Vous êtes sur la page 1sur 39

BAB I PENDAHULUAN Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan yang utama di negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia. Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang serius dan memperkecil angka mortalitas pasien. Diantaranyanya adalah infeksi pada jaringan otak yaitu ensefalitis.1,2 Ensefalitis adalah infeksi pada jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Peradangan otak merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadiannya yaitu ,5 per 100.000 individu. Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anakanak sampai orang dewasa. Paling banyak menyerang anak anak, orang tua dan pada orang- orang dengan sistem imun yang lemah, seperti pada penderita HIV/AIDS, kanker dan anak gizi buruk. Insiden ensefalitis di Inggris pertahunnya mencapai 4 orang per 100.000 penduduk. Di Indonesia sendiri, kasus ensefalitis pada manusia telah banyak dilaporkan, tetapi pemyebab ensefalitis tersebut masih belum banyak terungkap karena sulitnya diagnosis dan keterbatasan perangkat diagnostik yang dapat mendiagnosis antigen dan antibody virus yang menyebabkan ensefalitis pada manusia. Di Indonesia virus Japanese Echepalitis sudah banyak diisolasi baik dari vektornya maupun babi dan binatang mamalia yang lain, seperti; sapi, ayam dan kambing. Prevalensi dari kasus Japanesese encephalitis di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Enam puluh persen penyebab ensefalitis tidak diketahui, dari penyebab yang diketahui tersebut kira kira 67 % berhubungan dengan penyakit infeksi pada anak. 2 Ensefalitis memiliki komplikasi yang sangat kompleks. Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa gejala sisaneeurologi yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya gejala sisa secara dini. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, 1

quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar dan hidrosefalus obstruktif. Untuk orang yang menderita ensefalitis yang berat yang telah mempengaruhi beberapa fungsi otak, komplikasi terberat adalah kematian. Oleh sebab itu penulis menganggap perlu untuk mengetahui lebih mendalam mengenai gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari ensefalitis, serta kemungkinan pengaruhnya terhadap gangguan tumbuh kembang anak.2

BAB I DAFTAR PUSTAKA


I.1. Defenisi Ensefalitis adalah proses inflamasi akibat infeksi pada susunan saraf pusat yang melibatkan parenkim otak yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan neurofisiologis difus dan / atau fokal.1,2 Secara klinis ensefalitis dapat dijumpai muncul bersamaan dengan meningitis, disebut meningoensefalitis, dengan tanda dan gejala yang menunjukkan adanya inflamasi pada meninges seperti kaku kuduk, nyeri kepala, atau fotofobia.1 Namun, dari sudut pandang epidemiologis dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis.1 Dari sudut pandang terminologi, ensefalitis berasal dari kata ensefalon + itis yang bermakna inflamasi pada parenkim otak.1 Sedangkan meningitis berasal dari kata meninges + itis yang bermakna inflamasi pada selaput pembungkus jaringan otak (meninges).3 I.2 Etiologi Ensefalitis biasanya timbul sebagai akibat proses inflamasi akut tapi dapat juga berupa reaksi inflamasi pasca infeksi penyakit lain (postinfeksius ensefalomyelitis), penyakit kronik degeneratif, atau akibat infeksi virus.4 Mikroorganisme yang dapat menimbulkan ensefalitis antara lain 5: 1. Infeksi oleh virus. a. Penyebaran dari manusia ke manusia Mump Morbilli Enterovirus Rubella Herpesvirus Herpes simplex hominis tipe 1, 2 Varicella zoster virus Cytomegalovirus EB virus 3

Poxvirus Vaccinia Variola b. c. Penyebaran melalui vector arthropoda (nyamuk) Arbovirus : Eastern equine Western equine Venezuelan equin St. Louis California Japanese encephalitis

Ditularkan oleh mamalia berdarah panas

Rabies : lewat air liur/ gigitan mamalia (anjing gila) Herpes virus simiae lewat air liur/gigitan kera 2. Infeksi oleh bukan virus. a. Rickettia b. Mycoplasma pneumoni c. Bakteri : TBC d. Spirochaeta : sifilis e. Protozoa : Plasmodium, Tripanosoma f. Fungi : Histoplasmosis, Cryptococcus, Aspergilosis, Mucormycosis, Moniliasis, Coccidioidomycosis 3. Parainfeksi (pasca infeksi, allergi) a. Diasosiasikan dengan penyakit-penyakit yang khas (mikroorganisme ini bisa juga menimbulkan kerusakan jaringan otak secara langsung) Morbilli Rubella Influenza Varicella Zoster Mump

b. Diasosiasikan dengan vaksin Rabies Pertussis Morbilli Influenza Vaccinia Yellow Fever Typhoid

4. Penyebab tidak diketahui. Ensefalitis yang disebabkan oleh virus , dapat melalui 2 jalur yakni secara hematogen atau secara neuronal ( saraf perifer atau saraf kranialis). 4 Pada musim panas atau musim semi di Amerika Serikat, jenis patogen yang paling sering adalah arbovirus dan enterovirus.4 Ensefalitis yang disebabkan oleh arbovirus disebut juga arthropode-borne viral encephalitides.6 Kelompok virus ini menunjukkan gejala neurologis yang berat dan hampir mirip, disebabkan oleh beberapa jenis arbovirus.6 Berdasarkan dari berbagai taxa virusnya, maka ensefalitis arbovirus dibagi menjadi beberapa jenis, yakni: 1. Kelompok sero-group alphavirus dari family Togaviridae merupakan agen dari western equine encephalitis (WEE), eastern equine encephalitis (EEE), dan Venezuelan encephalitis.6,7 Alphavirus merupakan virus RNA strandpositif, dengan envelope, dan berukuran 69- nm.6 2. Kelompok sero-group California, family Bunyaviridae merupakan agen dari California encephalitis (CE) sedangkan dari family Reoviridae merupakan agen dari Colorado tick fever.6 Sero-group Bunyavirus 16, merupakan virus RNA dengan 3 segmen strand-negatif, memiliki envelope, berukuran 75 115-nm.6 Reovirus merupakan sero-group virus RNA dengan strand-ganda, berukuran 60 80nm.6

