Vous êtes sur la page 1sur 26

BIMBINGAN CARSINOMA MAMMAE

NI LUH AYUDI MARTINI 030.08.176 KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KARAWANG 2012

BAB I Pendahuluan

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama, 1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait, 1996). Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, 2000). Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998). Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut. Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi. Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan 75% (Ama, 1990). Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.

BAB II Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Payudara Embriologi Payudara Dalam embriologi manusia, payudara yang merupakan kelenjar subkutis pertama dikenal sebagai milk streak dalam sekitar minggu keenam perkembangan fetus. Area penebalan ektodermis (tunas susu) berkembang sepanjang garis linear dari axilla sampai regio inguinal yang dikenal dengan garis susu atau mammary ridge. Pada minggu kesembilan garis susu ini akan atrofi kecuali pada bagian pectoralis yang kita kenal sebagai tunas puting susu atau primodeum payudara. Pada minggu ke 12 tunas puting susu akan diinvasi oleh epitel ektodermis. Pada bulan ke 5 jaringan ikat mesenkim akan menginfiltrasi tunas puting susu dan berdiferensiasi menjadi 15 sampai 20 filamen padat yang terdistribusi simetris di bawah kulit tunas puting susu. Sisa embriologi dari perkembangan payudara ini akan berkembang ke dalam ventral menjadi ductus mamma yang akan terbagi ke dalam ductus susu primer dan berakhir dalam tunas lobulus. Tunas ini akan berploriferasi ke asinus setelah dimulai rangsangan esterogen dari ovarium. Selama pertumbuhan dalam rahim ductus susu primer bercabang dan membelah. Pada bulan ketujuh sampai delapan, duktus bekanulasi membentuk lumen yang berhubungan dengan ductus lactiferus tak matang. Saat lahir, tunas puting susu mempunyai cekungan sentral yang sesuai dengan area yang dipenetrasi oleh lumen duktulus susu primer. Segera setelah lahir, penetrasi tunas puting susu lengkap, ia bereversi dan lebih diinvasi oleh sel basaloid yang menjadi dipigmentasi gelap untuk membentuk areola.(1)

Anatomi payudara Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada bagian lateral atas, jaringan kelenjar ini akan tumbuh ke arah axilla (penonjolan spence/ ekor payudara). Payudara pada wanita dewasa berlokasi dalam fasia superfisial dari dinding depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua disebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai garis midaksilaris sebagai batas lateralnya. Duapertiga dari dasar itu terletak di depan m.pektoralis mayor dan sebagian m.serratus anterior, sebagian kecil terletak di atas m.oblikuus eksternus.(2) Setiap payudara terdiri dari 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masing- masing mempunyai saluran ke papila mammae yang disebut ductus lactiferus. Diantara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum cooper yang memberi rangka untuk payudara. Ditemukan juga jaringan lemak diantara kelenjar susu dan fasia pectoralis serta diantara kulit dan kelenjar.(3)

Gambar 1. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan(2) Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang a. Perforantes anterior dari a. Mamaria interna, a. Thoracalis lateralis yang bercabang dari a. Axillaris, dan beberapa a. Intercostalis.(3)

Gambar 2. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya. (2)

Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servicalis dan n.intercostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus persarafan simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diketahui yang dapat menimbulkan paralisis dan mati rasa pasca bedah, yaitu n.intercostobrachialis dan n.kutaneus brachius medialis yang mengurus sensibilitas daerah bagian axilla dan bagian medial lengan atas. N.pectoralis yang mengurus m.pektoralis mayor dan minor, n.torakodorsalis longus yang mengurus m.latissimus dorsi, n.torakalis longus yang mengurus m.serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.(3) Penyaliran limf dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian sentral dan medial dan ada pula yang menyalirkan ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata- rata 50 buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brakialis. Saluran limf dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila dan aksila bagian dalam, yang lewat spanjang v.aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar sevikal bagian kaudal dalam di fosa supraklavikuler. Jalur limf lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mamaria interna , juga menuju ke aksila kontralateral, ke m.rektus abdominis lewat ligamentum falsiparum hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.(3)

Gambar 3 Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari Haagensen (kiri). Aliran limfatik mammae (kanan). (2)

Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).(2) 1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes). Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes). Group ini juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari

aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.

Gambar 4. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3. Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.

Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh limfe intercostal. Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri. Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major diangkat.

Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral vena aksilaris. Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral surfaces of the medial part of the axillary vein. 2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes) Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.1 Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1). Yang termasuk KGB regional : 1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat : a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB interpectoral (Rotter's) c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

Gambar 5 Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. (2) 2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam fascia endothoracica.

Fisiologi Payudara mengalami 3 perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama adalah dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas , masa fertilisasi sampai masa klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah perubahan yang sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid, payudara jadi lebih besar dan beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Beberapa hari sebelum haid, payudara jadi tegang dan nyeri yang mulai berkurang saat mulai haid. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berploriferasi dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu lactasi. Air susu diproduksi oleh alveolus, mengisi asinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting.(1)

BAB III Pembahasan Carsinoma Mammae

Etiologi dan Epidemiologi Carsinoma mammae atau karsinoma payudara pada wanita menempati tempat no 2 setelah karsinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma payudara merupakan 28% kanker pada wanita kulit putih dan 25% pada wanita kulit hitam. Jika dilihat dari kurva insiden-usia kejadian karsinoma payudara meningkat terus sejak usia 35 tahun. Kanker ini jarang ditemukan pada wanita usia dibawah usia 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45- 66 tahun. Insiden karsinoma payudara pada laki- laki hanya 1% dari kejadian perempuan.
(1,3)

Etiologi dari karsinoma payudara belum diketahui secara pasti, namun beberapa menyebutkan bahwa penyebabkan multifaktorial seperti usia, riwayat keluarga (genetik),hormon, diet, virus, dan sinar ionisasi. Berdasarkan usia, insiden terjadinya karsinoma payudara pada wanita meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. (3)

Riwayat keluarga atau genetik disebut sebagai salah satu etiologi terjadinya kanker payudara. Kemungkinan terjadinya kanker payudara pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara dua atau 3 kali lebih besar dibandingkan yang tidak. (3) Bila keluarga wanita tersebut menderita kanker payudara bilateral maka resikonya meningkat menjadi lima setengah kali, dan bila kanker payudara bilateral terjadi sebelum menopause maka resiko terjadinya kanker pada wanita tersebut meningkat menjadi sembilan kalinya. Jika seorang wanita terkena karsinoma payudara, sehendaknya menyadarkan dokter tentang kemungkinan anggota keluarga wanita tersebut terkena juga.(1) Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

Pengaruh hormon juga disebutkan sebagai salah satu penyebab karsinoma payudara. Wanita nulipara dan infertile mempunyai probabilitas tinggi (30- 70%) timbulnya kanker payudara dibandingkan wanita para. Kehamilan cukup bulan yang dini disebutkan mencegah dediferensiasi selular, sedangkan kehamilan pertama cukup bulan dengan usia diatas 30 tahun bertidndak sebagai promotor tumor sel duktus payudara yang telah menjalani transformasi ganas. Wanita yang menopause setelah usia 55 tahun mempunyai kemungkinan dua kali resiko timbulnya kanker payudara dibandingkan wanita yang menopause mulai sebelum usia 45 tahun. Menopause yang diinduksi secara buatan tampak melindungi terhadap kanker payudara. Perlindungan ini seumur hidup dan tidak diragukan akibat pembuangan efek estrogen endogen.(1) Sama halnya dengan wanita yang diangkat ovariumnya diusia muda lebih jarang ditemukan kanker payudara. Akan tetapi hal ini tidak membuktikan bahwa hormon seperti estrogen dapat menyebabkan kanker payudara pada manusia.(3) Penelitian mengenai pengaruh hormon sebagai etiologi dalam penyebab kanker payudara masih belum pasti dan diketahui secara tepat tentang hormon mana yang mungkin bekerja dan berhubungan. Hal ini disebabkan karena variasi alamiah dalam lingkungan hormon bekerja dalam seorang individu.(1) Resiko yang meninggi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dapat disangkal berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama puluhan tahun. Diet tinggi lemak di beberapa negara dianggap mempunyai peranan dalam peningkatan kaker payudara. Namun sampai saat ini masih dilakukan penelitian mengenai diet tinggi lemak ini. Adanyan pemaparan radiasi ionisasi pada usia dini memiliki bungungan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara. Hubungan ini linear dalam hubungan dosis-respon. Wanita yang telah menerima radiasi sewaktu bayi untuk kelainan seperti pembesaran thymus atau sewaktu adolesen untuk terapi akne dianggap dalam kelompok beresiko tinggi dan pantas mendapat pengawasan cermat.(1,3)

Klasifikasi kanker payudara (1,4) 1. Non invasive carcinoma a) Ductal carcinoma in situ Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker. DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. Tempat terlazim perkembangan tumor di dalam duktus terminal ekstra lobular. Ductus lactiferus mempunyai aktivitas kinetik sel tertinggi setelah rangsangan

oleh hormon mamotrofik dalam payudara reproduktif dan tua. Sel- sel mempunyai sifak mikroskopik keganasan, tetapi tidak menginvasi membrana basalis epitel duktus. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh. DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A B

Gambar 6 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 7 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I.

Pagets disease dari papilla mammae Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Gejalanya bisa timbul rasa terbakar, rasa gatal, nyeri tekan dan kadang- kadang perdarahan. Gambaran fisik lazim mendahului identifiksi massa subareola yang dapat dipalpasi. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Jaringan dibawah puting susu mengandung duktus tebal berdilatasi yang berisi materi seperti pasta, menyerupai bekuan (debris sel). Secara mikroskopis karsinoma meluas sampai sistem duktus superfisial yang menghasilkan perubahan epidermis yang khas dan juga meluas ke bawah ke dalam mekanisme duktus untuk mencapai dan menggantikan epitel tubulus. Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Sel ini memperlihatkan mitosis dan inti hiperkromatik yang besar. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif. Prognosisnya lebih baik

dibandingkan dengan kebanyakn kanker payudara lainnya, karena perubahan puting susuareola menunjukan diagnosis dini. II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)

Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)

Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)

Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)

Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)

Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)

Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

Tingkat penyebaran Kanker payudara sebagian besar mulai berkembang di duktus, setelah itu baru menembus ke parenkim. 15- 40% karsinoma payudara bersifat multisentris. Prognosis ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi metastasis. Bila tidak diobati ketahanan hidup 5 tahun adalah 16-22%, sedangkan ketahanan hidup sepuluh tahun adalah 1-5%. Ketahanan hidup bergantung pada tingkat penyakit, mulai pengobatan gambaran histologis, dan uji reseptor estrogen yang bila positif lebih baik. Presentase ketahanan hidup 5 tahun ditentukan pada penderita yang diobati lengkap. Pada tingkat I ternyata 15% meninggal dunia karena penentuan TNM dilakukan secara klinik, yang berarti metastase kecil atau metastase mikro tidak dapat ditemukan. Pada 85% orang yang dapat hidup setelah 5 tahun, tentu termasuk penderita yang tidak sembuh dan menerima

penanganan karena kambuhnya penyakit atau karena metastasis. Demekian juga pada mereka dengan tingkat penyebaran II-IV. (3) Klasifikasi penyebaran TNM (3) TNM T TX Tis T0 T1 T2 T3 T4 N NX N0 N1 N2 Tumor primer tidak dapat ditentukan Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpat teraba tumor Tidak ada bukti adanya tumor primer Tumor kurang dari 2 cm Tumor 2-5 cm Tumor lebih dari 5 cm Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding toraks atau ke kulit dengan tanda edema, tukak atau peau dorange Kelenjar regional tidak dapat ditentukan Tidak teraba kelenjar aksila Teraba kelenjar aksila homolateral yang tidak melengket Teraba kelenjar aksila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya Teraba kelenjar mamaria interna homolateral.

N3 M MX Tidak dapat ditentukan metastasis jauh M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikuler Keterangan : lekukan pada kulit retraksi papila, atau perubahan lain pada kulit kecuali yang terdapat pada T4 bisa terdapat pada T1, T2, dan T3 tanpa mengubah klasifikasi. Dinding thoraks adalah iga, otot interkostal, dan m.serratus anterior, tanpa otot pectoralis. Metastase hematogen(3) Letak Otak Pleura Paru Hati Tulang Tengkorak Vertebra Iga Tulang panjang Staging tumor(5,6) Staging Stage 0 T Tis N0 N M0 M Gejala dan Tanda Utama Nyeri kepala, mual muntah, epilepsi, ataksia, paresis, parestesia. Efusi, sesak nafas Biasanya tanpa gejala Kadang tanpa gejala, massa, ikterus obstruktif Nyeri, kadang tanpa keluhan Kempaan sumsum tulang Nyeri, patah tulang Nyeri, patah tulang

Stage I Stage IIA

T1 N0 M0 T0 N1 M0 T1 N1 M0 T2 N0 M0 Stage IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stage IIIA T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Stage IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 Stage IIIC AnyT N3 M0 Stage IV AnyT AnyN M1 SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

Diagnosis Anamnesis Benjolan di payudara biasanya mendotrong penderita untuk pergi ke dokter. Benjolan ganas yang kecil sukar dibedakan dengan benjolan tumor jinak, tetapi kadang dapat diraba benjolan ganas yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bila tumor lebih besar, perlengkatan akan tampak lebih jelas. Konsistensi kelainan ganas biasanya keras. pengeluaran cairan dari puting biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal, sedangkan nyeri lebih mengarah ke kelainan fibrokistik.(3) Gejala yang yang paling sering meliputi(7): 1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak b. Puting susu terasa mengeras 2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara b. Puting susu tertarik ke dalam payudara c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk. 3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu

Hal- hal yang perlu ditanyakan adalah(8) Kapan pertama kali memperhatikan adanya benjolan? Bagaimana? Sejak saat itu adakah perubahan ukuran atau sifat? Adakah perubahan siklus menstruasi? Adakah sekret dari puting? Adakah nyeri? Adakah gejala lain seperti pembesaran kelenjar getah bening, demam, benjolan lain, penurunan berat badan, nyeri punggu? Dari riwayat penyakit dahulu ditanyakan apakah ada benjolan payudara sebelumnya? Jika iya, terapinya apa? Ditanyakan juga riwayat kehamilan, menyusui dan waktu menarche? Riwayat pengobatan ditanyakan apakah pasien pernah mengonsumsi estrogen atau tamoksifen? Pernah mengalami kemoterapi/ terpapar sinar radiasi? Riwayat keluarga ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium? Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(9) Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(10) Pemeriksaan fisik (8) Inspeksi payudara Apakah kedua payudara simetris? Apakah ada benjolan yang jelas? Adakah perlekatan kulit? Apakah kulit diatasnya abnormal (peau dorange, kerutan, ulserasi) Apakah puting normal, melesak, atau mengeluarkan sekret?

B Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi (A) dan palpasi (B)

Palpasi Apakah teraba ada benjolan? Dimana? Ukurannya? Konsistensi? Permukaan? Adakah nyeri tekan? Periksa perlekatan benjolan pada struktur dalam. Periksa adakah pembesara kelenjar getah bening aksila dan tempat lain?

Pemeriksaan penunjang 1. Mammografi (3) Dengan mammografi dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa makrokalsifikasi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai adanya tumor dan pada mammografi tidak ditemukan adanya kelainan, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan biopsi, sebab sering karsinoma tidak nampak pada mammografi. Sebaliknya bila mammografi positif namun dari tanda klinis tidak teraba tumor, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pungsi atau biopsi didaerah yang ditunjuk oleh tempat tersebut. Mammografi pada masa premenopause umumnya tidak bermanfaat karena gambaran kanker diantara jaringan kelenjar kurang tampak. Indikasi mammografi antara lain : Evaluasi benjolan yang diragukan atau perubahan samar di payudara Jika mamae kontralateral pernah ada kanker payudara Mencari karsinoma primer jika ada metastasis sedangkan sumbernya tidak diketahui

Penapisan karsinoma mamma pada resiko tinggi Penapisan sebelum tindak bedah plastik atau kosmestik Ultrasonografi berguna terutama untuk menentukan adanya kista, kadang

2. Ultrasonografi (1,3) tampak kista sebesar 1-2 cm. Usg paling baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan usg, kista mammae akan tampak gambaran dengan batas yang tegas, halus, dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah dibagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. 3. Biopsi(1) Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sample, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Large needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan jarum yang besar. Open biopsi dengan lokal anastesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan definitif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. 4. Biomarker Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma.(11) Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF)

dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. (10)

Scrining (10) Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society : Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terus menerus, selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun. Wanita berumur 20- 30 tahun harus melakukan pemeriksaan payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurka setiap 3 tahun. Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur 20 tahun, untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan. Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun. Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak. Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap tahun. Wanita termasuk risiko tinggi bila : o mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 o mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakakadik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik o mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga o pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 1030 tahun

o mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini. Wanita dengan risiko sedang bila : o mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga o mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH) o mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada pemeriksaan mammogram

Terapi Sebelum merencanakan terapi karsinoma payudara, diagnosis klinis dan histopatologis serta tingkat penyebarannya harus dipastikan terlebih dahulu. Diagnosis klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan kerugian setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi kesembuhan. Akan tetapi, bila tindakannya paliatif, alasan nonkuratif menentukan terapi yang dipilih.(3) Pembedahan (1,3,4) Untuk mendapat diagnosis histologi, biasanya dilakukan biopsi sehingga tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mamma. Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Bila pemeriksaan menunjukan tanda tumor jinak, operasi diselesaikan. Akan tetapi, pada hasil yang menunjukan tumor ganas, operasi dapat dilanjutkan dengan bedah kuratif. Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal, dan bedah konservatif merupakan eksisi tumor luas. Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke dinding dada dan kulit mamma, atau infiltrasi dari

kelenjar limfe ke struktur sekitarnya. Tumor disebut operable (stadium I,II,III awal) jika dengan bedah radikal seluruh tubur dan penyebarannya di kelenjar limf dapat dikeluarkan. Stadium I dan II IIIA IIIB IV Terapi radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika adjuvant locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.

1. Mastektomi partial (breast conservation) Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.(12) Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara: Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae

saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor. yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).

Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi. 2. Modified Radical Mastectomy Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation) Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa oleh para ahli bedah. Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan. Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. 3. Total Mastectomy Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae dengan sebagian besar kulitnya, m.pektoralis mayor, m.pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak sekaligus. Sekarang biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan payudara. Bedah konservatif ini selalu ditambahkan dengan diseksi kelenjar aksila dan radioterapi pada sisa payudara tersebut. Ketiga tindakan tersebut harus dilakukan tanpa mengurangi salah satunya. Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor merupakan tumor kecil dan tersedia sarana radioterapi yang khusus. digunakan

Radioterapi Radioterapi pada kanker payudara biasanya dilakukan sebagai terapi kuratif dengan mempertahankan mamma, dan sebagai tambahan atau terapi paliatif. Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional, terapi ini tidak begitu efektif, namun sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif, lebih efektif. Radioterapi paliatif menunjukkan hasil yang baik dalam waktu tertentu untuk tumor yang tidak operable, misalnya karsinoma dengan T4 dimana sudah terjadi perlengketan pada dinding toraks atau kulit. Jadi radiasi harus dipertimbangkan pada karsinoma mamma yang tidak operable atau sudah metastase karena tidak dapat sembub hanya dengan operasi. (1,3) Kemoterapi Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemik dan sebagai terapi ajuvan. Terapi ini diberikan pada pasien yang pada pemeriksaan histopatologik pascabedah mastektomi ditemukan penyebaran disebuah atau beberapa kelenjar. Tujuannya adalah untuk menghancurkan mikrometastasis yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah terdapat metastasis. Obat yang diberikan adalah kombinasi dari siklofosfamid, metotreksat, 5-flourourasil selama 6 bulan pada wanita premenopause, sedangka untuk wanita pascamenopause diberika terapi ajuvan hormonal berupa pil antiestrogen. Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasien dengan metsatse sistemik. Obat yang diberikan secara kombinasi adalah 5-flourourasi atau vinkristin dan adriamisin, atau 5-flourourasil, adriamisin, dan siklofosfamid. Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. (1,3) Terapi hormonal Indikasi dari pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi sistemik akibat metastasis jauh. Biasanya diberikan sebagai terapi paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dana mengurapi efek samping. Namun tidak semua karsinoma mamma bereaksi dengan terapi hormonal ini. Respon terapi hormonal dapat diketahui dari uji reseptor estrogen pada jaringan tumor. Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pramenopause dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan pemberian antiestrogen seperti tamoksifen dan aminoglutetimid.(3)

Pencegahan Mencegah karsinoma mamma dapat dimulai dari menghindari faktor penyebab, kemudia juga menemukan dini sehingga dapat dilakukan pengobatan kuratif. Sadari pada wanita sebulan sekali sekitar hari ke 8 menstruasi dapat dianjurkan. Pemeriksaan oleh dokter apabila ada yang dicurigai, dan bila seseorang tergolong dalam resiko tinggi, diperlukan pada waktu tertentu terutama bila usianya diatas 35 tahun. (3)

Prognosis Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (10)

DAFTAR PUSTAKA 1. Sabiston Davis C. Buku Ajar Bedah . ECG. Jakarta 2008
2. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2009. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all,

ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40. 3. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Ajar Bedah. EGC. Jakarta. 2010
4. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of

Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.


5. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2005. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman

M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34 6. American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228
7. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003 http://www.arquivosdeorl.org.br/conteudo/acervo_eng.asp?id=553

8. Jhonatan gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga. 2009 9. Moningkey, Shirley Ivonne, 2011. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2011. Jakarta
10.Tjindarbumi, 2011. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

11. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House PVT LTD
12.Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. http://www.arquivosdeorl.org.br/conteudo/acervo_eng.asp?id=543 Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi