Vous êtes sur la page 1sur 51

JANGAN BUNUH JANINMU

distributed by www.lente ra-rakyat.sos4um.com

Aborsi dalam hukum Islam

pandangan

Pertama-tama harus dideklarasikan bahwa aborsi bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat. Paham asing ini tak diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya kasus-kasus aborsi, dalam masyarakat mana pun. Data-data statistik yang ada telah membuktikannya. Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika yaitu hampir 2 juta jiwa lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah: Perang Vietnam 58.151 jiwa, Perang Korea 54.246 jiwa, Perang Dunia II 407.316 jiwa, Perang Dunia I 116.708 jiwa, Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa. Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus (www.genetik2000.com). Data tersebut ternyata sejalan dengan data statistik yang menunjukkan bahwa mayoritas orang Amerika (62 %) berpendirian bahwa hubungan seksual dengan pasangan lain, sahsah saja dilakukan. Mereka beralasan toh orang lain melakukan hal yang serupa dan semua orang melakukannya (James Patterson dan Peter Kim, 1991, The Day America Told The

Thruth dalam Dr. Muhammad Bin Saud Al Basyr, Amerika di Ambang Keruntuhan, 1995, hal. 19). Bagaimana di Indonesia ? Di negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, sayang sekali ada gejala-gejala memprihatinkan yang menunjukkan bahwa pelaku aborsi jumlahnya juga cukup signifikan. Memang frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu (Aborsi.net). Pada 9 Mei 2001 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (waktu itu) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa dalam Seminar Upaya Cegah Tangkal terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Perempuan yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim di FISIP Universitas Airlangga Surabaya menyatakan, Angka aborsi saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat. (www.indokini.com). Ginekolog dan Konsultan Seks, dr. Boyke Dian Nugraha, dalam seminar Pendidikan Seks bagi Mahasiswa di Universitas Nasional Jakarta, akhir bulan April 2001 lalu menyatakan, setiap tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di Indonesia (www.suarapembaruan.com). Dan ternyata pula, data tersebut selaras dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang mencerminkan dianutnya nilai-nilai kebebasan yang sekularistik. Mengutip hasil survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu Jakarta, Prof.

Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era Baru Gerakan Keluarga Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan ada 42 % remaja yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya masih aktif menjalaninya. Survei ini dilakukan di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117 remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun. Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah wanita. Sebagian besar dari kalangan menengah ke atas yang berdomisili di Jakarta Selatan (www.kompas.com). Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998). Terlepas dari masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi seorang muslim, hukum- hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya. Selain itu keterikatan dengan hukum- hukum Syariat Islam adalah kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah SWT berfirman : Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka. (TQS An Nisaa` 65) Dan tidak patut bagi seorang mu`min lakilaki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (TQS Al Ahzab 36)

Sekilas Fakta Aborsi Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut : Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram. Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260). Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu: 1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus 2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis 3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa- gesa (www.genetik2000.com). Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam- macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya. 1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat). 2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage. 3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati. 4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran

buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya. 5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa (www.genetik2000.com). Dengan berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non- medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain : 1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%) 2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%) 3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%) Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya. Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com). Data ini juga

didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi (www.genetik2000.com). Aborsi Menurut Hukum Islam Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel

sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh( Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79). Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Masud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian dalam bentuk alaqah selama itu pula, kemudian dalam bentuk mudghah selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi) Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa.

Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syari berikut. Firman Allah SWT : Dan janganlah kamu membunuh anakanak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu. (TQS Al Anaam : 151) Dan janganlah kamu membunuh anakanak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu. (TQS Al Isra` : 31 ) Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara). (TQS Al Is ra` : 33) Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh. (TQS At Takwir : 8-9) Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam. Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini

hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ). Dalil syari yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut : Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ? Maka Allah kemudian memberi keputusan (HR. Muslim dari Ibnu Masud RA) Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda : (jika nutfah telah lewat) empat puluh malam Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggotaanggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang

terpelihara darahnya (mashumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki- laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda : Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak lakilaki atau perempuan (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998). Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia. Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. Azl dilakukan oleh seorang laki-

laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan. Rasulullah SAW telah membolehkan azl kepada seorang laki- laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak menginginkan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya : Lakukanlah azl padanya jika kamu suka ! (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud) Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT : Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (TQS Al Maidah : 32) Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan

umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian ! (HR. Ahmad) Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan : Idza taaradha mafsadatani ruiya azhamuha dhararan birtikabi akhaffihima Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya. (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawaid Al Fiqhiyah, halaman 35). Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998). Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel

sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah sesuatu yang ada pada organisme hidup. (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan. Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk azl. Sebab dalam aktivitas azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal azl telah dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya

aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan haditshadits yang membolehkan azl. Akibat Buah Te rlarang Sori, bukan untuk ngadain tandingan judul film jaman dulu. Tapi kenyataan memang demikian. So, remaja yang nekat menggugurkan kandungan itu karena doi nggak siap menerima hujatan ortu atau masyarakat sekitar akibat permainan terlarangnya. Kecil-kecil sudah berani gaul kelewat batas. Memang sih, saat lagi hot-hotnya nggak sadar. Malah kerjasama ilegal antara ABG putri dengan ABG cowok bisa berulang kali dilakukan. Tapi begitu sang istri telat datang bulan, giliran sang suami kelabakan bagai kabakaran jenggot. Tak jarang suami biadab ini memprovokasi istrinya untuk mengaborsi janin yang bersemayam di rahimnya. Atau ide bejat itu tak sedikit yang muncul dari sang ibu yang kejam bin sadis itu. Klop. Keduanya memang cuma pengen enak, tapi nggak mau anak. Mau bukti? Jangan salah, ini kejadian beneran, bukan dalam film atau dalam novel. Peristiwanya sih memang lama, tapi cukup sebagai contoh kebiadaban suami- istri ilegal ini. Republika menurunkan beritanya, bahwa sepasang remaja di Pakanbaru pada tanggal 28 September 1994 melakukan aborsi. Biadabnya, sang suami menolong melakukan aborsi istrinya dengan menekan perut istrinya itu hingga sang bayi keluar, dan tanpa memperhatikan keadaan, mereka membuang darah dagingnya sendiri ke Sungai Batang, Indragiri Hilir. Sadis! Padahal segalakgalaknya harimau saja, tidak mau memakan sepatu, eh, sori, maksudnya memakan anaknya sendiri!

