Vous êtes sur la page 1sur 7

Khotimah

Jurnal Protein

Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam-Mat Drying : Kajian Pengaruh Bahan Penstabil Terhadap Kualitas Susu Bubuk
Khusnul Khotimah* * Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang. Email : khusnoel_is@yahoo.com The Making Of Milk Powder Foaming Drying : The Study About Effect Stabilizer Material To Milk Powder Quality ABSTRACT Background : There were some alternative for incresing the milk product quality. One of the alternative was convert the fresh milk to milk powder. The foam-mat drying was the dried process that changes the liquid matter into foam with foam stabilizer and dried at 70 75 oC. Methods : This research is executed at July September 2005 at the Animal Husbandry Laboratory in Muhammadiyah University. The objectives of this study were to effect of stbilizer material variety to powder milk quality by physical chemical (rendemen, moisture content, and the protein content, and solventness) as according to standrad SNI. The research material were fresh milk, this obtained from KUD DAU, Malang. With addition of tickening alginat, substnce of foam stabilizer, A1: Gum Arabic, A2: Dextrin, A3: Egg Protein. The data from the experimental works were analysed by using. The Least Significant Defference (LSD). Determination of best Treatment with method of index efectifity. Result : The result show that the stabilizer material has significant effect to all variable (<0.005/0.001). It can be concluded that foam stabilizer type influences the condention, moisture, protein content and, solventness milk powder foam mat drying method. The result experiment was 0.5% alginate without stabilizer foam other with 26,97 gr/ 16,98% rendemen, 60,45% solventness, 2,54 moisture, anf 8,06% protein content. TPC test during 7 storage 2,8 x 104 cfu/gram. Key words : drying, stabilizer, milk. ABSTRAK Latar Belakang : Teknologi pengolahan susu untuk mengkonversi susu menjadi produk lain seperti susu bubuk sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk susu. Alternatif lain dalam pengolahan susu adalah pembuatan susu bubuk. Teknik foam-mat drying adalah suatu proses pengeringan dengan pembuatan busa dari bahan cair yang ditambah dengan foam stabilizer dengan pengeringan pada suhu 70 75 oC. Metode : Penelitian ini dilakukan mulai Juli sampai dengan September 2005 bertempat di Laboratorium Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan penstabil dan jenis bahan penstabil yang terbaik yang dapat menghasilkan kualitas fisik dan kimia susu bubuk. Sedangkan manfaatnya adalah sebagai bahan informasi atau sumber ilmu pengetahuan tentang proses pembuatan susu bubuk dengan penentuan bahan penstabil terbaik. Materi yang digunakan adalah susu segar (Whole milk) dari KUD DAU, serta alginate, dan bahan penstabil busa seperti gum Arabic, dektrin dan putih telur. Metode penelitian ini adalah experiment dengan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, variabel yang diukur adalah rendemen, kelarutan, kadar air, dan kadar protein. Metode analisis data adalah ANOVA (Uji F) dilanjutkan dengan Uji BNT, serta metode indeks Efektifitas untuk menentukan perlakuan terbaik. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis bahan penstabil busa berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diteliti (P<0.05/0.01). Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa jenis bahan penstabil busa berpengaruh terhadap rendemen, kelarutan, kadar air dan kadar protein susu bubuk metode foam mat drying. Perlakuan terbaik adalah Ao dengan rendemen sebesar 26,97 gram/16,86%; kelarutan 60.45%; kadar air 2,54%; dan kadar protein 8.06%. tpc jumlah total mikroba / koloni setelah disimpan 7 hari sebesar 2,8 x 104 cfu/gram. Kata kunci : drying, penstabil, susu.

44

Khotimah

Jurnal Protein

PENDAHULUAN Produk hasil peternakan khususnya susu sapi, dewasa ini mendapat perhatian cukup serius untuk lebih dikembangkan. Pada era globalisasi ini, dimana pada saat itu semua Negara harus menghapus semua ketentuan tata niaga impor susu yang dikaitkan dengan penyerapan susu lokal, maka sangat mendesak untuk dilakukan upaya pengembangan produksi susu nasional. Hal ini disebabkan karakteristik susu yang mudah rusak, sementara akan banyak produk susu dengan kualitas tinggi dari yang masuk ke pasaran dalam negeri. Teknologi pengolahan susu untuk mengkonversi susu menjadi produk lain seperti susu bubuk sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk susu, sehingga nantinya tetap dapat merebut pasar. Malang merupakan andalan Jawa Timur untuk pasok susu nasional yang dihasilkan dari mayoritas peternakan sapi perah, produksi susu rata-rata 350-400 ton perhari. 84,5 % produksi susu di Jawa Timur diserap oleh PT. Nestle, 7,8 % oleh PT. Imdi Pandaan, 2,7 % PT. FVI, 1,7 % PT. Sari Husada, 1,8 % dapat diolah sendiri oleh KUD dan 1,5 % dikonsumsi langsung. Mulai akhir tahun 2001, Nestle memberlakukan standar terhadap bahan baku susu dengan penetapan angka TPC (Total Plate Count) serta adanya pembatasan pasokan susu dari KUD ke Nestle. Sehingga mau tidak mau saat ini KUD yang menampung susu dari peternak harus mencari alternative pemasaran susu selain ke Nestle. Salah satu alternatif yang saat ini dilakukan KUD adalah pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi. Di Malang hanya beberapa KUD yang telah mempunyai unit pengolahan tersebut, seperti KUD Dau, Batu, dan Pujon, bahkan KUD Batu sudah memulai produksi susu steril. Salah satu kelemahan teknik pasteurisasi adalah daya tahan produk tersebut terbatas serta membutuhkan tempat pendinginan dalam penyimpanan saat distribusi ataupun di pengecer, untuk produk susu pasteurisasi maksimal daya simpannya 7 hari. Alternatif lain dalam pengolahan susu adalah pembuatan susu bubuk (tepung susu). Pembuatan susu bubuk dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain spry drying, roller drying atau drum drying, dan dough drying.

Dough drying adalah cara pengolahan susu bubuk yang paling kuno, prosesnya terdiri dari pengentalan dalam ruang vacuum, setelah kental dituang di loyang untuk dikeringkan dalam ruang pengering. Pengeringan spry drying banyak dilakukan saat ini diindustri pengolahan susu skala besar, dan membutuhkan energi listrik yang besar, sehingga dalam skala kecil kurang efisien. Teknik foam-mat drying adalah suatu proses pengeringan dengan pembuatan busa dari bahan cair yang ditambah dengan foam stabilizer dengan pengeringan pada suhu 70 75 oC. Teknik ini merupakan pengembangan dari metode pengeringan, dengan melakukan treatment pada bahan baku selanjutnya pengeringan dengan suhu yang relatif rendah dengan menggunakan cabinet drying pun dapat dilakukan sehingga dapat diterapkan pada unit skala usaha kecil seperti KUD atau ditingkat kelompok ternak, tetapi masih membutuhkan riset yang mendalam untuk dapat diterapkan dalam pembuatan susu bubuk. Pada penelitian awal ini bertujuan untuk mencari jenis bahan penstabil yang terbaik dalam teknik pembusaan susu, karena protein susu umumnya tidak mempunyai sifat membentuk busa, berbeda dengan telur yang mempunyai sifat membusa karena adanya ovomucin pada putih telur. Jenis bahan penstabil dipasaran cukup banyak dan bervariasi salah satunya adalah dekstrin, gum, gliserol mono stearat, dan putih telur. Bahan bahan ini banyak digunakan sebagai foam stabilizer yang berfungsi untuk mempertahankan konsistensi busa adonan sehingga proses pengeringan akan cepat dan bahan tidak rusak karena pemanasan. Masingmasing foam stabilizer mempunyai keunggulan dan kelemahan sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh jenis bahan penstabil terhadap; kualitas susu bubuk dengan metode foam-mat drying. Susu adalah bahan pangan yang perisable (mudah rusak, karena mempunyai kadar air tinggi sekitar 87 %- 90 % serta mempunyai nilai nutrisi yang lengkap sehingga baik untuk konsumsi manusia, hewan dan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan untuk mempertahankan kualitasnya (Purnomo, H dan M. Padaga, 1989). Teknologi pengolahan susu disamping menghambat kerusakan (pengawetan)

45

Vol.13.No.1.Th.2006

Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam-Mat Drying

juga untuk penganekaragaman bahan pangan. Karena dengan proses pengolahan kerusakan secara fisik, kimia, dan mikrobiologis akan dapat dicegah dan sekaligus dapat menambah nilai ekonomis dari produk tersebut dan selanjutnya supaya dapat mempertahankan kualitasnya. Teknologi pengolahan susu ada berbagai macam yaitu susu pasteurisasi, sterilisasi, susu fermentasi, keju, mentega, ice cream, dan susu bubuk (powder milk). Susu bubuk adalah produk olahan susu dalam bentuk kering dengan kadar air dibawah 5 %, biasanya diproduksi dengan salah satu system silinder/rool drying/drum drying, dough proses, ataupun spray drying atau kering semprot (Miller, DD. 1992). Tipe-tipe susu bubuk yang dikenal dipasaran, biasanya menunjukkan kadar lemak, bahan baku yang diproses, serta proses atau metode pengeringan yang digunakan. Bahan baku dapat berupa susu penuh, susu skim, susu mentega, dan whey. Sedangkan pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan proses penyemprotan atau menggunakan proses drum/ roller panas. Susu bubuk penuh umumnya dibuat dari susu dengan kandungan lemak yang normal, cara pengeringan yang digunakan biasanya penyemprotan (spray drying) (Susrini dan Khotimah K., 2001). Komposisi susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena sebagian besar airnya dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan proporsi yang sama. Komposisi susu bubuk dari bahan baku susu penuh (whole milk), kadar air 3,5%, protein, 25,2%, lemak 26,2%, laktosa 38,1% dan mineral sebesar 7% (Belitz and Grosch, 1987). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis bahan penstabil terhadap kualitas fisik dan kimia susu bubuk yang dibuat dengan metode foam-mat drying, serta menentukan jenis bahan penstabil mana yang memberikan kualitas susu bubuk terbaik. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi jangka panjang dalam pengolahan susu dengan daya tahan lebih lama dan secara ekonomis dapat lebih murah, karena dapat dikerjakan dengan skala industri yang lebih kecil sehingga dapat diterapkan pada KUD-KUD sapi perah ataupun kelompok peternak sapi perah. Selanjutnya dalam bidang keilmuan memberikan masukan inovasi-inovasi baru pembuatan susu bubuk dengan penyusunan formulasi dan

pemanfaatan potensi bahan baku susu lokal yang dihasilkan dari peternak rakyat. MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Teknologi hasil Pertanian Brawijaya, pada bulan Juli sampai denangan September 2005. Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada bulan Maret 2004. Materi penelitian terdiri dari susu segar (whole milk) yang diambil dari KUD Dau, dan bahan penunjang seperti alginate yang dibeli dari Asia Lab Yogyakarta dengan produksi dari Sigma industri, dektrin, gum dari Aneka kimia Malang, telur ayam biologis (umur 1 hari) dari peternak di Dau. Bahan-bahan kimia meliputi H2SO4, alkohol, dan lain atau sejumlah bahan kimia yang digunakan untuk analisa protein, kadar air, dan sejumlah bahan seperti kertas saring untuk uji kelarutan susu bubuk. Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi seperangkat alat uji kadar protein metode kjedal, oven, eksikator untuk uji kadar air, alatalat pecah belah dari pirex, timbangan analitis, try atau loyang, mixer merk nasional dan sejumlah alat penunjang seperti panc1, pengaduk, water bath dan sebagainya. Metode penelitian yang digunakan adalah experiment, dengan Rancangan Acak Kelompok, dengan 4 perlakuan 4 ulangan, sehingga ada 16 perlakuan. Perlakuannya terdiri dari jenis bahan penstabil yang terdiri dari A0 = tanpa bahan penstabil, A1= penambahan gum Arabic, A2 = penambahan dekstrin, A3 = penambahan putih telur. Pengambilan sample secara acak. Variabel yang diuji dalam penelitian meliputi rendemen, daya larut (uji fisik), kadar air dan protein (uji kimia), sebagai data pelengkap dilkukan uji mikrobiologis (TPC) hanya satu sample dari perlakuan terbaik. Pengamatan A. Pengamatan terhadap bahan baku sampel susu segar meliputi: - Uji kadar air dengan pemanasan - Uji kadar protein dengan metode mikro kjedal - Reduktase time B. Pengamatan terhadap sampel susus bubuk meliputi : - Uji Rendemen

