapat dibuktikan dengan perhitungan rasio yang secara akurat menghasilkan analisis tentang kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang menunjukkan hasil yang baik.

15

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Dari pembahasan tentang analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: o Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. o Basis laporan keuangan pemerintah menerapkan basis kas untuk pos-pos Laporan Realisasi Anggaran dan Basis Akrual untuk pos-pos Neraca. o Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD pada SKPD yang bersangkutan. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh SKPD selaku pengguna anggaran adalah: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. o Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam laporan keuangan suatu instansi, maka perlu dilakukan analisis. Dengan melakukan analisis akan diketahui kontribusi dan sumbangan masing-masing komposisi perkiraan terhadap kualitas laporan keuangan.

16

Analisis rasio likuiditas mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membayar utang (kewajiban) jangka pendeknya. Dan Pemerintah Kota Bekasi dapat dikatakan likuid. Analisis rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membayar semua utangnya yang akan jatuh tempo. Dan Pemerintah Kota Bekasi dapat dikatakan solvabel. Analisis rasio leverage digunakan untuk mengukur perbandingan antara ekuitas dana (kekayaan bersih pemerintah daerah) dengan total utang. Dan Pemerintah Kota Bekasi dapat dikatakan solid. Analisis rasio aktivitas digunakan untuk mengukur efektivitas pemerintah daerah dalam menggunakan semua sumber daya yang ada di bawah pengendalian pemerintah daerah itu sendiri. Dan Pemerintah Kota Bekasi efisien dalam mengelola aktivanya. Analisis rasio pengelolaan belanja digunakan untuk mengukur pengelolaan prasarana oleh pemerintah daerah. Dan Pemerintah Kota Bekasi cukup baik dalam mengelola prasarana daerahnya. Analisis rasio kemandirian digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya. Dan Pemerintah Kota Bekasi tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat maupun propinsi, dan tidak bergantung pula pada dana hibah atau pendapatan lain. o Secara garis besar, hasil analisis perbandingan terhadap Laporan keuangan Pemerintah Kota Bekasi menunjukkan adanya kinerja yang baik. Hal ini mengindikasi bahwa Pemerintah Kota Bekasi telah mampu mengelola

17

keuangan daerahnya sendiri pada tahun anggaran 2004 terkait dengan pelaksanaan Otonomi Daerah yang baru diberlakukan pada saat itu. o Dari analisis-analisis yang telah dilakukan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi, dapat diprediksi pula bahwa kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi akan tetap baik hingga beberapa tahun ke depan, melihat bahwa angka-angka rasio-rasio dalam analisis tersebut menunjukkan nominal yang signifikan untu tahun-tahun berikutnya. 3.2. Saran Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pembahasan tentang analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi ini adalah: 1. Akademisi Para akademisi seharusnya ikut andil positif dalam menyikapi permasalahan perokonomian dalam pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kota Bekasi. Kontribusi tersebut dapat berupa imbal-balik positif terhadap informasi mengenai pelaporan keuangan pemerintah daerah dan berperan serta dalam memberikan informasi yang relevan terkait pengelolaan keuangan pemerintah daerah khususnya Kota Bekasi. 2. Pemerintah Pemerintah sudah selayaknya menyadari tentang pengelolaan keuangan daerah yang harus jelas dan transparan dalam penyampaiannya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman baik bagi pemerintah itu sendiri maupun di lingkungan eksternal pemerintahan. Jika pengelolaan tersebut dapat berjalan baik dengan penyampaian informasi yang baik pula, perekonomian pemerintah

18

terutama pemerintah daerah yang melaksanakan otonominya dapat berlangsung dengan baik pula. 3. Masyarakat Masyarakat juga harus ikut serta dalam kegiatan perekonomian pemerintah daerah, karena biar bagaimana pun, masyarakatlha yang terlibat langsung baik dengan kegiatan perekonomian pemerintah daerah maupun dalam pemanfaatan hasil positif dari kinerja perekonomian pemerintah yang baik. Masyarakat harus ikut serta dalam menciptakan sinergi positif untuk saling bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mencapai perekonomian yang stabil.

19

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Wuryan. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Malang: Bayumedia Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., Jordan, Bradford D. 2009. Pengantar Keuangan Perusahaan, Buku 1, Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. 2007. Analisis Laporan Keuangan Daerah. Tangerang: Penerbit Sekolah Tinggi Akuntansi Negara http://www.stan.ac.id/laporan-keuangan-pemerintah-daerah/109-kota-bekasi.pdf diakses pada 19 November 2010 http://www.kotabekasi.go.id/ diakses pada 19 November 2010 http://www.wikipedia.co.id/kota-bekasi/ diakses pada 19 November 2010 http://bagjana.wordpress.com/2010/10/13/akuntansi-pemerintahan-berbasis-moral/ diakses pada 18 November 2010

20

LAMPIRAN

21

Vous aimerez peut-être aussi