Melihat kejadiannya, kasus ini memang muncul gara-gara kendornya iman para ABG, ditambah dengan longgarnya tata nilai yang mengikat masyarakat. Plus, hukum yang diberlakukan penguasa bagai macan ompong pemakan sayur. Walhasil, kita sekarang sedang menunggu keruntuhan sebuah peradaban. Mengerikan, Brur! Memang, sudah menjadi pemandangan umum, bahwa gaul bebas ala Dawsons Creek telah menjadi trend remaja macam kamu. Suer, kita bukan memojokan kamu, tapi kenyataannya memang demikian. Sebagian remaja memang doyan gaul bebas. Nggak percaya? Coba tengok ABG di kelas kamu misalkan. Jumlah yang pacaran lebih banyak ketimbang teman kamu yang berusaha untuk tidak mengukir dosa lewat gaul bebas itu. Iya, kan? Percaya saja deh. Atau, sori, jangan-jangan kamu termasuk yang masih doyan gaul bebas sama lawan jenis kamu? Hati- hati ya! Bisa berabe! Brur, cinta itu bukan untuk dibiarkan liar tanpa kendali. Kamu jangan terpengaruh dengan teori Sigmund Freud ketika menyoal pemenuhan naluri seksual. Soalnya, menurut pakar psikoanalisa yang punya darah Yahudi ini, bahwa libido seksual itu harus disalurkan. Bila tidak? Sakit atau koit katanya asal-asalan. Freud lupa (atau memang nggak tahu?), bahwa naluri itu rangsangannya dari luar. Bukan dari dalam seperti halnya kebutuhan jasmani. Buktinya? Nggak ada manusia yang sakit atau koit gara- gara nalurinya tak tersalurkan dengan baik. Paling-paling cuma gelisah, itupun nggak bakal berlangsung lama. Itu saja, nggak ada efek lain. Coba kalau perut kita udah meronta-ronta, tapi kita membiarkan dua hari saja nggak mengisinya dengan makanan, dijamin bakal sakit atau malah koit. Jadi,

jangan sampe deh, kamu menjerumuskan diri ke dalam mahligai dosa. Sebuah Kebingungan Dalam keterpurukan dunia remaja sat ini, anehnya banyak orang tua yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Hueran! Seolah-olah ortu mereka lepas tangan begitu saja. Yang seperti ini adalah tipe ortu yang kagak bertanggungjawab. Yang saya tak habis pikir, banyak orang tua justru membiarkan kelakuan anak gadisnya yang tidak baik, misalnya duduk di luar rumah sampai larut malam; ngobrol dengan lawan jenis seenaknya, dan berpakaian setengah telanjang, komentar Dra. Monti ST. Winata, psikolog dan petugas Bimbingan Penyuluhan di SMP dan SMU. Karena itulah lantas psikolog ini mewanti-wanti orang tua untuk tidak membiarkan anak-anaknya keluar malam hari. Apapun alasannya, izin keluar rumah pada malam hari tentunya tidak bisa diberikan begitu saja, katanya seperti yang dikutip Majalah Remaja Islam PERMATA edisi 23/November 1997. Nah lho! Ah, bingung memang. Kayaknya orang tua jaman sekarang bikin bingung anak-anaknya. Melihat fakta yang diungkap psikolog tadi, rasanya memang para ortu sudah bingung menghadapi anak-anaknya. Ada yang cuek banget. Eh, sekali ada yang mau berbaik hati memperhatikan anaknya malah bisa stres juga. Soalnya, nggak semua anak bisa dengan mudah diatur. Malah Brur, sekarang ini banyak anak yang berani musuhan sama ortunya. Parah! Memang sih, bila kita lihat kondisi remaja bisa bebas gaul seperti itu karena suasana kehidupan saat ini memang menjadi media yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya

budaya tersebut. Malah, saat ini orang tua ada juga yang salah memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Sebagai wujud sebuah kebingungan, kini tak sedikit orang tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe jarum super alias jarang di rumah suka pergi; lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean dikit disekolahin di sekolah yang mahal tapi miskin nilai- nilai agama. Ditambah lagi dengan kursus-kursus di sekolah kepribadian. Lebih celaka lagi, orang tua sekarang banyak yang bangga bila anaknya jadi artis cilik, yang tentu saja semakin memperparah kondisi masyarakat yang memang sudah amburadul bin kusut ini. Walhasil, saat ini, tak sedikit ortu yang mendidik anaknya supaya jadi sampah. Edan, memang! Padahal, berawal dari keluarga lah pendidikan buat anak-anak itu. Wajar, bila sekarang banyak remaja amburadul karena memang ortunya, masyarakatnya dan negara nggak perhatian sama mereka. Kasihan! Gali Lobang Tutup Lobang Sori, ini juga bukan untuk menantang Bang Rhoma Irama dalam mencipta lagu dangdut. Maklum bintang iklan Boska ini pernah meluncurkan lagu gali lobang tutup lobang. Ini hanya analogi alias perumpamaan untuk mencegah penyebarluasan kasus aborsi ini. Jadi, kita jangan terjebak dalam pola penyelesaian masalah yang muter saja nggak karu-karuan. Tentu saja niat baik kita agar harimau tak memakan anaknya. Ngerti kan? Kalau melihat cara penyelesaian yang dilakukan banyak orang termasuk pemerintah untuk kasus aborsi saja, terkesan gali lobang tutup lobang. Maksudnya, kita menutup satu

lobang, tapi sambil menggali lobang yang lain. Ya nggak kelar-kelar dong kasusnya. Bagai lingkaran setan. Muter di situ-situ saja dan bisa dikatakan jalan di tempat. Buktinya? Pemerintah dan juga para pakar kebanyakan cuma berusaha menyele-saikan akibat sekundernya, bukan primer. Ibarat kalo ada atap rumah yang bocor, maka hanya diselesaikan masalah cabangnya, yaitu menaruh ember di tempat yang bocor ketika hujan turun, atau ngepel lantai yang becek. Sementara bagian atap yang bocor dibiarkan saja. Padahal, bila cara penyelesaiannya dengan mengganti gentengnya langsung, maka semuanya akan beres. Iya nggak, Brur? Bila kasus aborsi tak ingin terus meroket angkanya, tentu harus ada penyelesaian total untuk kasus itu. Jangan sampai kejadiannya begini; satu pihak gembar-gembor kampanye anti aborsi, tapi di pihak lain, rame-rame memanjakan dan menjerat remaja dalam kehidupan yang penuh kebebasan. Tentu citacita menurunkan atau mengerem meningkatnya kasus aborsi hanya akan menjadi harapan yang hampa. Bener Brur! Nggak bohong, suer! Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin gerah, Video klip lagu dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin dek-dekan jantung para lelaki. Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar sekwilda, alias sekitar wilayah dada; dan gambar bupati, alias buka paha tinggi- tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif. Alih-alih remaja bisa mengamalkan pelajaran yang didapat, tokh

cuma mengendap pada saat jam pelajaran itu berlangsung. Selebihnya? Menguap dibakar tayangan televisi dan suasana kehidupan yang permisif alias bebas nilai. Cara Islam Melindungi Bayi Kamu suka ngegodain anak bayi kan? Duh, lucunya bila dia tertawa. Suara tertawanya yang tertahan dan terputus-putus itu yang salah satunya bikin kita geregetan sama adik bayi. Iya, kan? Bentuk kakinya yang mungil dan menendang-nendang dengan kuat, Jari-jemari tangannya yang kuat menggenggam telunjuk kita. Wuih, senangnya mainin anak bayi. Maka, adalah sangat kejam bin biadab bila ada ortu yang tega membunuh anaknya sendiri. Sejak masih dalam kandungan lagi. Ah, harimau saja tidak seperti itu! Firman Allah SWT: Janganlah kalian bunuh anak kalian karena takut kelaparan. Kamilah yang memberikan rizki pada kalian dan mereka. (QS. Al Anaam: 151) Menurut Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, meskipun sebab dalam ayat tersebut adalah takut miskin dan tidak mampu memberi nafkah, tetapi lafadznya bersifat umum, mencakup setiap jenis pembunuhan. Sama saja, apakah pembunuhan itu dilakukan terhadap bayi yang telah lahir maupun yang masih dalam kandungan; sama juga halnya apakah karena takut miskin ataukah takut terbuka aibnya (Emansipasi; Adakah Dalam Islam, hal. 124). Nah, untuk melindungi nyawa manusia termasuk janin, Islam telah memberikan aturan yang tegas. Pokoknya, bagi siapa saja yang nekat menghilangkan nyawa orang lain dengan cara membunuhnya, bakal diganjar hukuman qishas. Atau jika keluarga korban memaafkan