46

Khotimah

Jurnal Protein

- Uji Daya kelarutan - Uji kadar air HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji kadar protein kjedal dan TPC

1. Bahan baku susu segar Hasil analisa laboratorium bahan baku susu segar yang diambil dari KUD Dau mempunyai komposisi sebagai berikut (Tabel 1): Tabel 1. Komposisi susu segar yang diperloeh dari peternak KUD Dau Komposisi Jumlah Kadar air (%) 89 Kadar protein (%) 3,3 Reduktase time (Jam) 2- 3 jam
Sumber : analisa laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang

2. Rendemen susu bubuk Hasil analisis ragam rendemen susu bubuk menunjukkan bahwa adanya penambahan bahan penstabil busa

memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen susu bubuk. Rerata dan Hasil Uji Beda Nyata rendemen susu bubuk (Tabel 2).

Tabel 2. Rerata Rendemen susu bubuk (gr) Perlakuan Rerata (gr) Jenis Bahan Penstabil Busa A0 26.97 A1 29.31 A2 30.50 A3 30.36 BNT 0,01 = 2.217

Notasi a b b b

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh perubahan yang sangat nyata (P<0,01) diantara perlakuan

Pada tabel 2, diketahui susu bubuk dengan rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan A2 dengan penambahan dextrin sebesar 2%/bb atau setara dengan 3,2gr. Sedangkan rendemen terendah diperoleh pada perlakuan A0 dengan tidak ada penambahan bahan penstabil busa. Meningkatnya jumlah rendemen pada perlakuan A2 dengan penambahan dextrin2% atau setara dengan 3,2gr menghasilkan rendemen sebesar 30,50gr. Secara kimiawi struktur molekul dekstrin berbentuk spiral sehingga molekul molekul flavor akan terperangkap didalam struktur spiral helixh (Glicksman, M., 1984), dengan demikian adanya penambahan dextrin dengan konsentrasi yang tepat dapat menekan

kehilangan komponen-komponen yang terkandung dalam air susu, selama proses pengolahan. Dekstrin umumnya digunakan sebagai bahan pengental dan penstabil, juga sebagai bahan pengembang, selain itu juga digunakan pada produk gula-gula atau manisan, dan minuman (Belitz and Grosch, 1987). 3. Kadar air susu bubuk Hasil analisis ragam pengaruh penambahan bahan pensatbil busa berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap kadar air susu bubuk. Hasil uji lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Tabel 3).