3. Kelompok sero-group flavivirus, yang paling sering menimbulkan penyakit adalah Japanese B encephalitis virus (menyebabkan Japanese B encephalitis) dan West Nile virus (menyebabkan West Nile encephalitis / WNE).6 Virus Japanese B encephalitis ditransmisikan melalui tick dan nyamuk sedangkan virus West Nile mempunyai siklus hidup yang melibatkan burung dan nyamuk.3 Vektor WNE pada manusia adalah nyamuk dari genus Culex, Anopheles, dan Aedes.3 Selain jenis ensefalitis yang telah disebutkan sebelumnya, sero-group flavivirus juga dapat menyebabkan St. Louis encephalitis.3 Enterovirus termasuk dalam family picornavirus.3 Family picornavirus antara lain virus coxsackie A dan B, poliovirus, echovirus, enterovirus 68 dan 71, hepatitis A virus.3 Virus herpes simpleks tipe I (VHS tipe I) merupakan penyebab tersering dari ensefalitis sporadik.4 Sedangkan VHS tipe II lebih sering dijumpai pada neonatus dengan ensefalitis.4 VHS merupakan virus DNA yang dapat menyebabkan penyakit lokal maupun sistemik.2 Pada Anak dan bayi, VHS dapat menyebabkan ensefalitis yang dapat memburuk.2 Infeksi pada neonatus biasanya didapat selama atau sesaat sebelum bayi dilahirkan, bersumber dari organ genitalia eksterna ibu.3 Infeksi primer VHS tipe II selama proses persalinan memberikan faktor risiko yang lebih besar terhadap ensefalitis.2 Infeksi juga dapat terjadi melalui rekurensi, namun baik infeksi primer maupun rekurens keduanya dapat terjadi secara asimtomatik
2

Human herpesvirus 6 merupakan

jenis VHS yang menjadi agen pada exanthema subitum, virus ini dihubungkan dengan terjadinya komplikasi neurologikus yang luas, termasuk pada ensefalitis viral (fokal).3 Virus mumps dan measles (campak Jerman), merupakan sero-group paramyxovirus yang sering menimbulkan gejala neurologis.3 Measles biasanya tidak menyebabkan ensefalitis pada fase akut, tetapi 1 dari 1000 kasus dapat meningkatkan risiko sindroma autoimun pasca-infeksi measles.3 Virus Nipah (family Paramyxoviridae) pertama kali dideteksi zoonosis pada babi dan manusia.3 6 setelah terjadinya outbreak ensefalitis pada peternak babi di Malaysia.3 Virus ini merupakan agen penyakit

Arenavirus biasanya menginfeksi rodensia.3 Pada musim dingin biasanya tikus tinggal di dalam rumah (indoor) sehingga risiko kontak manusia dengan ekskret tikus meningkat.3 Oleh karena itu, lymphocytic choriomeningitis paling sering terjadi selama musim dingin.3 Meningitis atau meningoensefalitis dapat terjadi 5 sampai 10 hari setelah terinfeksi (masa inkubasi).3 Rabies masih merupakan patogen penting di negara berkembang, dimana infeksi endemik akibat gigitan hewan masih ada.3 Agen rabies merupakan virus RNA yang dikelompokkan dalam rhabdovirus.2 Di negara negara Eropa dan U. S. A. rabies biasanya ditransmisikan dari gigitan hewan liar seperti srigala, kelelawar, musang.3 Masa inkubasinya berlangsung selama 20-60 hari setelah gigitan, atau dapat berlangsung seumur hidup.3 Citomegalovirus juga dapat menyebabkan ensefalitis, biasanya bersifat kongenital.2 Infeksi juga bisa didapat pada masa perinatal melalui kontak dengan sekret maternal selama proses persalinan atau dari ASI, tapi jenis infeksi yang didapat pada masa post-natal ini jarang melibatkan susunan saraf pusat.2 Varicella-zostervirus (VZV) jarang sebagai agen penyebab ensefalitis.2 Jika terjadi ensefalitis oleh VZV maka sering melibatkan serebelum dan biasanya menghilang secara spontan.2 Keterlibatan serebral pada infeksi VZV jarang terjadi dan sering berhubungan dengan defisit neurologis yang signifikan dan angka mortalitas yang lebih tinggi, tergantung dari respon host.2 Malaria serebral merupakan jenis ensefalitis yang dapat terjadi akibat komplikasi terberat pada malaria oleh Plasmodium falciparum.2 Dibandingkan orang dewasa malaria serebral lebih cenderung terjadi pada anak anak.2 Biasanya terjadi pada anak berusia kurang dari 6 tahun di daerah endemik malaria.2 Ensefalitis pasca-infeksi merupakan penyebab yang relatif sering pada kasus ensefalitis yang tidak didapatkan agen penyebabnya dari parenkim otak, sehingga dipikirkan mungkin sebagai akibat dari respon imunologis terhadap infeksi sebelumnya.2 Agen yang dapat menjadi pencetus respon imunologis tersebut antara lain measles, rubella, mumps, VZV, dan infeksi M pneumoniae.2 Juga dapat terjadi setelah imunisasi dengan vaksin dari agen agen tersebut.2

Ensefalitis oleh bukan virus dapat disebabkan oleh ricketsia, Mycoplasma pneumoni, Mycobacterium Trypanosoma), tuberculosis, dan fungi Spirochaeta (sifilis), protozoa (Plasmodium, (Histoplasmosis, Cryptococcus,

Aspergillosis, Mucormycosis, Moniliasis, Coccidiomycosis).8 Ensefalitis yang diasosiasikan dengan vaksin biasanya oleh rabies, pertusis, morbili, influensa, vaccinia, yellow fever, dan typhoid.8 I.3. Epidemiologi !.3.1 Frekuensi Secara internasional, angka insiden dari ensefalitis oleh virus sepertinya lebih rendah dari yang diperhitungkan, terutama di negara berkembang, disebabkan hambatan pada deteksi patogen.3 Japanese B encephalitis stidaknya menyerang 50.000 individu per tahun.3 Dari penelitian terakhir di Finlandia, angka insiden ensefalitis viral pada orang dewasa sebesar 1,4 per 100.000 per tahun.6 Penyebab utama adalah VHS (16 %), VZV (5 %), mumps (4 %), virus influenza A (4 %).3 Dari penelitian epidemiologi terakhir di U. S. A angka insiden ensefalitis viral sebesar 3,5-7,4 per 100.000 penduduk per tahun.3 The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan angka insiden ensefalitis viral sebesar 20.000 kasus baru ensefalitis di U. S. A dan sebagian besar bersifat ringan.3 Dua penyebab utama ensefalitis endemik di U. S. A. adalah VHS dan rabies.3 ensefalitis akibat infeksi VHS merupakan yang paling sering terjadi dan mempunyai insiden 2 kasus per 1 juta populasi per tahun, merupakan 10 % dari seluruh kasus ensefalitis di U. S. A.3 Ensefalitis oleh arbovirus berkisar 150-3000 kasus per tahun tergantung pada kejadian dan intensitas dari transmisi epidemik.3 I.3.2 Mortalitas dan morbiditas Angka mortalitas sebagian besar tergantung dari agen ensefalitis tersebut.3 Ensefalitis oleh VHS menyebabkan mortalitas sebesar 70 % pada pasien yang tidak mendapat terapi, dengan morbiditas berupa sekuele berat pada individu yang dapat bertahan..3 Japanese B encephalitis merupakan penyebab ensefalitis viral terpenting di seluruh dunia dengan 50.000 kasus baru dan 15.000 kematian per tahun, telah dilaporkan terjadi di China, Asia Tenggara, Daratan India, Filipina, New Guinea, 8

Guam, dan Australia.3 Angka mortalitasnya tergantung pada usia, berkisar dari 2 hingga 20 % dan sekuele terjadi pada 20 % individu yang dapat bertahan.3 I.3.3. Jenis kelamin Tidak terdapat perbedaan predileksi dalam hal jenis kelamin, kecuali pada subakut sklerosing panensefalitis, prevalensinya 2-4 kali lebih besar pada anak laki-laki.6 I.3.4 Usia Individu dengan usia yang ekstrim berisiko paling tinggi, terutama pada ensefalitis oleh VHS (ensefalitis herpes simpleks / EHS).6 EHS pada neonatus merupakan manifestasi infeksi yang meluas.6 Pada bayi, anak, dan orang dewasa lebih cenderung terjadi infeksi yang terlokalisir (paling sering VHS tipe I).6 I.4 Patogenesis Selain jaringan otak, mikroorganisme dapat pula menyerang meningen, medulla spinalis atau kombinasi dari struktur di atas, sehingga kelainan yang timbul dapat berupa aseptic meningitis, mielitis, meningoensefalitis, atau ensefalomielitis. Virus ini dapat menyerang semua golongan umur. Masuknya virus ke dalam tubuh melalui : 1. Vektor nyamuk : Arbovirus. Nyamuk Culex nishnui yang kena infeksi virus, setelah menggigit babi sebagai reservoir (viremia lama tanpa menderita sakit), kemudian menggigit manusia. Reservoir adalah babi, kuda, sapi, kerbau dan burung. 2. Makanan dan minuman : Enterovirus 3. Kontak dengan orang yang sakit : Morbilli 4. Melalui gigitan anjing gila : Rabies Secara umum virus ensefalitis yang berada dalam tubuh manusia mencari sistem limfe dan disini berkembang biak, selanjutnya lewat aliran darah menuju organ-organ tubuh seperti jaringan otak yang dapat menyebabkan ensefalitis 5 1.5 Gejala Klinis Pada permulaan penyakit : panas, sakit kepala, mual, muntah, pilek dan sakit tenggorokan. Pada hari-hari berikutnya panas mendadak meningkat, kesadaran 9

dengan cepat menurun, anak gelisah, disusul dengan stupor atau koma. Kejangkejang berlangsung berjam-jam dan mendominasi penyakit. Kelainan syaraf berupa paresis, paralysis atau ataksia serebral akut. I.5 Diagnosis I.5.1 Anamnesis Gejala klinik sangat bervariasi dari ringan sampai berat, pada permulaan penyakit hanya menunjukkan gejala ringan, kemudian koma dan bisa meninggal mendadak.
5

Dari anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat febris dengan onset

akut.3 Pasien dengan ensefalitis viral biasanya secara umum mengalami adanya nyeri kepala, demam, dan kaku kuduk sebagai gejala dari iritasi leptomeningeal.3 Dari heteroanamnesis bisa didapatkan adanya tanda defisit neurologikus fokal, kejang, dan perubahan kesadaran yang dimulai dengan letargia yang progresif menuju disorientasi, stupor, dan koma.3 Seringkali didapatkan perubahan tingkah laku dan bicara.3 Pergerakan abnormal dapat diperoleh dari cerita orang yang merawatnya. 3 Selain adanya febris yang dapat mengarah ke hipertermia dapat juga terjadi poikilotermia akibat keterlibatan aksis hipotalamus-hipofisis.3 Petunjuk yang spesifik pada anamnesis/ heteroanamnesis tergantung dari agen yang menjadi etiologinya.3 Penderita dapat memiliki riwayat digigit hewan yang mungkin tidak diterapi dengan antirabies.1 Masa prodormal virus secara umum berlangsung selama berhari-hari dan terdiri dari adanya riwayat febris, nyeri kepala, mual, muntah, letargia, dan myalgia.1 Riwayat prodormal yang spesifik didapatkan pada VZV, EBV, CMV, Measles, dan mumps antara lain berupa rash, lymphadenopati, hepatosplienomegali, dan pembesaran kelenjar parotis.1 Pada SLE bisa terdapat riwayat dysuria dan pyuria. 1 Pada WNE disa didapatkan riwayat letargia yang ekstrim.1 Bentuk ensefalitis klasik adalah dengan gejala defisit neurologis difus atau fokal.1 Berdasarkan hal tersebut bisa didapatkan riwayat perubahan tingkah laku dan kepribadian, penurunan kesadaran, kaku kuduk, fotofobia, letargia, kejang fokal atau general terdapat pada 60 % anak yang menderita California encephalitis, disorientasi dengan onset akut, atau keadaan amnesia, kelumpuhan yang bersifat flaksid terjadi pada 10 % dari kasus WNE.1

