Vous êtes sur la page 1sur 12

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1.

Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania, 2009).

2.1.1. Epidemiologi dan Faktor Resiko Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain secara statistik tidak berhubungan (Harimurti, 1996). Dalam hubungan keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis

Universitas Sumatera Utara

lain 2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati hanya 2,2% kejadian PJB pada populasi yang diamati (Poulsen, 2009).

2.1.2. Jenis PJB 1. PJB Non Sianotik Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003). a. Ventricular Septal Defect (VSD) Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 23 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).

b. Patent Ductus Arteriosus (PDA) Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik

Universitas Sumatera Utara

tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003). c. Atrial Septal Defect (ASD) Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003). d. Aorta Stenosis (AS) Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia mingguminggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 100 mmHg (Roebiono, 2003). e. Coarctatio Aorta (CoA) Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003). f. Pulmonal Stenosis (PS) Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003). 2. PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994). a. Tetralogy of Fallot (ToF) Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujungujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007).

Universitas Sumatera Utara

b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. (Bernstein, 2007) c. Tricuspid Atresia Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis. (Bernstein, 2007)

2.2.3. Deteksi Dini Gejala Klinis Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk: sesak napas dan kesulitan minum. Gejalagejala tersebut biasanya tampak pada periode neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak juga dapat menunjukkan gejala-gejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah ke PJB seperti adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba lemah / tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi dan sering pula tidak berhubungan dengan abnormalitas pada jantung. Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah bagian penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal dari daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik,terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang baik.tempat atau daerah yang dapat dipercaya untuk menentukan adanya sianosis sentral adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau duktus

Universitas Sumatera Utara

arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan hiperveskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal. (Rahman, 2008).

2.2.

Perilaku Kesehatan

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan dan pandangan biologis merupakan suatu aktivitas seseorang yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup; berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007). Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan faktor penentu dari perilaku mahkluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process) (Notoatmodjo, 2007). Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (perilaku nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan lebih terperinci perilaku kesehatan itu mencakup: 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (perilaku) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital manusia perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalammnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita. 4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental behavior), yakni respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (Notoatmodjo, 2007). Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari: a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge) b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan ( attitude) c. Praktek atau perilaku yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice) (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah kecakapan mempertahankan dan memakai informasi, campuran pemahaman, pengalaman, ketajaman dan ketrampilan. Sifat pengetahuan bersandar pada cara berbeda akuisisi gagasan, persepsi, imajinasi, kenangan, pendapat, abstraksi dan berkeputusan. Kriteria pusat pengetahuan sekitar pengertian yang membolehkan membedakan di antara benar dan salah, seperti logika (pemikiran deduktif) dan metode ilmiah (merumuskan dan menguji hipotesa). Tujuan puncak pengetahuan adalah kebenaran (Badran, 1995). Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

Universitas Sumatera Utara

1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi ril (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata- kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penialain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007). Lima puluh sembilan persen dari orangtua dengan benar bisa menyebutkan kelainan jantung anak mereka, tetapi hanya 29% bisa menunjukkan dengan diagram. Orangtua secara umum bisa mengenali sifat dan maksud pembedahan sebelumnya (83% benar) dan intervensi (91% benar) anak mereka, tetapi lebih tidak sering benar tentang maksud pemberian obatobatan (45%). Hanya sekitar 7% bisa menggambarkan akibat sampingan obat jantung yang tertulis dalam resep bagi anak mereka. Lima puluh sembilan persen mengerti maksud latihan fisik dan larangan. Walaupun sekitar separuh mengetahui keperluan untuk antibiotika pada kunjungan dokter gigi, hanya 27% mempunyai kesadaran bahaya bakteri endocarditis.

