Vous êtes sur la page 1sur 7

\ BAB II ASAS-ASAS PENDIDIKAN Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir baik

pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber baik dari kecenderungan umum pendidikan di dunia maupun yang bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia (Tirtaraharja, 2005). 2.1 Asas Tut Wuri Handayani Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sistem Among Perguruan. Asas ini dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara yang kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu: a. Ing Ngarso Sung Tulodo maksudnya seorang pendidik hendaknya berada di depan, untuk memberi contoh tauladan kepada anak didiknya. b. Ing Madyo Mangun Karso maksudnya seorang pendidik harus mampu berada ditengah-tengah anak didiknya, untuk memberi dukungan, membangkitkan kehendak, serta motivasinya anak didiknya. c. Tut Wuri Handayani maksunya didiknya dari belakang. seorang pemimpin hendaknya mampu memberi dorongan kepada anak

Asas Tut Wuri Handayani merupakan asas yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri. Asas ini menjelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Tamam Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai serta mengganti sistem pendidikan yang menggunakan cara paksaan, dan hukuman. Dari asas inilah juga melahirkan Sistem Among dimana pendidik memperoleh sebutan pamong yaitu sebagai pendidik yang berdiri dibelakang anak didiknya, tetap memberi kesempatan kepada anak didiknya untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa. Pamong hanya wajib menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi jalan anak didik serta hanya bertindak aktif dan mencampuri apabila anak didik tidak dapat menghindari rintangan atau keselamatannya. Asas tut wuri handayani merupakan konseptualisasi konsep tujuh Asas Perguruan Nasional Taman Siswa yang lahir pada tanggal 3 Juli 1922 yang merupakan asas perjuangan untuk menghadapi Pemerintah Kolonial Belanda. Ketujuh Asas tersebut secara singkat disebut Asas 1922 adalah sebagai berikut. 1. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat persatuan dalam perikehidupan umum. 2. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berkaedah, yang lahir dan batin dapat memerdekakan diri. 3. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. 4. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat. 5. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh penuhnya lahir maupun batin hendaklah diusakakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa pun yang mengikat baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin. 6. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. 7. Bahwa dalam mendidik anak anak perlu adanya keihlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaanan

Menurut asas Tut wuri Handayani: 1. Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan 2. Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among dan ngemong. Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiridan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan. 3. Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede) 4. Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak) 5. Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam anak didik)

2.2 Asas Belajar Sepanjang Hayat Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar ditujukan untuk membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif, serta meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri, sebagai bagian dari belajar sepanjang hayat. Dalam hal ini, perlu dirancang dan diimplementasikan suatu program belajar mengajar sehingga mendorong terwujudnya belajar sepanjang hayat. Karena itu, dapat dirancang Kurikulum dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan

kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Dimensi ini mengkaji tentang: a. Keterkaitan kurikulum dengan masa depan peserta didiknya. b. Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan c. Perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis. d. Keterpaduan bahan ajar dan pengorganisasian pengetahuan. e. Penyiapan untuk memikul tanggung jawab. f. Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didiknya. g. Mempertahankan motivasi belajar secara permanen. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Dimensi ini mengkaji tentang: a. Kurikulum sekolah merefleksi kehidupan diluar sekolah. b. Memperluas kegiatan belajar keluar sekolah. c. Melibatkan orang tua dalam kegiatan belajar-mengajar. Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu, akan mengakrabkan anak didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar anak didik. Kemauan dan kemampuan menggunakan sumbersumber belajar yang tersedia itu akan memberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. UNESCO menetapkan definisi kerja pendidikan seumur hidup sebagai konsep bahwa pendidikan harus menetapkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Meliputi seluruh hidup setiap individu. 2. Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi bidupnya. 3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu. 4. Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar

mandiri. 5. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang formal, non formal dan informal (Lipu La Sulo, 1990). Istilah pendidikan seumur hidup berkaitan erat dan, kadang kadang digunakan saling bergantian dengan makna yang sama dengan istilah belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang tak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Seperti diketahui, penekanan istilah belajar adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena pengaruh pengalaman, sedang isalah pendidikan menekankan pada usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien dan efektif (Tirtarahardja, 2005). Dalam asas pendidikan seumur hidup, proses belajar mengajar di sekolah mengemban dua misi yakni; memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan efisien dan efektif dan meningkatkan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasi dengan memperhatikan dua dimensi sebagai berikut. a. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi: keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan peserta didik, termasuk relevansi bahan ajar dengan masa depan dan pengintegrasian masalah kehidupan nyata ke dalam kurikulum. Kurikulum dan perubahan sosial kebudayaan, kurikulum seyogyanya memungkinkan antisipasi terhadap perubahan social kebudayaan. The forecasting curriculum yakni perancangan kurikulum berdasarkan suatu prognosis, baik tentang perilaku peserta didik pada saat menamatkan sekolahnya, pada saat hidup ia dalam sistem yang sedang berlaku, maupun pada saat ia hidup dalam sistem yang telah berubah di masa depan. Keterpaduan bahan ajar dan pengorganisasian pengetahuan, terutama dalam kaitannya dengan struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dengan penguasaan kerangka dasar untuk memperoleh keterpaduan ide bidang studi itu. Penyiapan untuk memikul tanggung

jawab, baik tentang dirinya sendiri maupun dalam bidang sosial/pekerjaan, agar kelak dapat membangun dirinya sendiri dan bersama sama membangun masyarakatnya. Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, yakni pengalaman di keluarga untuk pendidikan dasar dan demikian seterusnya. Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen, peserta didik harus dapat melihat kemanfaatan yang akan didapatnya dengan tetap mengikuti pendidikan itu, seperti kesempatan yang terbuka baginya, mobilitas pekerjaan, pengembangan kepribadiannya, dan sebagainya. b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah, yaitu: kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luar sekolah; kehidupan di luar sekolah menjadi objek refleksi teoretis di dalam bahan ajaran di sekolah, sehingga peserta didik lebih memahami persoalan persoalan pokok yang terdapat di luar sekolah. Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah: kehidupan di luar sekolah dijadikan tempat kajian empiris, sehingga kegiatan belajar mengajar terjadi di dalam dan di luar sekolah. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar, baik sebagai narasumber dalam kegiatan belajar di sekolah maupun dalam kegiatan belajar di luar sekolah. Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mendekatkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan menggunakan sumber sumber belajar yang tersedia itu akan memberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. Dan masyarakat yang memiliki semangat belajar sepanjang hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society).

2.3 Asas Kemandirian dalam Belajar Asas Tut Wuri Handayani dan Belajar Sepanjang Hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan

menghindari campur tangan guru, namun guru selalu suiap untuk ulur tangan bila diperlukan. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), ini merupakan salah satu pendekatan yang member puluang pengembangan kemandirian dalam belajar. Di samping itu, beberapa jenis kegiatan belajar mandiri akan sangat bermamfaat dalam mengembangkan kemandirian dalam belajar, seperti belajar melalui modul, atau pun paket belajar. Di samping itu, pusat sumber belajar (PSB) asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan di kembangkan, PBS itu member peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar, di samping bahan pustaka di perpustakaan, seperti rekaman elektronik.

Vous aimerez peut-être aussi