Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I PENDAHULUAN

ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Terletak antara badan kaca dan koroid.
(1)

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serata. Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada ora serta dan 0,23 pada kutup posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula, yaitu suatu daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm, biasa disebut bintik kuning. Ditengah makula terdapat fovea, suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop (refleks fovea). Pada bagian tengah fovea terdapat foveola tempat fotoreseptor yaitu sel kerucut, dan ini merupaka bagian retina yang paling tipis. Fovea diperdarahi oleh Khoreokapilaria dan akan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi.(1) Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optiK. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.(2) Di sebagian besar tempat, retina dan epithelium berpigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada disKus optikus dan ora serata, retina dan epithelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini justru berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasio khoroid meluas melewati ora serata di bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-

lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epithelium pigmen retina. Permukaan dalam retina mengahadap ke arah vitreus.(1)

Gambaran retina normal (Diunduh dari: www.emedicine.com/oph/topic410.htm)

Adapun lapisan-lapisan mulai dari sisi dalam adalah sebagai berikut: 1. membrane limitans interna

(1)

2. lapisan serat saraf, mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus 3. lapisan sel ganglion 4. lapisan pleksiformis dalam, mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar 5. lapisan inti dalam terbentuk dari badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal 6. lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor 7. lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. membrane limitans eksterna lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut, cahaya yang diterima akan diubah di sini menjadi suatu bentuk elektrokimia. 9. Epithelium pigmen retina (RPE), akan menyerap kelebihan cahaya, sebagai transport oksigen, nutrisi, dan pembuangan seluler antara fotoreseptor dan khoroid. Lapisan sebelah dalam membrane Bruch sebenarnya adalah membrane basalis epithelium pigmen retina, yang memisahkan pembuluh darah khoroid dari lapisal sel fotoreseptor

Lapisan- lapisan di retina

(Diunduh dari: www.emedicine.com/oph/topic410.htm)

EMBRIOLOGI Lapisan terluar dari mangkuk optik terdiri dari satu lapisan yang akan membentuk pigmen epitel retina. Proses pigmentasi dimulai pada usia lima minggu. Lapisan dalam mengalami diferensiasi yang rumit menjadi sembilan lapisan retina. Peristiwa ini berlangsung dengan lambat selama kehamilan. Pada usia tujuh bulan lapisan sel terluar (termasuk inti sel batang dan kerucut) muncul sebaik sel bipolar, amakrin, sel ganglion dan serabut saraf. Daerah makula lebih tebal daripada daerah lain di retina sampai usia delapan bulan, setelah itu daerah makula akan mengalami penekanan. Makula akan terbentuk sempurna enam bulan setelah lahir.(3)

ABLASIO RETINA Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan batang terpisah dari lapisan sel epitel pigmen. Sebenarnya diantara lapisan ini tidak terdapat perlengketan, melainkan didapatkan suatu celah potensial. Secara embriologi, keduanya juga berasal dari lapisan yang berbeda, sehingga merupakan titik lemah. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, ablasio retina ada 3 tipe, yaitu: 1. Eksudatif. Disebabkan karena tertimbunnya cairan di bawah retina sensoris tanpa robekan atau tarikan vitreoretina. Terjadi terutama karena kelainan pada RPE dan koroid. Pada koroiditis, transudat dan eksudat akan terkumpul di dalam celah potensial sehingga menyebabkan ablasi retina tanpa didahului oleh adanya robekan retina.
(4) (4)

Diuduh dari: http://images.google.co.id/imgres? imgurl=http://www.avclinic.com/images/R etinalDet2.jpg&imgrefurl=http://www.avcl inic.com/RetinalDetachment.htm&h=296

2.

Traksional Disebabkan oleh karena tarikan retina ke dalam badan kaca. Biasa ditemukan pada retinopati diabetik proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati prematuritas. Retinopati proliferative diabetik
(4)

merupakan

penyebab yang paling sering dari ablasio retina jenis ini.

Diuduh dari: http://images.google.co.id/imgres? imgurl=http://www.avclinic.com/images/R etinalDet2.jpg&imgrefurl=http://www.avcl inic.com/RetinalDetachment.htm&h=296

B-mode ocular ultrasound. This ultrasound reliably detects retinal detachment and is particularly useful in children and uncooperative patients, and when the view to the retina is obscured by periorbital edema, blood, cataract, or other opacities. (Top) Partly detached retina (white arrowhead) lies within an otherwise echolucent vitreous cavity. (Bottom) Detached retina (white arrowhead) caused by traction on the retinal surface by intravitreal fibrosis (white arrow) in a patient with diabetic retinopathy. (C = cornea; L = lens; V = vitreous cavity; S = sclera)

diunduh dari http://www.retinalphysician.com/article.aspx?article=101299

3. Rhegmatogen Ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel epitel pigmen dengan retina. Ablasi retina rhegmatogen

merupakan tipe yang paling sering ditemukan. Pada makalah ini, pembahasan akan dikhususkan pada ablasio retina regmatogen.(4)

Diuduh dari: http://images.google.co.id/imgres? imgurl=http://www.avclinic.com/images/R etinalDet2.jpg&imgrefurl=http://www.avcl inic.com/RetinalDetachment.htm&h=296

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

Ablasi retina rhegmatogen merupakan tipe yang paling sering ditemukan, yang disebabkan karena robekan pada retina. Rhegmatogenous berasal dari bahasa Yunani yaitu rhegma yang berarti koyakan atau celah. Robekan retina adalah defek dari seluruh ketebalan neurosensori retina. Cairan subretinal yang berasal dari pencairan vitreus dapat masuk ke dalam celah potensial dan melepas retina dari dalam. (4) Ablasio retina terjadi pada mata yang mempunyai faktor predisposisi untuk terjadinya ablasio retina. Trauma hanya merupakan factor pencetus untuk terjadinya ablasio retina pada mata yang berbakat. (5) Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasio retina adalah:
(5)

Mata dengan myopia tinggi Paska retinitis Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer Afakia atau peudoafakia. 50% ablasi yang terjadi pada afakia terjadi pada tahun pertama

Riwayat adanya operasi intraokuler termasuk operasi katarak(6) Trauma kepala berat
(6)

PATOFISIOLOGI Pencairan vitreus disebabkan karena perubahan struktur molekuler. Dengan bertambahnya umur, konsentrasi asam hialuronat dalam vitreus jel menurun. Hal ini akan menurunkan terjadinya dukungan agregasi. terhadap Dimana serabut-serabut jaringan kolagen kolagen akan dan memudahkan kolaps,

memisahkan vitreus posterior dari membran limitan eksterna dan menyebabkan ablasi vitreus posterior. Pada beberapa mata dengan pencairan vitreus akan terbentuk lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis. Vitreus yang mencair tersebut akan melalui lubang ini masuk ke dalam ruang retrohialoid. Setelah terjadi ablasio vitreus posterior, retina tidak terlindungi oleh korteks vitreus yang stabil dan dapat dipengaruhi langsung oleh kekuatan dan luasnya perlekatan vitreoretinal sebelumnya.(buku Katarina) Kejadian ini sering timbul pada sindrom nekrosis, retinitis sitomegalovirus (CMV), dan pada pasien AIDS.(jurnal Yosephine)

Diunduh dari: http://images.google.co.id/imgres? imgurl=http://eyemdlink.com/images/illustrati ons/RD.jpg&imgrefurl=http://www.eyemdlink. com/Condition.asp%3FConditionID %3D383&h=376&w=400&sz=67&hl=id&start =1&um=1&tbnid=ytEiA0TgzLJhgM:&tbnh=11 7&tbnw=124&prev=/images%3Fq%3Dretinal %2Bdetachment%26um%3D1%26hl%3Did %26client%3Dfirefox-a%26channel%3Ds %26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs %3DpDC%26sa%3DN