Universitas Sumatera Utara

Orangtua berpendidikan rata, pekerjaan, dan penyakit jantung kompleks di anak mereka berhubung secara positif dengan pengetahuan PJB. Orangtua anak dengan PJB mempunyai celah luas pengetahuan penting, dan bahwa pendekatan sampai keperluan pendidikan orangtua untuk menjadi kebutuhan (Cheuk,2004). Tiga puluh persen dari orangtua dengan benar mengetahui jenis kelainan jantung bawaan anak mereka dan 21% dengan benar menunjukkan kelainan tersebut di atas diagram jantung. Hanya dua puluh tujuh persen dari semua orangtua sudah mendengar infective endocarditis (IE). Analisis dengan banyak variasi oleh kemunduran logistik nampak bahwa diagnosis jantung, pencapaian kependidikan dan pekerjaan orangtua adalah penentu utama pengetahuan orangtua, sifat mereka dengan PJB. Nilai untuk pengetahuan orangtua menunjukkan bahwa 36% mempunyai pengetahuan baik (lebih dari 60% dari jawaban benar) sedangkan pengetahuan buruk ditemukan di 64% dari orangtua (Mahdi, 2009). Orangtua anak dengan PJB yang kompleks mempunyai kesulitan memahami kondisi medis anak mereka dan kesulitan belajar bagaimana terbaik untuk memilihara mereka. Sayangnya banyak orangtua anak dengan PJB mempunyai rentang pengetahuan berarti. Hal itu mungkin karena ketidakmengertian atau kesulitan mengingat perintah penting. Banyak orangtua merasakan frustasi luar biasa kalau bayi atau anak mereka mempunyai kesulitan makan. Mereka tidak mengerti hubungan antara pemberian makanan dan masalah kondisi jantung. Mereka dengan kurang hati-hati mungkin melelahkan anak selama pemberian makanan atau kurang memperhitungkan pentingnya pemasukan kalori. Orangtua muka kadang-kadang menakutkan tugas memilihara anak mereka dengan PJB kompleks (Kamm, 2006). Delapan puluh dua koma sembilan persen orangtua tidak paham bahwa perdarahan gusi merupakan resiko kesehatan serius pada anak dengan PJB. Sembilan puluh koma dua persen tidak sadar bahwa suatu perlakuan gigi bisa menyulitkan kondisi jantung anak mereka. Perlunya pendidikan kesehatan lisan bagi orangtua atau pengasuh dengan anak berPJB untuk mencegah situasi dimana mereka membahayakan anak mereka karena ketidaktahuan. Meskipun 92,7% dari orangtua mengetahui keuntungan penyikatan gigi; hanya 36,6% menjamin penyikatan teratur bagi anak mereka (Agbelusi, 2005).

2.2.2. Sikap (Attitude)

Universitas Sumatera Utara

Sikap merujuk pada kecenderungan untuk bereaksi di cara tertentu untuk situasi tertentu untuk melihat dan menterjemahkan peristiwa menurut kecenderungan tertentu atau mengorganisasi pendapat ke dalam struktur masuk akal dan berhubungan (Badran, 1995). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu perilaku atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007). Saat seorang bayi didiagnosis dengan PJB, orangtua mengalami shock, ketidak percayaan, ketakutan, kemarahan, dan sering berlarut dalam kesedihan. Di tengah-tengah emosi ini mereka harus belajar memperhitungkan keperluan istimewa bayi mereka. Mempersiapkan orangtua dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk memelihara bayi mereka selama waktu menegangkan ini memerlukan usaha tim ahli yang bisa menyediakan pengetahuan jelas, ringkas, dan komunikasi konsisten. Masing-masing orangtua akan menanggapi secara unik, dan tanggapan orangtua mungkin tak selaras atau sangat berlainan satu sama lain. Bapak mungkin merasakan keperluan untuk menjadi kuat bagi orang lain dan di proses menyembunyikan emosi dan keperluan mereka sendiri. Potensi untuk interaksi bayi dengan ibu terganggu, postpartum depresi risiko tinggi. Anjurkan baik orang-tua mengungkapkan perasaan mereka, saling berbagi keprihatinan mereka, dan mengenali ketakutan dan sumber tekanan (Green, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Kepuasaan terhadap pemberian informasi tentang kondisi anak dengan jantung bawaan ditunjukkan 95% oleh keluarga pasien. Sembilan puluh tujuh persen keluarga mempercayakan penanganan sepenuhnya kepada dokter. Ketidak perdulian orangtua tentang masalah anak mereka tidak bergantung pada keparahan ataupun kompleksitasnya tetapi lebih cenderung kurangnya pengetahuan dan kebanyakan persepsi yang salah tentang kondisi anak mereka. Diagnosis prenatal untuk mengetahui adanya PJB disetujui oleh 88% keluarga dan aborsi disetujui 40% keluarga. Keinginan untuk melakukan diagnosis awal sebelum kelahiran tidak berkaitan dengan kepercayaan atau agama. Penolakan aborsi sangat terkait dengan pertimbangan agama dan beberapa keluarga yang menolak aborsi berpendapat diagnosis awal untuk PJB pada anak hanya untuk mengetahui dan mempersiapkan diri. Ibu lebih banyak menetapkan perlakuan diagnosis prenatal ataupun perilaku aborsi dibanding bapak, namun tidak terdapat perbedaan pendapat yang sangat jelas. (Beeri, 2001). Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan memiliki kesadaran penuh terhadap masalah kesehatan yang dapat menjadi masalah serius bagi anak mereka. Mereka sadar bahwa flu, patah tulang lengan ataupun infeksi merupakan masalah serius bagi anak mereka. Sangat sedikit orangtua yang sadar bahwa gusi berdarah berbahaya bagi anak mereka dan hanya setengah orangtua yang sadar bahwa ekstraksi gigi merupakan masalah serius bagi anak mereka (Saunders, 1997).

2.2.3. Praktik atau Perilaku (practice) Praktik atau perilaku adalah suatu aplikasi peraturan dan pengetahuan yang menuju sebuah aksi berdasarkan suatu tatakrama yang etis. Praktik atau perilaku dalam kesehatan harus mempunyai persetujuan, dasar penelitian yang kompeten, dan memiliki keuntungan yang lebih besar daripda kerugian yang dihasilkan (Badran, 1995). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu perilaku (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tingkat-tingkat praktek: 1. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan perilaku yang akan diambil. 2. Respon Terpimpin (Guided Respons), dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

Universitas Sumatera Utara

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adaptasi (Adaptation), merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya perilaku itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran perilakunya tersebut (Notoatmodjo, 2007). Orangtua dengan anak PJB lebih sering terbangun pada malam hari karena kekhawatiran yang luar biasa tentang keadaan anak mereka. Perilaku terbangun dan tergesagesa menuju tempat tidur anak mereka yang menderita PJB diakibatkan rasa kecemasan yang berlebihan terhadap setiap suara yang terdengar pada malam hari dari daerah anak mereka tertidur. Kebanyakan orangtua menggunakan suatu alat pemantau gerakan yang akan membunyikan tanda bahaya untuk memantau keadaan anak mereka. Sering sekali muncul tanda bahaya yang palsu yang selalu direspon orangtua berakibat kurang tidur dan menyebabkan kegelisahan dan tekanan yang lebih dari sebelumnya. Mendapat tidur yang lebih nyenyak lebih penting dalam mengurangi tingkat kegelisahan dan tekanan, dan menolong orangtua memilihara anak mereka lebih efektif (Kamm, 2006). Pemahaman orangtua terhadap PJB sangat kurang. Dua puluh enam persen orangtua tidak mampu memberikan alasan mengapa mereka memperbolehkan penanganan oleh tenaga profesional kesehatan dengan pengalaman yang sedikit tentang penyakit ini. Nilai pengetahuan ibu lebih tinggi dari bapak. Tujuh puluh tiga persen orangtua memberikan respon yang benar tentang kunjungan rutin ke dokter gigi, dan penggunaan antibiotik prophylaxis bukan hanya untuk pemeriksaan rutin tetapi untuk terapi (Wray, 2004). Orangtua dengan anak penderita kelainan jantung bawaan mengalami kehilangan harapan dan perasaan ketidakamanan di masa depan. Adanya suatu kepercayaan klinis yang memandang bahwa sebaiknya anak meninggal di rumah dan sudah beberapa kejadian yang menghasilkan penderitaan luar biasa akibat kepercayaan ini. Banyak keluarga yang tidak memiliki dukungan dan bantuan yang memadai dari orangtua, saudara dekat dan teman untuk memberikan bantuan dan perhatian penuh 24 jam kepada anak dengan PJB untuk lebih dari beberapa hari. Sangat sedikit keluarga yang memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan perawatan dan banyak melakukan kesalahan (Emery, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi