Vous êtes sur la page 1sur 87

B A B I PENDAHULUAN Audiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai pendengaran dan

keseimbangan, yang mempelajari pengukuran pendengaran maupun keseimbangan manusia dan pengelolaan maupun rehabilitasi penderita dengan pendengaran maupun gangguan keseimbangan. Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang meliputi besar gangguan pendengaran (derajat gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar yaitu membedakan antara kelainan di telinga tengah, kohlea atau retrokohlear Terdapat tiga tujuan dalam penilaian klinis pendengaran yaitu : perkiraan ambang dengar, diferensiasi gangguan pendengaran konduktif dengan gangguan pendengaran sensorineural, dan identifikasi gangguan pendengaran non organik. Pada referat ini akan dibahas sekilas mengenai pemeriksaan pendengaran subjektif, dan secara lebih rinci akan dibahas pemeriksaan pendengaran objektif. Hasil pemeriksaan pendengaran dari gangguan dengar konduktif, sensorineural (kohlear dan retrokohlear), Central Auditory Processing Disorder dan Auditory Neuropathy akan dibicarakan pula. Algoritma dari PERHATI dibahas pada bagian akhir referat ini, untuk mempermudah penatalaksanaan gangguan dengar dengan keluhan utama hearing loss dan tinnitus, yang kasusnya sangat sering kita temukan di klinik rawat jalan THT-KL RS Hasan Sadikin gangguan

BAB II PEMERIKSAAN PENDENGARAN SUBJEKTIF

Pemeriksaan pendengaran subyektif adalah menilai pendengaran berdasarkan respon subjektif terhadap berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes yang dapat dilihat pembagiannya dibawah ini: Tes klinis sederhana : Tes suara Tes Garpu Tala

Audiometri Subjektif: Dewasa: Tes Bisik, Garputala, Audiometri Nada Murni, Audiometri tutur Anak: Behavioral Observation Audiometry Play (BOA), Visual Speech Reinforcement Audiometry Khusus: Short Increment Sensitivity Index (SISI), Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB), Tone decay, Audiometri tutur, Audiometri Bakessy Audiometry (VRA), Audiometry,

2.1 2.1.1

TES KLINIS SEDERHANA Tes Suara Suara manusia memiliki rentang intensitas yang berbeda, namun hanya tiga

intensitas yang digunakan secara klinis untuk menetapkan standarisasi: suara bisikan, suara percakapan, dan suara keras. Suara bisik umumnya diartikan sebagai forced whisper, yakni suara bisik terkeras yang dapat dikeluarkan pemeriksa. Umumnya pemeriksa harus ekshalasi nafas secara norinal sebelum berbicara dengan intensitas forced whisper, Suara percakapan diartikan sebagai suara dengan intensitas yang digunakan pemeriksa ketika berbicara di ruangan yang tenang. Suara keras adalah sekeras teriakan yang masih dapat dibuat pemeriksa dengan nyaman.

Pemeriksa harus berdiri pada sisi pasien dimana petunjuk visual tidak dapat terlihat. Rangsang harus sederhana supaya dapat dimengerti oleh semua pasien. Rangsang yang cocok terdiri dari kombinasi tiga angka (misainya 6-1-4). Pasien diminta untuk mengulangi suara yang didengar. Tes dikatakan positif bila pasien dapat mengulangi lebih dari 50% dari rangsang yang diberikan. Tes ini biasanya dilakukan pada jarak 60 cm dan 15 cm dari telinga pasien. 60 cm menggambarkan jarak sepanjang lengan dari telinga yang tidak dites, hal ini penting untuk masking telinga yang tidak diuji selama tes dilakukan. Pendengaran dapat dinilai dengan forced whisper pada jarak yang lebih jauh. Orang normal dapat mendengar bisikan dengan mudah pada jarak 10 m. Berbicara pada jarak 30 inci. Mengerti bisikan perlahan Mengerti bisikan keras Mengerti suara sedang Mengerti suara keras Kehilangan pendengaran < 30 dB < 45 dB < 60 dB < 70 dB

2.1.2

Tes Garpu Tala Prinsip pemeriksaan dengan garpu tala adalah membandingkan antara

hantaran udara (AC = air conduction) dan hantaran tulang (BC = bone conduction).

Gambar 1. Garpu tala untuk berbagai tes sederhana 2.1.2.1 Tes Rinne

Prinsip : membandingkan AC dan BC pada pasien Cara pemeriksaan : Garpu tala yang telah digetarkan ditempatkan pada prosesus mastoid, bila suara sudah tidak terdengar, garpu tala dipindahkan ke depan CAE Interpretasi : Rinne (+) : Pasien dengan pendengaran normal atau SNHL suara di depan CAE akan terdengar lebih lama dibandingkan di prosesus mastoid (AC > BC) Rinnne (-) : Pasien dengan CHL, suara pada prosesus mastoid terdengar lebih lama (AC < BC)

Gambar 2. Tes Rinne

Tabel 1. Hasil Tes Rinne 2.1.2.2 Tes Weber

Prinsip pemeriksaan : Fenomena yang dikemukakannya adalah mengenai lateralisasi hantaran tulang kearah telinga yang disumbat. Menurut Weber apabila kita sedang berbicara atau menyanyi, kemudian telinga dengan jari tangan maka suara akan terdengar lebih keras di telinga tersebut. Cara Pemeriksaan : Sebuah garpu tala (biasanya 512 atau 256 Hz) digetarkan dan ditempatkan pada garis tengah kepala pasien. Tempat yang umum digunakan adalah dahi, batang hidung, vertex, dan incisor atas. Pasien ditanya apakah suara terdengar lebih baik pada satu telinga atau sama pada kedua telinga (umumnya disebut terdengar di tengah kepala). Interpretasi : Pasien dengan pendengaran normal akan mendengar suara yang sama pada kedua telinga Pasien dengan unilateral SNHL akan mendengar suara lebih baik pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) Pasien dengan unilateral CHL akan mendengar suara lebih baik pada telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit) Keterbatasan tes Weber adalah sulit dinilai pada kasus dengan tuli campur, tes Weber sebaiknya hanya dilakukan pada kasus gangguan pendengaran unilateral.

Gambar 3. Tes Weber 2.1.2.3 Tes Schwabach

Prinsip : Menilai kemampuan persepsi mendengar melalui hantaran tulang subyek yang diperiksa dibandingkan dengan pemeriksa.

Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebib dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

Tabel 2 Hasil Tes Schwabach

2.1.2.4 Tes Bing

Prinsip: oklusi CAE akan membuat suara hantaran tulang terdengar lebih keras pada telinga dengan mekanisme konduksi normal.

Cara Pemeriksaan : Sebuah garpu tala yang digetarkan diletakkan pada os.mastoid seperti pada tes Rinne. seperti juga tes Rinne, terdapat dua metode: perbandingan ambang dan perbandingan keras suara. Pada metode perbandingan ambang, pasien diminta untuk men gan gkat tan gan s elama i a mas ih dap at men den gar suara. Keti ka p as i en m engindikasikan bahwa suara sudah tidak terdengar lagi, pemeriksa menutup CAE dengan tekanan jari pada tragus. Jika pasien dapat mendengar suara kembali, hal ini mengindikasikan mekanisme konduksi berfungsi ( Bing positif ) dan apabila pasien tidak dapat mendengar suara kembali disebut Bing negatif. Pada metode perbandingan keras suara, Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan (Bing positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut ( Bing negatif).

Gambar 4. Tes Bing

2.1.2.5 Tes Gelle Prinsip : Fenomena berupa penurunan persepsi kekerasan suara yang dihantarkan melalui hantaran tulang apabila tekanan di kanalis aurikularis ekstemus ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi fungsi konduktif normal, tetapi tidak ada beda persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes ini banyak dipakai untuk menilai gangguan konduktif pada kasus otosklerosis. Cara pemeriksaan : Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan persepsi suara yang terdengar melalui hantaran tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan membrana timpani. Selain itu dapat juga dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelle dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana timpani melalui liang telinga. Interpretasi : kenaikan tekanan di kanalis aurikularis ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan di kanalis aurikularis eksternus akan mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran, perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk fiksasi kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser pada saat pemberian tekanan di kanalis aurikularis ekstemus. 2.1.2.6 Tes Lewis

Tes Lewis sangat berharga pada kasus tuli campur dengan komponen konduktif yang minimal dan membrana timpani utuh. Interpretasi hasil tes Lewis sebaiknya dilakukan dengan kombinasi hasil tes Gelled dan Bing. Tehnik: Garpu tala diletakkan di prosesus mastoid sampai suara tidak terdengar lagi kemudian dipindahkan di tragus dengan cara menekan tragus sehingga kanalis aurikularis eksternus tertutup. Penilaian tes Lewis : apakah subyek mendengar kembali suara garpu tala?. Interpetasi: Tes Lewis hanya untuk menilai apakah suara akan terdengar kembali dengan penempatan garpu tala di tragus apabila pada saat penempatan garpu tala di prosesus mastoid tidak terdengar lagi. Dalam kondisi membrana timpani utuh dan ada fiksasi osikula auditiva, pemindahan garpu tala ke tragus tidak akan membuat suara terdengar kembali. Kondisi kelainan telinga tengah selain fiksasi tulang pendengaran akan membuat suara terdengar lagi pada saat garpu tala di letakkan di tragus.

Gambar 5. Tes Lewis

Tabel 3. Rangkuman beberapa tes garpu tala Tes Garpu tala pada Tuli Nonorganik 2.1.2.7 Tes Teal Subyek yan g mengatakan mendengar suara melalui hantaran tulan g akan tetap i menyangkal mendengar melalui hantaran udara dapat dilakukan metode Teal . Cara pemeriksaan : Dipakai dua buah garpu tala dengan frekuensi yang sama akan tetapi hanya satu yang digetarkan. Garpu tala yang digetarkan diletakkan di depan telinga yang dikeluhkan tidak mendengar dan garpu tala yang tidak digetarkan diletakkan di prosesus mastoid telinga sisi yang sama. Tes dilakukan dengan mata tertutup, sehingga subyek yang di tes tidak mengetahui ada dua buah garpu tala yang salah satunya diletakkan

10

didepan telinga. Subyek hanya merasakan ada garpu tala yang menempel di mastoid . Tanpa menyadari bahwa sebenarnya bunyi yang ada berasal dari garpu tala yang digetarkan didep an teli nga yan g di keluhkan ti dak dapat mendengar, subyek akan melaporkan mendengar suara ( subyek menduga suara berasal dari garpu tala yang menempel di mastoid yang tidak digetarkan

2.1.2.8 Tes Stenger Prinsip : Suara nada murni dengan intensitas yang sama diberikan secara bilateral melalui earphone maka akan terjadi penyatuan ( fusi) persepsi mendengar di pusat pendengaran sentral sehingga hanya akan terdengar sebagai s at u s ua ra di ten gah - ten gah kep a la . . C ar a P em eri ks aa n : Tes Stenger menggunakan dua garpu tala dengan intensitas yang b er beda . Kedua garpu tala ters ebut di getarkan dan masin g-masing di letakkan di dep an liang telinga. Berdasarkan fenomena Tarchanow, maka suara dari kedua garpu tala tersebut hanya akan terdengar sebagai satu suara, yaitu suara dengan intensitas yang lebih keras. Ap abila di depan telin ga subyek yan g men geluh pendengarannya ku ran g diberikan suara garpu tala dengan intensitas yang lebih keras, maka pada kasus tuh organik subyek akan melaporkan mendengar di sisi telinga yang normal sekalipun intensitasnya lebih lemah Pada tuli n on organi k, s ubyek yan g s eben arn ya men den gar s u ara di si s i teli n ga den gan i n t e n s i t a s y a n g l e b i h t i n g g i a k a n menyangkal mendengar suara di sisi telinga tersebut (sisi telinga yang dikeluhkan pendengarannya kurang ).

