Vous êtes sur la page 1sur 11

Abstrak Papiloma inverted adalah tumor sinonasal yang tumbuh secara lokal, bersifat agresif dan mempunyai angka

rekurensi yang cukup tinggi. Tumor ini dapat berubah menjadi ganas, oleh karena itu penatalaksanaan tumor ini adalah dengan mereseksi seluruh jaringan tumor. Tindakan pembedahan papiloma inverted dilakukan sesuai dengan ukuran dan lokasi tumor. Pendekatan yang sering dilakukan adalah secara eksternal seperti rinotomi lateral, maksilektomi medial dan midfasial degloving. Beberapa tahun terakhir para klinisi melaporkan angka keberhasilan yang cukup baik dengan melakukan pendekatan secara endoskopi. Dilaporkan suatu kasus papiloma inverted pada seorang laki-laki umur 70 tahun yang telah diekstirpasi secara endoskopi. Kata kunci : Papiloma Inverted, pendekatan endoskopik, ekstirpasi, kekambuhan Abstract Papilloma inverted is a sinonasal tumor, grows locally, very aggressive with high rate recurrance. Because of it associated with malignancy, the management of inverted papilloma was a complete resection of this tumor. Inverted papilloma surgery depend on size and location. The most approach for inverted papilloma are the lateral rhinotomy, medial maxilectomy and midfacial degloving. This recent years, many clinicians reported the succes rate of endoscopy approach for treatment of inverted papilloma. A case of a 70 years old male with inverted papilloma which had endoscopic extirpation. Key words : Inverted papilloma, Endoscopy approach, extirpation, recurrence

PENDAHULUAN Papilloma inverted pertama kali didokumentasikan oleh Ward pada tahun 1854 yang disebut Schnederian Papilloma. Tumor jinak ini diberi nama untuk menghormati C. Victor Schneider yang pada tahun 1600 menjelaskan mukosa nasal memproduksi cairan katar bukan menghasilkan cairan serebrospinal. Papilloma inverted menggambarkan kelompok lesi tumor jinak yang berasal dari permukaan mukosa traktus sinonasal. Papiloma inverted ini merupakan tumor jinak epitelial yang paling banyak ditemukan pada rongga hidung.1,2 Papiloma inverted sering ditemukan pada umur 50-70 tahun, tetapi papiloma inverted juga pernah ditemukan pada anak usia 8 tahun. Sebagian besar ditemukan pada laki-laki. Papiloma inverted bersifat unilateral, tetapi bisa juga bilateral. Etiologi papiloma inverted masih belum diketahui secara pasti, akan tetapi Human Papilloma Virus dan Epstein-Barr Virus telah ditemukan dalam jaringan papiloma inverted.1 Papiloma merupakan tumor jinak epitelial yang paling sering ditemukan didaerah sinonasal, lebih dari 10% neoplasma yang timbul pada daerah tersebut. Papiloma terdiri atas tipe inverted, everted dan cylindric.3,7 Angka kekambuhan papiloma inverted cukup tinggi, dapat mencapai 74% pada eksisi yang tidak adekuat. Kecenderungan untuk menjadi ganas dapat mencapai angka 53%. Kedua faktor ini telah menjadi perdebatan bagaimana melakukan penatalaksanaan pada tumor ini. Pendekatan yang paling bisa diterima adalah melakukan eksisi secara total terhadap lesi papiloma inverted.1

Pendekatan eksisi secara eksternal dapat berupa maksilektomi medial, Rinotomi lateral atau Midfacial degloving. Akhir-akhir ini pendekatan reseksi secara endoskopi telah menjadi perhatian karena mempunyai komplikasi yang lebih rendah dibandingkan pendekatan eksternal.4,5 KEKERAPAN Papiloma inverted jarang ditemukan, diperkirakan timbul hanya sekitar 10% didaerah sinonasal. Variasi usia penderita antara 35-60 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 2:1 sampai 3:1. Sedangkan rasio antara timbulnya papiloma tipe inverted, everted dan silindrik adalah 3:5:1. Literatur yang berkesinambungan yang dilakukan oleh Bielamowicz dkk menjelaskan bahwa angka rata-rata penderita berumur 53 tahun dengan rasio umur 6 sampai 91 tahun. Menurut penelitian tempat tersering timbulnya papiloma inverted adalah dinding lateral hidung dan jarang dilaporkan timbul pada daerah vestibulum, septum, dasar nasofaring, sinus spenoid dan sinus frontal.5 ETIOLOGI Penyebab pasti papiloma inverted belum diketahui. Beberapa teori telah diajukan, meliputi alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan pajanan serta infeksi virus papiloma.8,9 Alergi merupakan penyebab yang sudah agak ditinggalkan, dikarenakan pasien-pasien penderita papiloma inverted mempunyai riwayat alergi yang negatif, selain itu papiloma sinonasal biasanya unilateral.8,9 Sinusitis paranasal sering ditemukan pada penderita papiloma inverted dan ini disebabkan oleh obstruksi tumor dibanding dengan menyebabkan terbentuknya tumor.8,9 Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan polusi udara dan limbah industri yang bersifat karsinogenik telah dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab timbulnya papiloma inverted. Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini, dikarenakan virus-virus tersebut telah diketahui mempunyai kecenderungan membentuk papiloma-papiloma di berbagai organ tubuh. Virus Human Papiloma (HPV) merupakan epiteliotropik virus yang berimplikasi pada kehamilan dan lesi malignansi pada traktus anogenital. HPV 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18 telah dapat diidentifikasi pada papiloma inverted. Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik hibridasi dan reaksi rantai polimerase memperlihatkan bahwa HPV 11 dan HPV 6 berhubungan dengan banyak kasus papiloma tipe fusiform tetapi sangat jarang pada tipe silindrikal dan inverted.6,8,9

DIAGNOSIS DAN EVALUASI Gejala yang paling sering adalah sumbatan hidung unilateral (64-78%), diikuti oleh sakit kepala, epistaksis, nyeri wajah, bengkak periorbita, rinore purulent, sinusitis kronik, alergi, hiposmia, gangguan penglihatan dan meningitis. Beberapa pasien dapat tanpa gejala. Gejalagejala ini menyulitkan para klinisi untuk membedakannya dengan proses inflamasi. Pemeriksaan endoskopik dan CT Scan hidung dan sinus paranasal merupakan gold standar untuk evaluasi papiloma inverted.1,6

Konka media dan dinding medial sinus maksila merupakan tempat asal tumbuhnya papiloma inverted tersering. Pada kasus-kasus jarang tumor ini dapat terisolasi di sinus spenoid. Keterlibatan sinus-sinus paranasal dapat meningkatkan angka rekurensi.1 Papiloma sering terjadi unilateral. Terdapat 3 sifat karakteristik klinis dari tumor tersebut yaitu : 1) cenderung timbul kembali. 2) Tumor mempunyai kapasitas destruksi pada jaringan dan struktur sekitarnya. 3). Tumor mempunyai kecenderungan menjadi ganas.7 Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan massa polipoid unilateral yang mengisi kavum nasi dan menyebabkan obstruksi. Secara makroskopis papiloma inverted terlihat ireguler dan rapuh, jika disentuh mudah berdarah. Warna papiloma merah keabu-abuan dan mengisi kavum nasi, meluas ke vestibulum juga ke nasofaring. Septum sering terdesak kearah sisi kontralateral. Proptosis dan pembengkakan muka kadang timbul sekunder akibat ekspansi lesi tumor.5,7 HISTOPATOLOGI Papiloma terbagi atas 3 subtipe histologi, yaitu : tipe inverted, tipe fungiform (everted) dan tipe silindrikal. Pada papiloma inverted didapatkan pola pertumbuhan endofitik yang hampir selalu ditemukan pada dinding lateral hidung, sedangkan pada papiloma fungiform mempunyai pola pertumbuhan eksofitik yang sering ditemukan pada septum nasi. Tipe silindrikal yang merupakan tipe terjarang disebut juga dengan papiloma onkotik.5,7 Papiloma inverted seringnya terlihat seperti polip, tetapi biasanya lebih keras dan lebih mengandung komponen vaskular dibanding polip dengan tonjolan yang jelas yang berbentuk granular seperti buah mulberi. Terdapat variasi warna papiloma inverted dari merah, merah muda sampai pucat. Secara mikroskopik merupakan perselubungan penebalan epitelial dengan invasi yang luas dari epitel yang hiperplasti kedalam dasar dari stroma. Sifat invasi kedalam dasar stroma merupakan dasar teori asal dari terbentuknya membran Schneiderian.7 Tumor mengisi ruang bawah mukosa yaitu daerah subepitelial dan terus membentuk hubungan ke permukaan epitelial dan disebut pertumbuhan papiloma inverted.7 Secara histologis gambaran tumor adalah inversi dari epitelial dari epitel neoplastik kedalam stroma dibawahnya, melebihi proliferasinya kearah luar. Epitel neoplastik dapat berupa tipe respirator, transisional dan skuamosa dengan maturasi dan mitosis minimal dan adanya atipia secara umum. Mikrokistik mengandung musin adakalanya terperangkap dibawah permukaan dan terdapat suatu lapisan dasar yang memisahkan epitel inverted dari stroma dibawahnya. Epitel neoplastik akan berinvaginasi dan mengubah bentuk tulang, tetapi tidak menginvasinya jika tidak terdapat keganasan.7