47

Vol.13.No.1.Th.2006

Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam-Mat Drying

sehingga pada saat dipanaskan (pengeringan) 10%, dan kadar protein susu bubuk terendah Tabel 3. Rerata Kadar Air susu bubuk (%) komponen tersebut tetap stabil dan tidak diperoleh pada perlakuan A2 dengan mengalami kerusakan. Perlakuan bahan Adanya penambahan dekstrin 2% (Tabel.4) Rerata (%) Notasi Jenis Bahan Penstabil Busa A0 2.54 a Tabel 4. Rerata Kadar Protein susu bubuk (%) A1 3.09 a Perlakuan Rerata (%) Notasi A2 Jenis Bahan Penstabil Busa 3.21 b A3 4.22 c A2 7.04 a BNT 0,01 = 0.989 A1 8.03 a A0 8.06 b sangat nyata (P<0,01) diantara perlakuan A3 9.09 c BNT 0,05 = 1.221 Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh perubahan yang nyata (P<0,05)diantara perlakuan Pada (Tabel 4) menunjukkan perbedaan yang signifikan, diduga adanya perbedaan jenis bahan penstabil yang ditambahkan pada setiap perlakuan berpengaruh terhadap kadar protein susu bubuk. Penambahan putih telur pada perlakuan A3 sebesar 10% mempunyai rerata kadar protein terebesar 9,09% lebih. Diduga pada perlakuan A3 dengan adanya protein yang terkandung dalam putih telur berpengaruh pada peningkatan kadar protein susu bubuk. Ovomucin adalah salah satu jenis protein yang terdapat dalam putih telur bersifat menstabilkan busa, dan apabila ovomucin yang ada dalam jumlah cukup besar, maka busa yang terbentuk bersifat stabil dan tahan terhadap koagulasi. Kandungan putih telur seperti phosphitin, ovomucoid dan conalbumin yang berkaitan dengan ion besi dengan ion alumunium bersifat tahan terhadap pemanasan. Bagian khalaza yang banyak mengandung mucin juga tahan pemanasan dan tidak muda terkoagulasi (Belitz and Grosch, 1987). Peningkatan protein dengan adanya penambahan bahan penstabil berpengaruh pada hasil akhir produk susu bubuk sehingga kadar protein yang dihasilkan lebih tinggi terutama penambahan 10 % putih telur. Pada pembuatan susu bubuk metode foam mat drying ini selain ditambah bahan dalam penstabil busa sebelum dikeringkan, susu dicampur dulu dengan bahan pengental natrium alginat yang digunakan sebelum dibusakan ataupun dikeringkan. Alginat merupakan salah satu bahan yang berpengaruh besar dalam mengentalkan cairan atau minuman, sifat alaginat adalah larut dalam air dingin dan akan lebih baik bekerja pada pH asam. Viskositas alginat dalam larutan dipengaruhi oleh berat molekul, konsentrasi, pH, dan keberadaan garam. Semakin tinggi berat molekul dan konsntrasi alginat, viskositas larutan akan semakin tinggi. Kenaikkan suhu akan menyebabkan penurunan viskositas (Sthepen A.M. (edt), 1995). Kadar protein sampel yang berbeda dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan selama pengolahan dan proses yang mempengaruhi kestabilan protein. Pada perlakuan penambahan 10 % putih telur, selain adanya kestabilan karena adanya protein putih telur juga adanya penambahan alginate sebelum dibusakan, hal ini diduga adanya ikatan air-protein-polisakarida lebih kokoh sehingga dapat mempertahankan kestabilan protein pada saat pengeringan. Pengukuran kadar protein susu bubuk metode foaming drying dilakukan berdasarkan metode Kjeldhal. Metode Kjeldhal menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tak langsung, karena yang dianalisis adalah kadar (total) nitrogennya saja (N). Hadiwiyoto (1994) menambahkan yang mengalikan hasil analisis dengan faktor sebesar 6,38 untuk semua produk susu, diperoleh nilai protein bahan makanan tersebut, semakin besar kadar nitrogen yang terukur menyebabkan semakin tinggi kadar protein susu bubuk (Winarno, F.G., 2002). Kadar protein susu bubuk dari metode foat-mat drying dengan penambahan bahan penstabil busa ini berkisar antara 7 9 %. Sedangkan menurut Belitz and Grosch (1987) susu bubuk yang dibuat dari bahan baku susu
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh perubahan yang

48

Khotimah

Jurnal Protein

penuh (whole milk) mempunyai kadar protein sekitar 25,2 %. Perbedaan yang cukup jauh ini diduga disebabkan adanya proses pengeringan yang terlalu lama sehingga dimungkinkan adanya kerusakan protein susu yaitu kasein. Kasein tidak berubah secara nyata dengan proses perlakuan pemanasan biasa, tetapi akan rusak dengan pemanasan yang tinggi dan lama (Susrini dan Khotimah K., 2001). Tabel 5. Rerata Daya Larut susu bubuk (%) Perlakuan Jenis Bahan Penstabil Busa A0 A1 A2 A3 BNT 0,05 = 4.1558

5. Kelarutan (daya larut) susu bubuk


Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan jenis bahan penstabil busa pengaruh nyata (P< 0,05) terhadap daya larut susu bubuk. Hasil uji lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil BNT (Tabel 5)

Rerata (%) 60,45 55.64 57.70 52,70

Notasi c b bc a

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh perubahan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan

Tabel 4, menunjukkan nilai kelarutan tertinggi diperoleh pada perlakuan A0, pada perlakuan tanpa penambahan bahan penstabil busa yaitu sebesar 60,45%, sedangkan nilai terendah ditujukkan oleh perlakuan A3 dengan penambahan bahan penstabil busa 10 % putih telur = 52,70%. Hal ini diduga karena pada perlakuan A0, meskipun tanpa penambahan bahan pestabil busa terdapat alginat yang merupakan bahan pengental dan juga penstabil dan pembentuk gel, sehingga mempunyai kelarutan yang baik. Alginate pada level 0,250,5% dapat memperbaiki dan menstabilkan konsisitensi dari produk-produk pengembang seperti pie, cake,, dan sebagai stabilizer pada busa minuman bir. Pada perlakuan A3 penambahan putih telur sebesar 10%, menghasilkan produk susu bubuk dengan kelarutan yang rendah yaitu sebesar 52.70%, diduga karena adanya protein yang terkandung dalam putih telur. Komponen-komponen yang tidak larut akan tampak dalam bentuk endapan atau residu yang dinamakan solubility index. Solubility index disebabkan karena denaturasi protein yang dialami selama proses pengeringan produk dengan kandungan protein tinggi atau dalam jumlah besar seperti susu full cream dan skimmed milk powder (Widodo, 2003). Tinggi rendahnya kelarutan susu bubuk selain dari bahan yang ditambahkan juga akibat dari peralatan yang dipergunakan.

Kondisi pengeringan yang tidak sempurna, naiknya suhu udara pengering akan berakibat pada tingginya solubility (bagian protein yang tidak larut dalam suatu produk susu bubuk) dari produk yang dihasilkan (Widodo, 2003). Kelarutan berhubungan dengan kadar air bahan, dimana semakin tinggi kadar air kelarutan cenderung semakin kecil, karena jika kadar air tinggi terbentuk gumpalan gumpalan sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk memecah ikatan antar partikel dan kemampuan produk untuk larut menurun, sebagai akibat total padatan yang tersaring pada kertas saring meningkat (Yunizal, J. M., J.T. Murtini, dan B Jamal, 1999) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jenis bahan penstabil busa berpengaruh terhadap kualitas fisiko-kimia susu bubuk metode foam-mat drying. Perlakuan terbaik adalah A0 yaitu tanpa penambahan bahan penstabil busa dengan spesifikasi susu bubuk yang dihasilkan mempunyai: rendemen 26,97 gram atau 16,86 %, kadar air 2,54%, protein 8,06%, dan kelarutan 60,45%. Saran Penambahan bahan penstabil dengan proses pengeringan selama 12 jam pada suhu 60C menggunakan oven vakum dapat meminimalkan

49

Vol.13.No.1.Th.2006

Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam-Mat Drying

kerusakan nutrisi yang terkandung dalam susu bubuk. DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1990. Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal Chemists.25th Edition. Publisher AOAC, Inc. Washington Belitz and Grosch, 1987. Food Chemistry. Translation from The Second German edition by D. Hadziyev. Springer Verlag, Berlin Fardiaz, S., 1993. Mikrobiologi Pangan PAU IPB. Bogor. Glicksman, M., 1984. Food Hydrocolloid. CRC. Press. Florida Kumalaningsih, S., 2002. Pengantar Teknologi Hasil Pertanian. Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Miller, DD., 1992. Liquid Milk and Cream In The Tecnhology of Dairy Product. Blackie Gladgow and London. Susrini dan Khotimah K., 2001. Ilmu Dan Teknologi Pengolahan Susu. Program studi Teknologi Industri Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

Purnomo, H dan M. Padaga, 1989. Aspek Higienis Air Susu Segar. Nuffic Unibraw. Teknologi Pertanian Brawijaya Sthepen A.M. (edt)., 1995. Food Polysoccharides and Their Aplication. Marchel Dekker. Inc. New York. Winarno, F.G., 20021. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Jakarta Widodo, 2003. Bioteknologi Lacticia Press. Yogyakarta Industri Susu.

------------------ Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta Yunizal, J. M., J.T. Murtini, dan B Jamal . 1999. Teknologi Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Coklat ( Phaeophyceae) Dalam Laporan Teknik 1998-1999. Balai penelitian Rancang Bangun Mesin Pengemas dan Rekayasa Teknologi Industri Tahu kemas. Fak. Teknologi Pertanian. Unibraw. Malang Zubaedah, E. J. Kusnadi, dan I. Andriastuti, 2003. Pembuatan Yogurt dengan foaming drying kajian tentang pembuatan busa putih telur terhadap sifat fisik dan kimia, Jurnal Teknologi Pangan Vol XIV no. 3. 258-261

50

Vous aimerez peut-être aussi