pelaku, maka yang bersangkutan dikenakan diyat atau denda. Yakni sebesar 100 ekor unta betina yang 40 di antaranya sedang bunting. Bayangkan, bila harga satu ekor unta 5 juta perak, berarti ia harus merogoh koceknya kirakira 500 juta rupiah. Firman Allah Taala: Telah diwajibkan atas kalian qishas dalam (kasus) pembunuhan. (QS. Al Baqarah: 178). Sedangkan untuk kasus pembunuhan janin, yakni aborsi, Abu Hurairah ra. meriwayatkan: Rasulullah saw. memutuskan (hukuman) dalam perkara janin milik seseorang wanita dari bani Lihyan yang mati (janinnya) dengan membebaskan seorang budak laki- laki atau wanita. Persoalannya, bagaimana kalo nggak ada budak wanita dan laki- laki? Ibnu Abi Asim meriwayatkan satu hadits bahwa Rasulullah saw. memerintahkan pengganti hamba sahaya (pria/wanita) dengan 10 ekor unta atau sama dengan 1/10 diyat orang sempurna. Adapun untuk kasus pembunuhan anak kandung oleh bapak atau ibunya atau cucu oleh kakek, Syekh Abdurrahman Al Malikiy dalam kitab Nidzamul Uqubat menyatakan tidak dijatuhi qishas. Hukuman untuk kejahatan tersebut adalah berupa tazir. Yakni hukuman yang jenisnya diserahkan kepada kebijakan seorang qadhi alias hakim. Bisa dipenjarakan, atau malah dijatuhi hukuman mati. Hal ini berdasarkan satu hadits msyhur dari Sayyidina Umar bin Khaththab dan Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak dibunuh (qishas) seorang ayah karena membunuh anaknya. Ini menyangkut hukuman para pembunuh bayi. Nah, kata pepatah, ada asap pasti ada api. Jadi, bayi-bayi yang diaborsi itu kan efek samping

yang ke sekian dari hasil perzinahan. Jujur saja, ABG putri dan ABG cowok yang terlibat baku syahwat dan membunuh bayinya itu mereka melakukannya di luar ikatan pernikahan. Jadi, ya, berzina namanya. Itu dosa besar, kawan! Dan tentu sanksinya juga berat. Allah SWT berfirman: Pezina wanita dan pezina laki- laki, jilidlah keduanya 100 jilidan. (QS: An Nuur: 2). Hukuman ini berlaku untuk pelaku yang belum menikah (ghairu mukhsan), adapun bagi mereka yang mukhsan alias sudah atau pernah menikah maka dirajam sampai mati seperti pada kasus Al Ghamidiyah dan Maidz Al Islamiy. sabda Rasulullah saw: Tidak halal darah seorang muslim kecuali atas tiga hal: pezina mukhsan lalu dia dirajam( .HR. Abu Daud dan NasaI). Hayo, hati- hati lho. Bila melihat dalilnya, para pelaku aborsi bisa terjerat dua tindakan kejahatan; Pertama perzinaan, yang hukumannya dijilid (dicambuk) sebanyak 100 jilidan. Kedua, pembunuhan atau pembuangan bayi (kandung) yang hukumannya termasuk tazir. Ah, ironi memang. di satu sisi, banyak orang mendambakan anak sebagai tumpuan harapan masa depannya. Tapi di sisi lain, begitu banyak orang yang membuang percuma atau membunuh anak-anaknya. Suer, nggak habis pikir. Ternyata masih ada juga orang yang tak menghargai apa yang dimilikinya, sementara orang lain begitu ingin memilikinya. (Buletin Studia - Edisi 9/Tahun 1)

Kritik Islam Terhadap Aborsi


Ditulis oleh bibilung di/pada Juli 14, 2007

Kritik Islam Terhadap Kemungkinan Legalisasi Aborsi Dalam Amandemen UU No. 23/1992 Oleh: KH. M. Shiddiq al-Jawi*
Publikasi 21/09/2005 di: HayatulIslam

1. Pengantar

DPR dalam waktu dekat ini akan melakukan pembahasan revisi UU No 23/1992 tentang Kesehatan sebagai salah satu prioritas RUU. Dari rancangan yang diajukan Komisi IX, ada banyak hal baru yang dalam UU No 23/1992 belum ada. Antara lain penyesuaian dengan UU Otonomi Daerah, tentang kesehatan remaja, kesehatan reproduksi, perluasan peran masyarakat, antisipasi kemajuan teknologi kedokteran, dan kewajiban negara menanggung biaya pelayanan medis bagi orang miskin (Kartono Mohamad, Isu Abortus dalam RUU Kesehatan, www.kompas.com, 27/08/05).
Salah satu hal baru yang kontroversial dan mengobarkan pro kontra hebat, adalah adanya kemungkinan legalisasi aborsi dalam RUU tersebut, khususnya pada Bab Kesehatan Reproduksi. Dalam pasal 63 disebutkan,Pemerintah wajib melindungi perempuan dari penghentian kehamilan yang tidak bermutu, tidak aman, tidak bertanggung jawab. Ini dapat ditafsirkan, bahwa pemerintah

berkewajiban menyediakan segala sarana dan fasilitas untuk melakukan aborsi asalkan aborsi yang aman (safe abortion), yaitu yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang profesional. Dalam pasal 61 c dikatakan bahwa perempuan berhak: Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi. Secara implisit, pasal ini membuka penafsiran mengenai bahwa perempuan berhak menentukan untuk hamil atau tidak, dan kalau pun ingin hamil, wanita berhak menentukan apakah akan kehamilannya akan dilanjutkan atau diakhiri, yang tentunya, dengan jalan aborsi. Pasal-pasal itulah antara lain yang meledakkan pro kontra di tengah masyarakat. Mereka yang kontra, yaitu Majelis Agama di Indonesia dan sejumlah LSM yang dikordinir oleh LSM Komnas Gerakan Sayang Kehidupan, pada tanggal 22 Januari 2003 membuat pernyataan bersama yang intinya menolak upaya legalisasi aborsi tersebut. Alasan yang dipakai oleh kalangan ini utamanya tertuju kepada masalah moralitas. Sementara itu pihak yang pro yang selalu mendesak untuk melegalkan aborsi, disuarakan oleh kalangan seperti Yayasan Kesehatan Perempuan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan lain-lain. Alasan utama yang dikemukakan kalangan ini adalah untuk meminimalkan efek dari akibat aborsi tidak aman/ilegal oleh tenaga-tenaga medis yang tidak memiliki kualifikasi yang memadai yang seringkali menimbulkan kematian, selain juga sebagai pilihan alternatif bagi warga negara dalam menghadapi masalah kehamilan yang tidak diinginkan (Bintoro Siswayanti, Amandemen UU Legalisasi Aborsi untuk Peningkatan Kualitas Kehidupan Perempuan: Upaya Mengejar Bayang-Bayang, www.hayatulislam.net) Makalah ini bertujuan menjelaskan 3 (tiga) hal berikut yang berkaitan dengan rencana amandemen tersebut yaitu: Pertama, kritik Islam terhadap