RADIOLOGI Pemeriksaan radiologi preoperatif mempunyai peran penting pada penatalaksanaan papiloma inverted untuk menentukan perluasan penyakit dan keterlibatan struktur yang berdekatan.10,11 Tomografi komputer potongan aksial dan koronal merupakan pilihan untuk lesi intranasal. Dengan menggunakan tomografi komputer dapat dibedakan lesi papilomatous dengan penebalan mukoperiosteal, atau polip. Sekitar 75% pasien dengan papiloma menunjukkan tanda adanya berbagai macam derajat kerusakan tulang. Terdapatnya tanda hanya kerusakan tulang saja pada tomografi komputer bukan merupakan indikasi terjadinya perubahan kearah keganasan dari papiloma inverted.10,11

Identifikasi tempat asal papiloma inverted sangat penting untuk ekstirpasi tumor secara komplit. Dengan mengevaluasi karakteristik fokal hiperostosis pada CT Scan pasien papiloma inverted memungkinkan untuk mendeteksi perkiraan asal tumor.11 Destruksi tulang secara umum disebabkan tulang mengalami atrofi, karena tekanan atau pseudoinvasi, melebihi infiltrasi sebenarnya dan tidak diinterpretasikan sebagai tanda-tanda keganasan. Destruksi dinding medial maksila merupakan hal yang paling umum ditemukan. Keterlibatan orbita biasanya melalui lamina papirasea. Sklerosis tulang menggambarkan suatu reaksi hiperplastik dari sinusitis kronik sering mengiringi tumor ini.10,11 Gambaran pencitraan yang khas untuk papiloma inverted berdasarkan tempat asal tumor, perubahan struktur dinding lateral hidung dan terutama bentuk permukaan yang berlobus dan pada MRI berbentuk pola bergaris.11

PENATALAKSANAAN Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai dari terapi medikmentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun dianjurkan hanya terapi pembedahan.11,15,16 1. Terapi pembedahan Para klinisi setuju pilihan terapi pada papiloma inverted adalah dengan pembedahan, tetapi sampai saat ini belum didapatkan sebuah konsensus untuk menentukan jenis dan sejauh mana intervensi operasi yang terbaik. Terdapat tiga tujuan operasi papiloma inverted, yaitu 1. Dapat membuka dengan cukup sehingga dapat mereseksi tumor keseluruhan. 2. Operasi menghasilkan lapangan pandang yang baik sehingga memudahkan pengawasan pada kavitas pasca operasi. 3. Meminimalisir deformitas kosmetik dan ketidakmampuan fungsional. Luasnya jaringan yang terlibat, sifatnya yang lokal agresif dan eksisi yang tidak lengkap berhubungan dengan tingginya tingkat rekurensi, oleh karena itu reseksi en bloc dengan rinotomi lateral menjadi pendekatan standar.15,16 Pendekatan bedah dalam reseksi papiloma inverted dapat dikategorikan sebagai berikut :2,15,16 1. Pendekatan endonasal nonendoskopik 2. Pendekatan eksternal terbatas (contohnya Caldwell Luc) 3. Pendekatan eksternal radikal (contohnya maksilektomi medial via rinotomi lateral atau pendekatan midfasial degloving) 4. pendekatan endoskopik endonasal.

Gambar 2. midfasial degloving (nicholai et al 2005)

Gambar 3. Rhinotomi lateral (nicholai et al-2005)

1. 2. 3. 4.

Krouse mengembangkan sistem staging berdasarkan temuan radiologi dan endoskopi preoperasi. Empat kelompok ini dimaksudkan untuk memprediksi prognosis, pendekatan operasi dan perluasan tumor. Pembagiannya terdiri dari :17,18 Tumor terbatas pada satu sisi kavum nasi tanpa perluasan ke sinus paranasal. Tumor melibatkan dinding medial sinus maksila, sinus etmoid dan/atau komplek ostiomeatal Tumor meluas ke superior, inferior, posterior, anterior atau dinding lateral sinus maksila, sinus frontal atau sinus spenoid Tumor perluasan ke ekstrasinonasal atau tumor berubah ganas. Sistem ini secara primer berdasarkan lokasi dan perluasan dari papiloma inverted. Kategori ini sangat menolong pada perencanaan pendekatan bedah. Papiloma inverted kelompok (1) dapat diangkat secara endoskopik tanpa reseksi tulang. Papiloma inverted pada kelompok (2) pendekatan masih secara endoskopik dengan mereseksi stuktur tulang. Pada pasien dengan keterlibatan sinus frontal atau kelompok (3) endoskopi masih bisa dipakai jika visualisasi memungkinkan, pendekatan maksilektomi medial bisa digunakan. Pada kelompok (4) direkomendasikan open surgical untuk mendapatkan maksimal eksposur.17,18

2. Radioterapi Radioterapi masih dapat digunakan pada pengobatan lanjutan dan adanya agresifitas biologikal papiloma inverted pada traktus sinonasal atau pada pasien pasca operasi radikal dengan tingkat morbiditas yang berat. Tetapi terapi ini umumnya tidak diindikasikan untuk pengobatan pada lesi papiloma yang jinak. Radioterapi tidak efektif untuk pengobatan papiloma inverted, serta dapat menyebabkan kemungkinan resiko perubahan kearah keganasan pada lesi jinak yang lain.

Manajemen endoskopi pada papiloma inverted


Sejak diperkenalkan oleh Messerklinger, Stammberger dan Kennedy, endoskopi telah banyak mengalami evolusi oleh para Rhinologist untuk melakukan pendekatan bedah hidung dan sinus paranasal. Setelah lebih dari 20 tahun, saat sekarang ini penggunaan endoskopi tidak hanya

terbatas pada radang sinus paranasal tetapi juga digunakan untuk terapi pada berbagai patologi sinonasal.19,20 Dengan adanya endoskopik nasal, dengan pencahayaan yang kuat, resolusi yang tinggi dan sudut visualisasi, bersamaan dengan kemajuan pada Tomografi komputer dan pencitraan Magnetik Resonansi dapat menuntun kearah identifikasi yang akurat, penentuan lokasi yang baik, dan keberhasilan reseksi lesi intranasal.21,22 Pemeriksaan Tomografi komputer dan pencitraan Magnetik resonansi perioperatif dapat menunjang akurasi penilaian perluasan lesi tumor, selain itu dapat dengan jelas membedakan tumor dari opasifikasi sekunder dengan sinusitis obstruksi. Reseksi endoskopik dapat meliputi spenoetmoidektomi total, meatotomi yang luas, reseksi konka media dan visualisasi sinus frontal.23 Keuntungan pendekatan secara endoskopik transnasal dibanding maksilektomi medial adalah sangat kecil terbentuknya skar eksternal sehingga deformitas kosmetik dapat ditiadakan, mengurangi waktu rawat di rumah sakit, mengurangi kehilangan darah pada saat operasi dan perluasan dari tumor dapat ditentukan dengan visualisasi secara langsung, sehingga menghasilkan reseksi secara utuh yang lebih baik.19,23 Manipulasi yang hati-hati terhadap massa tumor dapat menuntun operator untuk menentukan asal tumor dari dinding lateral hidung. Setelah uncinektomi, dinding medial sinus maksila dapat diidentifikasi. Jika mukosa antrum terlihat massa tumor, konka inferior dilepaskan bersama dinding medial sinus maksila sampai ke dasar hidung. Backbitting dan sitebitting dapat digunakan pada saat ini. Pada tahap ini seluruh antrum maksila dapat divisualisasi secara lengkap.23,24 Apabila tumor telah meluas ke sinus etmoid dan spenoid, dapat dilakukan etmoidektomi total dan spenoidektomi. Hal yang sama dilakukan pada sinus frontal jika mukosanya juga ikut terlibat. Prosedur Caldwell-Luc kadang dibutuhkan untuk mendapatkan akses keseluruh antrum maksila pada kasus yang melibatkan seluruh mukosa sinus maksila. Apabila pada CT Scan terlihat adanya area Hyperostosis, operator disarankan untuk menggunakan bor diamond untuk menipiskan tulang di area ini. Daerah hyperostosis ini berhubungan dengan tempat berasal tumor. 24 Pendekatan maksilektomi medial secara endoskopi. Pada endoskopi maksilektomi medial, reseksi dilakukan pada seluruh dinding lateral hidung. Campuran lidokain dan epinefrin disuntikkan pada daerah konka media, dinding meatus inferior dan dinding meatus media dan garis nasomaksila untuk hemostasis. Batas superior ditentukan setelah reseksi anterior dan posterior etmoid ke batas sphenoid dan perlengketan konka media ke dinding lateral hidung dipisahkan. Arteri etmoid di ekspos untuk landmark reseksi yang meluas ke superior. Pada kasus tumor yang meluas ke fovea atau ke orbita, arteri etmoid dipotong dan dipisahkan. Konka media di eksisi dari perlengketannya di superior untuk menghindari cedera lamina kribriformis. Insisi dibuat dari bagian anterior meatus inferior ke dinding posterior sinus maksila. Batas anterior diperluas dari perlengketan konka media ke batas anterior dari bagian anterior meatus media termasuk konka media, procesus unsinatus dan kanalis nasolakrimalis. Dinding lateral dipisahkan ke medial dan diseksi diangkat dari sinus maksila sampai ke arteri spenopalatina yang telah diligasi. Tumor kemudian di buang secara en bloc. Mukosa etmoid posterior yang tersisa di buang untuk batas control. Reseksi dapat dimodifikasi tergantung dari perluasan tumor.25

Gambar 4. Batas anatomi diseksi endoskopik maksilektomi medial. (sumber: Bailey, Byron J. 2006)

KOMPLIKASI Komplikasi setelah pembedahan dengan pendekatan eksternal meliputi perdarahan pasca operasi, edema periorbita, epifora, diplopia, infeksi dan bocornya liquor cerebrospinalis (LCS) segera setelah operasi.26 Komplikasi rinotomi lateral meliputi epifora, dakriosistitis, blefaritis, edema periorbita, diplopia dan bocornya LCS. Komplikasi lambat yang menetap meliputi nyeri, fistula nasokutaneus, mukosel sinus frontal, luka parut dan kolaps hidung.26 Komplikasi pendekatan endoskopik meliputi :26,27 A. Komplikasi mayor 1. Kematian 2. Perdarahan intrakranial 3. Kebutaan 4. Diplopia 5. Meningitis 6. Perdarahan masif 7. Hematom orbita 8. Kebocoran LCS B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Komplikasi minor Sinekia Emfisema orbita Nyeri gigi atau hipestesia Eksaserbasi asma Epifora Hiposmia/anosmia Penurunan visus

REKURENSI Rasio rekurensi dari lesi-lesi neoplastik ini sangat bervariasi dari 0-78%, hal ini sangat tergantung pada jenis operasi yang dilakukan dan kesempurnaan reseksi. Phillips dkk mendapatkan bahwa rasio rekurensi setelah dilakukan rinotomi lateral dan maksilektomi medial lebih rendah dibanding setelah dilakukan eksisi transnasal dengan operasi Caldwel-luc (35%) atau hanya dengan eksisi transnasal (58%). Faktor multisentris juga diduga sebagai penyebab tingginya rasio rekurensi. Lawson melaporkan kejadian rekurensi berhubungan secara langsung pada metode bedah eksisi yang terbatas melalui polipektomi intranasal, turbinektomi, Caldwelluc, atau etmoidektomi eksternal dengan angka rekurensi 41-78%. Berbeda dengan rinotomi lateral yang dihubungkan dengan maksilektomi medial menghasilkan angka rekurensi 6-29%.9 LAPORAN KASUS Seorang laki-laki berumur 70 tahun datang ke poliklinik THT-KL pada tanggal 12 agustus 2009 rujukan dari RSUD Painan dengan diagnosa tumor kavum nasi. Dari anamnesa didapatkan keluhan utama hidung sebelah kiri tersumbat sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Hidung tersumbat telah dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan semakin terasa tersumbat 3 bulan ini. Hidung tersumbat dirasakan hanya sebelah kiri yang tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca atau debu. Riwayat bersin-bersin, hidung berdarah dan hidung berair tidak ada. Hidung terasa berbau tidak ada. Tidak ada keluhan rasa menelan ingus. Nyeri pada daerah muka tidak dirasakan. Tidak ada gangguan pendengaran atau telinga berdenging, penglihatan ganda tidak ada. Pada pemeriksaan Nasoendoskopi dipoliklinik didapatkan, kavum nasi dekstra tidak ada kelainan. Kavum nasi sinistra tampak massa seperti polip yang menutupi kavum nasi bagian posterior, massa bergranul, permukaaan tidak rata, mudah berdarah. Asal tumor tidak jelas. Pasien di diagnosa kerja dengan papiloma hidung. Kemudian langsung dilakukan biopsi lokal di poliklinik dan massa tumor dibawa untuk pemeriksaan histopatologi. Kavum nasi sinistra dipasang tampon anterior untuk menghentikan perdarahan. Pasien dibolehkan pulang dan diberikan antibiotik. Pasien kontrol 2 hari lagi untuk aff tampon. Tanggal 14 agustus 2009 pasien kontrol, tampon dilepas, dievaluasi tidak tampak darah mengalir. Hasil biopsi dari laboratorium Patologi anatomi ( no. PA : P. 3096-09) didapatkan : tampak potongan-potongan jaringan yang dipermukaan terdiri atas proliferasi epitel respiratorik dengan sel-sel yang monomorf, inti dengan kromatin halus, sel tumbuh berlapis-lapis dan membentuk papil-papil, tampak sebagian sel epitel tumbuh kedalam stroma jaringan ikat dibawahnya membentuk pulau-pulau dalam stroma. Diagnosa : Transitional Papilloma Nasal, Inverted Type. Pasien kemudian disiapkan untuk operasi eksplorasi. Hasil laboratorium tanggal 15 agustus 2009 didapatkan Hb : 14,6 g%, Leukosit : 7600/mm, Hematokrit 44%, Trombosit 252.000/mm, PT : 11,7 dan APTT : 43,0. Gula darah sewaktu 109 mg/dl, ureum : 30mg/dl, kreatinin 1,0 mg/dl, natrium 133 m/dl, kalium 4,7 mg/dl, klorida 105 mg/dl, SGOT 22 u/l, SGPT 22 u/l. Hasil CT Scan tanggal 19 agustus 2009 didapatkan, tampak massa isodens di rongga nasofaring kiri yang meluas ke sinus maksilaris kiri dan cavum nasi kiri. Tampak destruksi septum nasi dan massa melewati kavum nasi. Tampak perluasan ke rongga orbita kiri. Tidak tampak perluasan ke intrakranial. Ostiomeatal komplek kiri tertutup dan kanan terbuka. Kesan : Karsinoma Nasofaring dengan perluasan ke sinus maksila, kavum nasi dan rongga orbita sinistra.

Pasien kemudian di diagnosa dengan papiloma inverted stadium 2 dan direncanakan ekstirpasi dan eksplorasi. Hasil konsul dari bagian penyakit dalam tanggal 25 agustus 2009 didapatkan : pasien beresiko sedang untuk dilakukan tindakan dalam anestesi umum. Dianjurkan untuk konsul anestesi. Dari bagian anestesi setuju untuk dilakukan tindakan dalam narkose umum dengan ASA 2. Tanggal 27 agustus 2009 dilakukan operasi ekstirpasi dan eksplorasi dalam narkose umum. Laporan operasi : Pasien terlentang diatas meja operasi dalam narkose umum, dilakukan aseptik/antiseptik lapangan operasi, kemudian kavum nasi dievaluasi dengan scope 00 pada kedua kavum nasi, tampak kavum nasi kanan deviasi septum ke kiri dan tampak massa keluar dari koana kiri kearah nasofaring. Kavum nasi kiri tampak massa memenuhi kavum nasi, permukaan tidak rata, rapuh dan mudah berdarah, asal tumor masih tidak jelas. Kemudian dipasang tampon adrenalin : lidokain = 1:4 pada kedua kavum nasi. Massa di kavum nasi kiri diambil dengan forsep lurus sampai bersih, tampak massa tumor berasal dari sinus etmoid anterior. Kemudian dilakukan unsinektomi dan ostium sinus maksila dilebarkan dengan backbitting, tampak massa tumor pada daerah muara sinus maksila. Massa dibuang dengan membuang sebagian mukosa yang sehat. Rongga sinus maksila disuction dan dievaluasi dengan scope 300, tidak tampak massa tumor, mukosa sinus maksila tampak bersih. Kemudian dilakukan antrostomi untuk evaluasi rongga sinus, tidak tampak massa tumor, mukosa sinus bersih, pus (-). Kemudian dilakukan pencucian rongga sinus. Kavum nasi kiri kembali dievaluasi, sisa-sisa mukosa dibersihkan. Dilakukan etmoidektomi posterior, tampak mukosa sinus etmoid posterior bersih, massa tidak ada. Karena massa tumor telah dirasakan terlihat bersih, diputuskan untuk tidak dilakukan maksilektomi medial. Perdarahan dirawat. Dipasang tampon anterior pada hidung kiri. Operasi selesai. Massa tumor dibawa lagi ke bagian patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Pasien kemudian dirawat di bangsal THT-KL dengan terapi Ceftriaxone 2x1 gr (iv) dan asam mefenamat 3x500 mg. Hari kedua (29 agustus 2009) tampon dilepas, setelah dievaluasi tidak tampak adanya darah mengalir, hidung tersumbat tidak ada, kemudian pasien diperbolehkan pulang dan diberi obat Clindamisin 3x300 mg dan asam mefenamat 500 mg. Pasien kontrol ke poliklinik tanggal 1 september 2009. Dengan nasoendoskopi tampak sinekia pada kavum nasi kiri. Sinekia dilepaskan sehingga kavum nasi bisa dievaluasi. Tidak tampak pertumbuhan massa papilloma inverted, krusta dan sekret dibersihkan. Dipasang tampon anterior untuk mencegah sinekia. Terapi dilanjutkan. 2 hari kemudian tanggal 3 september 2009 tampon dilepas, dievaluasi dengan nasoendoskopi tidak tampak pertumbuhan massa papilloma.

Sinekia (-). Pasien disuruh kontrol 4 hari lagi untuk evaluasi dan diberi terapi Clindamisin 3x300 mg dan asam mefenamat 500 mg. Tanggal 7 september 2009 pasien kontrol. Keluhan hidung tersumbat tidak ada lagi dan dievaluasi dengan nasoendoskopi tidak tampak pertumbuhan massa papilloma. Krusta dibersihkan. Diberi terapi Clindamisin 3x300 mg dan Nasonex 1xspray 2. Pasien dianjurkan untuk kontrol setiap minggu. Tanggal 14 september 2009 pasien kembali kontrol. Keluhan tidak ada lagi. Evaluasi dengan nasoendoskopi mukosa kavum nasi tampak bersih, pertumbuhan massa tidak ada. Terapi dilanjutkan dan pasien dianjurkan kontrol setiap bulan. Hasil pemeriksan patologi anatomi (No. PA : PJ-1377-09) pasca operasi tampak proliferasi epitel transisional yang tumbuh membentuk papil-papil ke permukaan serta tumbuh kedalam stroma jaringan ikat membentuk pulau-pulau epitel didalam jaringan ikat fibrovaskular. Kesimpulan : Transisional Papilloma Inverted Type. DISKUSI Papiloma inverted merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada usia tua terutama pada dekade kelima dan ketujuh. Insidensi ini sesuai dengan umur pada kasus ini dimana pasiennya seorang laki-laki berumur 70 tahun. Winter menyatakan angka kejadian pada pria 4-5 kali lebih sering dibandingkan wanita.11 Keluhan yang disebabkan oleh adanya massa tumor pada hidung adalah sumbatan hidung yang biasanya unilateral. Sesuai dengan pasien ini, gejala yang ditemukan hanya sumbatan hidung kiri sejak 6 bulan yang lalu, yang dirasakan makin lama makin memberat. Pada banyak kasus (64-78%) bisa ditemukan hanya sumbatan hidung saja, bahkan ada yang tanpa gejala. Sedangkan gejala-gejala yang lain seperti riwayat bersin-bersin, hidung terasa berbau, keluhan ingus rasa tertelan, telinga berdenging, penglihatan ganda tidak ditemukan.1 Pada pemeriksaan nasoendoskopi terlihat massa yang menyerupai polip pada kavum nasi sinistra. Permukaannya yang tidak rata dan mudah berdarah, secara makroskopik dapat dibedakan dengan polip hidung. Asal dari tumor belum bisa diidentifikasi karena hampir menutupi seluruh kavum nasi.11 Untuk mendapatkan diagnosa secara pasti dilakukan biopsi. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu biopsi lokal yang dilanjutkan dengan reseksi komplit setelah didapatkan diagnosa patologinya atau langsung melakukan reseksi komplit dengan anestesi umum dan massa tumornya dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan histologis. Pada pasien ini dilakukan biopsi terlebih dahulu. Menurut Siller dan Lay kedua cara ini boleh dilakukan tergantung dari evaluasi preoperatif.24 Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk mendapatkan pemetaan agar tumor dapat direseksi secara komplit. Hasil pemeriksaan CT Scan pasien ini terlihat adanya massa yang isodens di rongga nasofaring kiri, sinus maksilaris dan kavum nasi kiri. Tampak adanya destruksi septum nasi kiri. Temuan ini sesuai dengan sifat papiloma inverted yang bersifat lokal invasif. Massa di sinus maksila kiri belum bisa dipastikan apakah tumor telah meluas ke sinus maksila atau hanya sinusitis yang disebabkan oleh tertutupnya kompleks ostiomeatal kiri.10,11 Berdasarkan sistem staging yang diperkenalkan oleh Krouse, pasien ini termasuk kedalam stadium 2. Data yang mendukung adalah dari pemeriksaan nasoendoskopi terlihat massa tumor di kavum nasi kiri dan dari CT Scan terlihat massa yang isodens di sinus maksila.11,16,17

Sesuai sistem staging dari Krouse, kemudian direncanakan untuk dilakukan endoskopik maksilektomi medial pada pasien ini. Pilihan terapi ini cukup sulit namun dapat mereseksi secara komplit massa papiloma inverted. Reseksi komplit memang diharuskan karena angka kekambuhan papiloma inverted dapat mencapai 78%. Namun angka kekambuhan ini dapat dikurangi dengan visualisasi yang adekuat sewaktu melakukan operasi sehingga asal tumor bisa diidentifikasi. Lee dan kawan-kawan mengemukakan bahwa angka kekambuhan papiloma inverted setelah endoskopi maksilektomi medial adalah 9,3%. Angka kekambuhan ini tampak sangat berbeda dengan kekambuhan dengan pendekatan tradisional.15,17,22,25 Karena sifat alaminya yang mudah kambuh, para ahli rinologi sudah cukup puas dengan hasil yang dicapai. Bahkan Sautter dan kawan-kawan melihat hasil lebih menguntungkan dari segi waktu operasi yang lebih pendek, perdarahan yang minimal dan lama perawatan di rumah sakit. Selain itu juga didapatkan penyembuhan mukosa yang lebih cepat. Kaza menyatakan bahwa keuntungan lainnya adalah pendekatan endoskopik lebih aman dan efektif. Massa papiloma yang rekuren juga dapat direseksi kembali secara komplit dengan endoskopi.19,22 Pada saat operasi pasien ini dilakukan ekstirpasi dan eksplorasi saja. Tindakan ini bertentangan dengan pilihan operasi yang dikemukakan oleh Krouse. Hal ini terjadi karena pada saat pengangkatan massa papiloma yang di kavum nasi telah hampir semua jaringan tumor terangkat. Sewaktu dilakukan unsinektomi terlihat massa papiloma hanya terbatas di ostium sinus maksila. Mukosa sinus maksila tampak bersih setelah dievaluasi dengan scope 300 dan dilakukan evaluasi dengan antrostomi. Dibandingkan dengan hasil CT Scan disimpulkan bahwa sinus maksila hanya diisi oleh cairan karena sumbatan massa papiloma pada komplek ostiomeatal. Sisa mukosa di sinus etmoid anterior dibersihkan sampai tampak mukosa etmoid posterior bersih. Kemungkinan papiloma inverted berasal dari etmoid anterior atau dari ostium sinus maksila. Menurut Siller dan Lee ada kemungkinan hubungan gambaran koinsiden fokal hyperostosis pada CT Scan dengan asal papiloma inverted. Lee mendapatkan pada tahun 2006 bahwa asal papiloma inverted yang terbanyak adalah dari dinding lateral hidung, sinus maksila dan etmoid anterior.10,24 Komplikasi yang timbul saat operasi endoskopik ini bervariasi seperti perdarahan, liquor serebrospinal leakage, orbital hematom dan lain-lain. Pada kasus ini tidak ada komplikasi yang ditemukan. Dan pasca operasi pasien tidak mengeluhkan apa-apa. Stankiewicz dan Busquet melaporkan bahwa pendekatan endoskopik pada papiloma inverted memang lebih aman dan efektif.15,26 Evaluasi pasca operasi tampak adanya sinekia, dan tidak tampak adanya pertumbuhan massa tumor, krusta minimal. Follow up pasca operasi sangat diperlukan. Selain untuk mengatasi komplikasi yang timbul juga dapat mengetahui rekurensi secara cepat sehingga bisa langsung direseksi. Busquets dan Hwang menyatakan bahwa mayoritas kekambuhan terjadi pada 2 tahun pertama dan evaluasi dengan endoskopi dapat membantu dalam mendeteksi kambuhnya papiloma inverted secara lebih cepat.15,25

Vous aimerez peut-être aussi