2.2 AUDIOMETRI NADA MURNI (PURE TONE AUDIOMETRY)

11

Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya disebut nada "murni". Dengan audiometri kita dapat membandingkan ambang pendengaran antara hantaran udara dengan menggunakan headphone (air conduction /ac) dan hantaran tulang dengan menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone conduction /bc).Hasil pemeriksaaan ini berupa audiogram Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik menjadi energi akustik. Teknik Pemeriksaan Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat pendengaran dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan pasien. pemeriksaan liang telinga Untuk memastikan bahwa liang telinga tidak tersumbat. Apabila banyak serumen sebaiknya dibersihkan dahulu. Memberikan Instruksi Saat akan memulai tes pasien dijelaskan terlebih dahulu bahwa saat tes nanti akan terdengar serangkaian bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus memberikan tanda dengan mengangkat tangannya setiap terdengar bunyi bagamanapun lemahnya. Segera setelah suara hilang, ia harus menurunkan tangannya kembali. Ulangi instruksi ini sampai pasien benar benar mengerti. Memasang Headphone Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Bila pasien memakai kacamata atau giwang sebaiknya dilepaskan.. Regangkan headband lebar-lebar, pasanglah dikepala pasien

12

dengan benar, earphone kanan di telinga kanan, kemudian kencangkan sehingga terasa nyaman di telinga. Denting diperhatikan agar membran earphone tepat didepan liang telinga di kedua sisi. Seleksi telinga Pemeriksaan dimulai dari telinga yang lebih baik dulu. Urutan frekuensi Dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil, kemudian meningkat ke oktaf yang lebih tinggi dan akhirnya 500 dan 250 Hz. Ulangi tes pads 1000 Hz untuk meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang lain. Perubahan diatas 20 dB atau lebih diantara dua oktaf, memerlukan pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz, 3000 Hz atau 6000 Hz. Posisi pemeriksaan Pasien duduk di kursi dan menghadap kearah 300 dari posisi pemeriksa, sehingga pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien dengan bebas. Pemberian sinyal Cara yang paling cepat untuk memperoleh intensitas awal adalah dengan menyusurnya mulai dari 0 dB sampai diperoleh respons. Matikan sinyal satu-dua detik, kemudian berikan lagi pada level yang sama. Bila ada respons, maka tes dapat dimulai pada intensitas tersebut. Turunkan intensitas secara bertahap, 10 dB setiap kali sampai respons, menghilang, kemudian naikkan 10 dB untuk mendapatkan respons, dan turunkan 5 dB untuk memperoleh ambang terendah. dimana sinyal terdengar 2 kali dari 3 kali perangsangan. Nada harus diberikan selama 0,5 detik secara irregular. Derajat ketulian (PERHATI) Normal Gangguan dengar ringan : 0 - 25 dB : 26 - 40 dB

13

Gangguan dengar sedang Gangguan dengar sedang berat Gangguan dengar sangat berat

: 41 - 60 dB : 61 - 90 dB : > 90 dB

Berikut adalah contoh hasil audiogram 1. Normal Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit tidak ada gap

Gambar 6. Audiogram Normal

2. Gangguan dengar konduktif ( Conductive hearing loss = CHL ) Ambang BC dalam batas normal ( 0-20dB) Ambang AC meningkat , Jarak antara BC-AC > 10 dB

14

Gambar 7. Audiogram pada tuli konduktif 3. Gangguan dengar sensorineural Ambang BC meningkat ,Ambang AC meningkat , Jarak BC-AC < atau = 10

Gambar 8. Audiogram pada tuli sensorineural 4. Gangguan dengar campuran Ambang BC meningkat lebih dari 25 dB ,AC > BC dan terdapat gap

15

Gambar 9. Audiogram pd tuli campur

4. Presbicusis

Gambar 10. Audiogram pada presbicusis

16

2.3 AUDIOMETRI KHUSUS Untuk membedakan tuli kokhlea dan tuli retrokokhlea diperlukan pemeriksaan khusus. Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment dan kelelahan (decay/fatigue) Recruitment adalah fenomena yang khas untuk ketulian kokhlear, dimana di atas ambang dengar telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada telinga yang normal. Peninggian intensitas sedikit saja di telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana terdapat kelainan rerokokhlea, bila diberikan nada yang kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang lebih pendek dari normal. Disebut juga tone decay yang disebabkan kelelahan saraf (fatigue)

2.3.1 Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB) Prinsip : membandingkan persepsi intensitas antara kedua telinga pada frekwensi yang konstan Cara pemeriksaan : Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekwensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama. Interpretasi : Grafik berupa laddergram, recruitment (+) menujukkan tuli kokhlea

17

Gambar 11.Grafik ABLB A : recruitment (+)

B : recruitment (-)

2.3.2 Short Increment Sensitivity Index (SISI) Prinsip : Adanya fenomena recruitment dimana kokhlea dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil tersebut ( 1dB) Cara pemeriksaan : Tentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan nada kontinu 20 dB di atas ambang rangsangan, menjadi 50 dB. Kemudian diberikan bunyi pendek yang intensitasnya 1 sampai 3 dB di atas nada kontinu tersebut, setiap 5 detik Interpretasi : Pada orang normal dan penderita tuli konduktif dapat mendeteksi perubahan 3 dB dengan baik, tapi kurang baik untuk mendeteksi 1 dB Sedangkan penderita dengan tuli kokhlear dapat mendeteksi perubahan 1 dB dengan baik, yaitu dengan skor 60100 % (recruitment positif) Orang normal hanya 0-30 %

18

2.3.3 Tone Decay Prinsip : Terjadinya kelelahan saraf karena perangsangan terus menerus. Bila telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus, telinga tersebut tidak akan mendengar stimulus/rangsangan Ada 2 cara : Threshold Tone Decay (TTD) dan Suprathreshold Adaptation Test (STAT)

2.3.3.1 Threshold Tone Decay (TTD) Cara pemeriksaan Melakukan rangsanga terus menerus pada telinga yang diperiksa dengan intensitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila setelah 60 detik masih dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif. Sebaliknya bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, pasien tidak bisa mendengar, hasil tes positif Kemudian intensitas bunyi ditambah 5 db (jadi 45 dB) maka pasien mendengar lagi. Rangsangan diteruskan dengan 45 dB dan setrusnya, dalam 60 detik dihitung berapa penambahan intensitasnya. Penambahan 0- 5 dB : normal 10-15 dB : ringan (tidak khas) 20-25 dB : sedang (tidak Khas) > 30 dB : berat (khas ada kelelahan retrokokhlea)

2.3.3.2 Suprathreshold Adaptation Test (STAT) Cara pemeriksaan dan interpretasi Prinsipnya adalah pemeriksaan pada 3 frekwensi : 500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz pada 110 SPL Nada murni pada frekwensi 500, 1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL diberikan terus

19

menerus selama 60 detik. Bila kurang dari 60 detik tidak dapat mendengar lagi berarti ada kelelahan (decay)

2.3.4 Speech Audiometry (Audiometri Tutur) Berbeda dengan audiometri nada murni yang meberikan gambaran mengenai jenis dan derajat ketullian, audiometri tutur memeriksa kemampuan komunikasi seseorang. Pemeriksaan ini pada dasarnnya terdiri dari Speech Reception Threshold (SRT) yaitu pemeriksaan sensitifitas/ambang dan Speech Discrimination Score (pengertian)

2.3.4.1 Speech Reception Threshold (SRT) Pada tes ini dgunakan kata-kata yang tersusun dalm Phonetically Balance Word List (PB list) yang biasanya terdiri dari 2 suku kata. Cara pemeriksaan Pasien diminta utuk mengulangi kata-kata dengan benar. Amabng ini sesuai dengan ambang dengar pada audiometri nada murni.

2.3.4.2

Speech Discrimination Score

Cara pemeriksaan Penderita menirukan kata-kata yang diberikan pada intensitas 20-40 di atas SRT. Hasilnya dinyatakan dalam persentase kata-kata yang ditiruka dengan benar Interpretasi Pada tuli kokhlear, akan sulit membedakan bunyi S,R,N, C,H, CH, sedangkan pada tili retrokokhlea lebih sulit lagi Hasil maksimum (PB Max) pada 35-40 dB di atas SRT adalah 94-100% pada keadaan normal, tuli koduktif dan tuli sensorineural ringan. Adakalanya PB Max hanya bisa mencapai maksimum 50-60% dan tidak bertambah baik bahkan menurun pada kenaikan intensitas. Ini disebut roll over dan terjadi pada

20

kelainan retrokokhlear seperti neuroma akustik.

Gambar 12.Perbandingan intensitas dgn speech discrimination score Speech Discrimination Score : 2.3.5 Audiometry Bekessy Audiometri ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip pemeriksaan : nada yang terputus (interrrupted sound) dan nada yang terus menerus (continue sound) Bila ada suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji, garis yang menaik (periode suara yang dapat didengar), sedangkan garis menurun adalah suara yang tidak terdengar Pada telinga normal amplitudo 10 dB, pada recruitment amplitudo lebih kecil 90 100 % : pendengaran normal 75 90 % : tuli ringan 60 75 % : tuli sedang 50 60 % : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari < 50 % : tuli berat

21

17/1/2007

LR/PB

Gambar 13. Grafik Audiometri Bekessy Tipe I : normal/tuli konduktif Tipe II : tuli kokhlear Tipe III : ggn N VIII Tipe IV : ggn N VIII/tuli kokhlear

2.4 PEMERIKSAAN PADA ANAK 2.4.1. Behavioral Observational Audiometry (BOA) Dilakukan pada bayi usia kurang dari 5 bulan Cara Pemeriksaan : Pemeriksa memberikan stimulus berupa suara yang intensitasnya terukur, misalnya bunyi lonceng kecil (60 dB) dan diperhatikan bagaimana perilaku dan respon refleks yang terjadi pada anak Refleks yang diharapkan adalah : Mengedipkan mata Refleks auropalpebral Terbangun dari tidur Terkejut

22

Interpretasi : Bila terdapat kegagalan merespon yang menetap , menunjukkan bayi mangalami gangguan pendengaran

Gambar 14. Behavioral Observational Audiometry 2.4.2 Visual Reinforcement Audiometry Dilakukan pada anak usia 6-24 bulan Cara pemeriksaan : Dalam suatu free field test, anak ditempatkan diantara 2 speaker sebagai stumulus suara. Setiap anak merespon dengan melokalisasi suara dengan benar, diberikan stimulus cahaya berupa mainan yang dapat bercahaya (reinforcing respon) Pertahanan respons (respons reinforcement) ini memungkinkan anak untuk berpartisipasi dalam tes cukup lama untuk menentukan tingkat ambang berbagai frekwensi. Interpretasi : Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang dengar berbagai frekwensi, dan anak dengan gangguan pendengaran bilateral yang berat tidak dapat melokalisasi sumber suara

23

Gambar 15. Visual Reinforcement Audiometry

2.4.3 Play Audiometry Dilakukan pada anak usia 2-5 tahun, atau pada pasien dengan retardasi mental. Cara pemeriksaan : Merupakan permainan audiometri untuk memeriksa pendengaran. Anak diminta untuk menggunakan earphone. Diminta agar anak menekan tombol, memindahkan mainan atau hal lain yang menarik, apabila dia mendengar suara pada earphone. Dengan cara ini kita dapat menentukan ambang dengarnya.