kemungkinan legalisasi aborsi dalam amandemen UU 23/1992; Kedua, jaminan kesehatan masyfarakat dalam Syariah Islam; Ketiga, hukum aborsi menurut Syariah Islam. 2. Kritik Islam Upaya segelintir pihak yang bermaksud melegalisasi aborsi melalui amandemen UU 23/1992 tersebut wajib dihentikan dan digagalkan, karena merupakan kemungkaran yang nyata yang sangat bertentangan dengan Aqidah dan Syariah Islam. Kemungkaran upaya hina tersebut dapat dibuktikan melalui poin-poin kritikan sebagai berikut ini: 2.1. Konsep Safe Abortion Adalah Batil Pihak pro aborsi mengatakan bahwa aborsi tak aman berkontribusi 11 % terhadap AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia yang besarnya 307 orang untuk setiap 100.000 kelahiran. Maka mereka memandang bahwa agar AKI turun, aborsi yang aman harus diubah menjadi aborsi yang aman (safe abortion) yang dilakukan oleh tenaga medis yang profesional, bukan oleh tenaga yang tak profesional. Konsep safe abortion ini batil, sebab aborsi tetap haram walau pun aman. Aborsi secara umum adalah haram baik dilakukan secara tidak aman maupun secara aman. Tidak ada bedanya dari segi keharaman, sebab tidak dalil syariah yang membolehkan aborsi yang aman. Kaidah ushul fiqih mengatakan: Al-m yabq ala umumihi m lad yarid dalil at-takhshish Lafazh/dalil umum tetap dalam keumumannya selama tidak dalil yang mengecualikannya. Dalam hal ini dalil-dalil yang mengharamkan aborsi (seperti QS. al-Anm [6]: 151; QS. al-Isr [17]: 31)

Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). QS. alAnm [6]: 151 Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. QS. al-Isr [17]: 31 adalah dalil umum, dan tidak ada dalil yang mengecualikan untuk aborsi aman. Maka aborsi secara umum tetap haram. Kebatilan konsep safe abortion ini dapat dianalogikan dengan haramnya zina atau daging babi. Secara umum, zina hukumnya haram, baik dilakukan secara tidak aman (misal dengan resiko PMS/Penyakit Menular Seksual yang tinggi) maupun secara aman, misalnya dengan menggunakan kondom. Demikian pula secara umum daging babi hukumnya tetap haram, apakah daging babi itu mengandung flu burung atau bebas flu burung sama sekali.

Maka dari itu, konsep safe abortion adalah konsep batil karena bertentangan dengan Islam secara total. Menghalalkan safe abortion sama saja dengan membuat hukum sendiri, padahal hanya Allah SWT yang berhak membuat hukum.
Firman Allah SWT:

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (Qs. al-Anm [6] : 57). 2.2. Tidak Boleh Mengurangi AKI dengan Jalan Aborsi

Pihak pro aborsi berhujjah bahwa aborsi itu dilakukan demi mengurangi AKI. Bukankah ini tujuan yang mulia? Jawabnya, benar bahwa AKI haruslah dikurangi. Tapi aborsi tidak boleh dijadikan jalan untuk mengurangi AKI itu, sebab itu berarti menempuh jalan yang haram untuk menuju sesuatu yang halal.
Islam tidak menyetujui prinsip menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan (the end justifies the means) yang sangat sekularistik itu. Prinsip Machiavelis ini sangat bertentangan dengan kaidah hukum Islam: L yutawashshalu ilal halal bil haram Tidak boleh menuju yang halal melalui jalan yang haram. (Lihat Ahmad al-Mahmud, AdDawah ila al-Islam, Beirut: Darul Ummah, 1995, hal. 288). Dalam redaksi lain tapi maknanya sama, terdapat kaidah berbunyi : L yajzu irtikabu mahzhrin li at-tawashshulu ila mubhin Tidak boleh melakukan yang haram untuk mencapai sesuatu yang mubah. (Lihat Dr. M. Khair Haikal, Al-Jihad wal Qital, Juz II, Beirut: Darul Bayariq, 1996, Juz II, hal. 1337). 2.3. Legalisasi Aborsi Adalah Menghalalkan Yang Haram Melegalisasi aborsi bukan sekedar bertentangan dengan syariah Islam seperti pada poin kritik 2.1. dan 2.2. namun juga sudah menyentuh wilayah yang sensitif, yaitu Aqidah Islam. Mengapa? Sebab legalisasi aborsi secara langsung atau tidak berarti menghalalkan zina (free sex) dan menghalalkan pembunuhan (aborsi).

Padahal menghalalkan yang haram atau sebaliknya mengharamkan yang halal adalah perbuatan syirik yang dapat merusak syahadat seorang muslim (lihat Said Hawwa, Al-Islam, [Jakarta: GIP, 2004] hal. 106). Nauzhu billah min dzalik. Hal itu dikarenakan, menetapkan halal haramnya sesuatu adalah hak Allah semata, sesuai firman-Nya: Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. (Qs. al-Arf [7]: 54). Maka dari itu, manusia yang menghalalkan yang haram atau yang mengharamkan yang halal, berarti telah mengangkat dirinya sebagai tuhantuhan selain Allah. Manusia seperti itu telah menjadi sekutu Allah. Allah SWT berfirman: Mereka itu (kaum Yahudi dan Nasrani) menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan (mereka juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Qs. at-Taubah [9]: 31). Ayat ini pernah dibacakan oleh Rasulullah Saw kepada Ketika Adi Bin Hatim (saat masih beragama Kristen). Maka Adi bin Hatim berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum Yahudi dan Nasrani itu tidak menyembah orang alim dan rahib mereka. Maka Nabi Saw menjawab, Benar! Tapi mereka mengharamkan yang halal dan mengharamkan yang halal, lalu kaum mereka mengikutinya. Itulah bentuk penyembahan kaum Yahudi dan Nasrani kepada pemuka agama mereka. [HR. at-Tirmidzi] (Lihat Yusuf alQaradhawi, Halal dan Haram dalam Islam (terj.), [Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990], hal. 19-21.). Maka dari itu, legalisasi aborsi di samping melawan Syariah Islam, juga melawan Aqidah Islam. Piha-pihak yang pro aborsi jika mereka

muslim, dan tahu benar bahwa upaya legalisasi aborsi adalah bertentangan dengan nash yang qathi (pasti) tentang haramnya zina (Qs. al-Isr [17]: 32) dan haramnya pembunuhan (Qs. al-Anm [6]: 151 dan Qs. al-Isr [17]: 31), maka tak diragukan lagi, mereka akan menjadikan orang murtad dan musyrik yang telah keluar dari agama Islam! 2.4. Legalisasi Aborsi Adalah Agenda Global Barat Legalisasi aborsi bukan sekedar masalah kesehatan reproduksi lokal Indonesia, tapi sudah termasuk salah satu pemaksaan gaya hidup kapitalis sekuler yang selalu dipropagandakan negara-negara Barat yang kafir, terutama Amerika Serikat, melalui badan-badan dunia seperti PBB. Jadi, upaya legalisasi aborsi bukan inisiatif murni pihak-pihak yang pro aborsi, melainkan sudah menjadi agenda global Barat untuk mensekulerkan umat Islam di seluruh dunia. Hal itu dapat dibuktikan dari fakta bahwa isu legalisasi aborsi telah menjadi isu global yang diserukan lembaga-lembaga internasional kepada pemerintah di setiap negara. Serangkaian konvensi internasional mengenai jaminan hak atas kesehatan reproduksi telah ditandatangani Pemerintah Indonesia, yang hasilnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Juga terdapat kesepakatan ICPD (International Conference on Population and Development) di Cairo, Mesir, tahun 1994, yang menyepakati visi 20 tahun untuk membina keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pencegahan HIV/AIDS, pemberdayaan perempuan, dan upayaupaya pembangunan terkait lainnya. Oleh sebab itu, pemerintah di setiap negara di bawah badan dunia PBB diharapkan (baca:dipaksa) untuk melaksanakan rencana tersebut dalam skala kebijakan nasionalnya masing-masing.

Juga terdapat kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari anggota Gerakan Negara Non Blok (GNB) menandatangani Beijing Message pada Konferensi Dunia keempat tentang Perempuan di Beijing tahun 1995. GNB menyatakan akan melakukan berbagai aksi untuk menyetarakan pria dan perempuan dalam kerangka hak asasi dan menghapus segala bentuk diskriminasi, memperbaiki kondisi ekonomi, dan keadilan sosial, serta membuka kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam setiap kesempatan (Kompas, 4/9/1995, Pesan Beijing dari GNB). Jelaslah bahwa legalisasi aborsi sesungguhnya adalah bagian dari upaya global Barat agar umat Islam mengikuti ideologi kapitalisme sekuler. Maka upaya legalisasi aborsi itu harus dicegah dan dihancurkan, karena akan sangat berbahaya bagi umat Islam. Umat Islam akan semakin didominasi dan dicengkeram oleh ideologi kapitalisme yang kufur. Padahal Islam telah mengharamkan umatnya untuk memberi jalan apa saja kepada kaum kafir untuk mendominasi umat Islam, termasuk jalan berupa UU yang menghalalkan aborsi. Allah SWT berfirman: Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman. (Qs. anNis [4]: 141). 3. Jaminan Kesehatan Masyarakat dalam Syariah Islam Dalam Syariah Islam, negara Khilafah Islam wajib memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyatnya, yaitu : (1) pendidikan, (2), keamanan, dan (3) kesehatan (Dr. Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, 1963, hal. 177). Tiga kebutuhan dasar (al-hajat al-asasiyah) itu wajib diberikan oleh Khilafah kepada rakyatnya secara cuma-cuma, sebab itu semuanya adalah hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan dari khalifah (negara). Rasulullah Saw bersabda: Imam (khalifah) adalah ibarat penggembala, dan dialah

yang bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya). [HR. Bukhari]. Dalil khusus yang berkaitan dengan wajibnya negara menjamin kesehatan rakyatnya, adalah bahwa syariah Islam telah memerintahkan menghilangkan setiap bahaya (dharar), termasuk bahaya penyakit. Rasulullah Saw bersabda: Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Maka dari itu, negara wajib menjamin kesehatan rakyatnya, sebab jika tidak, akan menimbulkan bahaya, padahal Islam telah mewajibkan untuk menghilangkan setiap bahwa (Dr. Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah alIqtishadiyah al-Mutsla, 1963, hal. 180). Dalil lainnya bahwa negara wajib menjamin kesehatan rakyatnya, adalah bahwa Rasulullah Saw pernah diberi hadiah berupa seorang tabib (sekarang dokter), tapi beliau lalu menjadikan tabib itu sebagai hak seluruh kaum muslimin, bukan hak beliau sendiri. Ini berarti kesehatan adalah urusan umum yang wajib dipenuhi negara atas rakyatnya (Dr. Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah alIqtishadiyah al-Mutsla, 1963, hal. 177). Meski demikian, syariah Islam tidak melarang adanya pelayanan kesehatan yang berasal dari non pemerintah, yaitu yang dilakukan oleh dokter atau rumah sakit swasta dengan memungut biaya. Hal ini dibolehkan karena menerapkan hukum Ijarah (memberikan jasa dengan imbalan) yang berlaku umum, di samping terdapat dalil khusus untuk hal tersebut. Dalil ini adalah hadits yang menjelaskan bahwa seorang dokter dibolehkan memungut biaya atas jasa yang diberikannya kepada pasien. Diriwayatkan dari Anas ra bahwa Nabi Saw pernah memanggil seorang anak muda untuk melakukan hijamah (pembekaman) dan Nabi Saw memberikan kepadanya satu atau dua sha makanan (Dr. Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, 1963, hal. 180).

Dalam perkembangan sejarah Islam berikutnya, negara Khilafah telah memberikan jaminan kesehatan kepada rakyatnya dengan menyediakan segala sarana dan prasarana kesehatan, seperti rumah sakit dan apotik. Pada masa Khilafah Umawiyah, Khalifah telah membangun berbagai rumah sakit untuk penederita penyakit lepra dan kebutaan. Ini pada awalnya. Pada masa sesudahnya yaitu di masa Khilafah Abbasiyah, banyak rumah sakit dibangun di Baghdad, Kairo, dan Damaskus. Pada masa itu pula untuk pertama kalinya ada rumah sakit berjalan (semacam ambulans) (Dr. M. Husain Abdullah, Dirasat fi al-Fikri al-Islami, hal. 88). Pada masa Khilafah Abbasiyah itu pula untuk pertama kalinya ada apotik-apotik, yang terbesar adalah apotik bernama Ibnu al-Baithar. Saat itu, para apoteker tidak diijinkan menjalankan profesinya di apotik kecuali setelah mendapat lisensi dari negara. Para apoteker itu mendatangkan obata-obatan dari India dan dari negeri-negeri lainnya, lalu mereka melakukan berbagai inovasi dan penemuan untuk menemukan obat-obatan baru (Dr. M. Husain Abdullah, Dirasat fi al-Fikri alIslami, hal. 89). Selain pelayanan kesehatan dari negara, sejarah juga mencatat adanya pelayanan kesehatan swasta. Tercatat dalam sejarah adanya macam-macam waqaf dari orang kaya untuk berbagai keperluan, di antaranya adalah untuk membangun rumah sakit (Musthafa Husni as-Sibai, Kehidupan Sosial Menurut Islam, hal. 405). Di rumah sakit swasta itu juga disediakan pengobatan jiwa (psikoterapi). Di Tripoli (Libanon) pernah ada rumah sakit swasta yang menggaji dua orang yang pekerjaannya secara khusus adalah memberi sugesti kepada orang yang sakit bahwa kesehatannya makin membaik. Di rumah sakit Sultan Qalawun di Kairo pernah ada pula pertunjukan lawak bagi para pasien agar mereka

terhibur (Musthafa Husni as-Sibai, Kehidupan Sosial Menurut Islam, hal. 407). Namun yang perlu diperhatikan, jaminan kesehatan yang diberikan Islam kepada rakyatnya, tentu tidak lepas dari syariah Islam. Negara tidak akan pernah mengizinkan aborsi tanpa alasan yang dibenarkan syariah, misalnya. Syariah Islam itu akan otomatis sudah masuk (include) dalam sistem kesehatan yang secara tata kenegaraan dilaksanakan oleh Jihaz Idari (Biro Pelayanan Umum) dalam negara Khilafah. Sistem kesehatan ini tersusun dari 3 (tiga) unsur komponen sistem: Pertama, peraturan, baik peraturan berupa Syariah Islam maupun peraturan teknis administratif. Kedua, sarana dan peralatan fisik, seperti rumah sakit, alat-alat medis, dan sarana prasarana kesehatan lainnya. Ketiga, SDM (sumber daya manusia), sebagai pelaksanan sistem kesehatan, meliputi dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya (S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences, hal. 148). Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan, wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam, yaitu: Pertama, sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit dan rumit yang justru menyulitkan); Kedua, cepat dalam pelayanan (bukan berlambatlambat dan santai yang akan menghabiskan waktu rakyat); Ketiga, profesional dalam pelayanan (bukan dikerjakan oleh orang yang tidak kompeten) (Syaikh Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, hal. 262). Dapat ditambahkan bahwa, jaminan kesehatan masyarakat yang diberikan Islam, tidak dapat dipisahkan dengan sistem-sistem lainnya dalam masyarakat Islam, seperti sistem ekonomi, sistem pendidikan, dan sistem sosial.

Jika keseluruhan sistem Islami tersebut berjalan baik dan menerapkan syariah Islam, insyaAllah sistem kesehatan akan dapat memberikan jaminan kesehatan yang optimal bagi rakyat, termasuk mengurangi AKI (Angka Kematian Ibu). Agar semua sistem itu terjamin dapat melaksanakan syariah Islam, dasar negaranya haruslah Aqidah Islam, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw. Di sinilah masalahnya, sebab dasar negara dari seluruh negeri-negeri di seluruh Dunia Islam saat ini adalah paham sekularisme yang berusaha menceraikan agama Islam dari perannya serbagai pengatur segala urusan kehidupan. 4. Hukum Aborsi Bagaimana aborsi dalam pandangan hukum syariah Islam? Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An-Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Imam Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At-Tuhfah dan Imam alGhazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat bahwa

sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah al-Haditsah Pada MasalahMasalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Usman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79). Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Masud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian dalam bentuk alaqah selama itu pula, kemudian dalam bentuk mudghah selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan at-Tirmidzi]. Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalildalil syari berikut. Firman Allah SWT: Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki

kepada mereka dan kepadamu. (Qs. al-Anm [6]: 151).

Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (1998), hukum syara yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz) dan tidak apa-apa (Syaikh Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman alBaghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ). Dalil syari yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut: Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau

perempuan? Maka Allah kemudian memberi keputusan [HR. Muslim dari Ibnu Masud ra) Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda: (jika nutfah telah lewat) empat puluh malam Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (mashumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda: Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra) (Syaikh Abdul Qadim Zallum, 1998). Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.

Namun demikian, sebagai perkecualian dari haramnya aborsi pasca 40 hari usia janin, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Qs. al-Midah [5]: 32). Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian! [HR. Ahmad]. Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan: Idza taaradha mafsadatani ruiya azhamuha dhararan birtikabi akhaffihima Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi Awaliyah fi Ushul al-Fiqh wa al-Qawaid al-Fiqhiyah, halaman 35). Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan

kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, 1998). 5. Penutup Upaya segelintir kaum sekuler untuk melegalisasi aborsi wajib digagalkan karena legalisasi aborsi sangat bertentangan dengan Aqidah dan Syariah Islam. Legalisasi aborsi adalah menghalalkan yang haram, dan ini dapat menjerumuskan seorang muslim ke dalam kemurtadan. Legalisasi aborsi merupakan salah satu bagian agenda global Barat untuk mensekulerkan umat manusia sedunia agar mereka menjadi penganut setia dari ideologi kapitalisme yang kufur. Bagi kaum muslimin, wajiblah kita berpegang teguh dengan syariah Islam, termasuk hukum haramnya aborsi. Jika Allah SWT telah mengharamkan aborsi, maka tidak boleh ada pilihan lain (other choice) bagi kaum beriman.Marilah kita renungkan firman Allah: <!--[if gte vml 1]&gt; &lt;![endif]--><!--[if !vml]-> <!--[endif]--> Dan tidak patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Qs. al-Ahzab [33]: 36). Wallahu alam. *Ketua

Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Al-Quran


Oleh: KH. Husein Muhammad

Sejak awal, al-Quran sudah mewasiatkan untuk berbuat baik kepada orang tua, terutama kepada ibu. Penekanan akan penghormatan kepada ibu karena ibulah yang memang mengalami kesusahan terutama ketika mengandung dan melahirkan. Hal tersebut seperti dinyatakan al-Quran : Kami wasiatkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tua, karena ibunya telah mengandungnya dengan penuh kesusahan di atas kesusahan dan menyusuinya selama dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu, dan hanya kepada-Ku kamu akan kembali. (QS. Luqman, 31: 412). Ayat di atas terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan yang juga merupakan bagian dari hak-hak perempuan. Dan seperti diketahui bersama bahwa hak-hak perempuan adalah bagian dari hak-hak asasi manusia. Dari sini, menjelaskan persoalan kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi perempuan menjadi sangat penting untuk dibicarakan di kalangan masyarakat luas, karena membicarakan ini berarti membedah juga persoalan-persoalan kemanusiaan. Ironisnya, dalam banyak kenyataan selama ini, perempuan masih belum sepenuhnya mendapatkan hak dan perlakuan sebagaimana yang dinikmati lakilaki. Kaum perempuan masih dipinggirkan dan dinomorduakan. Pada saat yang sama mereka juga harus melakukan tugas dan kerja berganda untuk menghidupi rumah tangganya (suami dan anak-anaknya). Kenyataan ini dapat kita saksikan di manamana terutama di desa-desa dan di kampung-kampung. Peristiwa-peristiwa sosial juga memperlihatkan kepada kita tidak sedikit kaum perempuan yang diperlakukan secara kejam (baca; kekerasan). Kekerasan terhadap perempuan terus berlangsung sampai hari ini di mana- mana

