Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, Dalam dekade terakhir ini terjadi peningkatan angka kejadian dan derajat asma terutama pada anak-anak di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Asma akut berat dilaporkan merupakan alasan utama masuk rumah sakit dan dirawat diruang perawatan intensif anak atau + 7,3 % dari rawat inap per tahun di Porto Alegre, Rio de Janeiro. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar, dan sekitarnya 6,5% pada usia sekolah menengah pertama1-2. KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan asma sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri.1,3 Asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan/atau mengi berulang, terutama pada malam hari (nocturnal), reversible (dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya. Yang dimaksud serangan asma adalah episode perburukan yang

progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.1 Walaupun teknologi kedokteran dan pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi asma berkembang sangat pesat, tetapi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum diketahui pasti.1,3 Penggolongan asma tergantung pada derajat penyakitnya (aspek kronik) dan derajat serangannya (aspek akut). Berdasar derajat penyakitnya, asma dibagi menjadi (1) asma episodik jarang, (2) asma episodik sering dan (3) asma persisten. Berdasarkan derajat serangannya, asma dikelompokkan menjadi (1) serangan asma ringan, (2) sedang dan (3) berat.1,3-4 Faktor resiko terjadinya asma anak bergantung pada faktor herediter dan lingkungan, juga pada umur. Bila salah satu orang tua menderita asma, kemungkinan anak-anak mereka menderita asma adalah 25%, bila kedua orang tua menderita asma kemungkinannya meningkat menjadi 50%. Asma pada orang tua laki-laki merupakan prediktor yang sangat kuat untuk diturunkan ke anak-anak mereka.1 Tujuan penatalaksanaan serangan asma akut adalah untuk meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin, mengurangi keadaan hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal sebelumnya, dan mencegah kekambuhan4,5.

BAB II LAPORAN KASUS

Identitas Seorang anak perempuan, umur 7 tahun 11 bulan, berat badan 26 kg,

panjang badan 121 cm, bangsa Indonesia, suku bangsa Minahasa, agama Kristen Katolik, masuk rumah sakit tanggal 19 Desember 2010, jam 10.00 WITA dengan keluhan utama : sesak napas.

Anamnesa Sesak dialami penderita sejak 15 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat sesak penderita tidak bisa tidur berbaring dan sulit berbicara (hanya bisa menyebut 1-2 kata). Sesak menghebat terutama saat beraktivitas. Tidur malam sering terganggu. Napas bunyi (+). Kebiruan saat sesak disangkal penderita. Sebelumnya penderita sudah mengalami batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak, darah (-). Jika batuk hebat maka penderita mengalami sesak terutama menghebat 15 jam sebelum masuk rumah sakit. Demam tidak dialami penderita, kejang (-), menggigil (-). Tahun ini penderita sudah 4 kali mengalami serangan, dan sudah kedua kalinya dalam bulan ini. Biasanya saat kambuh penderita menggunakan obat hirup, tapi saat ini obat tersebut habis. Riwayat asma pada keluarga (+) pada kakek, ibu, dan kakak kembar penderita. Di rumahnya, penderita memelihara anjing.

Penderita sudah pernah berobat ke RS. Bethesda dan diuapi 1 kali, namun tidak ada perubahan, kemudian datang ke RSU Prof. Dr. Kandou. Nafsu makan dan minum menurun sejak sakit. Muntah disangkal penderita. BAB (+) biasa, BAK (+) biasa.

Riwayat Persalinan Penderita lahir di RS. Gunung Maria, ditolong oleh dokter, lahir secara spontan, letak belakang kepala langsung menangis dan tali pusat terawat dengan berat badan lahir 2100 gram.

Riwayat Antenatal Pemeriksaan kehamilan dilakukan di RS. Gunung Maria secara teratur. Selama hamil ibu penderita mendapat imunisasi TT 2x. Selama hamil ibu penderita sehat.

