Vous êtes sur la page 1sur 18

MAKALAH PBL BLOK XIII

Demensia Alzheimer

STIEN JULIA RISKY HETHARIE 102010266 KELOMPOK BP3 7 Agustus 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

kikikuk_uhuyyy@yahoo.com

Demensia Alzheimer Stien Julia Risky Hetharie


102010266 (BP3)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Telp. 021-56942061 @kikikuk_uhuyyy@yahoo.com

Pendahuluan
Proses penuaan adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Seiring dengan bertambahnya usia, maka tubuh secara fisiologis juga mengalami perubahan. Kadang kala, perubahan fisiologis tersebut turut mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia.1 Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari. Garis besar manifestasi kliniknya adalah perjalanan penyakit yang bertahap dan tidak terdapat gangguan kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.1,3 Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak (kesulitan menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal yang tinggi lainnya (sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda, mengerjakan

perhitungan aritmatika, dan mencontoh suatu gambar) - semuanya cukup berat untuk mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran yang jernih, dan tidak disebabkan oleh gangguan mental seperti gangguan depresif berat - menyatakan suatu demensia.1,4 Kesulitan tersebut dibuktikan bahwa ternyata 20-30% demensia Alzheimer juga mempunyai faktor resiko vaskular (gangguan yang diakibatkan adanya masalah pembuluh darah) umum misalnya hipertensi / darah tinggi, kadar kolesterol dan homosistein yang tinggi secara bersamaan. Hipertensi sebagai faktor resiko terhadap stroke dan penyakit jantung koroner. Juga telah terbukti pula bahwa pengobatan hipertensi pada usia lanjut dapat menurunkan secara bermakna angka kejadian stroke dan kematian kardiovaskular. Demensia pada penurunan fungsi kognitif juga bertambah sebagai akibat dari hipertensi. 1,4

Pembahasan
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari. Garis besar manifestasi kliniknya adalah perjalanan penyakit yang bertahap dan tidak terdapat gangguan kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan

memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.1,3 Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih, namun bila merujuk pada definisi di atas maka demensia dapat pula terjadi mendadak, dan beberapa demensia dapat sepenuhnya pulih bila diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia berapapun meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun. 1,3 Pada demensia tipa Alzheimer, komponen utama patologinya adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Adanya sejumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya sejumlah plak meningkat seiring bertambahnya usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak mengalami demensia.3

Epidemiologi
Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia. Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini dikonfirmasi oleh penelitian di Swedia yang menyebutkan 44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 tahun mengalami penyakit Alzheimer. Peningkatan jumlah penderita penyakit Alzheimer di negara-negara industri adalah seiring dengan peningkatan angka harapan hidup usia tua yang kian pesat di negara-negara tersebut. Beberapa hal yang berkaitan dengan epidemiologi.1 Insiden demensia meningkat sesuai umur, dimana mengenai 15-20% individu diatas usia 65 tahun dan 45% diatas usia 80 tahun. Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki oleh karena hilangnya efek neurotropik dari estrogen pada wanita di usia menopause. 1

Anamnesis
Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis antara lain:6 1. Mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien 2. Membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding 3. Membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya 4. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding) 5. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko) 6. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi) 7. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan) 8. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, serta riwayat penyakit keluarga.6 Untuk kasus demensia alzheimer,anamnesis harus terfokus pada onset, lamanya, dan bagaimana laju progresi penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Kebingungan yang terjadi akut dan subakut mungkin merupakan manifestasi delirium dan harus dicari kemungkinan penyebabnya seperti intoksikasi, infeksi, atau perubahan metabolik. Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita Alzheimer. Hampir 75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelana, menemukan benda, mengemudi, dll. Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap makanan mengarah pada fronto-temporal dementia bukan dementia alzheimer.1 Riwayat adanya stroke, konsumsi alkohol, intoksikasi bahan kimia, dan riwayat keluarga juga harus diperhatikan dalam menentukan tipe demensia.3 Pada pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit ditentukan apakah itu adalah demensia alzheimer.
1

Bila dikaitkan dengan penyebab demensia, maka anamnesis harus diarahkan

pula pada berbagai faktor resiko seperti trauma kepala berulang, infeksi SSP, konsumsi alhkohol berlebihan dan penggunaan obat-obat jangka panjang. 1 Riwayat keluarga juga harus ditanyakan mengingat bahwa penyakit alzheimer sebagai salah satu penyebab demensia terdapat kecenderungan familiar. 1

Pemeriksaan
A. Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Penyakit sistemik seperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala yang khas. Pemeriksaan fisik dilakukan juga secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.1,2

B. Pemeriksaan neuropsikologik
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE), yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penykit. Test psikologis bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti uji orientasi, gangguan memori, kompherensi bahasa, menyebutkan kata, dan mengulang kata. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodik visual sering merupakan abnormalitas

neuropsikologis awal yang terlihat pada penyakit Alzheimer, pada fronto-temporal demensia defisit awal sering melibatkan fungsi eksekutif frontal atau bahasa. 1

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Test Laboratorium Test laboratorium pada pasien demensia tidak dilakukan dengan serta merta pada semua kasus. Pemeriksaan fungsi tyroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit dan VDRL direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin diurin atau darah, dan apolipoprotein E. 1

2. Radiologi CT scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI scan) umumnya dilakukan untuk mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi area infark, hematoma subdural, dan memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan normal atau penyakit white matter yang luas. CT atau MRI juga dapat mendukung diagnosis penyakit

Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus. SPECT dan PET scanning dapat
1

menunjukkan

hipoperfusi

atau

hipometabolisme temporal parietalpada penyakit Alzheimer dan hipoperfusi atau hipometabolisme frontotemporal pada FTD.

Etiologi
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat- zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. 1-4 Paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. 1-4 Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak. 1-4 Penyebab ke-2 tersering dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multiinfark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest.5 Penyebab lain dari demensia adalah: Demensia Vaskular Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling

sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.5
-

Penyakit Pick Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer, penyakit

Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran Alzheimer.5 Penyakit Huntington Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.5 - Penyakit Parkinson Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas,

hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit

pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia). 5 Penyakit Creutzfeldt-Jakob Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Semua gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi.5 Patofisiologi Patologi anatomi dari penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal. Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal. Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang abnormal. Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi :1-4 Degenerasi granulovakuolar shimkowich Benang-benang neuropil braak Degenerasi neuronal dan sinaptik

Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagianbagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap selsel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar

neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan vertikal-vertikal serebral.2

Manifestasi Klinik
Demensia terdiri dari beberapa tipe yaitu demensia tipe Alzheimer, demensia multiinfark, demensia dengan badan Lewy, demensia fronto-temporal, dan demensia pada penyakit neurologik. Masing-masing demensia memiliki gejala klinisnya sendiri-sendiri. Demensia tipe Alzheimer / demensia degeneratif primer memiliki beberapa fase dan biasanya berupa awitannya yang gradual yang berlangsung secara lambat. 1-4 Fase I. Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuospasial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan-kiri. Bahkan pada fase dini ini rasa tilikan sering sudah terganggu.1 Sikap apati dan kecenderungan menarik diri yang merupakan gambaran di semua fase, mulai timbul di fase ini. Ciri-cirinya: 1-4 a. Gangguan Kognitif dan memori yang berupa bingung, lupa nama dan kata-kata dan menghindar berbicara untuk mencegah kesalahan, mengulang pertanyaan dan kalimat, lupa kisah hidup mereka sendiri dan peristiwa yang baru terjadi, kurang mampu untuk mengorganisasikan dan merencanakan sesuatu serta untuk berpikir logik, menarik diri dari lingkungan sosial dan tantangan-tantangan mental, disorientasi waktu dan tempat ; dapat tersesat di tempat-tempat yang familiar. 1-4 b. Gangguan berkomunikasi mulai timbul. Mulai mengalami kesulitan dalam

mengekspresikan diri mereka sendiri. Kadang tidak mampu untuk berbicara dengan benar meski masih dapat berespon dan bereaksi terhadap apa yang dikatakan kepada mereka ataupun terhadap humor yang dilontarkan. Mengalami kesulitan untuk memahami bahan bacaan. 1-4 c. Perubahan kepribadian mulai timbul seperti patis, menarik diri dan menghindari orang lain. Cemas, agitasi dan iritabel. Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain dan gampang marah terhadap hal-hal yang mendatangkan frustasi, rasa lelah, ataupun kejutan. 1-4 d. Perilaku yang aneh mulai timbul. Mencari dan menimbun benda-benda yang tidak berharga. Lupa makan secara teratur ataupun hanya makan satu jenis makanan saja.3,4

Fase II. Terjadi tanda yang mengarah ke kerusakan fokal-kortikal, walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Simptom yang disebabkan oleh disfungsi lobus parietalis sering terdapat. Gejala neurologik mungkin termasuk antara lain tanggapan ekstensor plantaris dan beberapa kelemahan fasial. Delusi dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal. Ciri-cirinya: 1-4 a. Gangguan Kognitif dan memori yang signifikan. Lupa kisah hidupnya sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.. Mengalami kesulitan untuk mengingat nama dan wajah teman dan keluarga. Tapi masih dapat membedakan wajah yang familiar dengannya dari yang tidak dikenalnya. Masih mengingat nama sendiritapi kesulitan untuk mengingat alamat dan nomer telefon. Tidak dapat berpikir logik secara jernih, tidak dapat mengatur pembicaraan mereka sendiri, tidak dapat lagi mengikuti instruksi oral maupun tulisan. Masalah keuangan dan aritmetika semakin meningkat. Terputus dari realitas, tidak mengenal diri sendiri di depan cermin dan dapat menganggap suatu cerita di televisi sebagai suatu kenyataan.Disorientasi cuaca, hari dan waktu. 1-4 b. Gangguan berkomunikasi yaitu mengalami kesulitan dalam berbicara, memahami, membaca dan menulis. Mengulang-ulang cerita, kata-kata, pertanyaan dan bahasa tubuh. Masih dapat membaca tapi tidak berespon dengan tepat terhadap materi bacaannya. Kesulitan menyelesaikan kalimat. 1-4 c. Perubahan kepribadian mulai signifikan. Apatis, menarik diri, curiga, paranoid (seperti menuduh pasangan berhianat atau anggota keluarga ada yang mencuri). Cemas, agitasi dan iritabel, agresif dan mengancam. Halusinasi dan delusi muncul. Dapat melihat, mendengar, mencium dan mengecap sesuatu yang tidak nyata. 1-4 d. Perilaku aneh yang timbul seperti perilaku seksual yang menyimpang (seperti : menganggap orang lain sebagai pasangannya dan bermasturbasi di depan umum). Berbicara sendiri (hampir sepertiga hingga setengah penderita alzheimer berbicara sendiri) dan perubahan siklus tidur yang normal ( terjaga sepnajang malam, tidur sepanjang siang). 1-4 e. Peningkatan dependensi. Dapat makan sendiri, tapi butuh bantuan untuk makan dan minum yang cukup. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian yang sesuai dengan cuaca atau situasi. Membutuhkan bantuan untuk menyisir rambut, mandi, sikat gigi, dan menggunakan toilet. Tidak dapat lagi ditinggalkan sendiri dengan aman (dapat meracuni diri sendiri, membakar diri sendiri). f. Penurunan kontrol sadar meliputi inkontinensia uri dan feses. Tidak merasa nyaman duduk di kursi atau di toilet. 1-4

Fase III. Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Pada fase ini dapat dijumpai kemunduran kepribadian, gejala kognittif dan fisik memberat. Tingkah laku yang liar di fase awal perkembangan penyakit berubah menjadi lebih tumpul. Beberap ciri khasnya: 1-4 a) Kognitif dan memori yang makin memburuk. Tidak mengenali lagi orang yang familiar, termasuk istri dan anggota keluarga yang lain. 1-4 b) Kemampuan komunikasi benar-benar lenyap. Tampak merasa tidak nyaman tapi dapat berteriak bila disentuh ataupun bergerak, tidak mampu untuk tersenyum dan berkatakata, atau berbicara cengan inkoheren, tidak dapat menulis dan memahami material bacaan. 1-4 c) Kontrol sadar terhadap tubuh hilang. Tidak dapat mengontrol gerakan, otot-otot terasa kaku, inkontinensia urin dan fecal komplit. Tidak dapat berjalan, berdiri, sit up, ataipunmengangkat kepala tanpa bantuan orang lain. Tidak dapat menelan makanan dengan mudah, sering tersedak . 1-4 d) Dependensi komplit terhadap orang lain sehingga membutuhkan bantuan di segala aktivitas hidupnya dan membuthkan perawatan sepanjang waktu. 1-4 e) Penurunan dearajat kesehatan yang bermakna. Sering terjadi infeksi, kejang-kejang, penurunan berat badan, kulit menjadi tipis dan gampang luka serta adanya refleks-refleks abnormal. 1-4 f) Tubuh melemah karena menolak makan atau minum, berhenti kencing, tidak dapat berespon terhadap lingkungan. Hanya dapat merasakan dingin dan rasa tidak nyaman, serta hanya berespon minimal terhadap sentuhan. Kelelahan dan tidur yang berlebihan. Organ-organ sensoris tidak berfungsi lagi ; bila organ sensoris masih berfungsi, otak tidak mampu menerima input. 1-4 g) Perubahan kepribadian seperti apatis, menarik diri dan kepribadian yang tumpul. 1-4 h) Perilaku yang aneh seperti menyentuh sesuatu benda berulang-ulang.3,4

Diagnosis
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus ditentukan berat-ringannya penyakit, serta tipe demensianya (penyakit Alzheimer, demensia vaskular, atau tipe yang lain). Hal ini berpengaruh pada penatalaksanaan dan prognosisnya. Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis yang sesuai dengan Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV) dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Demensia (Sesuai dengan DSM IV) 1 A. Munculnya defisit kedua keadaan berikut kognitif multipel yang bermanifestasi pada

1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari) 2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik masih normal) c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik masih normal) d. Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir runut, berpikir abstrak) Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial dan okupasi serta menunjukkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium.

B.

Sementara untuk diagnosis klinis penyakit Alzheimer diterbitkan suatu konsensus oleh the National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (ADRDA) (Tabel 2). 1 Berdasarkan kedua kriteria diagnosis di atas, menegakkan diagnosis penyakit Alzheimer dan demensia. 1

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer1


1. Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup: - Demensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the mini-mental test, Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan sejenis, dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis - Defisit pada dua atau lebih area kognitif - Tidak ada gangguan kesadaran - Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun - Tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif 2. Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh: - Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan agnosia - Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku - Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikonfirmasi secara neuropatologi Hasil laboratorium yang menunjukkan: Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG, seperti peningkatan aktivitas slow-wave Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi oleh pemeriksaan serial 3. Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer, setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer: - Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau) - Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan berat badan - Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah (gait disorder) - Kejang pada penyakit yang lanjut - Pemeriksaan CT normal untuk usianya 4. Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok adalah: - Onset yang mendadak dan apolectic - Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit 5. Diagnosis possible penyakit Alzheimer: - Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan neurologis, psikiatrik, atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia, dan adanya variasi pada awitan, gajala klinis, atau perjalanan penyakit - Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan merupakan penyebab demensia 6. Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah: - Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer - Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau autopsi 7. Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk dilakukan bila terdapat gambaran khusus merupakan subtipe penyakit Alzheimer, seperti: - Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama - Awitan sebelum usia 65 tahun - Adanya trisomi-21 - Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson tujuan yang penelitian mungkin

Diagnosis Banding
Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskular Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.3,4 Demensia vaskular lawan Serangan Iskemik Transien

Serangan iskemik transien (transient ischemic attacks/ TIA) adalah episode singkat disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya lima sampai 15 menit). Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mungkin bertanggung jawab, episode seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari suatu lesi intrakranial proksimal yang menyebabkan iskemia otak transien, dan episode biasanya menghilang tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringan parenkim. Kira-kira sepertiga pasien dengan serangan iskemik transien yang tidak diobati selanjutnya mengalami suatu infark otak; dengan demikian, pengenalan serangan iskemik transien adalah suatu strategi klinis yang penting untuk mencegah infark otak. 3,4 Delirium

Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi gejala demensia. Dalam keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka dianjurkan untuk memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya. 3,4 Depresi

Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadangkadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat

demensia bersama-sama dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.5 Amnesia

Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya abstraksi). 3,4

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan caregivers. Menghentikan obat-obatan yang bersifat sedatif dan mempengaruhi fungsi kognitif banyak memberikan manfaat. Pasien dengan penyakit degeneratif sering mengalami depresi. Antidepresan yang mempunyai efek samping minimal pada fungsi kognitif, seperti serotonin selective reuptakeinhibitor, lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi. 3 Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula diperhatikan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien. Sering kali dengan progresi demensia, maka banyak sekali komplikasi yang muncul seperti pneumonia, infeksi saluran nafas atas, dan berbagai masalah lainnya. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien dengan demensia. 3

Medika Mentosa: Pengobatan simptomatik: 1. Inhibitor kolinesterase. Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral. Contoh: fisostigmin, THA

(tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin. Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.1-4 2. Thiamin Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase

dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Contoh: thiamin hydrochloride

dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. 1-4 3. Nootropik. Nootropik merupakan obat psikotropik. Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna. 1-4 4. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis Dosis:maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif. 1-4 5. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut depresi : tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari). 1-4 6. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Tujuan: meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif. 1-4 Suportif Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E.3,4 Terapi non farmakologik1-4 Dukungan dari keluarga Manipulasi lingkungan dan penanganan pasien (berupa latihan dan rehabilitasi)

Prognosis
Dari pemeriksaan klinik penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu derajat beratnya penyakit, variabilitas gambar klinis, perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin. Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.1

Komplikasi1
Infeksi, malnutrisi, kematian

Pencegahan
1. Intervensi psikososial. Terapi ini dapat digunakan dalam masa mild sampai moderate dalam tahap demensia. Treatment meliputi konseling, psikoterapi, terapi orientasi, behavioral reinforcement, dan cognitive rehabilitation training yang terdiri dari beberapa pendekatan antara lain perilaku, emosi, kongisi, stimulus.Imunoterapi, yakni menyuntikkan vaksin toksin beta-amyloid untuk melatih sistem imun tubuh sehingga dapat menghancurkan beta-amyloid dan menghentikan timbulnya penyakit ini.1-4 2. Terapi pekerjaan dan gaya hidup. Modifikasi dari lingkungan dan gaya hidup pasien Alzheimer dapat memperbaiki kemampuan fungsional dan meringankan pekerjaan pengasuh, seperti memberi label pada perangkat rumah tangga, mengamankan perangkat yang berbahaya untuk mencegah terjadinya luka karena aktivitas sehari-hari, mengajak pasien untuk berinteraksi sosial, dan stimulasi visual seperti memberi warna pada perangkat rumah tangga, yang juga dapat menambah nafsu makan. 1-4

Kesimpulan
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari. Paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik.

Daftar Pustaka
1. W.Sudoyo, Aru.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V. Jilid I. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, 2009.h. 837-42. 2. Litchtenberg, P.A., Murman, D. L., & Mellow, A.M. Handbook of dementia. New Jersey: Psycological, neurological, and psychiatric perspectives, 2003 3. Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N. The prevalence and causes of dementia in people under the age of 65 years. Journal Neurosurg Psychiatry,2003.p.1206-09. 4. Mace, N. L. & Rabins, P. V.The 36-hour day: a family guide to caring for people with Alzheimer disease, other dementias, and memory loss in later life.Ed.4th. USA: The Johns Hopkins University Press, 2006 5. Demensia Alzheimer. Edisi 2009. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/42009452/Demensia-Alzheimer. 7 Agustus 2012

Vous aimerez peut-être aussi