Gambar 16. Play Audiometry

24

2.4.4 Speech Perception Test Pada anak dilakukan dengan cara khusus yaitu dengan picture pointing test Cara pemeriksaan : Anak diminta untuk menunjuk gambar, setelah mendengar suatu kata, misalnya : kucing kemudian anak menunjuk gambar kucing Beberapa test yang termasuk di dalamnya adalah : WIPI test (Word Intelligibility by Picture Identification Test) dan NU-CHIPS tes (Northwestern University Childrens Speech Perception Test)

Diagram pemeriksaan pada anak sesuai usia dan klasifikasi (pemeriksaan subjektif dan objektif) dapat dilihat pada gambar berikut.

Behavioral Observation Audiometry (BOA) Prosedur Audiometri Behavioral (subyektif) Unconditioned Response Procedures Conditioned Response Procedures Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Refleks Moro Refleks auropalpebral

0 6 12 18 24 30
Umur (bulan)

Tes Ewing Tes BOEL

Conditioned Play Audiometry (CPA) Diskriminasi Kata (WIPI, Kendal toy test ) Auditory Brainstem Response (ABR) Elektroakustik impedans Otoacoustic emissions ( OAE)

36 42 Prosedur Audiometri Non Behavioral (obyektif)


Tes Pendengaran Pada Anak

48 54 60

Gambar 17.Diagram pemeriksaan audiometri pd anak sesuai usia

25

BAB III PEMERIKSAAN PENDENGARAN OBJEKTIF Berikut akan dibahas : 1. Otoaccoustic Emission (OAE) 2. Brain Evoked Respon Audiometry (BERA) 3. Auditory Steady State Response (ASSR) 4. Acoustic Immittance Akan diulas mengenai Timpanometry , Acoustic reflex threshold, Acoustic reflex decay, Tes Fungsi Tuba

3.1

OTOACUSTIC EMISSION (OAE) OAE adalah alat elektrofisiologis yang digunakan untuk mengetahui keadaan dan fungsi sel rambut luar kokhlea secara cepat dan objektif.

26

Pemeriksaan OAE dipengaruhi oleh : keadaan telinga luar, telinga tengah, telinga dalam, bising lingkungan, dan aktivitas tubuh. Gelombang OAE yang dihasilkan oleh sel rambut luar akan dihantarkan melalui tulang pendengaran, membrane tympani, dan masuk ke CAE yang akan ditangkap oleh mikrofon. Sehingga jika terdapat gangguan pada telinga luar maupun tengah sdapat mengakibatkan emisi otoakustik tersebut tidak dapt diukur dengan baik. Emisi ini merupakan mekanisme fisiologis yang terjadi selama meskipun saraf kokhlearis (N VIII) mengalami kerusakan berat aktivitas listriknya dihambat oleh zat kimia. Emisi otoakustik ini mudah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai macam penyebab : trauma akustik, hipoksia dan obat ototoksisk. OAE terdiri dari 3 transducer yang berbeda dalam satu probe yaitu : 1. Loudspeaker, untuk memberikan stimulus terhadap sel rambut kokhlea 2. Microphone, untuk menerima semua suara yang ada di CAE 3. Signal separating process, untuk membedakan suara yang berasal dari kokhlea dan sumber lainnya. Ketiga transducer menyatu dalam satu probe tersebut dilapisi oleh busa atau karet yang bersifat lentur yang akan menutup seluruh CAE, sehingga pada saat pemeriksaan emisi otoakustik, emisi yang dihasilkan akan ditangkap secara maksimal oleh mikrofon. proses atupun transduksi mekanis-elektris dari suara. Emisi otakustik tetap dapat diukur

27

OTOACUSTIC EMISSION

Gambar 18. Skema Otoacustic Emission OAE saat ini ada 2 jenis : 1. SOAE (Spontaneous Otoacoustic Emission) 2. EOAE (Evoked Otoacoustoc Emission) yang tdd : 1.SFOAE (Stimulus-Frequency Otoacoustic Emission) 2.TEOAE (Transient-Evoked Otoacoustic Emission) 3.DPOAE (Distortion Product Otoacoustic Emission) Ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda dan saling membantu untuk menegakkan diagnosis gangguan dengar. Jenis TEOAE maupun DPOAE digunakan untuk menilai keadaan kokhlea dengan teknik dan daerah tujuan berbeda, jika digunakan secara bersamaan akan saling melengkapi.

28

OTOACUSTIC EMISSIONS

Spontaneous

Evoked Transient/TEOAE Distortion Product/DPOAE Stimulus frequency/ SFOAE

Gambar 19. Skema Jenis Otoacoustic Emission TEOAE digunakan 2 jenis stimulus, jenis click dan tone burst yang tergolong wide band stimulus, sehingga seluruh daerah kokhlea akan terangsang secara bersamaan. digunakan untuk memisahkan telinga normal, telinga yang mengalami gangguan sampai dengan 30-35 dB HL dan paling baik digunakan pada frekwensi 1-4 kHz, mempunyai sensitifitas yang baik pada telinga dewasa spesifisitas tinggi pada bayi baru lahir dengan telinga kering (95%) tidak dapat mendeteksi nada tinggi Parameter penilaian TEOAE : 1. Amplitudo, yaitu level OAE, dalam satuan dB SPL Level 65-80 dB SPL palling baik untuk mendeteksi dengar gangguan

29

2. Percentage reprodicibility, yaitu seberapa baik hubungan 2 sinyal yang digunakan yaitu A & B. Nilainya > 70 %

antara

3. Amplitudo/Noise Ratio (SNR), yaitu rasio antara amplitudo TEOAE dan noise. Nilainya 2-6 dB SPL 4. Penggunaan OAE tidak dapat membedakan ambang secara tepat, tetapi untuk mengetahui apakah kokhlea berfungsi dengan baik atau tidak, dan untuk membedakan lokasi kelainan apakah kokhlea atau retrokokhlea DPOAE digunakan 2 stimulus suara dalam waktu bersamaan dari 1 loudspeaker (jenis tone yg merupakan narrow band stimulus) Stimulus hanya sensitif pada beberapa bagian dari kokhlea DPOAE skrining : stimulus 50-55 dB HL pada frek. 3-6 kHz DPOAE clinical : stimulus 60-70 dB HL pada frek. 6-20 kHz

Prinsip Dasar OAE Pengukuran OAE hanya bisa berhasil baik bila amplitudo sinyal cukup tinggi, bising lain (background dan internal noise) yang mengganggu sangat sedikit, serta fungsi tuba tidak terganggu. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang dengan meningkatkan aktifitas membran basilaris pada frekuensi tertentu. Gabungan proses ini dan proses aktif kokhlea menunjukkan fenomena emisi otoakustik. Jika sinyal diberikan melalui CAE, maka terjadi pantulan balik dari kokhlea yang dapat direkam di CAE. Selama energi balik yang dihasilkan oleh kokhlea lebih besar dari sinyal pendek tersebut, maka proses aktivitas dan cochlear amplifier masih dapat diketahui. Cochlear amplifier dan proses aktif kokhlea dipengaruhi oleh gerakan sel rambut luar, stereocilia dan membran tektoria. Berdasarkan penelitian, semua tipe OAE berasal dari aktivitas mekanik sel rambut luar, yang menunjukkan fungsi normal kokhlea. Membran tympani yang

30

elastis berfungsi menerima energi suara yang diteruskan melalui telinga tengah ke cairan perilimfe di dalam kokhlea. Semua gelombang suara yang diteruskan ke dalam kokhlea enimbulkan gerakan bergelombang (travelling wave) di sepanjang membran basilaris yang berjalan dari area basal ke apeks. Puncak cochlear travelling waves sangat penting dalam proses mendengar, karena berfungsi untuk membedakan eksitasi pada beberpa frekwensi seperti fungsi prisma dalam memisahkan warna dari sumber cahaya. Analog dengan mata, kokhlea berfungsi untuk membentuk bayangan materi sensorik (dalam hal pendengaran berupa suara) ke dalam bayangan yang dapat dibaca/dinilai. Bayangan tersebut berupa pola spatial, oleh sel rambut kokhlea yang kemudian diterjemahkan ke dalam code neural. Bayangan kokhlea tersebut akan diproyeksikan sepanjang organ corti, yang secra fisik menggambarkan suara dari luar/lingkungan, kemudian didata tergantung pada ukuran suara. Suara frekwensi rendah akan menyebar ke arah apeks sedangkan frekwensi tinggi akan tersebar dan terfokus di area basal kokhlea. Kepekaan dan resolusi telinga tergantung pada : 1. Ukuran dan ketajaman peak travelling waves kokhlea 2. Efisiensi transduksi saraf auditorius Kualitas bayangan suara di telinga tergantung pada keutuhan sel rambut luar yang terdiri dari 3 baris, sedangkan satu baris sel rambut dalam bertanggung jawab terhadap transduksi dan neural encoding. Tanpa keikutsertaan sel rambut luar, energi suara akan hilang pada travelling wave sebelum mencapai puncak; puncak/peak melebar dan amplitudonya lebih kecil. Sel rambut luar berfungsi meningkatkan efek vibrasi travelling wave sehingga dapat menghasilkan puncak yang lebih tajam dan tinggi agar dapat merangsang sel rambut dalam lebih baik guna keperluan neural decoding selanjutnya Kegunaan Klinis OAE OAE digunakan untuk mengetahui fungsi kokhlea dan membedakan kerusakan pada kokhlea dan retrokokhlea secara tepat. OAE digunakan untuk deteksi awal gangguan pendengaran SNHL karena pemeriksaan cepat dan objektif

31

Pada skrining pendengaran kita cukup untuk mengetahui adanya emisi sel rambut kokhlea. Untuk tujuan deteksi awal gangguan dengar, TEOAE sering digunakan karena menggunakan metode click ataupun toneburst, yang mempunyai sifat sebagai wideband. TEOAE memberikan hasil mendekati 100% terhadap stimulus yang diberikan pada orang dewasa dengan ambang pendengaran < 30dB. TEOAE menggunakan frekuensi 1 4 kHz. Dengan batas pemeriksaan 30 35 dBHL. TEOAE paling baik dugunakan untuk mengidentifikasi gangguan pendengaran pada intensiatas 2 4 kHz. Sedangkan DPOAE menggunakan stimulus puretone yang mempunyai sifat narrowband. DPOAE lebih banyak digunakan untuk mengetahui kelainan yanng lebuh spesifik pada rentang frekwensi yang lebih tinggi, yaitu 4 8 kHz (pada jenis skrining) dan mencapai 20kHz pada jenis clinical. Dengan batas pemeriksaan 40 45 dB. TEOAE dan DPOAE akurat untuk mendeteksi gangguan dengar pada frekwensi sedang dan tinggi. Keuntungan menggunakan OAE adalah : 1. Obyektif 2. Noninvasif 3. Waktu yang digunakan relatif singkat 4. Dapat digunakan semua usia, terutama skrining pada neonatus, pediatrik, dewasa yang mempunya resiko tinggi terhadap terjadinya gangguan pendengaran 5. Secara teknis, mudah dilakukan 6. Dapat digunakan untuk skrining maupun diagnostik 7. Dapat dilakukan oleh personal yang telah dilatih secara khusus 8. Tidak diperlukan biaya yang mahal Persiapan Pemeriksaan OAE OAE dilakukan dalam ruangan yang tenang, tapi tidak perlu soundproof, dan bebas medan listrik

32

Pasien yang akan diperiksa telinga tengah dalam keadaan sehat, juga tidak dalam keadaan batuk pilek, (timpanometri yang normal). Probe yang digunakan harus sesuai dengan telinga. Bayi dengan usia < 3 bulan tidak perlu diberikan sedatif, bayi usia > 3 bulan dapat diberikan sedatif berupa chloral hydrat 3.2 BERA (Brain Evoked Response Audiometry) Istilah lain yang sering digunakan untuk BERA : ABR (Auditory Brainstem Response) BAER (Brainstem Auditory Evoked Response) BSEP (Brainstem Evoked Potensial) BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potensial) ERA (Evoked Response Audiometry)

Prinsip Dasar BERA AEP merupakan respon listrik N VIII dan sebagian batang otak yang timbul dalam 10 12mdetik setelah suatu rangsang pendengaran ditangkap oleh telinga dalam. Dengan menghadirkan sejumlah bunyi click pada telinga, dibangkitkan letupan-letupan sinkron dari serabut-serabut auditorik frekwensi tinggi. Respon listrik tunggal sulit dibaca, supaya pola terlihat jelas, digunakan skema untuk membuat rata-rata agar gelombang menjadi nyata. Click dibuat pada 75 atau 80 dB di atas ambang dengar. Click diulangi dengan kecepatan pengulangan pasti, mis. 11/detik atau 33/detik hingga respons click 1500 atau 2000 kali. Setiap 2000 click yang dirata-ratakan akan digambarkan satu garis baru. Elektroda yang dipasang pada mastoid dibandingkan denngan elektroda di tengah dahi, menciptakan suatu EEG. Dengan mengambil angka rata-rata gelombang EEG ini, terbentuk suatu pola. Bentuk gelombang ini dikemukakan oleh Jewett tahun 1971 dan diberi label I sampai VII. Yang dinilai gelombang I-V. Gelombang I : berasal dari kokhlea Gelombang II : berasal dari nucleus kokhlearis Gelombang III : berasal dari nucleus olivari superior

33

Gelombang IV : berasal dari lemniskus lateralis Gelombang V : berasal dari folikulus inferior Semua garis ini dapat dihasilkan kembali. Makin dekatnya tingkat bunyi dengan ambang pendengaran, gelombang V bergerak makin ke kanan dan gelombang lain semakin kurang jelas. Kategori AEP meliputi : Electrocochleography/EcochG, Auditory Brain Response/ABR, Middle Latency Response/MLR, Late Latency Response/LLR, tergantung pada onset munculnya gelombang-gelombang setelah pemberian stimulus. Electrocochleography/EcochG merupakan tes yang menilai respons paling awal yang terjadi dalam waktu 5 mdetik setelah pemberian stimulus bunyi merupakan gambaran aktivitas kokhlea dan N VIII. ABR merupakan AEP yang paling banyak digunakan dalam klinik, terjadi dalam 10 mdetik pertama setelah pemberian stimulus, menggambarkan aktivitas N VIII sampai midbrain. Middle Latency Response/MLR terjadi dalam 50 mdetik post stimulus onset menggambarkan aktivitas di aerea sekitar korteks auditorius. Late Latency Response/LLR terjadi dalan waktu 250 mdetik menggambarkan aktivitas di area auditorius primer dan area asosiasi di korteks cerebri Untuk mendapatkan hasil rekaman AEP yang jelas, penempatan elektroda sebaiknya sedkat mungkin dengan sumber Evoked Potensial yaitu : telinga dan verteks Elektroda tidak hanya menangkap aktivitas AEP tetapi juga aktivitas listrik lain yang tidak dikehendaki yang dikenal dengan istilah electrical noise yang berasal dari : 1. Tubuh pasien sendiri seperti EEG,potensial otot, jantung, retina 2. Dari luar tubuh pasien : radiasi elektromagnetik, alat-alat listrik, sistem komunikasi, stasiun radio Potensial listrik yang berhubungan secara spesifik dengan stimulus auditorius sangat kecil apabila dibandingkan denngan aktivitas EEG dan sinyal listrik yang lain. Proses yang utama dari AEP adalah meningkatkan intensitas sinyal dan mengurangi

34

suara-suara yang tidak diinginkan (Signal to Noise ratio = S/N ratio) yang dilakukan oleh preamplifier. Instrumentasi BERA Alat Evoked Potential bekerja berdasarkan pada sistem komputer yang meliputi komponen : 1. Generator stimulus 2. Elektroda 3. Amplifier 4. Filter 5. Signal averager dengan artefact refraction 6. Response display 7. Response processing 8. Printer Stimulus pada AEP Click Merupakan stimulus yang paling efektif dan banyak digunakan. Click berlangsung dalam waktu pendek sehingga mampu menimbulkan sinkroni saraf secara serentak. Tone Burst Untuk mendapatkan hasil yang dapat memberikan gambaran mengenai konfigurasi gangguan pendengaran secara tonotopik kokhlea telah dikembangkan beberapa jenis stimulus antara lain tone burst yang mempunyai karakteristik spektrum frekwensi. Stimulus tone burst juga mempunyai hubungan antara waktu, bentuk, gelombang, amplitudo dan spektrum phase seperti pada stimulus click. Tone burst yang dipakai untuk ABR adalah tone burst yang berlangsung cepat dengan durasi 100ms. Click BC Dalam pemeriksaan audiometri konvensional, besarnya komponen konduktif dinilai dengan mengukur perbedaan ambang dengar AC dan BC. Pemeriksaan ABR juga dapat melakukan hal yang sama sekalipun cara penilaian yang ditunjukkan pada hasil

35

ABR berbeda. Output vibrator sekitar 40 dB di bawah earphone sekalipun stimulus diberikan pada tingkatan saturation output. Keterbatasan lain adalah vibrator BC merupakan alat yang dapat menghasilkan gelombang elektromagnetik, yang menyebabkan artefak stimulus sehingga BC kurang efisien dibandingkan dengan AC. Karakteristik Penilaian Hasil BERA Jewwett menggunakan angka romawi I sampai V untuk puncak gelombanggelombang yang muncul berturut-turut sebagai respons terhadap stimulus suara, terhitung mulai dari saat pemberian stimulus sampai 10 mdetik kemudian. Setiap gelombang yang muncul, menunjukkan integritas saraf di area tertentu di sepanjang jalur saraf pendengaran. Dengan menilai bentuk dan waktu yang diperlukan mulai saat stimulus diberikan sampai timbul gelombang, dapat memberikan arti klinis mengenai kondisi jalur saraf pendengaran atau area di sekitarnya yang mempengaruhi saraf pendengaran. Penilaian respons BERA yang utama adalah identifikasi gelombang I sampai V. Gelombang V merupakan gelombang yang paling mudah dinilai bahkan sampai intensitas rendah yang mendekati ambang dengar. Kriteria penilaian respons BERA : 1. Masa latensi absolut masing-masing gelombang : I V 2. Beda masa latensi masing-masing gelombang (Interwave Latency Interval = IWI) 2. Beda latensi IWI gelombang I-V kanan-kiri atau gelombang V kanan dan kiri (Interaural Latency Differences=ILD) 3. Perubahan masa latensi gelombang apabila intensitasnya diturunkan (Latency Intensity Function) 4. 5. 6. Perubahan masa latensi gelombang dengan perubahan kecepatan stimulus Rasio amplitudo gelombang V Morfologi gelombang

36

Gambar 20. Masa laten antar gelombang normal Masa latensi absolut Masa latensi absolut adalah interval waktu dalam milidetik antara onset stimulus dan puncak gelombang . Dalam keadaan normal, denngan stimulus click pada intensitas 75 dB SL gelombang I dalam waktu 1,6 ms setelah onset stimulus, gelombang III sekitar 3,7 ms dan gelombang V sekitas 5,6 ms. Masa latensi ini sangat konsisten dan terulang pada pengulangan tes pada individu normal. Masa latensi absolut gelombang III dan V lebih panjang pada anak-anak sampai usia 12-18 bulan dan usia lanjut 50-6- tahun, sedangkan pada wanita masa latensi absolut lebih pendek. Respons BERA dapat dipengaruhi oleh faktor maturitas saraf. Pada neonatus, masa latensi absolut sedikit memanjang dan secara berangsur masa latensinya akan memendek dan akan mencapai nilai yang sama seperti dewasa pada usia 12-18 bulan. Beda latensi antara gelombang (Interwave Latency nterval atau Interpeak Latency) IWI adalah beda masa latensi antara masing-masing gelombang. Pada BERA interval antara gelombang tidak menunjukkan waktu hantaran yang tepat karena puncak gelombang BERA merupakan respons pada area yang lebuh luas, yaitu tingkatan area anatomis tertentu dan area sekitarnya. Dalam kondisi normal IWI

37

gelombang I-III dan III-IV sekitar 2 ms sehingga dipengaruhi oleh : jenis kelamin, usia dan adanya gangguan pendengaran perifer. Oleh karena gelombang I merupakan aktivitas bagian lateral atau distal saraf VIII, maka IWI dapt membantu memberikan informasi mengenai sinkroni dan integritas jalur auditorius dengan nuklei sehingga berharga untuk aplikasi neurologik. IWI antar gelombang I-III merupakan aktivitas sinkroni N VIII dan batang otak bagian distal sedangkan gelombang III-V menggambarkan seluruh aktivitas N VIII dan nuklei dan traktus di batang otak yang responsif terhadap stimulus auditorius. Beda latensi antara telinga kaman dan kiri (Interaural Latency Sifference) ILD merupakan beda latensi IWI gelombang I-V kanan dan kiri. Gelombang I harus dapat diidentifikasi guna penelitian ILD gelombang I-V. Pada gangguan pendengaran perifer, gelombang I sering tidak tampak jelas sehingga menyulitkan penilaian ILD. Dalam hal ini dapat dipakai ILD antara latensi absolut gelombang V kanan dan kiri pada intensitas sama. Pada gangguan pendengaran perifer, ILD tidak lebih dari 0,4 ms. Hasil penilaian ILD sangat bermanfaat untuk membedakan dignostik tumor dan nontumor. Beda masa latensi dengan penurunan intensitas stimulus (Latency Intensity Function) Penurunan intensitas stimulus akan memperpanjang masa latensi dan mengurangi amplitudo gelombang. Perubahan masa latensi terjadi secara bertahap pada intensitas 90 dB sampai 60 dBnHL, kemudian bertambah lebih cepat pada intensitas di bawah 60 dBnHL. Latency Intensity Function tergantung pada jenis gangguan pendengaran : gangguan konduktif, kokhlear atau retrokokhlear. Pada kelainan konduktif dan lesi retrokokhlear, kedua-duanya dapat menyebabkan pergeseran masa latensi gelombang V. Untuk kepastian diagnosis diperlukan data ambang hantaran tulang/BC pada grafik audiogram atau dapat dilakukan pemeriksaan BERA dengan transducer BC untuk memastikan ada/tidaknya komponen konduktif di telinga tersebut

38

Diagnosis banding : tuli konduktif dan SNHL retrokokhlear pada BERA perbedaannya adalah : Pada tuli konduktif, semua gelombang akan bergeser ke arah kanan (memanjang), IWI dalam batas normal Lesi retrokokhlear : gelombang awal I atau III mungkin normal atau bila da gangguan konduktif masa latensinya sedikit mundur/memanjang dibandingkan dengan komponen berikutnya (III-V) Hal tersebut berakibat memanjangnya IWI Untuk membantu interpretasi BERA dalam membedakan gangguan konduktif dan lesi retrokokhlear diperlukan tes audiometri khusus yang cermat dan teliti seperti audiometri tutur, recruitment, timpanometri dan refleks acoustic decay. Perubahan kecepatan stimulus Semakin kecepatan stimulus masa latensi semakin memanjang. Kenaikan latensi gelombang V berkisar antara 0,6-0,8 s dari kecepatan rendah ke kecepatan tinggi dibandingkan dengan kecepatan yang normal. Gelombang awal (I) jarang terpengaruh oleh kenaikan kecepatan stimulus dibanding dengan gelombang berikutnya (III,V) sehingga dapat mengakibatkan kenaikan IWI Amplitudo Amplitudo gelombang BERA normal berkisar antara 0,1 1,0 uV. Yang penting dinilai adalah rasio gelombang amplitudo gelombang V dan I . Amplitudo gelombang V harus lebih besar dari pada amplitudo gelombang I dengan rasio V/I > 1. Amplitudo gelombang V tetap sekalipun kecepatan pemberian stimulus bertambah, tetapi amplitudo gelombang awal berkurang sehingga mengakibatkan penurunan rasio amplitudo V/I. Morfologi Rekaman BERA yang normal harus ada : gelombang I,III dan V dengan puncak yang jelas di kedua telinga. Gelombang IV pada umumnya menyatu dengan

39

gelombang V. Pada kelainan pedengaran perifer amplitudo puncak gelombang awal sangat rendah. Interpretasi Hasil BERA Tugas utama klinikus adalah menentukan apabila hasil BERA ada penyimpangan dari nilai normal, apakah karena patologi neural, gangguan pendengaran, atau karena faktor yang nonpatologik Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan interpretasi hasil BERA : Maturitas susunan saraf pusat Neuropatia saraf pendengaran Kondisi susunan saraf pusat Kondisi pendengaran perifer Faktor nonpatologik

Tuli Konduktif Pada tuli konduktif, bentuk gelombang bertahan pada tingkat sensasi pertengahan sampai tinggi. Namun masa laten absolut seluruh gelombang akan bergeser ke kanan (masa laten memanjang). Besarnya pergeseran berbanding langsung dengan beratnya tuli konduktif. Apabila masa laten gelombang V ditetapkan sebagai fungsi tingkat sensasi rangsang dari ambang yang normal, maka untuk sejumlah intensitas, penderita tuli konduktif akan memperlihatkan fungsi intensitas masa laten yang normal, tetapi bergeser pada koordinat intensitas sesuai dengan beratnya ketulian. Tuli sensorineural Penderita tuli kokhlea akan menghasilkan gelombang BERA yang bentuknya sama dengan orang normal pada tingkat supra ambang rangsang. Masa laten absolut gelombang I dan V hampir normal. Namun lereng fungsi intensitas masa laten gelombang V lebih terjal dibandingkan dengan gelombang orang normal dan tuli konduktif. Gambaran lereng yanng terjal disebut sebagai

40

sebagai fungsi penguatan (Recruting Function) dan keadaan ini biasanya sangat jelas pada tuli kokhlea denga penurunan pada frekwensi tinggi yang khas. Apabila sensitifitas kokhlea berkurang secara tajam, masa laten gelombang V biasanya lebig panjang daripada normal pada tingkat sensasi rendah, akan tetapi hampir sama atau bahkan sama dengan keadaan normal pada tingkat sensasi tinggi. Lesi perifer N VIII Pemeriksaan BERA pada penderita dengan lesi N VIII akan memperlihatkan berbagai variasi. Puncak I mungkin terlihat tanpa diikuti puncak-puncak berikutnya yang jelas, masa laten antar puncak dari puncak I sampai V bisa memanjang, atau sama sekali tidak dijumpai puncak yang dapat diidentifikasi. Dapat dikatakan penderita dengan lesi perifer N VIII memperlihatkan BERA dengan kelainan baik pada bentuk gelombang, maupun pada masa laten absolut dan relatif Contoh gelombang BERA pada berbagai kondisi dapat dilihat pada gambar berikut

W AVES IN BERA
N orm al N orm Lat al Latency phase ency Good M orphology Conductive H earing Loss La La ncy phase W ve I te te ave a Interw fe la ensi N te Int afe lat nsi erw a Good Morphology Sensory H earing Loss La La ncy W te te ave I sdt terlam t bat t erlam ba W ve I ke a cil/ ave kecil/ Interw ve late Int ave lat ncy N erw a ency Ba M d Bad orphology Neura Loss e l ural W ve I N a ave La La ncy W ve I -III te te a La Interw ve latency te Int ave lat erw a ency Bad Morphology

Amplitude in V

Latency in m sec

Gambar 21. Gelombang BERA pd berbagai kondisi BERA pada Anak

41

Prosedur BERA pada anak atau bayi, mungkin perlu ditidurkan denganmenggunakan sedatif (chloral hydrat) guna mencegah terjadinya artefak yang berhubungan dengan gerakan, yang dapat mengganggu respon elektrofisiologi sistem auditori. Interpretasi BERA pada anak usia 18 bulan sama dengan pada orang dewasa. Namun dibawah batas usia tersebut, perbedaan kematangan neurologik menghasilkan perbedaan yang berarti pada masa laten puncak dan keadaan ini harus diperhitungkan sebelum dinyatakan sebagai suatu abnormalitas. 3.3. AUDITORY STEADY STATE RESPONSE (ASSR) Akhir-akhir ini dikembangkan tipe evoked potensial denngan menggunakan frequency modulated dan amplitude modulated berupa Steady State Response (SSRs), merupakan pengukuran ambang dengar yang frequency specific. Berbeda dengan BERA, ASSR stimulus diberikan berturut-turut dalam waktu pendek/modulasi teratur & nada yang diberikan juga terus menerus. Direkam dengan kecepatan stimulus 30-50 Hz dan respon 40 Hz, respon ASSR dianalisa berdasarkan jumlah gelombang yang terulang dalam time window tertentu (sesuai frekwensi) dan tidak menilai masa laten masing-masing gelombang. ASSR dapat memberikan informasi audiometric yang memuaskan pada anak dan dewasa. 3.4. ACOUSTIC IMMITANCE 1. Tympanometry 2. Acoustic Reflex Threshold 3. Acoustic Reflex Decay Pemeriksaan acoustic immitance dapat memberikan informasi mengenai fungsi telinga tengah. Pemeriksaan ini mudah, cepat, murah dan objektif. Prinsip Acoustic Immitance

42

Sistem telinga tengah bukan suatu transducer energi yang sempurna, dan tentunya memiliki tahanan yang dikenal dengan acoustic impedance . Aliran energi yang melalui telinga tengah adalah acoustic admittance. Acoustic immitance adalah istilah untuk menggambarkan transfer energi akustik melalui telinga tengah meskipun ada pengaruh acoustic immitance dan acoustic admittance. Pada pemeriksaan ini digunakan probe tip dengan cuff yang dimasukkan ke CAE. Pada probe tip ini terdapat beberapa saluran yang berfungsi untuk : memberikan suara (loudspeaker), sistem pemompaan udara manometer, dan sistem analisis (mirophone) Pada saat pemerikksaan dilakukan, diberikan acoustic signal pada telinga dan Sound Presure Level pada CAE diukur pada berbagai kondisi. 3.4. 1. Tympanometri Tympanometri adalah suatu alat untuk mengetahui immittance dari telinga tengah yang dipengaruhi oleh tekanan udara di CAE. Tympanometri memberikan informasi mengenai tekanan di telinga tengah, baik yang low impedance (disartikulasi tulang pendengaran) atau yang high impedance (otosclerosis, otitis media) Tympanogram menurut Liden (1969) dan Jerger (1970), terdapat 6 jenis tipe tympanogram 1. Tipe A Merupakan tipe tympanogram yang normal, dengan peak pressure pada 0 daPa 2. Tipe As Tipe ini memiliki kurva yang lebih landai dari tipe A, peak pressure normal. Merupakan indikasi adanya fiksasi osikular atau tipe tertentu dari efusi telinga tengah 3. Tipe Ad Memiliki Peak pressure normal tetapi amplitudonya tinggi, menandakan adanya anomali membran timpani atau kemungkinan disartikulasi osikular yang berhubungan dengan

43

Gambar 22. Skema Tympanometry 4. Tipe B Kurvanya flat dan merupakan indikasi adanya efusi telinga tengah, kolesteatom, serumen, perforasi membran timpani atau penempatan probe yang kurang tepat 5. Tipe C Ditandai dengan adanya peak pressure yang negatif, menandakan adanya disfungsi tuba eustachius 6. Tipe D Dilakukan dengan probe yang low frequency. Menandakan adanya anomali membrane tympani atau disartikulasi osikular

44

Tipe A

Tipe B

Tipe C

Tipe As

Tipe Ad Tipe Tympanogram Gambar 23. 6 tipe timpanogram

Tipe Ad

Tympanometri pada anak usia 6-7 bulan biasanya memiliki high false negative rate, karena itu harus digabungkan dengan gambaran klinik secara umum

Tabel 4. Perbedaan nilai tympanometry pada anak dan dewasa

45

Teknik pemeriksaan 1. Sebelum dilakukan tympanometri, lakukan pemeriksaan telinga dulu dengan otoskop. Jangan dilakukan pada keadaan infeksi telinga tengah atau telinga luar, post trauma, post operasi , kecuali bila ada permintaan khusus 2. Pilihlah ukuran probe yang ssuai dan masukan ke dalam CAE dengan benarsehingga terjadi penutupan sempurna (air tight seal) 3. Set alat pada tulisan TYMP 4. Baca volume CAE pada penunjuk compliance dan pasang jarum pada tekanan udara + 200 da Pa pada tombol pengatur, kemudian setelah yakin tidak ada kebocoran, putar ke tanda automatic 5. Lakukan pada telinga sebelahnya 6. Hasil pemeriksaan dicetak Interpretasi Hasil Tympanometri Bila dari hasil timpanogram diperoleh : tekanan negatif > 50 daPa abnormal untuk orang dewasa tekanan negatif > 150 daPa abnormal untuk anak

Dilihat pula tipe timpanogramnya untuk melihat kemungkinan kelainan yang terjadi. 3.4.2 Acoustic Reflex Prinsip pemeriksaaan Otot stapedius akan berkontraksi bila distimulasi dengan suara keras. Kontraksi dari otot stapedius ini akan mengubah aksis dari rotasi stapes footplate, dan mengurangi transfer energi akustik ke telinga tengah. Perubahan konduktifitas ini dapat diukur dengan acoustic imittance Selama stimulasi akustik yang kuat, impuls saraf dari cochlea berjalan di N VIII, menuju nukleus kokhlearis ventral ipsilateral, dan melalui badan trapezoid ke pusat motorik N Facialis, kemudian impuls tersebut turun ke N VII ke m stapedius ipsilateral. Beberapa serabut saraf juga disalurkan dari badan trapezoid ke compleks oliva superior dan dilanjutkan ke nukleus motorik N VII yaitu 3-4 neuron.