Riwayat penyakit yang sudah pernah dialami Morbili ( + ) Varisela ( - ) Pertusis ( - ) Diare ( + ) Cacingan ( - ) Batuk pilek ( + ) Lain-lain ( - )

Riwayat Kepandaian dan Kemajuan Bayi Pertama kali membalik Pertama kali terkurap Pertama kali duduk Pertama kali marangkak Pertama kali berdiri Pertama kali berjalan Pertama kali tertawa Pertama kali berceloteh Pertama kali memanggil mama Pertama kali memanggil papa 4 bulan 5 bulan 8 bulan 8 bulan 9 bulan 9 bulan 4 bulan 5 bulan 8 bulan 8 bulan

Anamnesa Makanan Penderita mendapatkan ASI dari lahir hingga 1,5 tahun. PASI 3 bulan 3 tahun. Makanan tambahan berupa bubur susu mulai diberikan sejak 4 bulan sampai 6 bulan, bubur saring mulai diberikan sejak usia 6 bulan 9 bulan, bubur lunak mlai diberikan sejak usia 9 bulan 1 tahun. Nasi + lauk mulai diberikan dari umur 1 tahun sampai sekarang.

Imunisasi BCG : 1x Polio : 3x DTP : 3x - Campak - Hepatitis : 1x :-

Family Tree

Riwayat Keluarga Kakek, ibu dan kakak kembar penderita sakit seperti ini.

Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan Penderita tinggal bersama dengan orang tua di rumah permanen. Terdiri dari 3 kamar dihuni oleh enam orang, 4 orang dewasa dan 2 orang anak. Kamar mandi dan WC berada di luar rumah. Sumber air minum berasal dari PAM, sumber penerangan listrik dari PLN, sampah dibuang di tempat sampah

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Berat badan : tampak sakit : compos mentis : 26 Kg

Panjang badan Tanda vital : Tensi Nadi Respirasi Suhu badan

: 121 cm

: 100/60 mmHg : 128 x/m : 44 x/m : 36,5oC

Kepala : bentuk mesosephal, ubunubun besar datar, rambut hitam tidak mudah dicabut, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+ normal. Hidung : sekret tidak ada Leher : trakea letak ditengah, pembesaran kelenjar getah tidak ada. Toraks : bentuk normal, retraksi ( + ) Intercostal, Subcostal, Xyphoid Paru : inspeksi : gerakan pernapasan simetris kiri = kanan, palpasi : stem fremitus kiri = kanan, perkusi : sonor kiri = kanan, auskultasi : suara pernafasan bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+ Jantung : iktus cordis tak tampak, batas jantung dalam batas normal, bunyi jantung 1 dan 2 murni, bising tidak ada. Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien : tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat Refleks : Refleks fisiologis ( + ) normal, refleks patologis ( - ) Laboratorium - Hb - Leukosit - Trombosit - Hematokrit : 10,3 g/dl : 6.500 / mm3 : 262.000 / mm3 : 31,9 %

Hitung jenis leukosit - Eosinofil - Basofil - Batang - Segmen - Limfosit - Monosit : 6% : 0% : 3% : 68% : 20% : 3%

Diagnosa Kerja Asma bronkial episodik sering serangan berat

Penatalaksanaan O2 1-2 Liter/menit Aminofilion bolus 156 mg (6,5 mL) diencerkan dengan D5% 20 mL, kemudian dilanjutkan IVFD Aminofilin 104 mg (4,6 mL) dalam Dekstrose 5% 500 ml tiap 8 jam

= 62-63 cc/jam = 20-21 gtt/menit. Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Oral aff sementara Observasi vital sign Nebulisasi combivent 1 x resp tiap 2 jam Rawat intensif

Anjuran X-Foto thoraks

FOLLOW UP 20 Desember 2010 Keluhan : batuk berlendir (+) berkurang, sesak (+) berkurang, demam (-) Keadaan umum : tampak sakit, kesadaran : kompos mentis T : 110/70mmHg, N : 100 x/menit, R : 28 x/menit, Sb : 36,70C Kepala : konjungtiva anemis(-), sklera ikterus(-) Toraks : retraksi (+) subcostal minimal Jantung : bising (-) Paru : suara pernapasan bronkovesikuler, rhonki basah kasar -/-, wheezing +/+ Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Extremitas : akral hangat Diagnosa : asma bronkial episodik sering post serangan berat Terapi :

Aff infus Ambroxol syrup 3 x 1 cth Salbutamol 3 x 1 tab Dexamethason 3 x 5 mg Nebulisasi combivent 1 x resp tiap 8 jam CTM 3 x tab Rawat di ruangan

21 Desember 2010 Keluhan : batuk berlendir (+) berkurang, sesak (-), demam (-) Keadaan umum : tampak sakit, kesadaran : kompos mentis T : 110/60mmHg, N : 96 x/menit, R : 24 x/menit, Sb : 36,30C Kepala : konjungtiva anemis(-), sklera ikterus(-) Toraks : retraksi (-) Jantung : bising (-) Paru : suara pernapasan bronkovesikuler, rhonki basah kasar -/-, wheezing -/Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Extremitas : akral hangat Diagnosa : asma bronkial episodik sering post serangan berat Terapi : Ambroxol syrup 3 x 1 cth Salbutamol 3 x 1 tab

10

Dexamethason 3 x 5 mg CTM 3 x tab

X-foto thorax: dalam batas normal

22 Desember 2010 Keluhan : batuk (-), sesak (-), demam (-) Keadaan umum : tampak sakit, kesadaran : kompos mentis T : 110/70mmHg, N : 104 x/menit, R : 24 x/menit, Sb : 36,50C Kepala : konjungtiva anemis(-), sklera ikterus(-) Toraks : retraksi (-) Jantung : bising (-) Paru : suara pernapasan bronkovesikuler, rhonki basah kasar -/-, wheezing -/Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Extremitas : akral hangat Diagnosa : asma bronkial episodik sering post serangan berat Terapi : Ambroxol syrup 3 x 1 cth Salbutamol 3 x 1 tab Dexamethason 3 x 5 mg CTM 3 x tab Rawat jalan

11

BAB III DISKUSI

Dalam diskusi ini akan dibahas mengenai bagaimana menegakkan diagnosis asma bronkial episodik sering serangan berat pada anak, penanganannya serta menentukan prognosisnya. Diagnosis asma bronkial ditegakkan pemeriksaan fisik. berdasarkan anamnesis dan

ANAMNESIS Dari anamnesis didapatkan sesak dialami penderita sejak 15 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat sesak penderita tidak bisa tidur berbaring dan sulit berbicara (hanya bisa menyebut 1-2 kata). Sesak menghebat terutama saat beraktivitas. Tidur malam sering terganggu. Napas bunyi (+). Kebiruan saat sesak disangkal penderita. Sebelumnya penderita sudah mengalami batuk berdahak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita sudah pernah berobat ke RS. Bethesda dan diuapi 1 kali, namun tidak ada perubahan, kemudian datang ke RSU Prof. Dr. Kandou. Tahun ini penderita sudah 4 kali mengalami serangan, dan sudah kedua kalinya dalam bulan ini. Biasanya saat kambuh penderita menggunakan obat hirup, tapi saat ini obat

12

tersebut habis. Riwayat asma pada keluarga (+) pada kakek, ibu, dan kakak kembar penderita. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana menurut KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) batasan asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri.1,3,6.

FAKTOR PENCETUS Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan asma, yaitu faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain seperti bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan bahan kimia, endokrin, serta faktor anatomi dan fisiologi. Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu: 1) Alergen makanan dan 2) Alergen hirup, yang dibagi atas 2 kelompok:1,3-4 Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai di negara-negara tropis, juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di negara-negara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada musim panas, jamur pada musim panas dan gugur.

13

Pada kasus ini, faktor pencetus kemungkinan adalah adanya alergen dalam rumah berupa bulu anjing karena penderita memelihara anjing di rumahnya. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa serangan asma diakibatkan juga oleh gabungan beberapa faktor pencetus, seperti tungau debu rumah, faktor emosi, akitivitas fisik, dan lain-lain.

PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk, terdapat suara mengi, ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi daerah intercostal, subcostal, dan xyphoid. Pada asukultasi terdapat suara pernapasan bronkovesilular dan wheezing +/+. Dalam kepustakaan dikatakan kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat atopi pada pasien atau keluarganya2-3,5-6.

PATOFISIOLOGI ASMA Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos brankus, edema mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru, sehingga atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan

14

tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata diseluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch)2,7-8. Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus2,9. Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot napas2. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan

15

berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan risiko terjadinya atelektasis. Bagan berikut ini dapat menjelaskan patofisiologi asma2.
Pencetus Bronkokonstriksi, edem mukosa, sekresi berlebihan

Obstruksi jalan napas

ventilasi tidak seragam Atelektasis Ventilasi perfusi Tidak padu padan Hipoventilasi Alveolar Asidosis Vasokontriksi Pulmonal PaCO2 PaCO2

Hiperinflasi paru Gangguan Compliance Peningkatan kerja napas

Penurunan surfaktan

Bagan 1. Patofisiologi Asma 2,5,7

KLASIFIKASI ASMA KNAA membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu: asma episodik jarang (asma ringan), asma episodik sering (asma sedang), dan asma persisten (asma berat).1,3-4

16

Tabel 1. Pembagian derajat penyakit asma pada anak1


Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru Frekwensi serangan Lama serangan Asma episodik jarang (Asma ringan) < 1 x / bulan < 1 minggu Asma episodik sering (Asma sedang) > 1 x / bulan > 1 minggu Asma persisten (Asma berat) Sering Hampir sepanjang tahun (tidak ada remisi) Intensitas serangan Di antara serangan Tidur dan aktivitas Pemeriksaan fisis di luar serangan Obat pengendali (anti inflamasi) Uji faal paru (di luar serangan) Variabilitas faal paru (bila ada serangan) variabilitas < 20% PEF / FEV1 >80% PEF/ FEV1 6080% variabilitas 20-30% variabilitas > 30% PEF / FEV1 < 60% biasanya ringan tanpa gejala tidak terganggu normal (tidak ditemukan kelainan) tidak perlu biasanya sedang sering ada gejala sering terganggu mungkin terganggu (ditemukan kelainan) perlu, non steroid perlu, steroid biasanya berat gejala siang & malam sangat terganggu tidak pernah normal

Pada kasus ini, derajat penyakit asma penderita digolongkan dalam kategori asma episodik sering (asma sedang) karena serangan ini adalah yang kedua kalinya dalam 1 bulan (frekwensi serangan > 1 x /bulan), diantara serangan penderita sering batuk-batuk (ada gejala), tidur dan aktivitas sering terganggu, ditemukan wheezing dan retraksi minimal di luar serangan, serta penderita biasa menggunakan obat inhalan.

17

Asma yang dinilai berdasarkan derajat serangan dibagi atas serangan ringan, sedang, dan berat. Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat mengalami serangan ringan saja, sebaliknya seorang penderita tergolong episodik jarang dapat mengalami serangan berat, tetapi umumnya anak dengan asma persisten sering akan mengalami serangan asma berat atau sebaliknya.1,3-4

Tabel 2. Penilaian derajat serangan asma1


Parameter klinis, Fungsi paru, laboratorium Sesak timbul-pada Berjalan saat (breathless) Bayi: menangis keras Berbicara Bayi : lemah - Kesulitan makan/minum Bicara Posisi Kesadaran Sianosis Mengi (wheezing) Kalimat Bisa berbaring Mungkin iritable Tidak ada Sedang, hanya Sesak nafas Retraksi Laju nafas ekspirasi Minimal Dangkal, interkostal Meningkat Sedang Biasanya ya retraksi Sedang, Meningkat Obat Bantu nafas Biasanya tidak Penggal kalimat Lebih suka duduk Biasanya iritable Tidak ada Kata-kata Duduk bertopang lengan Biasanya iritable Ada nyaring, tanpa terdengar stetoskop Berat Ya ditambah Dalam, ditambah Meningkat Istirahat Bayi : makan/minum Ringan Sedang Berat

- Tangis pendek dan Tidak mau

sering Nyaring, sepanjang Sangat pada akhir ekspirasi, inspirasi

retraksi suprasternal nafas cuping hidung

18

Pada kasus ini, derajat serangan asma penderita digolongkan dalam kategori serangan berat karena sesak pada saat istirahat, bicara berupa kata-kata, gelisah, lebih suka dalam posisi duduk bertopang lengan, wheezing dapat terdengar tanpa stetoskop, serta laju napas yang meningkat (44 x/mnt) berdasarkan pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar, yaitu:1,4 Usia < 2 bulan 2 12 bulan 1 5 tahun 6 8 tahun laju nafas normal < 60 / menit < 50 / menit < 40 / menit < 30 / menit

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:1,3-4 - Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat ditegakkan bila didapatkan : Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1 (forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada detik pertama) 15% Kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

19

- Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal akan menunjang diagnosis - Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya komplikasi pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan asma persisten atau sulit diatasi. Pada penderita didapatkan adanya peningkatan eosinofil total (6%) dan foto thorax dalam batas normal. Uji fungsi paru tidak dilakukan karena pasien masih kecil dan kurang koperatif.

PENANGANAN Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).1,5-7 Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan (tabel 2), kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya.1,7

20

Penatalaksanaan asma brobkial pada pasien ini sudah tepat. Dimana sesuai dengan kepustakaan penatalaksanaan pasien asma bronkial serangan berat adalah dengan2,6,8,10 : Berikan oksigen (diberikan O2 1-2 L/mnt) Nebulisasi -agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam. (diberikan nebulisasi combivent tiap 2 jam hingga terjadi perbaikan, kemudian dilanjutkan tiap 8 jam) Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam (diberikan injeksi dexamethason 3 x 4 mg IV) Berikan aminofilin intra vena : Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam 20-30 menit (diberikan aminofilin 156 mg diencerkan dengan D5% 20 cc secara bolus IV; diketahui BB pasien adalah 26 kg) Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis diberikan separuhnya. Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam (diberikan aminofilin 104 mg dalam D5% 500 cc tiap 8 jam = 62-63 cc/jam = 20-21 gtt/menit)

21

Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral (pada follow up hari pertama, diberikan nebulisasi combivent tiap 8 jam, dexametason 3 x 5 mg, dan salutamol 3 x 2 mg per oral)

Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana. Pada kasus ini pasien dipulangkan pada hari perawatan ke-3 setelah semua gejala hilang, dengan pengobatan pulang berupa salbutamol oral, dexametason oral, obat batuk mukolitik (ambroxol) dan antihistasmin (CTM). Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, hal ini dikarenakan

adanya diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sehingga tidak ditemukan komplikasi pada penderita.

22

DAFTAR PUSTAKA

1.

Judarwanto W. Asma pada Anak. [online] 2009 [cited 2009 July 19]. Available from: http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/

2.

Supriyatno B. Tatalaksana serangan asma pada anak. Dalam : Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR dkk, eds. Hot topics in pediatrics II. Pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XLV. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2002 : 262 73.

3.

Liu AH, Spahn JD, Leung DYM. Childhood asthma. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson textbook of pediatrics, 17th Ed. Philadelphia : WB Saunders, 2004 : 760 74.

4.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Asma. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3 editor: Hasan R, Alatas H. Jakarta : Infomedika, 1985 : 1203 - 28.

5.

Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric consensus statement on the management of childhood asthma. Ped Pulmonol 1998 ; 25 : 1 17.

6.

Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi : PP IDAI, 2004.

7.

Murphy S. Asthma : an inflammatory disease. Dalam : Hilman BC, ed. Pediatric respiratory disease : diagnosis and treatment. Philadelphia : WB Saunders, 1993 : 621 51.

23

8.

Wirjodiarjo M. Penanggulangan serangan dan kegawatdaruratan asma pada anak. Dalam: Utama H, Tjokronegoro A, dkk. Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat Ini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XXXIII. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1994 : 209 23.

9.

Coffey J, Wilfond B, Rose L. Ethical Assesment of Clinical Asthma Trials Including Children Subjects. In: Pediatrics 2004; 113; 87-94. Available from: http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/113/1/87

10. Sharek P, Mayer M, Loewy L, Robinson T, Thomes R, Umetsu D, Bergman D. Agreement Among Measures of Asthma Status: A Prospective Study of Low Income Children With Moderate to Severe Asthma. In: Pediatrics 2002; 110; 797 804. Available from: http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/110/4/797

24

Vous aimerez peut-être aussi