Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB I PENDAHULUAN

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, yang terdiri dari lapisan badan sel dan prosessus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana, apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman dan bentuk berlangsung dikorteks. 1-5,7,8 Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terletak pada bagian dalam dinding mata. Seperti film pada kamera, retina mengubah cahaya menjadi penglihatan dimata. Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel batang. 1,7,9,13 Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina Pada keadaan ini sel epitel pigmen retina masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktur dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.3,4,5,6,13 Ablasio retina jarang terjadi pada anak-anak, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebagai hasil dari retinopati akibat prematur, tumor (retinoblastoma), trauma, atau myopia.2 Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina pembuluh darah yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan.3,5,6,8 Tujuan penulis adalah dengan adanya referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang ablasio retina serta bagaimana penatalaksanaan yang tepat, sehingga dapat berguna untuk kebaikan bersama dalam mencapai kesehatan mata yang lebih baik.

BAB II ANATOMI RETINA

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata.1 Retina membentang hampir sama jauhnya dengan badan silia dan berakhir pada tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berkisar 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm dibelakang garis pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik adalah bertumpuk dengan epitel pigmen retina dan dengan demikian berhubungan dengan membran Bruch's, choroid, dan sclera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina dapat dengan mudah terpisah untuk membentuk ruang subretinal, seperti terjadi di ablasi retina. Tetapi pada diskus optikus, ora serrata, retina dan epitel pigmen retina yang tegas terikat bersama-sama, sehingga membatasi penyebaran cairan subretinal di ablasi retina. 3,13 Lapisan retina, mulai dari aspek dalamnya, adalah sebagai berikut: 1. lapisan membran limitan interna 2. lapisan serat saraf, yang berisi akson sel ganglion melewati ke saraf optik 3. lapisan sel ganglion 4. lapisan plexiform dalam, yang berisi sambungan dari sel-sel ganglion dengan sel amakrin dan bipolar 5. lapisan nukleus dalam badan bipolar, amacrine, dan sel horizontal 6. lapisan plexiform luar, yang berisi koneksi dari bipolar dan horizontal sel dengan fotoreseptor 7. lapisan nukleus dalam sel fotoreseptor 8. lapisan membran limitan eksterna 9. lapisan fotoreseptor batang dan segmen dalam dan luar kerucut 10. Epitel pigmen retina. Lapisan dalam dari membran Bruch yang sebenarnya adalahmembran basal epitel pigmen retina. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada katub posterior. Di tengah-tengah retina terdapat macula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuungan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5mm. Ditengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral discus optikus terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskopi.5
2

Retina menerima suplai darah dari dua sumber: koriokapillaris yang berada di luar membran Bruch, yang memasok sepertiga luar retina, termasuk plexiform luar, lapisan inti luar, fotoreseptor, dan epitel pigmen retina, dan arteri sentralis retina, yang memasok dua pertiga bagian retina. fovea seluruhnya diperdarahi oleh koriokapillaris dan rentan terhadap kerusakan retina dapat diperbaiki ketika dilepas.3 Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang membentuk sawar darahretina. Lapisan endotel pembulu koroid dapat ditembus. Sawar darah-retina luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.3

Gambar 1. Anatomi mata

Gambar 2. Funduskopi mata normal

Gambar 3. Lapisan retina

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya lapisan Neuroretina dari lapisan Epitel Pigmen retina sehingga terdapat cairan didalam rongga subretina atau karena adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina.1 Istilah ablasio retina menandakan pemisahan retina sensorik, yaitu foto reseptor dan lapisan jaringan dibagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Biasanya Ablasio retina ini adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia tinggi, dimana akan terjadi perubahan degeneratif pada retina dan vitreous. 3 Ablasio retina dibagi menjadi tiga, berdasarkan penyebabnya : Ablasio retina regmatogenosa, Ablasio retina traksional,dan Ablasio retina eksudatif. 2

B. Epidemiologi Prevalensi ablasio retina didunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti Miopi tinggi, Afakia/pseudofakia dan trauma. 1 Pada penderita penderita ablasio retina ditemukan adanya Miopia sebesar 55%, lattice degenerasi 20 30 %, trauma 10-20 % dan Afakia/pseudofakia 30 40 %. Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio retina akibat miopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun, dan laki-laki memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari perempuan.2 Insidensi dari ablasio retina di amerika serikat berkisar antara 1 dari 15.000 populasi, dengan prevalensi 0,3% dari total populasi. Insidensi tahunan diperkirakan mencapai 10.000. sumber lain mengatakan bahwa hubungan umur dengan idiopatik ablasio retina mencapai 12,5 kasus per 100.000 per tahunnya. Atau sekitar 28.000 kasus pertahun di amerika serikat.2