10

I.5.2 Pemeriksaan fisik Dalam pemeriksaan fisik diamati adanya tanda infeksi virus.1 Tanda ensefalitis dapat berupa defisit neurologis fokal maupun difus (80 % pasien EHS datang dengan tanda defisit neurologis fokal) sebagai berikut:1 1. Perubahan status mental dan/ atau kepribadian. 2. 3. 4. 5. Defisit neurologis fokal, seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi organ yang dipersarafi saraf otonom. Gangguan pergerakan (SLE, EEE, WEE). Ataksia. Defisit nervus kranialis. 6. 7. 8. Disfagia (pada rabies dapat tampak mulut yang berbusa dan hydrophobia). Meningismus meningitis). Disfungsi sensorik-motorik unilateral. Adapun ensefalitis herpes simpleks pada neonatus dapat menunjukkan gejala dan tanda sebagai berikut:1 1. 2. 3. Lesi kulit herpetik sejak lahir. Keratokonjungtivitis. keterlibatan orofaring, terutama mukosa bukal dan lidah. 4. 5. gejala ensefalitis, seperti kejang, irritable, perubahan derajat kesadaran, dan fontanela yang cembung. Tanda tambahan dari VHS yang menyebar berupa syok, ikterus, dan hepatomegaly. Ensefalopati akibat toksoplasma yang terjadi pada pasien imunosupresif, 75 % datang dengan gejala defisit neurologikus fokal, sekitar satu setengah pasien tersebut mengalami perubahan ensefalopatik.1 1.5.3 Pemeriksaan Penunjang a. yang Pemeriksaan Serebrospinalis didominir oleh limfosit, protein meningkat, glukosa pada 11 Sering dalam batas normal. Kadang-kadang didapatkan pleositosis ringan (lebih jarang terjadi dibandingkan pada

permulaannya bisa normal kemudian meningkat, asam laktat normal atau meningkat. b. Darah lengkap, Urine lengkap Pemeriksaan darah dan urine lengkap dilakukan untuk mengisolasi dan mengidentifikasikan virus. Enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA), dapat mengidentifikasi virus yang menyebabkan ensefalitis segera setelah terinfeksi. Polymerase chain reaction (PCR) dapat mengidentifikasi virus DNA walaupun dalam jumlah yang kecil. c. Pemeriksaan virologi Bahan : likuor serebrospinalis, jaringan otak (hasil nekropsi), dan/atau tinja. Darah jarang memberikan hasil yang positif oleh karena viremia berlangsung sangat singkat. d. Pemeriksaan serologis Pemeriksaan yang dapat dipakai adalah : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi, uji netralisasi. Bahan: darah pada fase akut dan fase konvalesen. Positif bila titer antibody pada fase konvalesen meningkat lebih dari/ atau sama dengan 4 kali. e. Pemeriksaan patologi anatomi (post mortem) Gambaran umum : edema otak, bendungan pembuluh darah dan infiltrasi mononuklear sekitar pembuluh darah. Pada fase permulaan ada reaksi granulossit pada selaput otakyang kemudian diganti dengan limfosit atau monosit. Contoh Negri bodies, pada rabies, inclusion bodies pada kelompok Herpes virus. I.6 Diagnosis banding Anamnesis yang diperoleh dapat menunjukkan eksposur yang mungkin apakah dari individu lain, hewan dengan penyakit rabies maupun nyamuk..4 Adapun beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis pasien dengan anamnesis dan gejala yang mengarah ke ensefalitis adalah berbagai penyakit yang dapat menyebabkan ensefalopati, yakni:6 1. Infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak).
5

12

Meningitis bakteri yang mendapat terapi tidak sempurna atau pada fase permulaan penyakit meningitis bakteri yang belum dapat terapi. Pada kasus ini akan didapatkan pada pemeriksaan likuor serebrospinalis : neutrofil dominant, bakteri (+), glukosa normal atau menurun. 2. Keracunan obat-obatan. Salisilat : anamnesis makan obat, panas badan, koma, nafas cepat, likuor serebrospinalis normal. 1.7 Komplikasi Ensefalitis Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan.8 Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini.8 Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi: Hidrosefalius: Timbul sebagai akibat adanya bendungan aliran likuor di saluran aquaduktus. Bisa terjadi pada meningoensefalitis oleh virus mump. Sering timbul pada saat fase perbaikan. Hemiplegia, monoplegia, paresis atau paralysis syaraf pusat. Epilepsi: akibat sikatrik yang tersisa di parenkim otak Retardasi mental: sebagai akibat brain damage maka proses organis sebenarnya telah lampau 2.8 Penatalaksanaan 1. Tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam. 2. Pemakaian obat-obatan a. Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang demam. b. Antibiotika.

13

Diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti Ampisillin dosis 50 100 mg/kgBB./hari, dibagi 3 dosis secara i.v. c. Untuk menghilangkan edema otak. Dexamethason Dosis 0,5 - 1 mg/kgBB./hari, i.v. atau i.m. - Dilanjutkan dengan dosis maintanance ,5 mg/kgbb/hari i.v atau i.m dibagi 3 dosis. Dosis diturunkan pelan pelan setelah beberapa hari bila ada perbaikan Manitol Dosis 0,5 2,0 gram/kgBB, i.v. dalam 30-60 menit dapat diulang setiap 8-12 jam dengan menggunakan larutan manitol 15-20 % selama 3 hari (tergantung dari respon penderita). Gliserol Dosis 0,5-1,0 ml/kgBB.,dengan sonde hidung, diencerkan 2 kali dan dapat diulang tiap 6 jam. Glukosa 20 %, 10 ml i.v. beberapa kali sehari, dimasukkan ke dalam pipa infus. 3. Pengobatan suportif a. Pemberian cairan i.v. (Glukosa 10 %). Pemberian cairan i.v. dimaksudkan untuk mempertahankan keseimbangan air-elektrolit, mencakup kalori dan pemberian obat-obatan. b. Pemberian vitamin. c. Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat hipoksia5 3.1 Ensefalitis Herpes Simplex Ensefalitis herpes simplex merupakan infeksi ensefalon yang disebabkan oleh virus Herpes simplek (HSV). Angka kejadian ensefalitis Herpes ismpleks (EHS) di Amerika Serikat diperkirakan 2-4 kasus per 1000 penduduk per tahun, 30% mengenai anak-anak. EHS merupakan satu-satunya ensefalitis yang dapat diberikan

14

terapi yang spesifik sesuai etiologinya dan secara signifikan memperbaiki prognosisnya.5 Ensefalitis Herpes simpleks pada anak-anak terutama disebabkan oleh HSV tipe 1 sedangkan HSV tipe 2 lebih sering menyebabkan infeksi pada neonatus. Ensefalitis herpes simpleks diduga lebih banyak terjadi akibat reaktivitasi endogenus virus daripada infeksi primer. Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam gangglia trigeminal. Beberapa tahun kemudian, rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi. Virus dapat mencapai otak melalui cabang saraf trigeminal ke basal meningen, menyebabkan predileksi EHS di daerah temporal dan lobus frontalis orbita.5 Perjalann penyakit bisa akut atau sub akut. Gejala prodormal seperti influensa, diikuti gambaran khas ensephalitis pada umumnya. Sekitar 40% kasus datang dalam keadaan koma/prekoma. Manifestasi klinisnya bisa juga menyerupai meningitis aseptik. Diperlukan keterampilan klinis yang tinggi untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena gejala tidak selalu khas. Pertimbangkan ensefalitis HSV bila dijumpai demam, kejang fokal dan defisit neurologis fokal seperti hemiparesis dengan penurunan kesadaran progresif. Pemeriksaan penujnag: Darah tepi : tidak spesifik Cairan serebrospinal: sel 10-1000 sel/ul (awalnya dominan sel PMN), Protein: 50-2000 mg/dl; glukosa: normal atau sedikit menurun EEG: gambaran periodic lateralisasi epileptiform discharge atau perlambatan fokal pada area temporal atau pronto temporal. Sering juga menunjukkan perlambatan umum tidak spesifik (hipofungsi umum) sedang sampai berat. CT scan kepala: tiga hari pertama sering normal setelah timbulnya gejala neurologis, kemudian tampak lesi hipodense pada area fronto temporal Pemeriksaan MRI kepala memberikan hasil lebih baik Pemeriksaan serologi Ig G dan Ig M dapat dikerjakan dengan sensitifitas dan spesifisitas sekitar 70-80%

15

Pemeriksaan PRC cairan otak, dapat mendeteksi antibodi dengan cepat. PCR positif segera setelah timbulnya gejala, dan bertahan sampai 2 minggu atau lebih

Diagnosis ditegakkan berdasar manifestasi klinis, pemerikasaan laboratorium, EEG dan pencitraaan Prinsip penanganan sama seperti ensephalitis umum Antivirus harus diberikan, asiklovir 10mg/kgbb setiap 8 jam selama 14-21 hari. Cara pemberian: larutkan asiklovir dalam 100 ml NaCl 0,9%, drip selama 1 jam(sebaiknya didahului skin tes). Pastikan fungsi ginjal baik dan dilakukan pemantauan selam pemberian asiklovir Bila terjadi kejang berikan anti kejang( sesuai algoritme tata laksana kejang akut dan status epileptikus) Berikan anti edema otak: steroid atau manitol dengan dosis dan cara pemberian yang benar Bila ditemukan penderita yang dicurigai ensefalitis herpes simpleks, segera berikan terapi asiklovir sampai terbukti bukan EHS. Bila sudah terbukti bukan EHS maka terapi dapat dihentikan. Pemberian terapi asiklovir secara dini( dalam waktu 3-4 hari setelah onset penyakit) sangat terindikasi dan sangat menentukan prognosis. Bila tidak diobati angka kematian sekitar 70 %.5

16

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien Nama Umur Tanggal lahir Jenis kelamin Alamat Agama Pekerjaan orang tua Tanggal MRS : ABM : 1 tahun 2 bulan : 13 Juli 2011 : Perempuan : Jl. Imam Bonjol Ulunsuan 6x Denpasar : Islam : Wiraswasta : 29 September 2011 pk.17.00 WITA

Tanggal Pemeriksaan: 6 Oktober 2011 HETEROANAMNESIS Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 6 Oktober 2011 pada pukul 09.00 WITA. Keluhan Utama: Kejang Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke triase anak anak dengan keluhan kejang. Kejang dirasakan sebanyak 2 kali. Kejang pertama dirasakan saat pasien berada dirumah (2,5 jam SMRS). Kejang terjadi diseluruh tubuh, dengan tangan dan kaki pada awalnya kaku, lalu menghentak hentak. Kejang berlangsung selama sekitar 10 menit, kemudian pasien dibawa oleh orang tuanya ke dokter dan kejang berhenti setelah diberikan obat melalui pantat. Adanya panas disangkal oleh pasien. Menurut ibu pasien, setelah kejang pasien terlihat lemas, sehingga kemudian orang tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit Sanglah. Kejang kedua mulai dirasakan pasien saat diperjalanan menuju ke RS Sanglah dan sampai pasien berada di triase anak, pasien masih tetap kejang. Jenis kejang sama dengan kejang yang pertama. Kejang berlangsung kurang lebih selama 30 menit dan berhenti setelah diberikan obat melalui pantat sebanyak 2 kali. Saat ini kejang disertai dengan panas, suhu saat itu sekitar 39 C

17

Keluhan muntah disangkal. Makan dan minum penderita dikatakan biasa dan pasien juga tidak ada keluhan mengenai BAB dan BAK. Riwayat Pengobatan: Saat berobat ke dokter umum,pasien mendapatkan Stesolid 10 mg. Riwayat Penyakit Dahulu: Saat berusia 9 bulan, pasien pernah mengalami kejang disertai demam sebanyak 2 kali. Saat itu kejang terjadi diseluruh tubuh dan berlangsung kurang lebih 30 menit. Saat itu pasien akhirnya di rawat inap di RS Kasih Ibu selama 5 hari. Menurut ibu pasien saat dirawat dirumah sakit, pasien juga dikatakan oleh dokter mengalami campak dimana saat itu terdapat bercak bercak kemerahan di punggung dan kaki pasien, selain itu juga terdapat seperti kotoran di bagian telinga pasien. Sebelum masuk rumah sakit pasien dikatakan mengalami diare selama 3 hari dan adanya riwayat batu dan pilek. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Kedua orang tua pasien tidak mempunyai riwayat kejang demam pada masa kanak-kanak ataupun epilepsi. Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami riwayat kejang. Riwayat Kehamilan dan Persalinan: Morbiditas selama kehamilan tidak ditemukan kelainan. Pasien dilahirkan dengan partus spontan di klinik bersalain, ditolong oleh dokter dengan masa kehamilan 9 bulan, berat lahir 3800 gram, panjang badan lupa, langsung menangis dan tidak ditemukan adanya kelainan. Riwayat Imunisasi: Imunisasi dikatakan lengkap (BCG 1x, Hep B 3x, Polio 4x, DPT 3x, Campak 1x). Riwayat Nutrisi: ASI Susu Formula Bubur nasi Makanan Dewasa : lahir - sekarang : baru dimulai sejak pasien di rawat di RS Sanglah ::-

18

Riwayat Tumbuh Kembang Psikomotor: Menegakkan kepala Membalikkan badan Duduk Merangkak Berdiri Berjalan Bicara satu kata Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya.Ayah pasien bekerja sebagai pemangkas rambut di sebuah salon. PEMERIKSAAN FISIK (6 Oktober 2011) Status present: Keadaan Umum Kesadaran GCS Nadi RR Tax BB PB BBI Status Gizi Status general: Kepala Mata THT : Normocephali, Ubun ubun besar tertutup : Conj. An. -, ict. -, RP +/+ isokor. Deviation conjugee -, strabismus -/: NCH -, sekret -, epistaksis : tampak lemas : Compos mentis : E4 V3 M4 (11/12) : 137x/menit, reguler, isi cukup : 23x/menit : 36,1 C : 10 kg : 78 cm : 10,5 kg : baik : 6 bulan : belum bisa : belum bisa : belum bisa : belum bisa : belum bisa : belum bisa

19

Mulut : sianosis Leher Thoraks : Kaku kuduk : simetris +, retraksi Cor: S1S2, Normal, Reguler, murmur -. Po: Bronkovesikuler +/+, Rh: -/- wh-/-. Abdomen : Distensi Bising usus + Normal Hepar/ Lien Tak teraba Tympani dominan. Extremitas : Inspeksi Palpasi Refleks Meningeal : : edema cyanosis + + + + (-) (-) (-) (-) (-) (+/+) (+/+) -

: akral hangat

kaku kuduk Brudzinsky I Brudzinsky II Kernig

Reflek Patologis Reflek Fisiologi Tenaga

: : :

Babinsky KPR ACR N N N N N N N N

Tonus

DIAGNOSIS KERJA : Kejang Demam Kompleks ec Rhinotonsilofaringitis Akut + susp. Global delayed development + susp. ensefalitis

20

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Setelah menjalani perawatan, pada hari ke 3 di rumah sakit (2/10/2011), kesadaran pasien mulai berubah, pandangan pasien seperti kosong, tidak berespon ketika dipanggil dan pada hari ke 4 MRS (3/10/2011) pasien mengalami kejang sebanyak 1 kali tanpa disertai demam, dimana kejang dirasakan fokal pada sudut bibir kiri, sudut bibir kiri pasien terlihat berkedut kedut, tangan dan kaki kaku, mata terbuka, setelah kejang pasien tampak mengantuk. Darah lengkap : 29 September 2011 Parameter WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV Ne% Ly% Mo% Eo% Ba% Ne# Ly# Mo# Eo# Ba# Hasil 20,40 45,20 41,72 11,45 0,2 1,436 9,222 8,511 2,336 0,04 0,29 4,251 12,02 35,09 82,54 28,27 34,52 15,02 449,80 7,532 Nilai Rujukan 6-14 18,30-47,10 30,00 64,30 0,0- 7,10 0,00 5,00 0,00 - 0,70 1,10 6,00 1,80 -9,00 0,0 -0,10 0,0- 0,7 0,0 -0,1 4,10 5,30 12,00 16,00 36,00 49.00 78,00 102,00 25,00 35,00 31,00 36,00 11,60 18,70 140,0 440,0 6,80 10,0 Keterangan Tinggi

Rendah

Tinggi

Analisis Gas Darah (29 September 2011 Parameter PH pCO2 Po2 hasil 7,35 28,0 71,00 Nilai Rujukan 7,35 7,45 35,00 45,00 80,0 -100,00 Keterangan Rendah Rendah 21

HCO3 TCO2 BE(b) SO2

15,50 16,4 93,00 8,7

22,00 -26,00 24,00 30,00 -2 2 95% -100%

Rendah Rendah Rendah

Kimia Darah (29 September 2011 Parameter GDS Natrium Kalium Chlorida calcium Hasil 206 142 4,10 101,9 9,98 Nilai Rujukan 60 - 100 136 145 3,50 5,10 94 110 8,4 10,4 Keterangan Tinggi

CSF ( 2 Oktober 2011) M-TP = 21,87 Glukosa = 70,00 LCS (2 Oktober 2011) Nonne (-) Pandy (-) Cell Mono 0 Poly 0 Warna : jernih tak berwarna Bekuan : (-) Darah : (-) Eritrosit : (-) Bentuk : (-)

Makroskopi

Mikroskopi

CT Scan : Tidak didapatkan tanda- tanda Hidrocephalus (Otak dalam masa perkembangan )

22

ASSESMENT : +GIZI BAIK

ENSEFALITIS + GLOBAL DELAYED DEVELOPMENT

PENATALAKSANAAN : O2 Nasal kanul 1 lpm (k/p) Kebutuhan cairan 1000 cc/hari SF 50 cc @3 jam IVFD D1/4 NS 500 cc/hari + CA Glukonas = 21 cc/jam Cefotaxim3x 500 mg iv Phental 2x 15 mg iv Phenytoin 2x 25 mg iv Dexamethasone 3 x 2 mg iv

MONITORING Vital sign Derajat Kesadaran

PROGNOSIS Dubius ad malam

FOLLOW UP tanggal S.O.A. 29/9/2011 S. kejang (+) 2 kali pd seluruh tubuh menghentak hentak, panas (+), Batuk (+) dan pilek (+) sejak 2 hari SMRS, Makan minum (+) N, BAB/BAK (+) N Status present Kes: DPO HR: 148 x/menit RR: 44 x/menit Tax: 37,1 C Status general: Planning Kebutuhan cairan 1150cc/hari ( TF 10-15 cc@3 jam, IVFD D5 NS 12 tts/mnt) Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV 23

Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Tenaga : Positif Tonus : Positif Ass: KDK e.c Rhinopharingitis akut 30/9/2011 S. Panas (+), kejang (-), kesadaran belum pulih benar, kontak mata (-), BAK(+), BAB(-)

Ambroxol drop 3x0,3 cc Farmadol 10cc IV k/p jika Tax>38,50C Pdx: (-) Mx: VS & Kejang

Kebutuhan cairan 24

Status present Kes: E2 Vx M3 HR: 150 x/menit RR: 46 x/menit Tax: 38 C Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal

1150cc/hari ( TF 10-15 cc@3 jam, IVFD D5 NS 12 tts/mnt) Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Ambroxol drop 3x0,3 cc Farmadol 10cc IV k/p jika Tax>38,50C

Pdx: (-) Mx: VS & Kejang

25

Palpasi Tenaga Tonus

: Akral hangat (+) : Positif : Positif

Ass: KDK e.c Rhinopharingitis akut 1/10/2011 S. Panas (-), kejang (-), kesadaran sudah membaik benar, kontak mata (-), BAK(+), BAB(+) Status present Kes: E3 V2 M4 HR: 138 x/menit RR: 32 x/menit Tax: 37,5 C Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Kebutuhan cairan 1150cc/hari ( TF 10-15 cc@3 jam, IVFD D5 NS 12 tts/mnt) Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Ambroxol drop 3x0,3 cc Farmadol 10cc IV k/p jika Tax>38,50C + kompres hangat

Pdx: (-) Mx: VS & Kejang, kesadaran

26

Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Tenaga : Positif Tonus : Positif Ass: KDK e.c Rhinopharingitis akut + susp. Global delayed development 2/10/2011 S. Panas (-), kejang (-),BAK(+), BAB(+), muntah(-), ma/mi (+) baik Status present Kes: E3 V3 M4 HR: 120x/menit RR: 28 x/menit Tax: 36,8 C Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, Kebutuhan cairan 1150cc/hari ( TF 10-15 cc@3 jam, IVFD D5 NS 12 tts/mnt) Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Ambroxol drop 3x0,3 cc Farmadol 10cc IV k/p jika Tax>38,50C + kompres hangat

Pdx: (-) Mx: VS ,Kejang, kesadaran, tanda peningkatan TIK

27

murmur ( - ) : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Tenaga : Positif Tonus : Positif Ass: KDK e.c Rhinopharingitis akut + susp. Global delayed development 3/10/2011 S. Panas (-), kejang (-),BAK(+), BAB(+), 06.00 muntah(-), ma/mi (+) baik Status present Kes: E3 V3 M4 HR: 120x/menit RR: 28 x/menit Tax: 36,8 C Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil Kebutuhan cairan 1150cc/hari ( TF 10-15 cc@3 jam, IVFD D5 NS 12 tts/mnt) Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Ambroxol drop 3x0,3 cc Farmadol 10cc IV k/p jika Tax>38,50C + kompres hangat Paru Inspeksi

Pdx: (-) 28

hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Tenaga : Positif Tonus : Positif Ass: KDK e.c Rhinopharingitis akut + susp. Global delayed development Mx: VS ,Kejang, kesadaran, tanda peningkatan TIK

29

3/10/2011 S. kejang (-) terakhir pukul 08.00 wita 3/10/11 16.00 kejang 1x fokal dengan sudut bibir berkedutkedut, tangan dan kaki kaku, mata terbuka, menatap kosong 20 detik, berhenti sendiri, pnas badan (-), setelah kejang tampak mengantuk. Buka mata spontan dan menangis dengan rangsang nyeri, sesak (-) Kes: E4 V3 M4 KU: sedang HR: 110x/menit RR: 28 x/menit Tax: 36,5 C Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen

Kebutuhan cairan 1000cc/hari ( Restriksi 10% 900cc/hari ; 37 cc/jam) Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Phenytoin 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Ambroxol drop 3x0,3 cc Farmadol 10cc IV k/p jika Tax>38,50C + kompres hangat Bila kesadaran menurun pertimbangkan manitol

Pdx: (-) Mx: VS ,Kejang, kesadaran, tanda peningkatan TIK

30

Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Ref .fisiologis: APR +/+, KPR +/+ (N) Ref. Patologis : Babinsky -/Tenaga : kesan N Tonus: Kesan N Ass: Ensefalitis+ Global delayed development+ Gizi Baik

4/10/2011 S. kejang (-), panas badan (-), , sesak (-), BAB 06.00 (-), BAK (+) Kes: E4 V3 M4 KU: sedang HR: 120x/menit RR: 25 x/menit Tax: 36,5 C SpO 2: 92% Status general: Kepala Inspeksi : N cephali

O2 Nasal Canul 1lpm(k/p) Kebutuhan cairan 900cc/hari ( SF meningkat 60 cc@3jam, IVFD D5 NS 500 cc/hari), ca glukonas 5cc habis dlm 21cc/jam Cefotaxime 3x500mg IV Phental 31

Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Ref .fisiologis: APR +/+, KPR +/+ (N) Ref. Patologis : Babinsky -/Tenaga : kesan N Tonus: Kesan N Ass: Ensefalitis+ Global delayed development+ Gizi Baik 5/10/2011 S. kejang (-), panas badan (-), , sesak (-), BAB

