Vous êtes sur la page 1sur 11

Permasalahan Obesitas, Penyebab dan Upaya Pemecahannya Dibimbing Oleh :

Disusun Oleh :

Oktafirda Dwi Carintan Ardini Debi L. Nuraya Dina Restu Enggarsari I Dewa Ayu Made Arda Yuni Amanda Nazira

101211131002/ 01 101211131005/ 02 101211131008/ 03 101211131011/ 04 101211131014/ 05

Indah Lutfiya Oktavian Denis Hartanto

101211131017/ 06 101211131020/ 07

IKM B UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2012

a. Obesitas sebagai Masalah Kesehatan Masyarakat


Obesitas adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh diatas normal. Kondisi tersebut dapat membahayakan kesehatan serta dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, stroke, dan menyebabkan penurunan produktivitas karena keterbatasan gerak. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa obesitas telah menjadi epidemi dunia. Enam puluh enam persen orang dewasa di Amerika Serikat tergolong overweight dan 32% diantaranya tergolong obesitas. Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas (IMT=/>30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita. IMT>23 kg/m2 menggambarkan bahwa prevalensi berat badan lebih yang berisiko menjadi obesitas adalah tinggi. Obesitas telah menjadi pandemi global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar pada orang dewasa (, 2009).Pada tahun 1998 WHO menyatakan bahwa obesitas merupakan penyebab kematian kedua didunia setelah merokok (Mustofa, 2010). Obesitas kini bukan lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang lazim ditemukan di negara-negara maju tapi telah merambah ke negara-negara berkembang (Arisman, 2010Jurnal USU ). Obesitas merupakan perpanjangan dari overweight dengan IMT=/>25kg/m2. Sedangkan dikatakan obesitas apabila IMT=/>30kg/ m2. Penelitian tentang obesitas telah banyak dilakukan di luar negeri. Di

Indonesia sendiri masalah obesitas belum ditangani serius karena para peneliti lebih disibukkan dengan permasalahan gizi kurang daripada gizi lebih. Obesitas merupakan masalah yang telah menimpa dunia dan hal ini memiliki korelasi yang kuat terhadap angka morbiditas dan mortalitas, sehingga diperlukan tindakan nyata berupa pencegahan, penyuluhan, penanggulangan, pengobatan dan upaya-upaya positif lainnya. Apabila kondisi ini dibiarkan, akan berdampak negatif mengingat berbagai komplikasi penyakit berakar dari obesitas. Maka dari itu, obesitas menjadi perhatian yang juga tak kalah penting dari masalah gizi buruk sebagai kasus kesehatan

masyarakat di Indonesia. Kurangnya informasi dan penerapan pola hidup sehat menjadikan masalah obesitas banyak menimpa masyarakat, khususnya pada ibu-ibu dan bapak-bapak yang berumur di atas tiga puluh tahun, dan umumnya hal ini terjadi setelah menikah. Namun, obesitas tidak hanya menimpa pada orang dewasa saja, para remaja, anak-anak dan balita yang mendapat asupan dan kebiasaan pola makan yang salah bisa menjadi pemicu obesitas. Obesitas menjadi masalah kesehatan masyarakat karena angka morbiditasnya lebih dari satu persen dari jumlah penduduk yang ada pada suatu wilayah tertentu. Di Indonesia khususnya di Jakarta, prevalensi obesitas pada anak usia 2-5 tahun sebesar 16,1% (Droomers et al, 1995). Penelitian yang dilakukan Soegih dkk (2004) pada 6318 orang pengunjung suatu laboratorium dari berbagai daerah, pekerjaan dan kelompok umur (20 sampai dengan 55 tahun) diperoleh hasil 48,97% pria dan 40,65% wanita mengalami obesitas (Nugraha, 2009 dalam Jurnal USU). Bappenas (2004), mengemukakan bahwa dari 4.747 orang siswa/siswi SLTP Yogyakarta dan 2% di Kabupaten Bantul mengalami obesitas. Hasil penelitian Ariani dan Sembiring (2007) di beberapa sekolah dasar di kota Medan, menunjukkan 17,75% siswa-siswi sekolah dasar mengalami obesitas. Ditinjau dari segi psikososial kegemukan merupakan beban bagi yang bersangkutan karena dapat menghambat kegiatan jasmani, sosial dan psikologis. Selain itu, akibat bentuk yang kurang menarik seseorang menjadi rendah diri dan yang terburuk adalah keputusasaan. Bagi para remaja konsekuensi langsung yang diterima oleh mereka apabila mereka terserang obesitas adalah diskrikinasi sosial, sehingga anak atau remaja akan mengalami penurunan kualitas hidup (Rachmad Soegih dan Kunkun K Wiramiharja, 2009). Apabila tren obesitas berjalan terus seperti sekarang ini, maka pada tahun 2025 tidak mustahil penduduk Indonesia akan menyandang gelar obesogenik terutama di daerah urban.
b.

Faktor-Faktor Penyebab Obesitas:


1. Host:

Obesitas bisa menyerang siapa saja. Baik dari segi umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas (Sorkidjo Notoatmodjo, 2011).

Dari segi umur, obesitas bisa diderita dari semua umur mulai dari bayi dan anak-anak (0-14 tahun), orang muda dan dewasa (15-49 tahun) dan orang tua (> 50 tahun). Dari segi jenis kelamin, obesitas juga tidak hanya menyerang satu jenis kelamin saja, laki-laki atau perempuan sama-sama berpeluang untuk menjadi penderita. Dari segi kelas sosial, bukan berarti orang berkecukupan tidak rentan terkena obesitas malahan dengan modal yang berkecukupan itu mereka bisa membeli asupan makanan dengan cepat dan praktis tanpa disertai dengan asupan serat alami yang mencukupi. Kebiasaan berangkat pagi untuk bekerja bagi wanita karir menjadikan makanan cepat saji menjadi asupan keluarganya sehari-hari. Selain itu, bagi kalangan menengah ke bawah, kurangnya informasi yang akurat dan gencarnya informasi di media massa perihal iklan makanan formula produk tertentu yang dapat menggantikan kandungan dari makanan 4 sehat, memberi pengaruh kepada pola pikir kaum ibu yang ingin praktis memberi makan anak balitanya. Hal itu berakibat lidah si anak tidak mengenal sayur dan buah. Usus pun tidak terlatih untuk mencerna sayur dan buah. Jadi tidak aneh bila kemudian banyak renaja dan dewasa muda yang tidak suka sayur dan buah (Rachmad Soegih dan Kunkun K Wiramiharja, 2009). Dari segi pekerjaan, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas fisik, obesitas cenderung rentan diderita oleh orang yang bekerjanya tidak terlalu menghabiskan banyak energi dan sedikit mengeluarkan keringat. Umumnya mereka lebih mengedepankan aktifitas berfikir dengan otak. Namun, hal itu tidak sebanding dengan asupan kalori yang mereka konsumsi. Akibatnya ketidakseimbangan ini yang nantinya akan berimbas pada kasus obesitas. Misal orang pekerja kantoran lebih rentan terserang obesitas daripada kuli batu atau kuli bangunan. Tingkat pendidikan juga menjadi klasifikasi penderita yang rentan terserang obesitas. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi secara otomatis akan lebih selektif dalam memilih asupan gizi untuk kesehatannya dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah yang mudah dirayu dengan iklan makanan produk formula cepat saji lainnya. Tingkat penghasilan juga menjadi faktor penentu kerentanan obesitas. Orang yang berpenghasilan tinggi terkadang akan malas untuk melakukan hal ribet

sehingga makanan cepat saji menjadi pilihan alternatif meskipun mahal harganya. Namun, di sisi lain orang yang berpenghasilan tinggi yang berpendidikan tinggi akan lebih selektif dan menggunakan uangnya untuk membeli asupan gizi dari bahan alami dan bisa menggunakan hartanya untuk mengikuti berbagai jenis olahraga yang ia kehendaki. Orang yang berpenghasilan rendah juga tidak mutlak rentan terserang obesitas. Terkadang karena pekerjaan yang ia tekuni menguras banyak kalori, secara logika ia sering menggerakkan tubuhnya untuk olahraga maka orang semacam ini akan lebih kecil resikonya terserang obesitas. Namun, di sisi lain, akibat penghasilan minim yang ia miliki ia cenderung membeli asupan gizi yang seadanya untuk mengenyangkan perut dengan cepat dan ekonomis. Akibatnya, masalah obesitas juga bisa menyerang rakyat miskin akibat penerapan pola hidup yang salah dari asupan gizi yang diperoleh dari kaum ibu yang mengolah pemasokan pangan.
2. Agent:

Obesitas merupakan penyakit degeneratif yang disebabkan oleh gizi lebih akibat pola hidup yang salah. Obesitas merupakan penyakit non communicable desease yang tidak akan menularkan penyakitnya melalui kontak langsung ataupun melalui vektor tertentu. Namun, penderita obesitas bisa menurunkan resiko obesitas kepada anaknya. Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas.Bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14% (Rachmad Soegih dan Kunkun K Wiramihardja, 2009). Selain mengundang berbagai penyakit, kegemukan juga mengurangi tampilan fisik. Oleh karena itu para ahli terus berusaha mencari penyebab kegemukan. Kecurigaan jatuh kepada virus yang bernama adenovirus 36, virus yang sering menyebabkan infeksi mata dan pernapasan. Virus ini diduga menyebabkan sel induk pada tubuh manusia menjadi sel lemak. Dalam risetnya, para ahli menginfeksi binatang percobaan di laboratorium dengan adenovirus 36. Namun, riset ini masih akan diteliti lagi lebih detail untuk mendapatkan hasil yang pasti.
3. Environment:

a. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi, sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan

terjadinya obesitas akan meningkat. Misalnya pada anak seperti berkurangnya lapangan tempat bermain serta tersedianya hiburan dalam bentuk game elektonik atau playstation dan tontonan televisi (Nugraha, 2009 dalam Jurnal USU). Kurangnya aktivitas fisik inilah yang menjadi penyebab obesitas karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya energi yang dipergunakan (Mustofa, 2010 dalam Jurnal USU). b. Gaya hidup Kecenderungan masyarakat sekarang suka makan fast food yang berkalori tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es krim, aneka macam mie dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995 dalam Jurnal USU). c. Sosial ekonomi Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Syarif, 2003 dalam Jurnal USU). d. Nutrisi/ Makanan Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak. Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan energy (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energyexpenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi disimpan dalam bentuk lemak (Nugraha, 2009). Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di dalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah karbohidrat, protein dan lemak. Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak tidak terbatas (Nugraha, 2009).
Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan yang menyebabkan obesitas adalah kuantitas, porsi sekali makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan (Nugraha, 2009).

Regulasi dan metabolisme di dalam tubuh terdiri dari dua faktor yaitu controller (otak) dan controlled system/nutrient partitioning yaitu organ lain di luar otak yang berperan dalam menggunakan dan menyimpan energi seperti saluran cerna, liver, otot, ginjal dan jaringan adiposa (Nugraha, 2009) Orang gemuk dapat menjadi resisten terhadap insulin, menyebabkan penambahan insulin dalam sirkulasi. Insulin mengurangi lipolisis dan menambah sintesis dan ambilan lemak (Barness dan Curran, 1999 dalam Jurnal USU). e. Obat Terdapat beberapa obat-obatan yang terbukti meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas, seperti Thioridazine, Amitriptyline, Insulin, Pizotifen dll. Adapun faktor-faktor lain yang mungkin berkaitan dengan tingginya persentase obesitas pada responden perempuan, antara lain adalah: 1. 2. 3. 4. Konsumsi makanan berlemak yang mungkin lebih sering di banding laki-laki Aktivitas olahraga yang jarang di lakukan. Status perkawinan, dimana perempuan yang sudah menikah cenderung mengalam Pemakaian alat kontrasepsi hormonal seperti: susuk, pil, dan suntikan dapat

pertambahan berat badan di kemudian hari. menimbulkan efek samping bertambahnya berat badan. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal mempunyai resiko 2,05 kali lebih besar untuk menjadi obesitas dibandingkan alat kontrasepsi nonhormonal.

c. Gambaran Alternatif Pemecahan Masalah


Pencegahan obesitas pada saat remaja penting diantisipasi sejak bayi. Untuk mencegah obesitas pada masa bayi tersebut, perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini: a. Setiap bayi dianjurkan untuk diberi ASI saja paling sedikit sampai 4-6 bulan b. Pemberian makanan padat mulai diberikan sekitar 4-6 bulan c. Penyuluhan tentang kebutuhan diet bayi, percepatan pertumbuhan bayi d. Biasakan mengukur BB dan TB secara rutin sekali dalam sebulan (menggunakan KMS) e. Evaluasi kualitas pengasuhan anak, menganjurkan/membiarkan anak bergerak bebas, aktifitas fisik merupakan faktor pencegahan obesitas (Suandi, 2010 dalam Jurnal USU) Diantara beberapa upaya lain yang bisa dilakukan adalah memperbanyak pengetahuan tentang pencegahan dan penanggulangan obesitas, misalnya yaitu:

1. Mengontrol secara berkala status kesehatan kita dikaitkan dengan klasifikasi

kegemukan berdasarkan tingkat kegemukan menurut WHO: RESIKO KLASIFIKASI Underweight Normal range Overweight Obese (grade 1 obesity) Obese (grade 2 obesity) Morbid/severe obesity (grade 3) Sumber: (Oetomo, 2011;48). Dengan mengetahui status kesehatan kita berdasarkan penghitungan IMT dengan rumus Indeks Masa Tubuh = Berat Badan (kg) , kita dapat mengurangi resiko terkena obesitas. Tinggi badan (m2) 2. Mengatur pola makan yang baik. 3. Mengatur pola aktivitas fisik yang teratur. 4. Istirahat yang teratur. 5. Olahraga yang teratur. 6. Selektif dalam memilih makanan. 7. Menggali informasi seputar kalori yang ada dalam suatu makanan yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga kita tidak akan terlalu banyak makan kalori. 8. Sebagai seorang kesehatan masyarakat kita bisa membuat selebaran atau pamflet yang berisi daftar makanan beserta kalori yang dikandungnya sehingga masyarakat bisa selektif dalam memilih makanan. 9. Selain itu kita bisa memberikan alternatif lain dengan menciptakan makanan alami rendah kalori. 10. Berusaha menerapkan pola hidup sehat dengan seimbang menjalankan aktivitas fisik yang positif. Diantara penanggulangan yang dapat dilakukan apabila seseorang terlanjur menderita obesitas dapat ditangani dengan perbaikan pola makan dan aktifitas fisik sesuai dengan anjuran dan pantauan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Hal ini dikarenakan setiap IMT (kg/m2) < 18,5 18,5 24,9 25,0 29,9 30,0 34,9 35,0 39,9 40 MORBIDITAS Low Average Mild increase Class 1 obesity Class 11 obesity Class 111 obesity

individu memiliki kasus obesita yang berbeda sehingga dalam penanganan untuk menurunkan berat badannya juga berbeda. Contoh kasus pada obesitas. Tn. Obelix 55 thn seorang pengusaha datang untuk berkonsultasi setelah melakukan general check up, dengan hasil sebagai berikut: Berat badan tinggi badan lingkar pinggang tekanan darah nadi Gula darah kolesterol total kolesterol HDL kolesterol LDL trigliserida : 82 kg : 165 cm : 110 cm : 150/95 mmHg : 102 x/min : puasa 126 mg% (N : 70-110 mg%) 2 jam PP 184 mg% (N : < 140 mg%) : 240 mg% (N: 150-220 mg%) : 28 mg% (N > 35 mg%) : 170 mg% (N : 100-150 mg%) : 270 mg% (N : 150-250 mg%)

Dari anamnesis diketahui Tn. Obelix sangat menyukai makanan enak (favoritnya gule kambing dan nasi padang komplit), namun bukan makanan camilan. Oleh sebab itu pada waktu makan ia selalu memilih tempat2 makan favoritnya. Ia makan utama 3x sehari, dan menikmati setiap waktu makan, sehingga selalu dalam porsi yang banyak. Tn.obelix kurang menyukai buah-buahan dan sayuran sehingga menu tersebut jarang muncul pada menu kesehariannya. Apabila ada sayuran pada menunya, hanya dalam jumlah sedikit saja. Tn. Obelix beralasan sangat sibuk sehingga tidak pernah berolahraga, dan dalam aktifitas sehari-hari ia selalu dibantu sekretarisnya. PEMBAHASAN 1. Anamnesis: a. Keluhan utama: konsultasi hasil general check up b. Penyakit penyerta : DM tipe 2, dislipidemia, hipertensi c. Pola kebiasaan makan

i. ii. iii. iv.

Frekuensi perolehan makanan : makan teratur 3x sehari Jenis makanannya sering dimakan: berenergi tinggi Besar porsi per kali makan: besar Waktu dan tempat perolehan makanan : teratur, dirumah atau rumah makan.

v.

Cara makan: -

d. Pola kebiasaan beraktifitas fisik Sehari-hari aktifitas ringan tidak pernah berolahraga.
2. Hitunglah IMT:

82/2,72 = 30,15 kg/m2 3. Berapa berat badan normalnya? WHO WPRO: 18,5 x 2,72 = 42,16 kg s.d. 22,9 x 2,56 = 62,28 kg WHO: s.d. 24,9 x 2,56 = 67,73 kg

4. Berapa berat badan idealnya? 165 100 (10% x (165 100)) = 58,5 kg Perkecualian pada wanita dengan rumus: 165 100 = 65 kg

5. Tentukanlah asupan energi dan komposisi zat gizi penghasil energi untuk

menurunkan berat badan 1 kg / minggu: TEE =

BMR = 24 x 82 = 1968 kkal PA (ringan) = 1968 x 30% = 590,4 kkal TEF = 10% (1968 + 590,4) = 255,84 kkal TEE = 1968 + 590.4 + 255,84 = 2814,24 kkal Agar turun BB 1 kg seminggu, maka perlu defisit 1000 kkal/hari = 2814,24 1000 = 1814,24 kkal.

6. Cara memodifikasi perilaku makan dari salah menjadi benar:

a. Mengkonsumsi makanan harus terjadwal: jadwal diisi dengan 3x makan pokok dan 2x cemilan. b. Komposisi makan pokok, tdd: a. Sumber KH, b.Sumber protein hewani, c. Sumber protein nabati, d. Sayuran c. Buah berair banyak sebagai cemilan. d. Di luar jadwal hanya boleh minum air putih/ air tanpa energi.

7. Cara memodifikasi perilaku aktifitas fisik dari salah menjadi benar:

a. Melakukan aktifitas fisik tanpa bantuan orang lain. b. Melakukan aktifitas fisik tanpa bantuan tenaga mesin. c. Melakukan olahraga: weight training dan aerobik intensitas sedang minimum 30 menit/hari.

Vous aimerez peut-être aussi