C. Patofisiologi Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dapat berpisah.3,4,5 1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio retina regmatogenosa) 2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misal seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)). 3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif). Robekan pada retina paling sering berkaitan dengan onset ablasio vitreus posterior. Ketika gel vitreus terpisah dari retina, traksi yang dihasilkan ( traksi vitreus ) menjadi lebih terlokalisasi dan lebih besar. Kadang cukup untuk untuk menyebabkan robekan retina. Kelemahan retina perifer dasar seperti generasi latis, meningkatkan kemungkinan terjadinya robekan ketika vitreus menarik retina. 6

gambar 4. Patofisiologi ablasio retina

Ablasio retina dapat berhubungan dengan kelainan kongenital, gangguan metabolisme, trauma (termasuk operasi mata sebelumnya), penyakit vaskuler, tumor koroidal, miopia tinggi atau penyakit vitreous, atau degenerasi.

D. Gambaran klinis Gambaran klinik ablasio retina yaitu terdiri dari gejala subjektif dan objektif. 6,7,8 Gejala subjektif : 1. Penurunan visus disebabkan robekan pada macula 2. Rasa nyeri 3. Defek lapangan pandang. 4. Riwayat trauma 5. Lakrimasi

Gejala objektif : 1. Hiperemis 2. Fotopsia merupakan persepsi kilatan cahaya yang dirasakan penderita. Hal ini disebabkan adanya regangan atau tarikan pada retina. 3. Floaters : keluhan adanya bayangan yang bergerak oleh karena adanya robekan pada retina, dimana robekan sel-sel masuk ke korpus vitreus terutama bila korpus vitreus mencair, kemudian melewati area penglihatan sehingga terlihat bayangan hitam atau seperti serangga pada mata

E. Klasifikasi

1. Ablasio Retina Regmatogenosa Ablasio retina regmatogenosa adalah lepasnya sensory retina yang disebabkan oleh terjadinya traksi vitreoretinal.8 Perlekatan vitreoretinal yang kuat dapat menyebabkan terjadinya robekan, sehingga cairan dapat masuk keantara sel pigmen epitel dengan retina, dan terjadi pendorongan retina oleh cairan vitreous yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.2 Ablasio retina regmatogenosa adalah kasus ablasio retina yang paling sering terjadi. Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total pada retina sensorik. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh

pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.3 Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.4 Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat Cell dan flare dibilik depan mata pada ablasio retina regmatogenosa, serta terdapat pigmen dalam vitreous anterior (tobacco dusting atau Shaffer sign).8 Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah dan apabila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas bergoyanggoyang.2 Jika diperhatikan dengan seksama terdapat satu atau lebih pemutusan retina total, misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran supratemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain.4Pada ablasio retina regmatogenosa kronis dapat disertai dengan penipisan retina, kista intraretinal, dan fibrosis subretinal.8

Gambar 5. ablasi retina regmatogenosa.

2. Ablasio Retina Traksional Ablasio retina traksional adalah lepasnya jaringan retina yang terjadi akibat tarikan jaringan parut pada korpus vitreous dan disertai penglihatan turun tanpa rasa sakit.4
7

Ablasio retina akibat traksional adalah jenis tersering kedua dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata, kontraktil vitreoretina, epiretina, intraretina (sangat jarang) atau subretina membran yang mendorong neurosensory retina menjauh dari epitel pigmen retina.10 Vitreoretinopati proliferatif dapat mewakili respon penyembuhan luka yang tidak tepat atau tidak terkontrol. Pemeriksaan mikroskopis membran ini telah mengungkapkan komposisi selular mereka. sel epitel pigmen retina, sel glial, fibrocytes, makrofag, dan fibril kolagen merupakan komponen penting membran ini. sel-sel epitel pigmen retina adalah pemain utama dalam membran. Mereka mendapatkan akses ke dalam rongga vitreous selama kerusakan retina. Telah terbukti bahwa jumlah sel-sel epitel pigmen retina dalam rongga vitreous berkorelasi dengan ukuran kerusakan retina. Semakin besar kerusakan semakin besar jumlah sel epitel pigmen retina didalam rongga vitreous.10 Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di permukaan korpus vitreum posterior.3 Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya. Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina midperifer dan makula. Traksi fokal dari membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina regmatogenosa-traksional.3

Gambar 6. ablasi retina traksional pada oklusi vena sentral


8

Gambar 7. pasien mengalami sclera buckling untuk ablasi retina regmatogenosa.

Gambar 8. ablasio retina traksional dibagian supratemporal pada diabetik retinopati

3. Ablasio Retina Eksudatif Ablasio retina eksudatif adalah lepasnya retina yang terjadi akibat tertimbunnya cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid.3 Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.4 Komposisi cairan interstisial choroidal memainkan peranan penting dalam patogenesis dari ablasio retina serosa dan hemoragik. Komposisi cairan interstisial choroidal pada gilirannya dipengaruhi oleh tingkat permeabilitas vaskular

koroidalis. Setiap proses patologis yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah choroidal berpotensi menyebabkan ablasi retina eksudatif. Akan tetapi kerusakan pada epitel pigmen retina dapat mencegah pemompaan cairan dan dapat menyebabkan akumulasi cairan dalam ruang subretinal. Beberapa inflamasi, infeksi,
9

pembuluh darah, kondisi patologis degeneratif, ganas, atau ditentukan secara genetik telah diakui menyebabkan ablasio retina eksudatif.11 Lepasnya retina bulosa dengan pergeseran cairan subretinal: Tergantung pada posisi pasien, dan letak cairan terakumulasi. Segmen anterior dapat menunjukkan tandatanda peradangan (misalnya, injeksi episcleral, iridocyclitis) atau bahkan rubeosis tergantung pada penyebab yang mendasari. Dalam kasus-kasus kronis pengendapan eksudat keras dapat dilihat, teleangiektasis pembuluh darah dapat dilihat.11

Gambar 9. Ablasio retina eksudatif

F. Diagnosis Diagnosis ablasi retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan mata meliputi :4,5,6,8 1) Anammesis Dari anamnesis pada pasien ablasio retina akan didapatkan : Adanya riwayat trauma Penglihatan kabur Rasa nyeri Rasa mata berpasir Rasa mengganjal Lakrimasi

10

2) Inspeksi Pemeriksaan visus dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. Pemeriksaan lapangan pandang akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasi retina, pada lapangan pandang akan terlihat adanya pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia. Pemeriksaan funduskopi yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasi retina dengan menggunakan binocular inderek oftalmoskop. Pada pemeriksaan ini ablasi retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina ( ablasi retina bulosa ), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah ( perdarahan vitreus ) dan pigmen, atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas

3) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, kelainan darah. Pemeriksaan ultrasonografi yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliferative vitreotinopati, benda asing intraocular. Selain itu

ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasi retina eksudatif misalnya tumor, posterior skleritis. Pemeriksaan angiografi fluoresin akan terlihat : Kebocoran didaerah parapapilar dan daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur, juga dapat terlihat Gangguan permeabiltas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan kaca pada koroid,

11

Dapat dibedakan antara ablasi primer dan sekunder Adanya tumor atau peradangan yang menyebabkan ablasi

G.Tatalaksana

Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi, penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Beberapa teknik operasi pada ablasio retina :

1. Scleral buckle Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.12

Gambar 10. Scleral buckle

12

2. Pneumatic retinopexi

Pneumatic retinopexi merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.12

gambar 11. Pneumatic retinopexi

3. Vitrektomi

Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatanperlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.12

13

Gambar 12. vitrektomi

H. Diagnosa banding 1. Neuritis optik 4 Dikenal bentuk papilitis yang merupakan peradanmgam papil saraf optik yang dapat terlihat pada pemeriksaan funduskopi dan neuritis retrobulbar yang merupakan radang saraf optik yang terletak dibelakang bola mata dan tidak menunjukan kelainan. Pada neuritis optik penglihatan terganggu dengan lapang pandang menciut, bintik buta melebar, skotoma sentral, sekosentral dan altidinal. Pada neuritis retrobulbar tajam penglihatan turun, terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atofi desenden akan terlihat papil pucat dengan batas tegas. 2. Oklusi vena retina sentral 4 Penyumbatan vena retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat vena berkelok-kelok, edem makula dan retina, perdarahan berupa titik terutama bila tedapat penyumbatan vena yang tidak sempurna. Pada retina terdapat edema retina dan makula, dan bercakbercak perdarahan (eksudat) wol katun yang terdapat diantara bercak-bercak perdarahan. 3. Oklusi arteri retina sentral4 Penyumbatan arteri retina sentral akan menyebabkan keluhan tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata luar. Reaksi pupil lemah dengan pupil anisokoria. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina pucat, keruh keabu-abuan yang disebabkan edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini terlihat gambaran merah cheri atau cherry red spot pada makula lutea.
14

4. Okulopati iskemik Pada mata menyebabkan keluhan sangat sakit, edema kornea, pupil dilatasi dan atrofi, rubeosis, katarak, hipotonim mikroaneurisma, dan neovaskularisasi. 5. Retinopati Serosa Sentral 4 Keadaan lepasnya retina dari lapis pigmen epitel di daerah makula akibat masuknya cairan membran Bruch dan pigmen epitel yang inkompeten. Pada funduskpi akan terlihat terangkatnya retina sangat kecil dan dapat seluas diameter papil. 6. Amaurosis fugaks 4 Disebut juga buta sekejap satu mata yang berulang. Pada amaurosis fugaks biasanya tidak ditemukan kelainan pada funduskopi karena pendeknya serangan, kadang-kadang terlihat adanya plaque putih atau cerah atau suatu embolus didalam aretriol.

Gambar 13. Neuritis optik

Gambar 14. Oklusi vena retina sentral

Gambar 15. Oklusi arteri retina sentral

Gambar 16. Retinopati serosa sentral

15

Gambar 17. Amaurosis fugaks

I. Komplikasi Komplikasi pembedahan pada ablasi retina akan menimbulkan perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif/ PVR), PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasi retina lebih lanjut.3,5 J. Prognosis Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan dengan perbaikan fungsi. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.3,5

16

BAB IV KESIMPULAN

Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya lapisan Neuroretina dari lapisan Epitel Pigmen retina akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. Ablasio retina merupakan suatu kegawat daruratan karena dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya. Ablasio retina berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga, ialah ablasio retina regmantogenosa, Ablasio retina traksional dan Ablasio retina eksudatif.8 Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi, penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Terdapat beberapa teknik dalam operasi ablasio retina antara lain, Sklera buckling yang mendekatkan sklera pada retina yang robek, menjadikan reposisi retina lebih dekat ke epitel pigmen retina dengan mengurangi tarikan vitreus pada retina yang robek, pneumatic retinopexi yang digunakan digunakan pada ablasio retina tertentu yang disebabkan robekan pada 2/3 superior yang tampak pada fundus dimana prosedur ini memakai gelembung gas yang disuntikkan dalam ruang intravitreal untuk menekan retina yang robek sampai retina itu melekat kembali, dan Vitrektomi bertujuan melepaskan tarikan vitreus, drainase internal cairan subretinal, tamponade intra okuler (udara, gas, silicon oil, cairan perfluorocarbon), dan membuat adhesi chorioretinal memakai endolaser photocoagulation atau cryopexy.12

17

DAFTAR PUSTAKA

1. "Retinal detachment". MedlinePlus Medical Encyclopedia. National Institutes of Health. 2005. Retrieved 2006-07-18. [online] : available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001027.htm 2. Larkin GL. Retinal Detachment. [online]. 2009 Nov 23: Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview 3. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Retina & Tumor Intraokular. In: Oftalmologi Umum. 14th ed. Widya Medika: Jakarta; 2006:197, 207-9. 4. Ilyas S, dkk. Ablasio Retina. Dalam: Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007 5. James Bruce, dkk. Ablasi retina. Oftalmologi. edisi Kesembilan. Erlangga: Ciracas Jakarta;2003:116-120 6. Pavan Deborah, Langston, Retina and Vitreus in Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Fifth Edition, Philadelphia, Lippincott William and Wilkins; 2002 : 164-195 7. Newell Frank W. Retinal detachment. Ophthalmology Principles and concepts. Six Edition, The C.V. Mosby Company : ST. Louis.Toronto.Pricenton ;1986: 338-341 8. Lihteh Wu. Retinal Detachment, Rhegmatogenous. [online]. 2010 feb 18 : available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1224737-overview 9. Kanski J, Bowling B, Retinal Detachment, In : Opthalmology In Focus, Churchill Livingstone; 2005: 76-77 10. Lihteh Wu. Retinal Detachment, Traction. [online]. 2010 feb 18 : available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1224891-overview 11. Lihteh Wu. Retinal Detachment, Exudative. [online]. 2010 feb 23 : available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1224509-overview 12. The Northwest Kansas Eye Clinic, located in Hays, Kansas, [online]. available from: URL: http://www.nwkec.org/005rd010.htm 13. The Eye M.D. Assotiation, Retina and Vitreus, In : Basic and Clinical Science Course 2003-2004 on CD-ROM, Section 12, American Academy of Ophthalmology: 20032004

18

14. "Retinal detachment". [online] : available from : URL: http://www.bissy.scot.nhs.uk/master_code/medcon/detail2_body.asp?Recno=2306958 3&CategoryTitle=16777233 15. Analogy with the Rods and Cones of the Eye's Retina. [online] : available from : URL: http://hamwaves.com/antennas/diel-rod.html

19

Vous aimerez peut-être aussi