Diunduh dari: www.eyemdlink.com/.../small/vitrectomy.jpg

EPIDEMIOLOGI Amerika Serikat

Berdasarkan penelitian berbasis populasi di Lowa oleh Haimann dkk dan di Minesota oleh Wilkies dkk, insiden Ablasio retina regmatogenosa sebanyak 12 kasus per 100.000. Internasional Penelitian di Skadinavia oleh Laatikainen dkk dan Tornquist dkk

mengungkapkan kejadian tahunan untuk ablasio retina regmatogenosa adalah 7-8 kasus per 100.000. Penelitian di Jepang oleh Sasaki dkk melaporkan kejadian tahunan penyakit ini sebanyak 10,4 kasus per 100.000. Penelitian di Singapore oleh Wong dkk melaporkan kejadian sebanyak 11,6 kasus per 100.000, dari suku bangsa Cina. Sebanyak 7 kasus per 100.000 dari suku bangsa Melayu. Sebanyak 3,9 kasus per 100.000 dari suku bangsa India. Penelitian dari Beijing, Cina, diperkirakan kejadian tahunan ablasio retina regmatogenosa menjadi 7,98 kasus per 100.000. Mortalitas/Morbiditas Hasil penglihatan tergantung dari status makula sebelum operasi. Banyak penelitian melaporkan rata-rata kesuksesan anatomis sebanyak 90-95%. Pada mata yang berhasil disambung kembali (reattached), sekitar 50% mendapatkan visus akhir 20/50 atau lebih baik. Pada mata, dimana makula telah terkena sebelum operasi, sebanyak 10% pasien kehilangan penglihatan meskipun operasi berhasil dilakukan. Dari kebanyakan kasus, penurunan penglihatan disebabkan oleh edema vaskular sistoid dan pengerutan makula. Sex. Ablasio retina regmatogenosa nampaknya lebih banyak didapati pada wanita daripada pria. Umur. Kebanyakan pasien ablasio retina regmatogenosa muncul pada usia 40-70 tahun. Kelihatannya pada saat ini, pencairan vitreus menyebabkan pemisahan retina.

ANAMNESIS Tanyakan pasien secara spesifik tentang faktor resiko yang menjadi predisposisi dari Ablasio Vitreus Posterior prematur: Miopia Adakah operasi intraokuler sebelumnya Riwayat keluarga Riwayat penyakit yang sama pada mata yang lain

GEJALA: Fotopsia (adalah persepsi kilatan cahaya yang dirasakan pasien). Hal ini mungkin tercetus dari stimulasi mekanik tarikan vitreoretinal pada retina. Hal ini mungkin diinduksi oleh pergerakan mata dan kelihatannya lebih disadari dalam penerangan yang samar. Defek lapangan penglihatan. Pasien sering menggambarkannya sebagai tabir hitam (defek lapangan pandang) ketika cairan subretinal meluas ke posterior ke arah ekuator Floaters o Adalah kegelapan di vitreus yang yang membentuk suatu bayangan hitam sesuai dengan pola dan bentuk di lapangan pandang pasien sebagaimana mereka melayang-layang di korpus vitreus. o Bayangan bentuk cincin yang melayang. Itu adalah cincin Weiss atau sisa dari hialoid yang melekat pada pinggir cakram optik. o Sarang laba-laba disebabkan kondensasi serat kolagen.

Titik-titik kecil biasanya menunjukkan darah segar akibat rupture pembuluh darah retina selama ablasio vitreus posterior.

Gambaran skematik mata dengan floaters Diunduh dari: www.eyefloaters.com/.../retinal_detachment.jpg

Kehilangan penglihatan sentral o Ablasi retina yang berlokasi di daerah supratemporal sangat

berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.(buku ijo) o Di lain kasus, ablasio berbentuk bula yang besar dapat menyumbat makula menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan.

PEMERIKSAAN FISIK: Flare dan sel dapat terlihat di COA pada mata dengan RRD Tekanan intraokuler biasanya lebih rendah pada mata dengan RRD

disbanding mata sebelahnya.

Pada kasus tertentu, tekanan intra okuler

dapat lebih tinggi dibandingkan dengan mata lainnya. *Tekanan bola mata rendah dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glukoma pada ablasi yang telah lama. (buku ijo)

Pigmen pada vitreus anterior (debu tembakau atau tanda Shaffer) biasanya ada.

Sekali retina mengalami ablasi, terlihat warna yang sedikit gelap sekunder dari edema intraretinal. Bentuknya cekung, tampakan berkerut-kerut, dan bergerak seperti ombak mengikuti pergerakan mata kecuali vitreoretinopati proliferative yang parah terjadi.

Robekan retina sering dalam bentuk tapal kuda atau katup. Dari semua kasus RRD, 50% mempunyai lebih dari satu robekan. Dari semua robekan, 60% berlokasi di kuadran temporal atas, 15% berlokasi di kuadran nasalis atas, 15% lainnya pada kuadran temporal bawah dan 10% di kuadran nasalis bawah.

Ablasio retina regmatogenosa kronik biasanya disertai dengan penipisan retina, kista intraretina, fibrosis subretina, dan garis perbatasan. Garis ini biasanya terdapat pada sambungan retina yang melekat dan yang mengalami ablasi. Meskipun mereka mewakili area peningkatan adhesi retia ke membrane epitel pigmen retina, tidak wajar bagi cairan subretinal untuk menyebar di belakang garis.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS: o o Nekrosis akut retina Ablasio retina eksudatif. Terjadinya akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopatik toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat

terlihat cincin. Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat.(buku ijo)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Funduskopi tak langsung dengan penekanan sclera dilakukan untuk

mendeteksi robekan perifer dan ablasio retina

Kiri: mata normal Kanan: ablasio retina yang meluas ke makula Diunduh dari: www.prelex.com/retinal_detachment.htm

Robekan retina perifer Diunduh dari: www.revophth.com/publish/images/1_92 5_1.gif

Ablasio retina yang terjadi di daerah inferior 25_1.gif

Studi Imaging Ultrasonografi Ultrasonografi memakai prinsip sonar untuk meneliti struktur yang tidak terlihat langsung. Gelombang suara berfrekuensi tinggi dipancarkan dari sebuah transmitter khusus kearah jaringan sasaran. Sewaktu terpantul kembali dari berbagai komponen jaringan, gelombang suara ditangkap kembali oeh penerima yang melipatgandakan dan menayangkannya pada layar osiloskop. (voughen) Terdapat dua metode ultrasonografi klinik: Scan A. Berkas suara yang diarahkan berupa garis lurus. Setiap echo yang kembali tampak sebagai spike yang amplitudonya tergantung dari kepadatan jaringan yang dipantulkan. Jika probe yang sama ditempelkan pada mata, akan diperoleh sederetan scan A secara kontinyu. Scan B. Penjumlahan banyak scan linear dapat dikonstruksi menjadi scan B, atau bayangan dua dimensi. (voughen) Sebagai contoh: jaringan retina biasanya menunjukkan gelombang spike besar dalam Scan A, yang menunjukkan sebuah peningkatan dari kepadatan suara dari jaringan. Scan B menunjukkan sebuah gambaran gabungan dari keseluruhan dan muatan/isi dari intraocular.(jurnal yos)

Kadang mungkin sulit untuk membuat perbedaan dari perlepasan retina dengan suatu penebalan, atau pelepasan hialin posterior parsial. Pergerakan jaringan selama scanning mungkin membantu membedakan keduanya, Biasanya ablasio retina regmatogenosa mempunyai karakteristik gerakan undulasi setelah saccade mendadak. Angiografi Fluorescein

Kemampuan fotografi bayangan fundus dapat sangat diperbesar dengan fluorescein, sebuah pewarna yang molekul-molekulnya memancarkan cahaya hijau bila dirangsang dengan cahaya biru. Bila difoto, pewarna ini menonjolkan rincian vaskularisasi dan anatomi fundus. Angiografi fluorescein sudah menjadi keharusan untuk diagnosis dan evaluasi pada banyak keadaan retina, karena dapat memetakan dengan begitu teliti daerah dengan kelainan. Penggulungan film bermotor dengan kecepatan tinggi memungkinkan dibuat fotografi cepat secara berurutan selama pewarna mengalir melalui sirkulasi retina dan koroid. Foto-foto fase awal merekam perfusi awal pewarna yang cepat ke koroid, arteri retina dan vena retina. Foto fase lanjut, misalnya, memperlihatkan kebocoran pewarna belakangan secara berangsur dari pembuluh darah yang abnormal. Cairan edema ekstravaskular yang terpulas pewarna itu menetap sampai lama setelah fluorescsin intravaskular keluar dari mata.(voughen) Pada pasien yang telah menjalani operasi perlengketan kembali retina, dapat terjadi komplikasi edema macular sistoid. AF merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk mendiagnosa kondisi tersebut

Optical coherence tomography (OCT)

Adakalanya pada mata terdapat perlengketan retina kembali, tetapi kemampuan melihat tidak sempurna. OCT membantu mengungkapkan adanya cairan subfoveal pada mata ini.

Tes lain: Elektroretinografi (ERG)

Mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya. Dengan mengubah-ubah intensitas, panjang gelombang dan frekuensi stimulus cahaya dan merekam di bawah kondisi adaptasi terang atau gelap, akan mengubah gelombang flash ERG dan memungkinkan pemeriksaan fungsi fotoreseptor batang dan kerucut. Flash ERG adalah suatu respon difus dari seluruh retina, karenanya hanya sensitive terhadap penyakit retina yang tersebar luas dan umum, misalnya retinitis pigmentosa. Ketika pasien datang dengan perdarahan vitreus atau katarak yang menghalangi visualisasi langsung ke retina, maka pemeriksaan ultrasonografi kutub posterior diindikasikan. penebalan merupakan Kadang membedakan hialoid yang ablasio yang bagi retina retina regmatogenosa parsial ablasio retina dan membran posterior berguna dari terpisah evaluasi lemah, dengan retina

menggunakan ultrasonografi merupakan hal yang sulit. Pada kasus ini, ERG pemeriksaan Bila regmatogenosa. respon elektrik mungkin

mengalami ablasio. Penemuan histoiogi Selama pemisahan dari sensorik neuron retina di RPE, aliran darah koloid ke lapisan luar retina hilang. RPE juga kehilangan kemampuanya untuk memodulasi kesehatan fotoreseptor lapisan luar. Setelah operasi perlengketan retina berhasil dilakukan, segmen luar retina dapat beregenerasi. Bila ablasio berlangsung kronik, atrofi dari seluruh lapisan fotoreseptor, degenerasi kistik, pembentukan makrokista, garis perbatasan, bahkan iridis dubeosis dapat terlihat.

PENATALAKSANAAN

Tindakan operatif merupakan satu-satunya cara dalam penatalaksanaan ablasi retina rhegmatogen. Tindakan operatif ini bertujuan untuk menemukan robekan pada retina dan menutup robekan tersebut. Penutupan robekan ini akan terjadi bila tepi robekan retina bersinggungan dengan lapisan epitel pigmen retina. Hal ini dicapai dengan cara mendekatkan dinding bola mata pada retina yang terlepas (scleral buckle) atau dengan menekan retina yang terlepas ke dinding bola mata (tamponade intraokuli dengan gelembung gas). Penutupan robekan ini dapat berhasil dengan menciptakan perlekatan korioretinal yang erat didaerah robekan yang kemudian disempurnakan dengan tindakan diatermi, krioterapi atau fotokoagulasi laser.7 1. Scleral Buckle Scleral buckling merupakan tindakan operatif dimana spons silicon atau silicon padat dijahit pada sklera yang berlokasi di retina yang robek untuk menciptakan efek lekukan di dalam mata. Penyangga ini diposisikan sedemikian rupa sehingga menekan sklera pada retina yang mengalami robekan dan mengurangi tarikan vitreoretinal. Tindakan ini juga mencegah kebocoran cairan yang dapat menyebabakan terjadinya ablasi yang lebih lanjut. Penyangga tersebut menyangga retina pada sklera sampai terbentuk pertautan pada retina yang robek.Bila robekan tersebut tertutup, cairan di bawah retina( cairan subretina ) akan mengalami resolusi spontan dalam waktu 1-2 hari. Namun Kadang dokter bedah memilih untuk mengalirkan cairan tersebut pada saat operasi. Prosedur scleral buckle ini dilakukan dengan anestesi lokal. Post operasi biasanya pasien dapat melakukan aktivitas setelah beberapa hari kecuali aktivitas yang berat yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra okular.8 Tindakan ini dilakukan di kamar operasi dengan anestesi umum atau lokal. Prosedur diawali dengan pemberian tetes mata untuk melebarkan pupil untuk mempermudah jalan masuk ke dalam bola mata. Pasien kemudian diberikan anestesi lokal. Setelah mata mati rasa, dokter bedah kemudian membuat sayatan pada lapisan bola mata perdarahan atau peradangan yang untuk mencapai sklera. Jika terdapat menghalangi dokter bedah untuk melihat

retina yang mengalami ablasi, maka dokter dapat melakukan vitrektomi sebelum tindakan scleral buckling dilakukan.8

Vitrektomi dilakukan hanya pada keadaan dimana upaya dokter bedah untuk melihat kerusakan terhalang. Dokter bedah membuat dua sayatan pada sklera, satu untuk alat pencahayaan dan yang lain untuk alat pemotong dan aspirasi. Setelah korpus vitreus diangkat, dokter bedah kemudian memasukkan udara atau gas untuk menahan retina pada tempatnya.8 Setelah retina dapat terlihat dokter kemudian akan melakukan salah satu dari prosedur berikut:

Fotokoagulasi Laser. Laser digunakan bila robekan retina kecil atau ablasi yang terjadi masih dalam tahap ringan. Sinar laser diarahkan melalui lensa untuk membakar daeah sekitar retina yang robek. Sinar laser membentuk jaringan parut yang akan menutup lubang dan mencegah kebocoran. Prosedur memerlukan tindakan incisi.
8

ini tidak

Kriopeksi Menggunakan alat pembeku, bagian terluar dari bola mata pada lokasi yang sama dengan robekan atau ablasi akan dibekukan. Peradangan yang disebabkan pembekuan akan membentuk jaringan parut yang akan menutup lubang robekan dan mencegah kebocoran. Kriopeksi digunakan pada robekan atau ablasi yang lebih luas, dan untuk daerah yang sukar dijangkau dengan laser.8 Setelah fotokoagulasi laser atau kriopeksi dilakukan, dokter kemudian akan menyangga sklera pada daerah tersebut dengan silikon Silikon tersebut akan menutup robekan dan mengurangi kelengkungan bola mata. Reduksi ini mencegah tarikan atau pemisahn dengan vitreus. Tergantung dari derajat

keparahan ablasi, penyangga dapat ditempatkan secara menyeluruh pada bola mata.8 Setelah penyangga ditempatkan, dilakukan drainase cairan subretinal kemudian dokter akan menjahit penyanga pada tempatnya dan menutupnya dengan konjunctiva. Dokter bedah kemudian akan memberi antibiotik (tetes atau salap) pada mata kemudian mata ditutup dengan kasa.8

Pada sclera buckling, silicon yang lunak diposisikan dibawah muskulus rektus dan dijahit pada sklera. Penyangga ini mendekatkan posisi retina yang mengalami ablasi dengan dinding bola mata dan mengurangi traksi vitreoretinal.Diunduh dari : www.emedicine.com/oph/topic400.htm

2. Pneumatic Retinopexy Prosedur ini umumnya dilakukan di praktek dokter dengan anestesi lokal. Tekhnik ini merupakan metode lain dalam penatalaksanaan ablasi retina. Tekhnik ini banyak dilakukan dalam penanganan ablasi retina rhegmatosa, terutama jika robekan tunggal dan terletak di bagian superior dari retina. Gelembung gas (SF6 atau C3F8) disuntikkan kedalam bola mata setelah aplikasi laser dan pembekuan pada lubang yeng terdapat di retina. Kepala pasien kemudian diposisikan pada posisi tertentu sehingga gelembung gas dapat bersandar pada lubang retina. Pasien mungkin harus memiringkan kepalanya untuk beberapa hari agar gelembung gas berkontak dengan

lubang pada retina. Tegangan permukaan gas akan menutup lubang pada retina dan epithelium pigmen retina akan mendorong cairan dari dari ruang subretina sehingga retina dapat kembali keposisi semula. Oleh karena penentuan posisi kepala yang turut mempengaruhi hasil terapi, maka penggunaan terapi ini untuk lubang atau ablasi retina pada bagian bawah bola mata sukar dilakukan. Prosedur ini biasanya dikombinasikan dengan kriopeksi atau fotokoagulasi laser.7

PROGNOSIS Operasi perlengketan kembali retina telah mengalami kemajuan selama beberapa dekade. Saat ini, sebanyak 95% pasien mengalami kesuksesan perbaikan secara anatomis. Progosis penglihatan tergantung dari apakah makula telah mengalami ablasio pada saat operasi. Sekali makula mengalami ablasio, fotoreseptor mulai berdegenerasi, dan mengganggu pemulihan visus paska operasi. Dipercaya, hanya sekitar 50% pasien memperoleh visus 20/50 atau lebih baik.

BAB III KESIMPULAN


Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan batang terpisah dari lapisan sel epitel pigmen. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, ablasio retina ada 3 tipe, yaitu: 1. Eksudatif.

2.

Traksional

3. Rhegmatogen Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel epitel pigmen dengan retina. Ablasi retina rhegmatogen merupakan tipe yang paling sering ditemukan. Robekan retina adalah defek dari seluruh ketebalan neurosensori retina. Cairan subretinal yang berasal dari pencairan vitreus dapat masuk ke dalam celah potensial dan melepas retina dari dalam. Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasio retina adalah: Mata dengan myopia tinggi Paska retinitis Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer Afakia atau peudoafakia. 50% ablasi yang terjadi pada afakia terjadi pada tahun pertama

Gejala pada ablasio retina regmatogenosa: Fotopsia Defek lapangan penglihatan Floaters

Pada pemeriksaan didapatkan: Flare dan sel dapat terlihat di COA Tekanan intraokuler yang biasanya rendah

Pigmen pada vitreus anterior (debu tembakau atau tanda Shaffer) biasanya ada.

Terlihat warna yang sedikit gelap sekunder dari edema intraretinal. Bentuknya cekung, tampakan berkerut-kerut, dan bergerak seperti ombak mengikuti pergerakan mata kecuali vitreoretinopati proliferative yang parah terjadi.

Ablasio retina regmatogenosa kronik biasanya disertai dengan penipisan retina, kista intraretina, fibrosis subretina, dan garis perbatasan. Garis ini biasanya terdapat pada sambungan retina yang melekat dan yang mengalami ablasi. Meskipun mereka mewakili area peningkatan adhesi retia ke membrane epitel pigmen retina, tidak wajar bagi cairan subretinal untuk menyebar di belakang garis.

Diferensial diagnosis: Nekrosis akut retina, Ablasio retina eksudatif. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: Ultrasonografi Angiografi Fluorescein Optical coherence tomography (OCT)

Tes lain: Elektroretinografi (ERG)

1. Ilyas, Sidarta. Iskemik Optik Neuropati Akut. Sidarta, Ilyas S, editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta:Balai penerbit FKUI, 2006:182-10.

DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva, Paul. Anatomi dan Embriologi mata. Suyono, Y. Joko, editor. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit Widya Medika, 2000:13,14-1. 2. Buku hitam 3. Buku di bagian mata 4. Buku Katarina 5. Buku ijo 6. Retinal Detachment. Diunduh dari:

www.prelex.com/retinal_detachment.htm 7. Lihteh Wu, MD Retinal Detachment Rhegmatogenous article Diunduh dari:http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment--

Rhegmatogenous.htm 8. Bekker Mary, Gale Encyclopedia of Surgery diunduh dari

http://www.healthline.com/adamcontent/retinal-detachment

Vous aimerez peut-être aussi