Vous êtes sur la page 1sur 9

Promotif, Vol.2 No.

2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

STUDI LONGITUDINAL PEMBERIAN TABURIA ZAT GIZI MIKRO TERHADAP TUMBUH KEMBANG ANAK BADUTA USIA 12 24 BULAN DI KABUPATEN BANGGAI Dwi Erma Kusumawati Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Unismuh Palu ABSTRAK Masih tingginya prevalensi balita kurang gizi diakibatkan rendahnya pemberian ASI dan kualitas MP-ASI yang kurang memadai memerlukan upaya penaggulangan salah satunya dengan fortifikasi zat gizi mikro agar MP-ASI lebih berkualitas. Taburia adalah multivitamin-mineral yang mengandung 14 macam vitamin dan mineral yang berbentuk bubuk. Tujuan penelitian ini menilai pengaruh pemberian taburin zat gizi mikro terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi 12-24 bulan yang telah diberikan taburia. Jenis rancangan yang digunakan adalah desain kohort retrospektif. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rerata peningkatan nilai z-score BB/U kelompok intervensi (laki-laki -0,130,30; perempuan -0,040,22) lebih tinggi dibanding kontrol (laki-laki -0,090,33; perempuan -0,070,20), sedangkan rerata peningkatan nilai z-score PB/U kelompok intervensi (laki-laki -0,200,44; perempuan -0,010,68) lebih rendah dibanding kelompok kontrol (laki-laki -0,100,72; perempuan -0,090,58), dan rerata peningkatan nilai z-score BB/PB kelompok intervensi (laki-laki -0,070,46; perempuan -0,070,53) lebih rendah dibanding kelompok kontrol (laki-laki -0,090,73; perempuan -0,040,45). Untuk perkembangan motorik lebih baik pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol dengan nilai p value = 0,000. Kesimpulannya, laju pertumbuhan dan perkembangan motorik berdampak nyata pada kelompok anak yang mendapatkan riwayat pemberian taburia. Disarankan pemberian taburia lebih efektif jika lebih dari 90 hari. Kata Kunci Daftar Pustaka : taburia, pertumbuhan, perkembangan, bayi 12-24 bulan : 26 (1989-2008) dkk (1998) menunjukkan bahwa secara kualitas, MP-ASI yang dikonsumsi oleh anak mengandung rendah gizi mikro utamanya vitamin D, thiamin, riboflavin, niacin, dan beberapa mineral penting seperti seng, besi, magnesium, dan kalsium. Oleh karena masih rendahnya penggunaan ASI dan kualitas MP-ASI, maka berdasarkan data WHO tahun 2002 diperkirakan 27% atau 168 juta anak balita di dunia menderita kurang gizi (underweight). Selanjutnya menurut Soeparmanto (2007) dari hasil Susenas 2005 ditemukan 36,8% balita mengalami kekurangan gizi (underweight), 84

PENDAHULUAN Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Hasil studi Sherry et al, (2001) menunjukkan bahwa umumnya makanan pendamping ASI tidak memenuhi kebutuhan zat gizi seperti yang direkomendasikan untuk pertumbuhan anak. Ini tidak hanya terjadi di Negara berkembang tetapi juga di Negara maju. Hasil penelitian Thaha,

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

sedangkan di Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2005 mencapai 31,4%. Angka ini menurut WHO (1999) tergolong sangat tinggi (>29%). Indikator lain kekurangan gizi adalah pendek menurut umur (stunting). Menurut WHO (1998) sebanyak 40% anak balita di dunia ini menderita stunting, sedangkan di Indonesia diperkirakan sebesar 4050%. Untuk menangani masalah gizi ini salah satu upaya yang dilaksanakan adalah dengan fortifikasi sprinkle taburin yang berbentuk bubuk. Keuntungannya disamping harganya murah, mudah dalam operasionalnya, dan hampir mencukupi kebutuhan zat gizi mikro anak dalam sehari karena mengandung 15 macam vitamin dan mineral. Taburin memberi dampak terhadap peningkatan laju pertumbuhan sebesar 1,7 kali pada indikator z-score BB/U, dan 4,6 kali pada indikator z-score BB/TB, dan taburin memberi dampak nyata terhadap perkembangan motorik bayi (Zescamelya uno, 2008) BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banggai. Sampel berupa sampel baduta yang telah diintervensi pada penelitian sebelumnya yang sekarang rentang usianya adalah 12-24 bulan dari wilayah Puskesmas Kintom dan Kampung Baru. Desain dan Variabel Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian Kohort (studi longitudinal ) dengan pendekatan mengikuti dan memantau pertumbuhan dan perkembangan baduta yang telah diintervensi sebelumnya selama 90 hari saat baduta berusia 6-12 bulan. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baduta usia 12-24 bulan yang ada di lokasi penelitian pada wilayah kerja puskesmas kampung baru 85