2x25 mg IV Phenytoin 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Ambroxol drop 3x0,3 cc Bila kesadaran menurun pertimbangkan manitol

Pdx: (-) Mx: VS ,Kejang, kesadaran, balance cairan, perburukan, kejang berulang

O2 Nasal 32

06.00

(-), BAK (+) Kes: E4 V3 M4 KU: sedang HR: 141x/menit RR: 27 x/menit Tax: 35,6 C SpO 2: 99% Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/ + isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba -

Canul 1lpm(k/p) Kebutuhan cairan 900cc/hari ( SF meningkat 60 cc@3jam, IVFD D5 NS 500 cc/hari), ca glukonas 5cc habis dlm 21cc/jam Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Phenytoin 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV Bila kesadaran menurun pertimbangkan manitol

Pdx: (-) Mx: VS ,Kejang, kesadaran, balance cairan, perburukan, kejang berulang

33

Turgor

: normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Ref .fisiologis: APR +/+, KPR +/+ (N) Ref. Patologis : Babinsky -/Tenaga : kesan N Tonus: Kesan N Ass: Ensefalitis+ Global delayed development+ Gizi Baik 6/10/2011 S. kejang (-), panas badan (-), , sesak (-), BAB 06.00 (-), BAK (+), hipotermi(-) Kes: E4 V3 M4 KU: sedang HR: 137x/menit RR: 23 x/menit Tax: 36,1 C SpO 2: 99% Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/ + isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi : iktus kordis normal Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1S2 tunggal regular, O2 Nasal Canul 1lpm(k/p) Kebutuhan cairan 1000cc/hari ( SF 50 cc@3jam, IVFD D5 NS 500 cc/hari), ca glukonas 5cc habis dlm 21cc/jam Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Phenytoin 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV

Pdx: (-) Mx: VS ,Kejang, kesadaran, balance cairan, perburukan, kejang berulang

34

murmur ( - ) Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Ref .fisiologis: APR +/+, KPR +/+ (N) Ref. Patologis : Babinsky -/Tenaga : kesan N Tonus: Kesan N Ass: Ensefalitis+ Global delayed development+ Gizi Baik 7/10/2011 S. kejang (-), panas badan (+) , sesak (-), BAB 06.00 (-), BAK (+), hipotermi(-) Kes: E4 V3 M4 KU: sedang HR: 128x/menit RR: 26 x/menit Tax: 36,9 C Status general: Kepala Inspeksi : N cephali Palpasi :Ubun-ubun besar menutup Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/ + isokor THT Telinga Inspeksi: dalam batas normal Hidung Inspeksi: napas O2 Nasal Canul 1lpm(k/p) Kebutuhan cairan 1000cc/hari ( SF 50cc@3jam, IVFD D5 NS 600 cc/hari 25cc/jam), ca glukonas 5cc habis dlm 21cc/jam Cefotaxime 3x500mg IV Phental 2x25 mg IV Phenytoin 2x25 mg IV Dexametaso n 3x2 mg IV 35

cuping hidung (-), sianosis ( - ) Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(-), tonsil hyperemia (-) Leher Palpasi kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thoraks Jantung Inspeksi Palpasi Auskultasi murmur ( - ) : pembesaran

Pdx: (-) Mx: VS ,Kejang, kesadaran, balance cairan, perburukan, kejang berulang

: iktus kordis normal : thrill (-) : S1S2 tunggal regular,

Paru Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (+) Palpasi : gerakan dada simetris Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung paru db normal Auskultasi : Broncovesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/Abdomen Inspeksi : Distensi ( - ) Auskultasi : Bising Usus (+) normal Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba Turgor : normal Genital : tidak ada kelainan Ekstremitas Inspeksi : Normal Palpasi : Akral hangat (+) Ref .fisiologis: APR +/+, KPR +/+ (N) Ref. Patologis : Babinsky -/Tenaga : kesan N Tonus: Kesan N Ass: Ensefalitis+ Global delayed development+ Gizi Baik

36

BAB III SIMPULAN


Ensefalitis adalah proses inflamasi akibat infeksi pada susunan saraf pusat yang melibatkan parenkim otak yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan neurofisiologis difus dan / atau fokal.1,2 Ensefalitis biasanya timbul sebagai akibat proses inflamasi akut tapi dapat juga berupa reaksi inflamasi pasca infeksi penyakit lain (postinfeksius ensefalomyelitis), penyakit kronik degeneratif, atau akibat infeksi slow virus.4 Ensefalitis biasanya disebabkan oleh virus secara langsung melalui 2 jalur yakni hematogen atau secara neuronal ( saraf perifer atau saraf kranialis).4 Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan.8 Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini.8

37

DAFTAR PUSTAKA 1. Lazoff M. Encephalitis. Emedicine 2011, Oct. 4. Available from:

URL:http://www.emedicine.com/emerg/topic163.htm. Accessed Oct 4, 2011. 2. Lau AS, Uba A, Lehman D, Geertsman F, Supattapone S. Rudolphs fundamentals of pediatrics. Ed.2nd. Stamford, Connecticute. Appleton & Lange; 1998.p.287-88. 3. Gondim F de AA. Viral encephalitis. Emedicine 2011, Oct 4. Available from: URL:http://www.emedicine.com/NEURO/topic393.htm. Accessed Oct 4, 2011. 4. Prince A. Nelson essentials of pediatrics. Ed. 4th. Philadelphia, Pennsylvania. W. B. Saunders Company; 2002.p.386-88. 5. Halstead SB. Nelson textbook of pediatrics. Ed. 17th. Philadelphia, Pennsylvania. W. B. Saunders Company; 2002.p.1086-91. 6. Steele RW. Pediatric infectious disease. Ed. 2nd. New York. Parthenon Publishing;p.6-8. 7. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar. Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2000.hal.205-8. 8. Kumar A. Meningitis bacterial. Emedicine 2011, Oct 4. Available from: URL:http://www.emedicine.com/ped/topic198.htm. Accessed Oct 4, 2011. 9. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah: 2011.hal 299-306

38

39

Vous aimerez peut-être aussi