Vous êtes sur la page 1sur 9

Tugas Analisis Teori Organisasi & Administrasi

Untuk memenuhi tugas dari Dr.Drs. Mochamad Makmur, MS

Oleh : Frisky Prakarsa Komaryan 115030107111068 Adm. Publik kelas G

Analisis Teori Organisasi & Administrasi Berdasarkan kasus


Bencana Nasional Lumpur Lapindo/Sidoarjo

Latar Belakang :
Tragedi Lumpur Lapindo dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini menjadi suatu tragedi ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar). Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur: genangan hingga setinggi 6 meter pada pemukiman; total warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa; rumah/tempat tinggal yang rusak sebanyak 1.683 unit; areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih dari 200 ha; lebih dari 15 pabrik yang tergenang menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan lebih dari 1.873 orang; tidak berfungsinya sarana pendidikan; kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi; rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon); terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.

BAB 1 Pertama tama pendekatan teori teori di dalam organisasi dan administrasi dibagi dalam :
1. Pendekatan klasik ialah :

TEORI ORGANISASI KLASIK


Konsep-konsep tentang organisasi telah berkembang mulai tahun 1800-an, dan konsep-konsep ini sekarang dikenal sebagai teori klasik (classical theory) atau kadang-kadang disebut juga teori tradisional. Organisasi secara umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai sangat tersentralisasi, dan tugas-tugasnya terspesialisasi. Para teoritisi klasik menekankan pentingnya rantai perintah dan penggunaan disiplin, aturan dan supervisi ketat untuk mengubah organisasiorganisasi agar beroprasi lebih efisien. Teori klasik berkembang dalam tiga aliran : teori birokrasi, teori administrasi, dan manajemen ilmiah. Ketiga aliran ini dibangun atas dasar anggapan-anggapan yang sama. Ketiganya juga mempunyai efek yang

sama dalam praktek, dan semuanya dikembangkan sekitar tahun 1990 1950 oleh kelompok-kelompok penulis yang bekerja secara terpisah dan tidak saling berhubungan.

2. Pendekatan neo klasik :

TEORI ORGANISASI NEOKLASIK


Aliran pemikiran lebih lanjut yang muncul digambarkan sebagai neoklasik, dan secara sederhana sebagai teori atau aliran hubungan manusiawi. Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Teori neoklasik merubah, menambah, dan dalam banyak hal memperluas teori klasik. Teori neoklasik adalah menekankan pentingnya aspek psikologi dan sosial karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya. 3. Pendekatan modern :

TEORI ORGANISASI MODERN


Teori modern mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, tetapi organisasi adalah suatu sistem terbuka yang harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungannya. Teori modern adalah multidisiplin dengan sumbangan dari berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan. 4. Pendekatan post modern :

TEORI ORGANISASI POSTMODERN


Teori postmodern telah mempengaruhi teori institusional dan teori manajemen publik lebih dari pilihan-pilihan lain dalam Primer, sehingga kami menilai ini sebagai paling berhubungan dengan mereka, yang menjelaskan penempatan bab ini. Karena ini adalah sebuah antitesis, beberapa orang mengatakan bahwa teori postmodern tidak masuk dalam Primer sama sekali. Kami tidak setuju. Teori postmodern memiliki banyak penganut dalam administrasi publik, beberapa lebih ortodox dan bernafsu daripada yang lain. Yang lebih penting, berbagai aliran teori yang sekarang telah bergabung dan mengalir bersama dalam sungai teori postmodern telah mempengaruhi body lain teori yang tercover dalam Primer.

Kasus :
Disini saya akan mengangkat sebuah kasus yang sebenarnya sudah lama kita ketahui beberapa tahun belakangan , yaitu Bencana lumpur LAPINDO di daerah kota Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur . Dampak Bencana Lumpur Lapindo, Kehidupan Sosial Ekonomi. Lumpur Lapindo adalah suatu peristiwa bocornya pengeboran gas bumi yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo, salah satu Kabupaten di Jawa Timur. Kebocoran pengeboran gas bumi tersebut dilakukan atas kelalaian PT. Lapindo Brantas. Dengan adanya kebocoran gas tersebut, maka mengakibatkan dampak bagi masyarakat terhadap kehidupan sosial ekonomi. Dampak lumpur Lapindo ini sangat dirasakan oleh masyarakat di 3 (tiga) Kecamatan yakni Kecamatan Porong, Kecamatan Jabon, dan Kecamatan Tanggulangin. Hal

ini terbukti sebagian wilayah yang dekat dengan semburan lumpur Lapindo seperti: Rumah, pabrik, sawah, tempat ibadah, sekolah dan lainnya yang tergolong bagian dari kehidupan sosial ekonomi menjadi lautan lumpur Lapindo. bencana nasional yang terjadi di Sidoarjo sejak tahun 2006 hingga saat ini masih terjadi merupakan salah satu permasalahan yang kerap membayang-bayangi Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) yang diprediksi akan maju sebagai calon presiden pada pemilihan umum tahun 2014 mendatang. Peranan Aburizal Bakrie dalam bencana nasional yang dikenal luas dengan nama Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo ini menjadi penting ketika Aburizal Bakrie sebagai salah satu pengusaha terkaya di Indonesia merupakan pemegang saham terbesar PT. Lapindo Brantas yang merupakan perusahaan yang bertanggung jawab atas bencana tersebut. Meskipun kepemilikan saham masih terbagi lagi dengan investor lain yang juga sudah seharusnya bertanggung jawab dalam bencana ini, seperti Medco dan Santos, namun sorotan publik terkait kasus ini lebih diarahkan kepada keluarga Bakrie yang secara ekonomi dan politik memiliki pengaruh cukup signifikan di Indonesia, setidaknya sejak masa pasca-Orde Baru.

Dengan melihat pada beberapa kerugian yang dialami warga tersebut, sangat jelas jika PT. Lapindo memiliki tanggung jawab yang besar terhadap persoalan tersebut. Baik dalam hal ganti rugi maupun perbaikan masalah sosial sebagai akibat masalah yang berkepanjangan dari mulai tahun 2006 ini. Warga di wilayah sekitar pengeboran pada dasarnya tidak diberikan informasi yang jelas tentang rencana pembangunan dan dampak dari pengeboran gas. Informasi warga terhadap aktivitas dan dampak dari usaha eksplorasi tersebut pada dasarnya masih sangat terbatas. Selain itu, pasca-kejadian semburan lumpur pertama kali pada tahun 2006, warga Sidoarjo pada umumnya juga masih memiliki pemahamam yang relatif sedikit terkait pemberitaan peristiwa tersebut, misalnya mengenai data korban dan kerugian yang harus ditanggung.

Didalam kasus bencana yang menyandang sebagai bencana nasionalkan yang berarti segala sesuatu mengenai dampak hingga penanggulangan bencana ini di atur dan di ambil alih oleh pemerintah pusat maupun daerah , segala tanggung jawab mengenai pembentukan badan non hukum dari pemerintah pusat yang berkerjasama dengan pemerintah daerah Jawa Timur kususnya telah di bentuk dan di upayakan dapat membantu dan menjadi solusi menanggulangi bencana ini yang sangat berdampak sosial dan ekonomi yang sangat besar dan hampir merata . Upaya/kebijakan penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh pemerintah yakni membentuk 6 produk hukum non-UU yaitu: SK Menteri ESDM No. 2231 K/73/MEM/2006, SK Menteri PU No. 312/KPTS/M/2006, Keppres No. 13/2006, Keppres No. 5/2007, Perpres No. 14/2007, Keputusan Dewan Pengarah BPLS No. 01/KPTS/DP-BPLS/2007. Dampak dari upaya/kebijakan penanggulangan bencana lumpur Lapindo Masyarakat semakin memahami keberadaan BPLS; Masyarakat semakin memahami tujuan BPLS; Bagi masyarakat Desa Renokenongo upaya/kebijakan tersebut dapat mewakili dalam memperoleh haknya atas pertanggung jawaban yang dilakukan PT. Lapindo Brantas; Upaya/kebijakan yang dilakukan BPLS dapat membantu memperoleh ganti rugi cash and carry.

MENGANALISA PERMASALAHAN A. Menganalisa Faktor Internal.

Sebagai jawaban dari perumusan masalah yang secara factor internal, berusaha menganalisa permasalahan badan hukum/Perusahaan yang sudah menganggap perusahaan tersebut tidak mampu membayar/pailit dapat terlepas dari kewajiban untuk membayar dari pihak-pihak yang dirugikan tersebut, jika dengan berdasarkan suatu putusan pengadilan yang didalam pertimbangannya bahwa PT. Lapindo dianggap pailit, akan tetapi PT. Lapindo tersebut tidak terlepas dari kewajiban untuk tetap memberi ganti kerugian kepada masyarakat maupun perusahaan yang mengalami kerugian akibat kecerobohan maupun kelalaian dari Kegiatan pemboran gas tersebut. Karena mengingat setiap ekplotasi dari pemboran gas tersebut sudah pasti telah dilakukan jaminan asuransi lokal maupun asuransi internasional. Berkaitan dengan masalah pertanggung jawaban dari akibat luapan Lumpur lapindo, yang harus bertanggung jawab adalah selain PT. Lapindo, juga Pemerintah Daerah (Gubernur) dan Pemerintah Pusat, yang harus segera mencari solusi atau jalan keluarnya, sebagai penanggulangan dari dampak pencemaran luapan Lumpur lapindo, sidoarjo. Hal mana yang keterkaitan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, didalam hal pemberian izin, yang baik berdasarkan kebijakan ekonomi maupun kebijakan politis, baik secara internal adalah berupakan sebagai kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan dari Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat. Karena jika kita melihat ketentuan dari UU No. 23 Tahun 1997 yang telah diuraikan diatas, yang bertanggung jawab untuk memberikan ganti kerugian kepada korban luapan Lumpur panas sidoarjo adalah sudah merupakan kewajiban dari badan hukum maupun pemerintah yang terkait yang menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan hidup. Sehubungan dengan gugatan Class Action yang diwakili oleh suatu Yayasan yang berbentuk Badan Hukum/Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia, yang berdasarkan pada dasardasar Ilmu Psikologis, Ilmu Hukum Pidana maupun Perdata, Politik Hukum, Hak Asasi Manusia, Lingkungan Hidup dan pandangan Filsafat Hukum, dimana terhadap korban lumpur lapindo dapat dimungkinkan melakukan gugatan Class Action yang dalam hal ini diwakili oleh suatu Yayasan/Badan Hukum yang telah mendapat ijin dari Pemerintah dengan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri. Melihat dari kasus tersebut bahwa gugatan Class Action adalah yang dianggap paling efektif untuk menyelesaikan kasus korban Lumpur Lapindo, karena dari aspek-aspek keilmuannya telah terbuktinya telah memenuhi berbagai unsur, yang dapat menjadi dasar tuntutan/gugatan ganti kerugian bagi para korban luapan lumpur lapindo sidoarjo. Dengan tidak terlepas pula dari unsur-unsur pidana yang dapat dibebankan hukuman yang berlapis, seperti Tindak Pidana Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Tindak Pidana Korporasi sesama instansi terkait, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Tindak Pidana Korupsi dan lain-lain sebagainya.

C.

Menganalisa Faktor Eksternal.

Jika terhadap realisasi yang berdasarkan factor internal, tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya didalam hal mengenai pengganti kerugian dari para korban luapan Lumpur Lapindo, Sidoarjo maka secara factor eksternal dimana pandangan dari dunia internasional bahwa terhadap penerapan sistim hukum di Indonesia, belum dapat dikatakan menjamin kepastian hukum. Mengingat terhadap kasus yang sudah jelas-jelas terlihat adanya pelanggaran (secara factor internal) yaitu adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia, Tindak Pidana Korporasi sesama instansi terkait, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Tindak Pidana Korupsi. Maka sudah dapat dipastikan Negara Indonesia akan mendapat kecaman dari dunia Internasional karena tidak menjalankan dari apa yang sudah merupakan hasil keputusan konfensi Internasional. Dan sudah barang tentu pula akan membuat resah atau adanya keragu-raguan dari para infestor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena melihat bahwa undang-undang yang berlaku di Indonesia tidak dapat menjamin terciptanya kepastian hukum.

BAB II Studi Kasus :


Di dalam kasus ini saya akan memadukan , membandingkan dan mencari saran di dalam teori teori organisasi dan administrasi , ada sebuah organisasi didalam masyarakat yang dibentuk pemerintah pusat maupun daerah yang bukan badan hukum yaitu tentang pengendalian bencana lumpur lapindo yaitu BPLS (badan penanggulangan lumpur sidoarjo) , dalam tugasnya badan tersebut sangat dibutuhkan dan sangat vital , namun di dalam kenyataan di lapangan sampe dengan saat ini sudah hampir 5 tahun berlalu organisasi bentukan pemerintah ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai peraturan presiden dan kebijakan yang ada . banyak hal yang sangat miris kalo kita dapat menilik lebih jauh , sejak tahun 2008 badan non hukum tersebut telah terbentuk dan sedikit mengalami perubahan perubahan di dalam pengurusanya , hal ini sangat kuat konotasinya terhadap ketidak mampuan para jajaran dan para ahli yang mempunyai disiplin ilmu tentang geologi untuk dapat sekiranya mengatasi lumpur yang semakin hari semakin meluap ke sejumlah desa disekitarmya dam mengancam kota Sidoarjo itu sendiri terutama keadaan sosial dan ekonomi .

Di dalam organisasi ini BPLS seharusnya dapat berkerjasama secara intens dan berkelanjutan dengan penduduk sekitar , karena sepenuhnya penanggulangan tersebut merupakan tanggung jawab secara penuh (seharusnya) pemilik dari tambang gas / pengeboran gas yang melakukan human erorr , sebut saja disini pengusaha Aburizal bakri yang juga tokoh di negara dan merupakan ketum sebuah partai besar di Indonesia , tetapi menurut pengamatan selama ini saya berpendapat bahwa seakan akan perusahan angkat tangan dan tidak mau mengurusi bencana

yang sangat sangat merusak lingkungan maupun keadaan sosial sekitar semburan itu , pemerintah seakan membentengi sebuah perusahaan besar tersebut , dengan gampangnya presiden membuat kebijakan bahwa ini adalah bencana nasional sudah sangat jelas otomatis hal hal ini sangat erat keterkaitan POLITIK di dalamnya mari kita bahas dengan teori-teori yang ada , nah ... dari sini kita dapat menyandingkan terlebih dahulu teori yang menggambarkan tentang kasus ini , menurut saya dalam kasus ini kita dapat menyadingkan dengan dua (2) teori pertama :

Perbandingan Teori :
1.Teori pendekatan klasik : bahwa melihat dari struktur dan kenyataan organisasi sebagai suatu sistem tertutup, disini diartikan bahwa organisasi bentukan pemerintah ini terkesan sangat tertutup dalam melaksanankan tugasnya di tinjau dari cara kerja dan pendapat dari masyarakat sekitar , organisasi ini hanya melihat keadaan di dalam saja namun tidak sepenuhnya melihat dan berupaya berkerjasama dengan masyarakat sekitar , hal ini juga terbukti dengan tidak kunjung rampungnya semburan lumpur itu .

2.

Teori post modern : selain dapat dikaitkan dengan endekatan klasik , kasus ini juga

sangat pas bila kita memasukanya kedalam teori post modern yang bilamana keterkaitan kepada 1 lingkungan sekitar yang memiliki sebuah organisasi yang sangat mendominasi yaitu secara POLITIK , kebijakan - kebijakan yang di limpahkan dari pemerintah menurut saya sangatlah ganjil dan saya mencurigai adanya unsur politik . darimana saya dapat menilai bahwa kasus ini ada campur tangan dari keterlibatan politisasi ? disini saya dapat menilai bahwa owner dari PT.Lapindo Minarak ialah seorang ketua umum dari partai sebut saja GOLKAR yang dalam tanda kutip ialah partai KOALISI.

BAB III

Selanjutnya membanding & Tanding dengan teori lain di dalam organisasian dan adminitrasi , karna dengan hanya menyandingkan dengan 2 teori diatas belum dapat menjawab dan memberikan solusi solusi yang tepat berdasarkan teori yang ada yaitu :

1.Neo Klasik

Menyebutkan bahwa seharusnya dan sangatlah pantas sebuah organisasi mengutamakan motivasi dalam bentuk penghargaan atau reward , nah disini dalam kasus yang sudah sangat meresahkan bahkan menghambat perekonomian di daerah Jawa Timur khususnya daerah Sby MLG-Pasuruan , pada umumnya seorang pegawai atau karyawan dari sebuah organisasi dan proyek setidaknya diberikan reward atau penghargaan sehingga dapat bekerja dengan baik dan bertanggung jawab , jika itu terealisasi maka kejadian seperti ini sangat lah minim bakal terjadi atau bahkan terulang di daerah lainya yang memiliki lahan tambang yang dapat mengancam kehidupan masyarakat sekitar .
2.Modern

Berbeda dengan penyandingan teori teori sebelumnya disini lebih memperhatikan faktor lingkungan dan situasi yang terbuka dan tidak tertutup kepada masyarakat sekitar dan saling adanya ketergantungan kepada setiap lingkungan sekitar , maka dapat di katakan bahwasanya didalam teori ini asas keterbukaan dan transparant kepada masyarakat sekitar sangatlah dijunjung tinggi dalam penanggulangan bencana lumpur lapindo . dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi yang mempunyai tanggung jawab penuh atas kejadian yang telah terjadi tersebut , seharusnya tidak ada campur tangan dari kalangan politik dan tidak serta merta dipolitisasi oleh aktor aktor birokrat yang mempunyai kekuasaan didalamnya sehingga dapat segera terselesaikan dan dapat mengganti rugi kerugian warga sekitar .

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan : Dengan adanya bencana Lumpur panas ini maka masyarakat sekitar darisegi kehidupan social dan budayanya merasa terganggu maka dari itumenimbulkan reaksi keras dari masyarakat terhadap pemerintah agar penanggulangan Lumpur panas ini dilakukan secara cepat dan tepat dan terlebihlagi adalah keselamatan mereka serta penggantian kerugian materil.Pemerintah menaggapi secara positif atas reaksi tersebut terlebih lagitanggung jawab PT.Lapindo yang bersedia menggantibiaya atas kerugian yangdialami oleh masyarakat sekitar baik itu dari segi infrastruktur maupun kehidupanperekonomian mereka.

Saran : Dari bahasan tersebut diharapkan pihak pemerintah khususnya TimNasional harus lebih baik lagi dalam menaggulangi bencana Lumpur panas ini,karena oleh masyarakat sekitar masih dianggap terlalu lamban dalammengatasinya oleh karena itu perlu diperbaiki system kinerjanya dari tahappenaganan sampai rekonstruksi wilayah tersebut.

Vous aimerez peut-être aussi