dalam bentuk yang bermacam- macam; fisikal, mental, dan seksual. Keadaan ini pada gilirannya menimbulkan akibat-akibat yang parah dan membahayakan bagi fungsifungsi reproduksi dan bagi tubuh mereka. Sebuah laporan internasional menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari setengah juta perempuan mati karena sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan dan melahirkan. Tujuh puluh ribu perempuan meninggal karena pengguguran atau keguguran. Tujuh juta bayi meninggal setiap tahun karena ibunya secara fisik belum siap melahirkan atau kurang mendapatkan perawatan obsterik yang memadai (Lihat; Hak-hak Asasi Perempuan, Sebuah Panduan Konvensi-Konvensi Utama PBB Tentang Hak Asasi Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, 2001) Data-data ini menjelaskan betapa rapuh rentannya kesehatan reproduksi perempuan. Dan ini berkaitan sangat erat dengan hakhak reproduksi perempua n. Inti dari semua persoalan perempuan pada akhirnya berujung pada hak-hak perempuan yang berjalan secara timpang. Posisi perempuan secara sosial masih ditempat kan pada kondisi dan situasi yang tidak berdaya dan berada pada kekuasaan yang serba bersifat laki-laki (Patriarkhi) Berkaitan dengan hak reproduksi perempuan dan Islam, berikut penulis akan mencoba memaparkan pandangan al-Quran tentang hak reproduksi perempuan yang secara metodologis dijabarkan melalui tafsir fiqh, yaitu membandingkan penafsiran para ulama dari al-Quran dengan kaidah ushul fiqh untuk menimbang suatu masalah yang dalam hal ini berkaitan dengan reproduksi perempuan. Hak menikmati hubunga n se ksual Manusia di samping makhluk berakal, ia juga makhluk seksual. Seks adalah naluri yang ada di dalam dirinya. Dalam Islam,

semua naluri kemanusiaan mendapatkan tempat yang berharga dan terhormat. Naluri seksual harus disalurkan dan tidak boleh dikekang. Pengekangan naluri akan menimbulkan dampak-dampak negatif, bukan hanya terhadap tubuh, tetapi juga akal dan jiwa. Nikah atau kaw in pada dasarnya adalah hubungan seksual (persetubuhan). Dalam terminologi social nikah dirumuskan secara berbeda-beda sesuai dengan perspektif dan kecenderungan masing- masing orang. Sebagian orang menyebut nikah sebagai penyatuan laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang disahkan oleh hukum. Dalam fiqh, mayoritas ahli fiqh mendefinisikan nikah sebagai hak laki-laki atas tubuh perempuan untuk tujuan penikmatan seksual.Meskipun dengan bahasa yang berbeda-beda tetapi ada kesepakatan mayoritas ulama mazhab empat yang mendefinisikan nikah sebagai akad yang memberikan kepemilikian kepada laki-laki untuk memperoleh kesenangan dari tubuh seorang perempuan, karena mereka sepakat bahwa pemiliki kesenangan seksual adalah laki-laki1 Islam hadir untuk menyelamatkan dan membebaskan kaum perempuan dari kehidupan yang menyiksa. Al-Quran memberikan kepada kaum perempuan hakhak yang sama dengan laki-laki. Mereka (perempuan) memiliki hak atas laki-laki dengan baik2 . Karena itu bertit ik tolak dari pandangan ini kita bisa merumuskan nikah sebagai suatu perjanjian hukum yang memberikan hak seksual kepada laki-laki dan perempuan untuk tujuan-tujuan yang dikehendaki bersama. Hak menolak hubungan se ksual Berdasarkan asas keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, persoalan hubungan hubungan seksual sesungguhnya dapat berlaku terhadap suami ketika dia

menolak melayani keinginan seks istrinya. Ibnu Abbas pernah mengatakan aku suka berdandan untuk istriku seperti aku suka dia berdandan untukku3 Ucapan ini mengandung arti bahwa suami dan istri perlu saling memberi dan menerima dalam suasana hati yang menggairahkan. Hak menolak ke hamilan Hamil pada satu sisi merupakan harapan yang membahagiakan isteri, tetapi boleh jadi pada sisi yang lain merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki. Terlepas apakah kehamilan itu dikehendaki atau tidak, akan tetapi al-Quran menyatakan bahwa perempuan yang hamil selalu berada dalam kondisi yang sangat berat dan melemahkan. Tingkat kelemahan itu akan semakin besar menjelang saat melahirkan. Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOg menyebutkan sejumlah masalah gangguan kesehatan yang dialami perempuan yang hamil, antara lain morning sickness (sakit pada pagi hari), hipersalivasi (pengeluaran air liur), kram betis, varises, sinkope (pingsan) dan kaki bengkak4 Sementara itu melahirkan bagi perempuan merupakan saat-saat paling kritis dalam kehidupannya. Resiko kematian seakanakan benar-benar ada di hadapan matanya disebabkan banyak hal. Resiko yang diakibatkan oleh kehamilan dan melahirkan hanya dapat dirasakan oleh perempuan pemilik alat reproduksi. Resiko-resiko tersebut yang paling sering terdengar adalah pendarahan dan keguguran. Alangkah sangat bijaknya pernyataan Nabi SAW yang menyatakan Kesyahidan itu ada tujuh, selain terbunuh dalam perang sabilillah; orang yang mati karena keracunan lambungnya, yang tenggelam dalam air, yang pinggangnya terserang virus, yang terkena lepra, yang terbakar api, yang tertimbun bangunan dan perempuan yang mati karena melahirkan. (Hadits riwayat Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban, lihat: al-Mundziri, at-Targhib wa atTarhib min al- Hadits asy-Syarif, II/335).

Dalam hal ini Nabi memberikan jaminan surga bagi perempuan yang mati karena melahirkan. Kedudukannya di hadapan Tuhan disamakan dengan prajurit di medan perang melawan musuh. Pernyataan Nabi tersebut tidak lain merupakan penghargaan yang tinggi bagi perjuangan perempuan yang mati karena melahirkan. Akan tetapi ada anggapan sebagian o rang bahwa karena kematian syahid merupakan pahala yang besar dan ada jaminan masuk sorga, maka mereka kadang tidak perlu merasa harus memberikan perhatian yang sungguhsungguh. Ini jelas merupakan anggapan yang sangat konyol. Hasil penelitian para ahli ke pendudukan dan kesehatan reproduksi perempuan menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan dan persalinan benarbenar merupakan pembunuh utama kaum perempuan usia subur. Keadaan inilah yang menjadikan Indonesia menduduki rangking pertama di Asia Tenggara dan kee mpat di Asia Pasifik. Mengingat hal ini, maka adalah sangat masuk akal dan sudah seharusnya mendapat pertimbangan kita semua terutama para suami jika perempuan mempunyai hak atau pilihan menolak untuk hamil. Demikian juga dalam menentukan jumlah anak yang diinginkannya. Tidak seorangpun mengingkari bahwa di dalam perut perempuanlah kandungan itu cikalbakal manusia berada dan meskipun ada peran laki-laki bagi proses pembuahan, tetapi perempuanlah yang merasakan segala persoalannya. Walaupun terdapat kontroversi mengenai siapa yang memiliki hak atas anak tetapi mayoritas ahli fiqh menyatakan bahwa anak adalah hak ayah dan ibunya secara bersama-sama, karena keberadaannya merupakan hasil kerjasama keduanya. Oleh karena itu untuk memutuskan kapan mempunyai anak dan berapa anak yang diinginkannya seharusnya juga menjadi hak istri, dan harus dibicarakan secara bersama-sama. Dan dari sini juga memungkinkan meningkatkan daya

tahan para istri atau para ibu sehingga kerentanan pada masa kehamilan dan melahirkan bisa diperkecil sehingga kematian karenanya juga bisa diminimalisir. Penolakan istri untuk hamil dapat dilakukan melalui cara-cara dan alat-alat sebagaimana diatur dalam program Keluarga Berencana. Ia dapat menggunakan cara pantang berkala, Azl (senggama terputus) atau dengan alat-alat kontrasepsi lain yang disediakan. Dan dalam hal penggunanaan alat-alat kontrasepsi ini istri juga berhak menentukan sendiri alat yang sesuai dengan kondisinya. Untuk hal ini adalah logis jika dia juga berhak untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan yang jujur dari pihak-pihak yang ahli mengenainya, seperti dokter atau petugas kesehatan. Apabila dia tidak memiliki pengetahuan mengenai alat -alat kontrasepsi yang sesuai dengan tubuhnya, maka adalah kewajiban dokter atau petugas yang ditunjuk bagi keperluan untuk memberikan yang terbaik baginya. Hak Aborsi Tetapi penggunaan kontrasepsi dan caracara lain untuk meniadakan kehamilan tidak dengan serta merta menjamin bahwa dia tidak akan hamil. Keputusan menghidupkan (hamil) atau tidak ( mematikan) merupakan urusan Tuhan. Kehamilan yang tidak dikehendaki karena berbagai factor mungkin saja terjadi, bahkan dewasa ini sering terjadi. Dalam keadaan demikian, dapatkah dia menggugurkan kandungannya? Pada prinsipnya Islam mengharamkan segala bentuk perusakan, pelukaan dan pembunuhan terhadap manusia. Nabi dalam salah satu sabdanya mengatakan : Janganlah membuat kerusakan (hal yang membahayakan) atas diri sendiri dan atas orang lain. Dalam ayat al-Quran juga dinyatakan: janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali karena kebenaran. Akan tetapi dalam kehidupan kita seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Pada

persoalan pengguguran kandungan, misalnya ada dua pilihan yang sama-sama berat. Menggugurkan janin dalam kandungan dapat berarti membunuh jiwa yang sudah hidup, tetapi membiarkannya terus hidup di dalam perutnya karena alasan tertentu boleh jadi mengakibatkan penderitaan atau bahkan kematian ibu. Terhadap persoalan ini fiqh sesungguhnya menawarkan sejumlah pilihan. Pertamatama para ulama fiqh sepakat bahwa aborsi tidak boleh dilakukan sesudah janin berusia 120 hari (empat bulan). Kandungan berusia 120 hari itu dalam pandangan mereka sudah merupakan wujud manusia hidup dengan segala kelengkapannya, karena itu ia adalah benar-benar manusia. Dalam banyak pandangan pengguguran kandungan pada usia janin ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai aborsi tetapi pembunuhan. Sementara aborsi sebelum usia tersebut para ahli Islam mempunyai pandangan yang sangat plural atau beragam. Para ulama seleurnya mendasarkan pandangannya terhadap hal ini pada suarh al Mukminun ayat 12-14 yang artinya Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik Ayat ini menyebut kan fase-fase pembentukan manusia dalam tiga kategori : nutfah, alaqah, dan mudghah. Pendirian paling longgar dikemukakan oleh al Hashkafi bermazhab Hanafi. Aborsi, menurutnya, dapat dilakukan sebelum usia kandungan 120 hari, karena suatu alasan atau tidak.Al

Karabisi dari Mazhab SyafiI, seperti dikutip al Ramli dalam Nihayah al Muhtaj, hanya membenarkan aborsi ketika masih berupa nutfah (zygote). Pendirian paling ketat dikemukakan oleh al-Ghazali dari mazhab Syafii. Ia mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan. Pednapat ini dikemukakan juga oleh mayoritas mazhab Maliki, Ibnu Hazm al Zhahiri dan sebagian Syiah.5 Sepanjang yang dapat ditelusuri dari literature fiqh aborsi, atau isqath al haml, dan ijhadh menurut bahasa fiqh, maka dapat dikemukakan sebuah kesepakatan ulama, tanpa melihat usia kandungannya, bahwa aborsi dapat dilakukan sepanjang pembiaran janin di dalam perut ibu sampai dengan kelahirannya dipastikan akan membahayakan dan mengancam hidup ibu, dan kepastian ini didasarkan atas pertimbangan medis oleh dokter ahli. Pandangan ini memperlihatkan bahwa pertimbangan keselamatan ibu lebih diutamakan ketimbang kematian janin. Dalam pandangan fiqh kematian janin memiliki risiko lebih ringan dibanding risiko kematian ibu, karena ibu adalah asal dari janin atau bayi. Eksistensinya telah nyata. Ibu juga memiliki sejumlah kewajiban. Sementara janin atau bayi dala m kandungan, meskipun mungkin telah eksis, tetapi ia tidak mewakili kewajiban terhadap orang lain jika terjadi dilemma, maka korbankan yang paling ringan risikonya. 6 Pandangan para ahli fiqh tentang motif aborsi di atas tampaknya masih terbatas pada indikasi media dan kesehatan belaka. Motif-motif lain seperti indikasi sosial, ekonomi, politik dan psikologis belum mendapatkan uraian panjang lebar. Tetapi sesungguhnya menarik ketika kita mengamati bahwa sebagian ulama mazhab hanafi membolehkan aborsi, meskipun bukan karena suatu alasan (bi udzr aw bi ghair udzr). Akhirnya, satu hal yang perlu digarisbawahi

dalam hubungannya dengan relasi-relasi kemanuasiaan, termasuk di dalamnya relasi berdasarkan gender ialah bahwa Islam merupakan agama keadilan, agama yang menolak segala bentuk diskriminasi dan segala bentuk kekerasan. Ia lahir untuk menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan yang luhur. Kepadanyalah seluruh konstruksi pemikiran, konsep dan aturan kehidupan seharusnya dirumuskan oleh kaum muslimin untuk kemudian diamalkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sosial mereka. ]
1 Abd. Rahman Al Jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al Arbaah, IV, h.2 2 H.R Abu Daud dan Tirm izi, dalam sunan Abi Daud I hal. 61, Sunan al Tirm izi, hal. 190 3 Ucapan Ibnu Abbas ini selalu dtemukan dalam lite rature tafsir dalam kaitannya de ngan penafsiran atas Q.S AlBaqarah 228 Dan mereka (pe rempuan/istri) be rhak mendapatkan pe rlak uan yang baik sepe rti ke wajiban dia (mempe rlakukan suaminya) 4 Ida Bagus Gde Manuaba, Memaham i Ke sehatan reproduk si wanita, Pene rbit Arcan, hal. 87 5 Lihat, al Ghazali Ihya Ulum al Din, II halaman 51, Ibnu Rusyd. Bidayah al Mujtahid, II halaman 348, Ibnu Hazm, Al Muhalla, XI, halaman 35-40, Jad al Haq dalam Ahkam al syariyyah al Islam iyah fi masail al Thibbiyah, halaman 139 6 Al Suyuthi, Al Asybah wa al Nazhair, halaman 62

Kesimpulan Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensiffundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.

Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz) dan tidak apa-apa. Wallahu alam [ Ir. Muhammad Shiddiq Al Jawi ] REFERENSI

Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawaid Al Fiqhiyah, Saadiyah Putera, Jakarta Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning,

Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, AlIzzah, Bangil Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi