Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PERCOBAAN V

TITRASI IODOMETRI

Disusun oleh : Nama NIM : Afrilliyanto : 10.TPK.TPL.213

Kelompok : II (dua)

LABORATORIUM KIMIA AKADEMI TEKNOLOGI KULIT YOGYAKARTA

2011

I. TUJUAN Praktikan mampu menetapkan kadar ion Ocl- dalam larutan pemutih/bleaching agent menggunakan prinsip titrasi reaksi reduksi-oksidasi II. DASAR TEORI Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul, sedang reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau molekul. Tidak terdapat elektron bebas dalam sistem kimia, sehingga pelepasan elektron oleh suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektorn zat kimia yang lain, dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti oleh reaksi reduksi. Dalam reaksi oksidasi reduksi (redoks) terjadi perubahan bilangan oksidasi dari pasangan pereduksi (reduktor) ke pasangan pengoksidasi (oksidator). Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986). Dalam analisis volumetri, yang dimaksud dengan proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium bebas (I2) dalam larutan. Zat oksidator kuat (seperti; NaOCl, KMnO4, K2Cr2O7) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam apabila ditambahkan ion iodida berlebihan, maka zat oksidatortersebut akan terekdusi dan akan membebaskan I2 yang setara dengan banyaknya oksidator, iodium bebas ini kemudian dapat dititar de3ngan larutan standar natrium thiosulfat. I2 membentuk kompleks iod-amylum yang tidak larut dalam air, oleh karena itu apabila dalam suatu titrasi iodometri digunakan indikator berupa larutan kanji/amylum (harus ditambahkan sebelum mendekati titik ekivalen). Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat

padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986). Kromofor merupakan pembawa warna (misal gugus: -C=C- dan N=N-) yang akan menyerap warna pada daerah spektrum sinar tampak, apabila warna biru yang diserap maka warna merah akan diterima aleh mata kita. Penggunaan bleaching agent dalam pengolahan kulit bertujuan mengurangi /jumlah kromofor menggunakan oksidator kuat (misalnya; NaOCl, KMnO4, NaHSO3), apabila kromofor terdapat dalam kulit maka warna kulit akan semakin putih merata berkurangnya jumlah kromofor. Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).

III. METODOLOGI 1. Alat yang digunakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama alat Neraca analitik Gelas arloji kecil Erlenmeyer 250 ml Buret 50 ml Statip Pipet volum 10 ml Pipet volum 5 ml Pipet tetes Labu ukur 100 ml Propipet Pipet gondok 25 ml Jumlah alat 1 1 3 1 1 2 2 2 2 2 1

2. Bahan yang digunakan No 1 2 3 4 5 Nama bahan Aquadest Sampel NaOCl Larutan KI 20% Larutan H2SO4 4 N Larutan 0,1 N 6 7 8 9 K2Cr2O7 Indikator amilum Larutan NaOCl Larutan K2Cr2O7 0,5 g 18 tetes 75 ml 30 ml Na2S2O3.5H2O Jumlah Secukupnya 1 ml 24 ml 37,5 ml 28 ml

3. Skema prosedur penetapan kadar OCl1 ml larutan NaOCl

dimasukan
Labu takar 100 ml

ditambah

memipet
Larutan NaOCl 25 ml

Aquadest sampai tanda batas

dimasukan
erlenmeyer

ditambah

5 ml larutan KI 20%

diperoleh
Larutan warna kuning

ditambahkan
5 ml H2SO4 4N

diperoleh
Larutan warna coklat tua

menutup erlenmeyer dengan plastik dan disimpan ditempat gelap selama


3 menit

larutan dititrasi dengan Na2S2O3

diperoleh warna larutan coklat muda menambahkan Indikator amilum 3 tetes dperoleh sampai berwarna biru tua larutan dititrasi kembali dengan
Na2S2O3

diperoleh
Larutan warna bening

dicatat Volume Na2S2O3


4. Skema proses standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,5 g K2Cr2O7

dimasukan
Labu takar 100 ml

ditambah

memipet
10 ml larutan K2Cr2O7

Aquadest sampai tanda batas

dimasukan
erlenmeyer

ditambah

3 ml larutan Ki 20 %

diperoleh
Warna larutan kuning

ditambahkan
7,5 ml H2SO4 4 N

diperoleh
Warna larutan coklat

ditutup plastik dan disimpan ditempat gelap selama 3 menit dan dititrasi Na2S2O3 diperoleh
Warna larutan kuning muda

ditambahkan
3 tetes amilum

diperoleh
Warna larutan biru tua

dititrasi dengan Na2S2O3 diperoleh larutan


Bening

dicatat
Volum Na2S2O3

IV. HASIL ANALISIS a. Reaksi Reaksi iodometri ClO-+2I-+2H+Cl-+I2+H2O I2+2S2O32-2I-+S4O62Reaksi standarisasi Na2S2O3.5H2O Cr2O72-+6I-+14H+2Cr3++3I2+7H2O I2+2S2O32-2I-+S4O62b. Rumus penetapan kadar Pada saat titik ekivalen berlaku: N.OCl- x V. OCl- = N. Na2S2O3 x V. Na2S2O3 OCl %b/v)
-(

g .ekOCl xBEOCl x100% = volumesampel (dalam10 2 ml )

Perhitungan standarisasi Na2S2O3.5H2O

N. Na2S2O3 x V. Na2S2O3 = N. K2Cr2O7 x V. K2Cr2O7


c. perhitungan kadar OCla. Penetapan kadar OClNo V NaOCl (ml) V. larutan (ml) V KI 10% (ml) 1 2 3 Ratarata 1 1 1 1 50 50 50 5 5 5 5 5 5 1,5 1,2 1,2 1,3 3 3 3 1,1 0,8 0,5 0,8 2,6 2 1,7 2,1 V H2SO4 4N Vtitran I Na2S2O3 (ml) Indikator V Titran II V Total titran Amilum (tetes) Na2S2O3 (ml) Na2S2O3 (ml)

b. Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N


No Berat K2Cr2O7 (gram) V.larutan K2Cr2O7 (ml) V KI 10% (ml) V H2SO4 4N V titran I Na2S2O3 (ml) Indikator Amilum (tetes) V Titran II Na2S2O3 (ml) V Total Titran Na2S2O3 (ml)

1 2 3

0,1393 0,1035 0,1038

50 50 50 -

5 5 5 -

7,5 7,5 7,5 -

32,5 26 23,9 -

3 3 3 -

2,5 0,6 2,1 -

35 26,6 26 26,3

Rata- 0,1155 rata

Keterangan Pada praktek volume total titran rata-rata adalah (26,6 + 26) : 2 = 26,3 ml Percobaan I dengan V total = 35 ml, tidak dihitung karena selisih terlampau jauh dan tidak akurat. 1. Perhitungan

a. Standarisasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N gram N = BM/n volume (L) 0,1155 = 294/6 0,05 0,1155 0,05 0,0469 N

= =
N Na2S2O3 =

N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7 V Na2S2O3 0,0469 x 50 26,3

= =

0,0892 N

b. Penetapan kadar OCl- pada sampel bayclin


N OCl- = N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7 V OCl0,0892 x 2,1 50 = 0,00375 N
N OCl- x V OCl- x BE OClV sampel = = =
NaOCl (% b/v) =

OCl- (% b/v) =

x 100 %

0,00375 x 0,05 x 51,5/1 1 0,0096 x 100 % 0,9656 %

x 100 %

N NaOCl x V NaOCl x BE NaOCl V sampel

x 100 %

= = =

0,00375 x 0,05 x 74,5/1 1 0,01397 x 100 % 1,397 %

x 100 %

V. PEMBAHASAN 1. Metode penetapan kadar Dalam metode penetapan kadar banyak hal yang harus diperhatikan, mulai dari penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan maupun penggunaan alat-alat. Di dalam praktek ini kami sangat dituntut untuk melakukan praktek dengan lebih teliti dan hati-hati. Pada praktek ini kami menggunakan alat-alat yaitu Neraca analitik , gelas arloji kecil, erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, statip, pipet volum 10 ml, pipet volum 5 ml, pipet tetes, propipet, pipet gondok 25 ml, labu ukur 100 ml dan menggunakan bahan-bahan sebagai berikut aquadest, sampel NaOCl, larutan KI 20%, larutan H2SO4 4 N, larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N, K2Cr2O7 , indikator amilum, larutan NaOCl, larutan K2Cr2O7, dalam penimbangan bahan-bahan harus akurat agar tidak mempengaruhi hasil akhir. Tapi ada hal yang berbeda pada titrasi iodimetri ini, yaitu terjadi ketika pemberian indikator. Tidak seperti titrasi lainnya, pada titrasi iodometri pemberian indikator (amylum) diberikan ketika sudah mendekati titik ekuivalen karena amilum tidak dapat larut dalam air.
2. Mekanisme penetapan kadar OCl-

dalam penetapan kadar ini banyak langkah-langkah kerja yang harus dilakukan, mulai dari pembuatan larutan NaOCl sampai melakukan titrasi. Dalam penambahan KI 20% pada larutan NaOCl terjadi perubahan warna dari bening menjadi kuning, ini disebabkan karena KI bereaksi baik dengan NaOCl, kemudian ketika ditambahkan asam sulfat maka warna berubah lagi menjadi coklat tua, ini disebabkan kemampuan asam sulfat untuk bereaksi dengan NaOCl dan Ki baik. Setelah dilakukan penambahn KI dan asam sulfat maka larutan diletakkan

ditempat gelap ini disebabkan KI hanya bisa bereaksi pada tempat gelap sehingga membebaskan ion KI. Setelah diletakkan ditempat gelap maka terbentuklah ion I 2 yang kemudian baru bisa dilakukanlah titrasi dengan menggunakan tiosulfat setelah dilakukan titrasi maka akan terjadi perubahan warna lagi yaitu coklat muda. Kemudian setelah dilakukan titrasi maka dilakukan penambahan inidikator amilum yang bertujuan untuk membentuk kompleks iod-amylum yang tidak larut dalam air yang berasal dari I2. Setelah ditambahkan amilum maka dilakukan titrasi lagi untuk mengubah warna larutan menjadi bening. Ketika larutan sudah bening disitulah saat terjadinya titik ekuivalen sehingga volume titran bisa digunakan untuk perhitungan normalitas.

3. Mekanisme standarisasi natrium tiosulfat Dalam proses standarisasi ini langkah kerjanya sama saja dengan penetapan kadar NaOCL, hanya saja yang berbeda yaitu bahan yang digunakan untuk titrat yaitu kalium kromat. 4. Reaksi iodometri ClO-+2I-+2H+Cl-+I2+H2O Pada reaksi ini ClO- yang bereaksi dengan 2I- dan 2H+ menghasilkan Cl- dan I2 dan air. Reaksi ini disebut reaksi oksidasi karena 2I- melepaskan elektronnya sehingga menghasilkan iodium bebas I2 I2+2S2O32-2I-+S4O62Pada reaksi ini iodium bebas (I2) bereaksi dengan 2S2O32- sehingga menghasilkan 2I-. Reaksi ini disebut reaksi reduksi karena terjadinya penangkapan elektron. 5. Reaksi standarisasi Cr2O72-+6I-+14H+2Cr3++3I2+7H2O Reaksi ini disebut reaksi oksidasi karena 2I- melepaskan elektronnya sehingga menghasilkan iodium bebass I2 I2+2S2O32-2I-+S4O62 Reaksi ini disebut reaksi reduksi karena terjadinya penangkapan elektron

VI. KESIMPULAN 1. Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul
2. Reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau

molekul
3. Iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium bebas (I2) dalam larutan. 4. Kadar dari NaOCl yaitu 1,397% 5. Normalitas Na2S2O3 yaitu 0,0892 N

DAFTAR PUSTAKA Prasetyo hermawan, 2008, buku petujuk praktikum kimia analisis, ATK Day R.A. dan Underwood, A.L 1983, analisa kimia kuantitatif, edisi ke IV, diterjemahkan oleh R. Soendoro dkk, Erlangga, Jakarta. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta Busser, Herman, 1956, Penuntun Analisis Jumlah. Balai penyelidikan kimia: Bogor.
http://annisanfushie.wordpress.com/ di akses pada hari jumat tanggal 25 februari

20011 jam 15.28

LEMBAR PENGESAHAN

Yogyakarta, 28 November 2011

Praktikkan

(Afrilliyanto)

MENGETAHUI

Dosen

Assisten dosen

(Prasetyo Hermawan, S.T, M.Si)

(Endang Sulistyowati)

NILAI

Vous aimerez peut-être aussi