dan kintom. Sampel dalam penelitian ini adalah baduta yang menjadi sampel akhir pada penelitian sebelumnya sejumlah 141 orang yang akhirnya menjadi 132 bayi dengan perincian di wilayah Kampung Baru sebesar 68 bayi dan Kintom 64 bayi. Pengumpulan data Data dikumpulkan oleh peneliti dan di bant dengan 3 orang petugas lapangan yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan. Melakukan pengukuran Berat badan setiap 2 (dua) minggu sekali dan Panjang Badan setiap sebulan sekali, pengukuran motorik pada bulan pertama dan ketiga, recall 24 jam dan food frekuensi setiap bulan serta pola asuh baduta Analisis data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer, yaitu Program W-food, WHO Antro 2005 dan program SPSS vs 17 for Windows. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik, baik yang bersifat deskriptif maupun analitik yaitu analisis Crosstabs, Paired T-Test, Independent T-Test, dan Mann whitney. Kontrol kualitas meliputi standarisasi petugas lapangan, standarisasi alat, supervisi kegiatan dan kontrol manajemen data melalui data entry. HASIL 1. Pola Pertumbuhan Baduta 1 Perbedaan Pertumbuhan Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berdasarkan Kelompok Pada gambar.4.1. menunjukkan bahwa garis pertumbuhan berat badan Baduta laki-laki antara kelompok intervensi dan kontrol dimulai dari posisi Baduta Usia 13 bulan adalah sebagai berikut: Gambar 4.1. memperlihatkan bahwa pada awal pengukuran BB/U pada kelompok kontrol terdapat baduta di bawah -2 SD z-skor WHO Child Growth

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

Standarts (CGS) dibandingkan dengan kelompok intervensi yang berada diantara median dan -2 SD z-skor WHO CGS. garis cenderung sama dan pada usia 15 bulan dan meningkat seiring baduta berumur usia 17 bulan. Penurunan terjadi pada baduta berusia 19 bulan di mana terjadi penurunan pada kelompok intervensi. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa garis pertumbuhan kelompok kontrol lebih baik dari kelompok intervensi. Grafik pada kelompok kontrol normal berada diantara median dan -2 SD zskor WHO (CGS) sedangkan pada kelompok intervensi grafik tidak normal karena garis cenderung turun kebawah yang disebabkan adanya baduta yang berada dibawah -2 SD z-skor WHO (CGS). Untuk garis pertumbuhan berat badan baduta perempuan dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar 4.2. memperlihatkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat baduta yang berada pada rata-rata umur 13 tahun. Pada kelompok kontrol penurunan pertumbuhan terjadi pada baduta umur 16 bulan, 19 bulan dan 21 bulan dimana garis penurunan terakhir hampir memotong -2 SD z-skor WHO CGS. Penurunan pertumbuhan pada kelompok intervensi terjadi pada baduta usia 15 bulan dan 20 bulan dimana pada penurunan terakhir grafik memotong garis -2 SD z-skor WHO CGS. Bila dilihat secara keseluruhan menggambarkan bahwa kelompok kontrol garis pertumbuhan berat badannya lebih baik dibanding kelompok intervensi. Kelmpok kontrol 86

memiliki pertumbuhan normal dari pada pertumbuhan di kelompok intervensi yang garisnya memotong -2 SD z-skor WHO-CGS. Perbedaan pertumbuhan berat badan baik pada Baduta laki-laki maupun perempuan pada kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4.4. Berdasarkan uji statistic tidak ada perbedaan yang nyata antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol akan tetapi pada kelompok kontrol lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perbedaan Pertumbuhan Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) Berdasarkan Kelompok Perbedaan pertumbuhan panjang badan menurut umur (PB/U) berdasarkan kelompok ditunjukkan pada Gambar 4. 3. menunjukkan garis pertumbuhan panjang badan Baduta laki-laki, dimana garis pertumbuhan antara kelompok intervensi dan kontrol cenderung sama sampai usia 14 bulan dan selanjutnya mulai menunjukan perbedaan dimana kelompok kontrol lebih baik dibanding kelompok intervensi akan tetapi pada mulai usia 16 bulan kelompok kontrol kontrol mengalami penurunan yang di tunjukkan garis memotong nilai 2 SD z-skor WHO CGS pada umur 18,5 bulan terus melewatinya ke bawah. Pada kelompok intervensi penurunan pertumbuhan panjang badan menurut umur terjadi pada usia baduta usia 15 bulan dan 20 bulan. Akan tetapi secara keseluruhan garis pertumbuhan

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

panjang badan Baduta laki-laki antara kelompok intervensi dan kontrol semakin lama semakin menjauh dari garis pertumbuhan median WHO-CGS dan di atas 18 bulan bulan mulai ke arah status gizi yang lebih rendah karena mulai melewati garis pertumbuhan -2 SD z-skor WHO-CGS walaupun pada kelompk intervensi sempat terjadi kenaikan pada usia 19 bulan. Selanjutnya gambar .4.4. memperlihatkan pertumbuhan panjang badan menurut umur pada Baduta perempuan dimana menunjukkan adanya pola peningkatan dan penurunan yang sama pada kedua kelompok. Pada kelompok kontrol pertumbuhan mengalami penurunan pada usia 16 dan 21 bulan melewati -2 SD z-skor WHO CGS dan pada kelompok intervensi pertumbuhan mengalami penurunan pada usia anak berumur 20 bulan akan tetapi meningkat pada usia anak berumur 21 bulan. Apabila dilihat secara keseluruhan, maka garis pertumbuhan panjang badan Baduta perempuan pada kelompok intervensi lebih baik dibanding kelompok kontrol. Garis pertumbuhan kelompok intervensi semakin bertambah usia, maka semakin mendekati dari garis pertumbuhan median dan akhirnya pada usia 18 bulan garis pertumbuhan kelompok intervensi mulai turun masuk pada daerah status gizi yang lebih rendah (stunting). Garis pertumbuhan pada kelompok kontrol selalu mendekati -2SD zskor WHO CGS dan akhirnya 87

menurun masuk pada daerah lebih rendah (stunting). Berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang nyata antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Status gizi kelompok kontrol lebih baik dari pada kelompok intervensi. Perbedaan Pertumbuhan dari Nilai Z Skore pada Setiap Bulan Pengukuran Berdasarkan Kelompok Gambar. 4.5, gambar. 4.6. memperlihatkan pada kelompok kontrol dan intervensi berada pada indikator pertumbuhan normal. Gambar. 4.7. memperlihatkan bahwa nilai zskor PB/U pada laki-laki setiap bulannya pada kelompok intervensi lebih baik dari pada kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi garis pertumbuhan hampir berada di bawah garis -2 SD z-skor ini berarti baduta pada kelompok intervensi ada yang memiliki panjang badan pendek (stunted) dan pada kelompok kontrol rerata baduta ada dibawah garis -2SD z-skor ini berarti baduta pada kelompok kontrol rata-rata pendek (stunted). Gambar. 4.8. memperlihatkan bahwa nilai zskor PB/U pada perempuan setiap bulannya pada kelompok intervensi lebih baik dari pada kelompok kontrol. Garis pertumbuhan pada kelompok intervensi berada diatas -2SD zskor ini berati baduta pada kelompok tersebut memiliki indikator pertumbuhan normal sedangakan pada kelompok kontrol garis pertumbuhan

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

baduta dibawah -2SD z-skor ini berarti baduta pada kelompok kontrol memiliki indikator pertumbuhan pendek (stunted). Gambar. 4.9, gambar. 4.10, gambar. 4.11, memperlihatkan pada kelompok kontrol dan intervensi berada pada indikator pertumbuhan normal. 4 Perbedaan Pertumbuhan Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB) dan IMT menurut Umur (IMT/U) Berdasarkan Kelompok. Dari uji statistic untuk status gizi BB/PB dab IMT/U tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol tetapi status gizi pada kelompok kontrol lebih baik daripada kelompok intervensi. Status gizi adalah salah satu variabel out come yang dapat dijadikan parameter terhadap kualitas asupan gizi. Jika asupan gizi baik disertai status kesehatan yang baik maka status pertumbuhan dan perkembangan akan menjadi baik, demikian juga sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa distribusi status gizi pada awal dan akhir pengukuran antar kelompok tidak berbeda secara nyata (p>0,05). Tidak satupun indikator yang menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini sejalan dengan data asupan gizi dimana keduanya juga tidak menunjukkan perbedaan nyata. 2. Laju Pertumbuhan (Growth Velocity) Untuk melihat dampak efek taburia terhadap pertumbuhan, maka dapat dinilai dari Laju Pertumbuhan (Growth Velocity). Pada penelitian ini, 88

pertumbuhan diukur berdasarkan formula Marshall dan schwan. . Dari tabel 4.11. memperlihatkan laju pertumbuhan yang menurun, tetap dan meningkat pada kelompok intervensi dan kontrol. Penurunan BB pada kelompok intervensi sebesar 2,9 % lebih rendah dari BB kelompok kontrol 4,7%, dan tidak terjadi penurunan pada PB hal ini dikarenakan ukuran PB seharusnya tidak pernah mengalami penurunan. Laju perumbuhan yang tetap berdasarkan BB hanya terdapat pada kelompok kontrol sebesar 3,1 % sedangkan laju pertumbuhan berdasarkan PB pada kelompok intervensi sebesar 4,4% lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol 9,4%. Laju pertumbuhan yang meningkat berdasarkan BB pada kelompok intervensi sebesar 97,1% lebih kecil dari kelompok kontrol sebesar 92,2% sedangkan berdasarkan PB pada kelompok intervensi lebih besar (95,6%) dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 90,6%. Hal ini menunjukkan kemungkinan pemberian taburia memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan berdasarkan pertambahan panjang badan baduta. 3. Perkembangan Motorik Baduta Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Berdasarkan hasil penilaian perkembangan anak dengan menggunakan skala Bayley khususnya perkembangan motorik, maka diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan pengukuran menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada katagori motorik yang tidak dilakukan (P) dengan menurut laporan orang tua (RPT) pada bulan pertama dan kedua p=0,000 kecuali kemampuan motorik yang dapat dilakukan (P) pada kelompok kontrol p>0,005.. Hal ini berarti

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

persentasi baduta pada kelompok kontrol lebih tidak memungkinkan peneliti melakukan uji motorik yang dikarenakan kondisi baduta yang rewel atau sakit sehingga tidak memungkinkan melakukan pengujian sehingga hasil prestasi motoriknya hanya menurut laporan ibu. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Sprinkle Taburia Gizi Mikro terhadap Pertumbuhan Berat Badan Meskipun secara uji statistik terhadap berat badan tidak memberi dampak yang nyata terhadap peningkatan, seperti hasil penelitian Pee S de, et al (2007) di Indonesia yang menyatakan bahwa sprinkle vitalita yang mengandung 14 vitamin dan mineral tidak memberikan dampak lanjut secara nyata terhadap pertumbuhan anak, namun secara kualitas taburia dapat meningkatkan berat badan pada Baduta laki-laki sebesar 29,2%, 27,3% pada Baduta perempuan dan secara total 29,8% lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Jenis kelamin berhubungan erat dengan pertumbuhan anak. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pertumbuhan Baduta laki-laki lebih baik daripada Baduta perempuan. Berdasarkan pendapat Chen (1981), ini disebabkan lebih panjangnya masa penyusuan Baduta laki-laki serta adanya preferensi makanan dan pelayanan kesehatan untuk Baduta laki-laki. Fakta dalam penelitian ini menunjukkan bahwa status antropometri merupakan parameter yang berubah sangat lambat dimana dengan intervensi Sprinkle Taburia Gizi Mikro selama 90 hari belum mampu memberikan perbedaan nyata. Meskipun diketahui bahwa pertambahan berat badan sangat berfluktuasi bergantung pada kualitas asupan gizi dan status kesehatan. Selanjutnya garis pertumbuhan kedua kelompok memiliki kurva 89

pertambahan berat badan dibawah referensi standar. Hal ini mengikuti fakta yang umum terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia bahwa kurva pertumbuhan berat badan anak Indonesia akan selalu berada dibawah kurva pertumbuhan normal sejak usia 4 bulan. Pertambahan berat badan yang tidak berbeda secara nyata antara kedua kelompok disebabkan oleh asupan gizi yang juga tidak berbeda antara keduanya. Hasil analisis uji t test independen, karbohidrat, lemak, protein, zink, dan Fe tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua kelompok. Hanya Energi, vitamin D, vitamin C dan vitamin B1, Niasin, Zink dan Fe yang menunjukkan perbedaan. Jika asupan gizi sama maka dapat dijelaskan bahwa pemberian sprinkle taburia tidak mampu memberikan efek nyata terhadap peningkatan ukuran antropometri. Gibson (2005) menjelaskan bahwa perbedaan status pertumbuhan secara antropometri hanya dapat disebabkan oleh paparan asupan gizi dalam keadaan defisiensi kronik. Artinya jika seorang Baduta terpapar defisiensi gizi hanya dalam jangka waktu singkat atau sifatnya temporer maka konsekwensi terhadap perbedaan ukuran antropometri sangat kecil. Fluktuasi asupan gizi dalam kisaran normal jelas tidak akan memberikan efek yang berbeda. Demikian juga variasi asupan gizi antar waktu makan, selalu akan mampu dikonvensasi oleh mekanisme homeostasis (metabolisme dan ekskresi) dalam tubuh. Khususnya kelompok vitamin larut lemak, kelompok gizi makro dan mikro. Sistem cadangan zat gizi dalam tubuh merupakan buffer atau penyangga terhadap defisiensi gizi yang mungkin akan terjadi. Bukti lain yang sangat mendukung pernyataan bahwa asupan gizi yang sama akan memberikan hasil

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

yang sama terhadap status gizi anak. Hasil analisis statistik terhadap status gizi pada semua indikator (BB/PB, BB/U dan TB/U) tidak menunjukkan perbedaan. Status gizi adalah kondisi tubuh yang merupakan refleksi asupan gizi di satu sisi dan kejadian penyakit infeksi di sisi lain. Jika status gizi sama maka dipastikan bahwa asupan gizinya juga sama. Pemberian asupan gizi mikro tidak akan mampu memberikan kontribusi nyata jika asupan gizi makro mengalami defisiensi. Tingginya prevalensi anak yang underweight (BB/U) yakni 30,9% pada kelompok intervensi dan 28,1% pada kelompok kontrol menunjukkan trend yang sama dengan status gizi anak Indonesia pada umumnya dimana pada tahun 2003 menurut Azwar (2004) sebesar 27.5% dan selanjutnya pada tahun 2005 berdasarkan data Susenas meningkat menjadi 36.8%. 2. Pengaruh Sprinkle Taburia Gizi Mikro terhadap Pertumbuhan Panjang Badan Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Prevalensi anak yang pendek/stunting dan sangat pendek/severe stunting (PB/U) pada penelitian ini adalah sebesar 36,8%, 20,6% pada kelompok intervensi dan 32,8%, 14,1% pada kelompok kontrol, ini menunjukkan trend yang sama dimana menurut WHO (1998) sebanyak 40% anak baduta dunia menderita stunting sedangkan di Indonesia diperkirakan sebesar 40-50%. Pada tahun 1995 90

kemudian dilakukan Survei Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) secara nasional dan ditemukan prevalensi anak pendek 47.5% pada anak laki-laki dan 46.3% pada anak perempuan. Hingga saat ini data terakhir yang diperoleh dari Survey masalah gizi di 7 Provinsi (Puslitbang gizi 2006) diperoleh prevalensi stunting sebesar 36,3% (BPPN, 2007). Selanjutnya berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2008 diketahui bahwa prevalensi nasional Baduta Pendek dan Baduta Sangat Pendek (stunting) adalah 36,8%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Baduta Pendek dan Baduta Sangat Pendek di atas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Panjang badan dan tinggi badan sesungguhnya ditentukan oleh siklus kehidupan dalam reproduksi sel. Siklus kehidupan sel adalah periode dari reproduksi sel sampai reproduksi sel berikutnya. Bila sel mamalia dalam keadaan normal (tidak dihambat atau dipercepat) maka siklus hidup sel dapat berlangsung sedikitnya 10-30 jam. Penjelasan ini membuktikan bahwa kecepatan pertumbuhan akhirnya tidak akan sama antar individu dan sangat bergantung kepada siklus hidup selnya. Gibson (2005) menjelaskan bahwa pada baduta gizi kurang terjadi keterlambatan pertumbuhan, Hal ini berarti bahwa ada perlambatan proses pembelahan sel pada keadaan malnutrition. Bukti terbaru tentang deviasi pertumbuhan antara anak yang malnutrition dengan anak yang normal khususnya pada tingkat seluler masih sangat terbatas. Hasil yang sama juga diperoleh dari hasil penelitian Gardner (2005) yang menyimpulkan bahwa suplemen zink

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

tidak berdampak nyata terhadap peningkatan pertumbuhan. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. . Pada analisis t test independen akhirnya diketahui bahwa pemberian taburia tidak terbukti memberi efek nyata terhadap pertambahan tinggi badan. 3. Pengaruh Taburia Gizi Mikro terhadap Perkembangan Motorik

menyiapkan reaksi "hadapi atau lari" (fight or flight response) bagi tubuh. KESIMPULAN Taburin tidak berdampak nyata terhadap peningkatan pertumbuhan bayi tapi berdampak nyata terhadap peningkatan perkembangan motoriknya SARAN Pemberian taburia dapat direkomendasikan menjadi tambahan pada MP-ASI lokal menimbang perannya yang berkontribusi terhadap peningkatan panjang badan dan perkembangan motorik. DAFTAR PUSTAKA Almatsier Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Percetakan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Asad Suryani, 2003, Aspek Gizi Tumbuh Kembang Bayi dan Anak, Bagian Gizi FK UNHAS, Penerbit ITB. Azwar Azrul, 2004, Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang, Disampaikan pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, 27 September 2004, Hotel Sahid Jaya, Jakarta Badan Perencana Pembangunan Nasional, 2007, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006 2010, Jakarta. Depkes RI, 1992, Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI). Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. _________, 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar, 2008. Gardner Julie et al, 2005, Zinc supplementation and psychosocial stimulation: effects on the development of undernourished Jamaican children. The American Journal 91

Hasil uji pada perkembangan motorik terdapat perbedaan berarti peningkatan perkembangan gerak motorik anak. Jika pemberian sprinkle taburia mampu memperbaiki gerak motorik maka hal ini membuktikan bahwa zat gizi dalam sprinkle taburia mampu memperbaiki kinerja gerak motorik halus maupun motorik kasar. Mekanisme gerak motorik ini melibatkan berbagai reaksi sel syaraf mengatur gerakan otot. Pada dasarnya perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir). Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif

Promotif, Vol.2 No.2 Apr 2012 Hal 84-92

Artikel IV

of Clinical Nutrition 2005;82:399405. Gibson, 2005. Principle of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Presss. New York. Hadju, V. dkk. 2000, Peningkatan Status Gizi Anak Balita Melalui Perbaikan Kualitas MP-ASI Lokal. Makassar Pusat Studi Gizi dan Pangan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin,.Makassar Hadju, V, 2000 Pertumbuhan Anak dan Pola Pemberian MP ASI, UNHAS, Makassar, Hadju, Veni, 1997., Penentuan Status Gizi Ujung Pandang, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar. Igbal Hasan, 2004, Analisa Data Penelitian dengan Statistik, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Jelliffe DB, 1989, Community Nutritional Assessment. Oxford University Press. Newsroom, 2007, Makanan Pendamping ASI yang Tepat Bagi Anak, Best Seller, Jakarta. Penny, et .al, 2004. Randomized controlled trial of the effect of daily supplementation with zinc or multiple micronutrien on the morbodiy, growth, and micronutrien status of young Peruvian Children. AJCN 2004, 79:457-65 Pee S de, et al, 2007, Sprinkles For Reducing Micronutrient Deficiencies Among Children In Indonesia, Impact and LargeScale Program Implementation, Helen Keller International. Rebecca D,Williams, Oktober 1995 (Journal FDA), Breast-Feeding Best Bet ForBabies, FDA Home Pagel Search FDA Sitel FDA.A-Z Indexl Contact FDA. 92

Rodwell , 2006. Metabolisme Protein dan Asam Amino. Biokimia Harper Edisi 25. EGC. Jakarta Sherry B, Mei Z, and Yip R. Continuation of the Decline in Prevalence of Anemia in Low Income Infant and Children in Five States. PEDIATRICS 2001; 107(4):677682. Singgih Santoso, 2002, SPSS Versi 10, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta Suharjo, 1992, Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Jakarta: Kanisius. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Denpasar. Soetjiningsih, 1997, ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Denpasar. Sunawang, 2007. Comparative Efficacy Trial of the Anaemia Reduction Effect of Three Different Home Fortification Products Among Young, Urban Poor Children Of Northern Jakarta (A Randomized Controlled Field Trial). Koalisi Fortifikasi Indonesia. Supariasa, IDN, Bachyar B, dan Ibnu, F, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Thaha, dkk. 1998. Survey Pemberian Makanan Pendamping ASI di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian Gizi dan Pangan, Makassar.

Vous aimerez peut-être aussi