46

Lengkung reflex kontralateral selalu terdiri dari 4 neuron. Dari N VIII dan nukleus cockhlearis ventral impuls berjalan melaui trapezoid ke arah oliva medial superior dan melewati nukleus motoris N VII kontralateral ke arah m.stapedius Terjadinya refleks akustik tergantung kepada fungsi-fungsi normal dari seluruh lengkung refleks yang terdiri atas : 1. Kokhlea 2. N VIII 3. Batang otak 4. N VII 5. M.stapedius

Gambar 24. Diagram jaras acoustic reflex ipsilateral & kontralateral

47

Tabel 5 Beberapa kondisi penyebab perubahan refleks akustik

Gambar 25. Diagram ilustrasi pemeriksaan refleks akustik

48

Penjelasan gambar : Gambar A (kiri atas) Refleks menghilang pada saat probe dipakai di telinga kiri. CHL telinga kiri atau gangguan NVII kiri Gambar B (kanan atas) Refleks menghilang saat telinga kiri diberikan stimulasi. Lesi kokhlear atau retrokokhlear telinga kiri Gambar C (kiri bawah) Refleks menghilang bilateral. Brainstem disorder Gambar D (kanan bawah) Refleks menghilang saat telinga kanan diberikan stimulasi Brainstem lesion Interpretasi Acoustic Reflex Gangguan Dengar Konduktif Tidak ada refleks yang tercatat apabila probe berhubungan dengan telinga yang mengalami gangguan di bagian tengah, meskipun sangat ringan, sebaliknya jka terdapat suatu refleks berarti bagian tersebut normal (ipsilateral) Jika probe dipasang di teling yang baik dan earphone pada telinga dengan gangguan konduktif, dapat timbul refleks kontralateral selama air bone gap tidak lebih dari 30 dB, di atas level ini nada tidak akan cukup kuat untuk menimbulkan refleks. Jika terdapat suara menstimulasi telinga normal melalui headphone , kemungkinan terdapatnya refleks kontralateral terhadap telinga yang dipengaruhi sangat kecil, bahkan meskipun hanya terdapat air bone gap sebesar 10 dB Kehilangan pendengaran di atas 30 dB merupakan satu-satunya jenis gangguan unilateral, yang tidak menimbulkan refleks kontralateral pada kedua telinga. Refleks

49

ipsilateral akan hilang pada bagian yang dipengaruhi dan tetap ada pada bagian yang normal. Otosklerosis ( atau berbagai penyebab kekakuan di telinga tengah) merupakan satusatunya jenis gangguan dengan konduktif yang hasil timpanometrinya normal dan refleks menghilang.

Gangguan Dengar Sensorineural Patologi Kokhlea Jika refleks akustik timbul pada perangsangan 60 dB atau kurang di atas ambang nada murni, maka ada indikasi yang kuat terhadap adanya kelainan kokhlea. Semakin besar perbedaan antara ambang nada murni (pure tone) dan ambang refleks (reflex threshold) terutama 500 Hz, 1000Hz dan 20000Hz (refleks akustik tidak dapat diandalkan pada 4000 Hz) Patologi retrokokhlear Hilangnya refleks pada 500, 1000 dan 2000 Hz pada pendengaran normal atau hampir normal harus dipertimbangkan sebagai kecurigaan terhadap tumor akustik, sampai terbukti sebaliknya. Apabila timbul refleks, maka kita harus melakukan tes peluruhan refleks (Refleks decay test). Test dilakukan pada 10 dB di atas ambang refleks selama 10 detik pada 500 dan 1000 Hz. 3.4.3 Acoustic Reflex Threshold Ambang akustik refleks biasanya berkisar 70-100 dB, tetapi bervariasi menurut frekwensi, waktu dan nada Ambang refleks harus diukur keduanya, baik ipsilateral maupun kontralateral pada 1000 Hz dan frekwensi lainnya jika diperlukan. Penurunan refleks diukur selama 10 detik, 10 dB di atas ambang pada 500 Hz dan 1000 Hz

50

3.4.4 Refleks Decay Cara Pemeriksaan Ambang refleks pada 500 dan 1000 Hz direkam lau dibuat nada pada 10 dB diatas ambang selama 10 detik. Kehilangan 50 % selama 5 detik dianggap abnormal Interpretasi Kehilangan 50 % selama 5 detik menunjukkan adanya kelainan retrokokhlea 3.4.5 Tes Fungsi Tuba Tes ini dilakukan untuk memperkirakan outcome apabila dilakukan timpanoplasti pada seorang pasien. Cara dan prinsip pemeriksaan : Probe tip dipasang pada CAE dan diberi tekanan positif secra berangsur. Pada tekan 200-300 mmH2O akan terjadi penurunan mendadak kembali ke 0 mmH2O yang terjadi karena ada peneyimbangan tekan ke ronnga hidung melaui tuba eustachius Untuk melihat fungsi pembukaan aktif tua eustachius, tekanan diturunkan sampai -200 mmH2O dan penderita melakukan : menelan, manuver Toynbee (menelan dengan penutupan lubang hidung) dan manuver Valsava ( ekspirasi maksimal dengan hidung dan mulut tertutup) disebut juga SSTV Test (Springing Swallow Toynbee Valsava Test) Hasil Normal Springing tuba terjadi pada < +300 mmH2O Perubahan tekanan dari -200 mmH2O kembali ke 0 mmH2O dengan 3 kali test Toynbee serta satu kali test valsava

51

BAB IV JENIS GANGGUAN DENGAR DAN HASIL PEMERIKSAAN PENDENGARAN Pemeriksaan audimetri dilandasi oleh serangkaian pemeriksaan : anamnesa (riwayat kelahiran, perkembangan, pendidikan), pemeriksaan fisik, pemeriksaan otologis, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, dsb. Informasi yang didapat sebelum melakukan pemeriksaan audiologi, memberikan suatu pola pikir agar dapat melakukan pemeriksaan secara cerdik dan waktu yang singkat. 4.1 GANGGUAN DENGAR KONDUKTIF Ada beberapa karakteristik yang ditemukan pada tuli konduktif, yang paling utama adalah pasien dapat mendengar lebih baik dengan hantaran tulang dibandingkan dengan hantaran udara, dan biasanya hantaran tulang mendekati normal. Pada tuli konduktif murni hantaran tulang normal atau mendekati normal karena tidak ada kerusakan di telinga dalam atau jaras pendengaran. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa didapatkan beberapa karakteristik dari tuli konduktif, yaitu : 1. anamnesis menunjukkan adanya riwayat keluar cairan dari telinga, atau pernah mengalami infeksi telinga, bisa disertai dengan gangguan pendengaran, atau tuli mendadak sesaat setelah mencoba membersihkan telinga dengan jari. 2. Tinitus, digambarkan sebagai dengungan nada rendah 3. Apabila tuli bilateral, penderita biasanya berbicara dengan suara pelan, terutama pada tuli yang disebabkan oleh otosklerosis. 4. Mendengar lebih baik pada tempat yang ramai ( paracusis of willis). 5. Pada saat mengunyah, pendengaran menjadi lebih terganggu. 6. Treshold hantaran tulang normal atau mendekati normal 7. Ditemukan Air bone gap (ABG)

52

8. Pada pemeriksaan otologis ditemukan adanya kelainan di canalis acusticus externus, gendang telinga, atau telinga tengah. Kadang ditemukan gambaran gelembung dan fluid level di belakang gendang telinga. 9. Tidak ada kesulitan dalam komunikasi terutama bila suara cukup keras. 10. Tuli konduktif murni, maksimum sampai 70 dB Apabila pada pemeriksaan aodiologis ditemukan adanya tuli konduktif, dan di temukan obstruksi pada CAE, kemungkinan penyebab hal itu adalah : Aplasia congenital, tidak terbentuknya CAE pada saat lahir, akibat defek pada pertumbuhan janin Traecher collins syndrome, tidak terbentuk daun telinga, CAE, gendang telinga, dan tulang2 pendengaran Stenosis CAE Exostosis CAE, adanya penonjolan tulang yang menimbulkan obstruksi CAE Serumen Karsinoma CAE Kolaps CAE saat pemeriksaan audiometri

Apabila tidak ditemukan adanya obstruksi dari CAE, dan masih di temukan adanya penurunan hantaran udara, segera di curigai keadaan dibawah ini : Infeksi : otitis eksterna, OMA, OMSK, perforasi membran tympani, tympanosclerosis, otosklerosis Trauma : Hemotympanum Tumor di nasofaring alergi

Dari semua penyebab tuli konduktif, sebagian besar memiliki prognosis yang baik. Cukup dengan pemberian medikamentosa dan tindakan pembedahan apabila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut bisa diperbaiki. Hasil pemeriksaan pada tuli konduktif dapat ditemukan : Audiometri : BC normal, AC menurun ATAU

53

GANGGUAN DENGAR CAMPURAN Audiometri : terdapat gap antara AC & BC > 10 dB, AC & BC menurun Tympanometer untuk memastikan ada tidaknya patologi telinga tengah. Refleks-refleks akan menghilang apabila komponen konduktif lebih besar dari 10-15 dB Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen sensorineural. 4.2. GANGGUAN DENGAR SENSORINEURAL Tuli sensorineural menjadi masalah yang cukup menyulitkan bagi para dokter. Berjuta-juta pekerja industri dan usia tua menderita jenis gangguan dengar ini. Secara umum tuli ini bersifat irreversibel dan sangat menganggu komunikasi seharihari. Kerusakan jaras pendengaran dapat terjadi, baik di telinga dalam (sensory loss) ataupun di syaraf pendengaran (neural loss) . Ditekankan bahwa kerusakan biasanya terjadi pada keduanya ( sesuai namanya sensorineural). Tetapi ada juga yang membuat diagnosis lebih spesifik tipe sensori atau tipe neural, tergantung dimana ditemukan kerusakannya. Ciri-ciri utama dari tuli sensori, kerusakan pada telinga tengah terutama pada cairan labyrin dan sel rambut: adanya riwayat serangan vertigo yang berulang dengan rasa penuh ditelinga, bunyi tinitus seperti suara ombak, dan intermitten hearing loss . Sangat mungkin hal ini disebabkan oleh beberapa macam syndrom yang di sebut : menierre disease, hipertensi kokhlear, atau hydrops labyrynth. Pada menierre disease biasanya tuli unilateral Pemeriksaan otologis biasanya normal Penurunan hantaran tulang dan udara, tanpa ada ABG Apabila terdapat tuli sedang atau tuli pada frekwensi percakapan, kemampuan berbicara menjadi sangat berkurang, terutama suara yang keras

54

Ditemukan recruitment Normal tone decay dan stapedius reflex decay, bakesy audiometri type II Dengan pengecualian, tes garpu tala lateralisasi ke telinga yang lebih sehat

Ciri-ciri tuli neural, disebabkan oleh kerusakan serabut syaraf pendengaran : riwayatnya bermacam-macam, ketulian bisa mendadak terjadi unilateral oleh karena fraktur yang melibatkan meatus auditori interna, atau bisa juga bertahap dan bilateral karena tuli progresive herediter. Usia pasien tidak begitu membantu menegakkan diagnosis karena kelainan ini bisa terjadi pada usia kapan saja. Klasifikasi Tuli sensorineural Penyebab Tuli sensorineural dengan onset gradual : presbikusis occupasional hearing loss otosklerosis dan OMSK aspek sensorineural pagets dan Van der Hoeves disease aspek sensorineural pengaruh dari penguatan alat bantu dengar neritis syaraf auditori dan penyakit systemik (DM) Hantaran tulang dan udara menurun, tanpa ABG Tidak ditemukan rekruitment, bila ada biasanya minimal. Bakesy audiometri type III atau IV

Penyebab Sudden bilateral sensoryneural hearing loss: Infeksi : meningitis Tuli fungsional Obat-obatan ototoksik Multiple sklerosis Syphillis Penyakit otoimun

55

Penyebab Sudden unilateral sensoryneural hearing loss: Mumps Trauma kepala dan taruma akustik Infeksi virus Ruptur membran foramen rotundum atau membran telinga tengah Kelainan pembuluh darah Komplikasi setelah tindakan pembedahan telinga Fistula di foramen ovale Komplikasi tindakan anestesi Syphillis

Penyebab Congenital sensoryneural hearing loss: Herediter Kern ikterus Anoksia Virus Penyebab lain yang tidak diketahui Walaupun sangat sulit dalam menentukan penyebab spesifik dari tuli sensori neural, klasifikasi diatas memberikan informasi yang sangat penting dalam menentukan tindakan yang akan kita pilih. Klasifikasi diatas juga bisa untuk menentukan prognosis dari kelainan tersebut Jadi hasil pemeriksaan pada tuli sensorineural dapat ditemukan : - Audiometri : AC dan BC menurun - Tympanogram : normal - Refleks stapedial atau refleks akustik adalah tes yang penting. Hilangnya refleks ini, sementara timpanometri dan ambang dengar dalam batas normal merupakan indikasi dari :

56

Kelainan N VIII , bila menghilang di sisi ipsilateral Lesi di batang otak, bila menghilang pada sisi kontralateral

- Refleks Decay (peluruhan refleks) 50 % atau lebih dalam 5 detik menunjukkan adanya patologi retrokokhlear - Refleks threshold (ambang refleks) kurang dari 70 dB, lebih buruk daripada ambang nada murni menandakan adanya recruitment yaitu kelainan pada kokhlea - Recruitment Apabila tidak ada refleks, recruitment dapat diperiksa dengan ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance) atau SISI (Short Increment Sensitivity Indeks) ABLB dan SISI : recruitment (+) kelainan pada kokhlea - Abnormal Adaptation atau Tone Decay (peluruhan nada) Bila lebih besar dari 20 dB dalam 60 detik, merupakan ciri khas dari patologi retrokokhlea. - Refleks Decay sebenarnya lebih dapat dipercaya dibandingkan Tone Decay. Tone Decay digunakan bila refleks-refleks menghilang - Speech Discrimination Test Gangguan dengar konduktif : hasil tes baik Lesi kokhlear : distorsi pendengaran dan diskriminasi kata buruk Lesi retrokokhlear : skor sangat buruk walau ambang pendengaran normal dan rollover, skor bertambah buruk apabila intensitas dinaikkan. - BERA Dilakukan apabila pemeriksaan biasa tidak dapat dipercaya atau tidak mungkin dilaksanakan, seperti pada tuna grahita berat atau kasus pura-pura tuli (malingering)

Recruitment Tuli konduktif Negatif

Speech Discrimination Baik

Tone decay Negatif

57

Kelainan kokhlear Kelainan retrokokhlear

Positif Negatif

Buruk Sangat buruk

Negatif <20dB dalam 60 detik > 20 dB dalam 60 detik

Tabel 6. Hasil beberapa pemeriksaan pada tuli konduktif dan sensorineural 4.3 TULI CAMPUR ( KONDUKTIF DAN SENSORINEURAL) Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen sensorineural. 4.4 CENTRAL AUDITORY PROCESSING DISORDER Definisi Suatu kelainan yang ditandai dengan adanya defisit dalam memproses informasi yang berhubungan dengan modalitas pendengaran (Jerger & Musiek,2000) Central Auditory Processing (CAP) adalah suatu system yang aktif, kompleks yang dilakukan susunan saraf pusat terhadap input auditori. Sistem ini melibatkan sinyal auditori, telinga luar samapi kokhlea, N VIII dan susunan saraf pusat. Menurut ASHA Task Force on Central Auditory Processing Consensus Development, 1996, Central auditory process adalah suatu fungsi dan mekanisme sistem auditori yang bertanggung jawab terhadap behavioral phenomena : Sound localization and lateralization Auditory discrimination Auditory pattern recognition Temporal aspects of audition, including 1. Temporal resolution 2. Temporal masking 3. Temporal integration 4. Temporal ordering

58

Auditory performance decrements with competing acoustic signals Auditory performance decrements with degraded acoustic signals

Gejala CAPD, diantaranya : salah pengertian atau salah interpretasi sulit berkonsentrasi sulit membedakan kata sulit mengeja gangguan berbahasa, baik reseptif meupun ekspresif reduksi auditory memory

Pasien dengan CAPD sering gejalanya overlapping dengan gangguan dengar perifer, karena itu kita harus menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan dengar perifer dengan melakukan refleks,BERA Ada banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan pada CAPD, dan dikelompokkan ke dalan 6 jenis pemeriksaan Berikut ke 6 kelompok pemeriksaan beserta contoh pemeriksaan yang dapat dilakukan: 1. Span of apprehension (jumlah unit yang tersimpan dalam short term working memory) Dilakukan Test of Auditory-Perceptual Skills Auditory Numbers Forward (TAPS-ANF) Dapat dilakukan pada anak 4-12 tahun, dengan menggunakan headphone di ruang sunyi, anak disuruh mengulang angka atau kata-kata 2. Decoding (kemampuan untuk memproses informasi secara cepat dan akurat baik lexical (perbedaharaan kata) maupun phonologic (speech sound) Dilakukan Staggered Spondaic Word Test (SSW) Dapat dilakukan pada usia 5-69 tahun, menggunakan dengan menggunakan kata-kata dimana suku kata kedua dari kata pertama, menjadi suku kata pertama kata berikutnya Contoh : bahu hujan - jantung permeriksaan audiometric, speech audiometry, akustik

59

3. Short term memory retention Dilakukan Auditory Numbers Reversed, pasien disuruh mengulang angkaangka dengan susunan terbalik 4. Auditory-linguistic integration Dilakukan Competing Words (CW), pasien disuruh mengulang kata yang didengar pada sebelah telinga, dan berikutnya di lakukan pada telinga sebelahnya 5. Sequencing Dilakukan Pitch Pattern Sequence Test (PPS) , menggunakan kata-kata dengan tone berbeda (high versus low) 6. Attention Dilakukan Selective Auditory Attention, pada telinga didengarkan kata-kata dengan latar belakang suara berupa cerita. Pada pasien dengan CAPD akan mengalami kesulitan untuk menjalani tes ini. 4.5 AUDITORY NEUROPATHY Kriteria Diagnostik 1. Terbukti adanya fungsi auditori (pendengaran) terganggu 2. Terbukti adanya fungsi saraf auditori terganggu 3. Terbukti fungsi sel rambut normal Faktor resiko yang menyebabkan auditory neuropathy : Anoksia Hiperbilirubinemia Proses infeksi (mis. Mumps) Kelainan imunologi (mis. Guillain Barre syndrome) Genetik dan beberapa sindroma : 1. Hereditary sensory motor neuropathy 2. Mitochondrial enzymatic deficit 3. Olivo-pontine- cerebellar degeneration 4. Freidrichss ataxia 5. Steven Johnson syndrome

60

6. Ehlers-Danlos syndrome 7. Charcot-Marie-Tooth syndrome Hal tersebut di atas dapat menyebabkan auditory neuropathy yang permanent, sedangkan yang transient bisa disebabkan anoksia dan hiperbilirubinemia, yang intermitten bisa disebabkan oleh anoksia Hasil Pemeriksaan pada Auditory Neuropathy Audiometri OAE BERA : SNHL derajat sedang-berat sampai normal-ringan : normal : Menurut penelitian Vyonne Sinninger,dkk absent (70%) abnormal (6 % ) wave V only (19%) Refleks akustik : negatif (93,5%) Speech Perception Test : buruk Timpanogram : normal

61

Gambar 26. BERA pada pasien normal (atas) & auditory neuropathy (bawah)

Hasil pemeriksaan pendengaran pada beberapa jenis gangguan dengar, tercantum pada tabel di bawah ini :

62

Pemeriksaan Pure Tone Audiometri OAE BERA Tympanometri Acoustic Reflex Recruitment Speech

CHL BC>AC

Tuli Cochlear BC=AC menurun

T.RetroCoclear BC=AC menurun Abnormal Abnormal Normal Negatif Negatif Sangat

CAPD Normal

A.N ~SNHL ringan berat Normal No respon Normal Negatif

Abnormal Abnormal Reduced compliance Negatif

Abnormal Abnormal Normal Positif Positif Buruk

Normal No respon Normal Positif

baik

Buruk

Buruk

Discrimination Buruk Tone Decay negatif positif Tabel 7. Hasil pemeriksaan beberapa jenis gangguan dengar

BAB V ALGORITMA PENATALAKSANAAN GANGGUAN DENGAR Pasien dengan gangguan dengar, biasanya datang dengan keluhan utama hearing loss/ketulian atau tinitus. Hearing loss/ketulian dapat dikelompokkan

63

menjadi tuli konduktif, tuli saraf maupun campuran, dengan etilologi yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Tinitus merupakan gejala didefinisikan sebagai suara abnormal seperti berdenging (ringing, buzzing, clicking, roaring) yang didengar penderita. Tinitus yang nonpulsatile biasanya disebabkan oleh kelainan di cochlea. Tinitus yang pulsatile disebabkan neoplasma (mis. Glomus tumor), vascular anomaly, disfungsi muskular. Klasifikasi etiologi dari tinitus adalah : Vaskular (arteri/vena) Muscular (palatal myoclonus, tensor tympani/stapedial myoclonus) Lesi N VIII Cochlear disorders (Menieres diss, Presbikusis, SSNHL, Noise Induced Hearing Loss) Obat ototoksik (quinine, aminoglikosida, aspirin) Patologi telinga tengah (efusi, otosklerosis) Miscellanous (serumen, benda asing)

Tinitus merupakan gejala yang sulit diterapi; selain dengan mengobati etiologinya (bila memungkinkan) dapat pula digunakan tinnitus instrument, yaitu kombinasi hearing aid dan masking pada satu alat. Untuk memudahkan penatalaksanaan gangguan dengar berupa ketulian dan tinitus, berikut terlampir alur penatalaksanaan : 1. Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada anak 2. Penatalaksanaan gangguan dengar pada dewasa 3. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli konduktif 4. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli campur 5. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli saraf 6. Gangguan pendengaran sentral 7. Gangguan pendengaran nonorganik/fungsional/malingering 8. Panduan penatalaksanaan tinitus 9. Tinitus dengan hasil audiogram tuli konduktif dan tuli saraf

64

10. Tinitus dengan audiogram normal

Alur penatalaksanaan 1. Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada anak

65

Alur penatalaksanaan 2. Penatalaksanaan gangguan dengar pada dewasa

66

Alur penatalaksanaan 3. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli konduktif

67

Alur penatalaksanaan 4. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli campur

68

Alur penatalaksanaan 5. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli saraf

69

Alur penatalaksanaan 6. Gangguan pendengaran sentral

70

Alur penatalaksanaan 7. Gangguan pendengaran nonorganik/fungsional/malingering

71

Alur penatalaksanaan 8. Panduan penatalaksanaan tinitus

72

Alur penatalaksaan 9. Tinitus dengan hasil audiogram tuli konduktif dan tuli saraf

73

Alur penatalaksanaan 10. Tinitus dengan hasil audiogram normal

BAB VI PENATALAKSANAAN GANGGUAN DENGAR

74

Sesuai tipe dan derajat gangguan dengar, penatalaksanaan gangguan dengar adalah penggunaan : 1. Hearing Aid 2. Assistive device (FM system) 3. Cochlear implant 4. Terapi bicara & mendengar (pada anak)

Gambar 27. Hearing aid

Gambar 28. Cochlear implant

DAFTAR PUSTAKA

75

1. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive Otology. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000;559-570. 2. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of Clinical Audiology. Fifth edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205- 232. 3. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715 4. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology. Eight edition. Mc Graw Hill Companies. United States. 2003;24-64 5. Sininger, Yvonne. Auditory Neuropathy A New Perspective on Hearing Disorders. Singular Thomson Learning. Canada. 2001;1-50 6. Lassman,FM. 46 66 7. Hendarmin,H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke 5. FKUI. Jakarta. 2001; 28-30 8. Skurr,B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan Kuliah. Pada Kursus Audiologi Praktis. Bandung. 13-14 Mei 1991; 12-63 Audiology. Adam GL. BOIES Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1989;

DAFTAR TABEL Halaman

76

Tabel 1

Hasil Tes Rinne 6 10

Tabel 2Hasil Tes Schwabach Tabel 3Rangkuman Beberapa Hasil tes Garpu Tala Tabel 4Perbedaan Timpanometri Pada Anak dan Dewasa Tabel 5Beberapa Kondisi Penyebab Perubahan Refleks Akustik Tabel 6Hasil Beberapa Pemeriksaan Pada Tuli Konduktif dan Sensorineural Tabel 7Hasil Pemeriksaan Beberapa Jenis Gangguan Dengar

45 48 58 63

DAFTAR GAMBAR Halaman

77

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27

Garpu Tala Untuk Tes Audiometri Tes Rinne Tes Weber Tes Bing Tes Lewis Audiogram Normal Audiogram Tuli Konduktif Audiogram Tuli Sensorineural Audiogram Tuli Campur Audiogram Presbicusis Grafik ABLB Perbandingan Intensitas dgn Speech Discr.Score Grafik Audiometri Bekessy Behavioral Observational Audiometry Visual Reinforcement Audiometry Play Audiometry Diagram Pemeriksaan Audiometri Pada Anak Sesuai Usia Skema Alat OAE Skema jenis OAE Masa Laten Antar Gelombang Normal Gelombang BERA pada Berbagai Kondisi Skema Tympanometry 6 Tipe Timpanogram Diagram Jaras Acoustic Reflex Ipsilateral dan Kontralateral Diagram Ilustrasi Pemeriksaan Refleks Akustik BERA pada Pasien Normal Dan Auditory Neuropathy Hearing Aid

3 4 5 8 10 14 15 16 16 17 18 21 22 23 24 25 26 28 29 37 41 44 45 47 48 62 75

78

Gambar 28

Cochlear Implant

75

Terdapat beberapa istilah yang sering ditemukan seperti berikut: Nada murni (pure tone)

79

Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising Merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari (narrow band), spektrum terbatas dan (white noise) spektrum luas. Frekuensi Ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hertz. Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20 Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas 18.000 Hertz disebut suprasonik (ultra sonik). Intesitas bunyi Dinyatakan dalam dB (decibell). Dikenal : dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam). Contoh : pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai dB yang sama intensitas dalam HL/SL lebih besar daripada SPL. Intensitas audiometer berkisar antara -I0dB hingga 110 dB. Jika seorang pasien memerlukan intensitas sebesar 45 dB di atas intensitas normal untuk menangkap bunyi tertentu, maka tingkat ambang pendengarannya adalah 45 dB, jika kepekaan pasien lebih dekat ke normal dan hanya memerlukan peningkatan sebesar 20 dB di atas normal, maka ambang tingkat pendengarannya adalah 20 dB. Jika pendengaran pasien 10 dB lebih peka dari pendengaran rata-rata, maka tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam dalam negatif atau I0dB.

80

Nilai nol audiometrik (audiometric zero) Dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Telinga manusia paling sensitif terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang besar nilai nol audiometriknya kira-kira 0,0002 dyne/cm2. Jadi pada frekuensi 2000 Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm 2 . Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu Standar ISO dan ASA. ISO = International Standard Organization dan ASA = American Standard Association. 0 dB ISO = 10 dB ASA atau 10 dB ISO = 0 dB ASA Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan tinier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan. Contoh 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari pada 10 dB. tetapi : 20/10 = 2, jadi 10 kuadrat 100 kali lebih keras. Notasi pada Audiogram Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa : 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan dipakai warna merah. Ambang Dengar lalah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengan ini dihubunghubungkan dengan garis, baik AC ma BERA pada Periode Neonatus (0-2 bulan ) Respon pokok terhadap suara yang bisa diamati, pada bayi sampai usia 2 bulan pada dasarnya adalah respons perilaku ya atau tidak. Keadaan ini meliputi

81

refleks terkejut, refleks auropalpebral (APR) dan respons menangis, atau kadangkadang penghentian aktivitas karena adanya suara keras mendadak yang berasal dari ketukan benda. Nada murni antara 500-4000 Hz yang dihantarkan melalui pengeras suara denga intensitas 85-95 dB di atas ambang normal dapat menimbulkan APR pada bayi sampai umur 2 minggu. Namun nada murni atau stimulus terkendali lainnya diberikan dengan kekuatan sekitar tingkat ambang dengar tidak akan menimbulkan respons perilaku pada kelompok ini. BERA pada Bayi (2-12 bulan) Mendekati akhir periode neonatal, kematangan neurologis dicerminkan oleh perubahan respon perilaku. Suara intensitas tinggi yang samapi saat ini mencetuskan refleks terkejut dan APR kelihatannya berkurang, walaupun respons masih ada. Pada usia 16 minggu, suara berintensitas tinggi menimbulkan respons mata-telinga (auditoryoculogyric response = AOR) yaitu mata bergerak di bidang horizontal dan mungkin seluruh kepala turut berpaling. Respons terhadap intensitas suara rendah dalam bentuk mencari sumber bunyi mulai jelas pada usia 24 minggu pada bayi normal. Respons mencari sumber bunyi ini menjadi tanda diagnostik penting pada bayi. Rangsang tutur, bunyi berspektrum luas dan suara lingkungan yang dikenal diperdengarkan lewat pengeras suara dengan intensitas dalam batas 20 dB dari normal, akan selalu mendapat respons dari anak apabila ia tidak dapat m,enetukan dengan tepat sumber suara berintensitas ringan sampai sedang, ketika berusia 8 bulan. Hal ini sangat berarti dalam diagnostik. Namun kegagalan ini juga dapat disebabkan oleh faktor lain disamping ketulian. Misalnya anak dengan retardasi mental yang berhubungan dengan kelainan susunan saraf pusat yang sering tidak dapat menentukan sumber suara pada usia 8 bulan. BERA pada Balita (1-5 tahun) Rerata anak berusia setahun akan mengerti simbol auditori. Anak dapat mengenali orang tuanya, dan mendekati usia 15 bulan anak mulai mengenali

82

upun BC, maka akan didapatkan audiogram

PEMERIKSAAN
83

GANGGUAN PENDENGARAN

REFERAT AUDIOLOGI

Disusun oleh :

TANTRI KURNIAWATI KUSWANDI

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2007
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i

84

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ALUR PENATALAKSANAAN BAB I BAB II PENDAHULUAN PEMERIKSAAN PENDENGARAN SUBJEKTIF 2.1 Tes Klinis Sederhana 2.2 Audiometri Nada Murni 2.3 Audiometri Khusus 2.4 Pemeriksaan Pada Anak BAB III PEMERIKSAAN PENDENGARAN OBJEKTIF 3.1 Otoacustic Emission 3.2 Brain Evoked Respon Audiometry 3.3 Auditory Steady State Response 3.4 Acoustic Imittance 3.4.1 Tympanometri 3.4.2 Acoustic Reflex 3.4.3 Acoustic Reflex Threshold 3.4.4 Reflex Decay 3.4.5 Tes Fungsi Tuba BAB IV JENIS GANGGUAN DENGAR DAN HASIL PEMERIKSAAN PENDENGARAN 4.1 Gangguan Dengar Konduktif 4.2 Gangguan Dengar Sensorineural 4.3 Gangguan Dengar Campuran 4.4 Central Auditory Procesing Disorder 4.5 Auditory Neuropathy BAB VALGORITMA PENATALAKSANAAN GANGGUAN DENGAR BAB VI. PENATALAKSANAAN GANGGUAN DENGAR

ii iii iv 1 2 2 12 17 22 27 33 42 42 43 46 50 51 51 52 52 54 58 58 60

64 75

85

DAFTAR PUSTAKA

76

DAFTAR ALUR PENATALAKSANAAN Halaman

86

1. Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada anak 2. Penatalaksanaan gangguan dengar pada dewasa 3. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli konduktif 4. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli campur 5. Gangguan pendengaran dengan hasil audiogram tuli saraf 6. Gangguan pendengaran sentral 7. Gangguan pendengaran nonorganik/fungsional/malingering 8. Panduan penatalaksanaan tinitus 9. Tinitus dengan hasil audiogram tuli konduktif dan tuli saraf 10. Tinitus dengan audiogram normal

65 66 67 68 69 70 71 72 73 74

87

Vous aimerez peut-être aussi