Vous êtes sur la page 1sur 19

Asuhan keperawatan Klien Dengan Hernia Inguinalis

I. Konsep dasar Penyakit A. Anatomi Fisiologi 1. Anatomi

Sumber: http://www.scribd.com/doc/47460558/HERNIA Regio inguinalis untuk beberapa struktur merupakan tempat peralihan dari daerah perut ke organ organ kelamin luar dan ke tungkai bagian atas. Garis pemisah anatomis antara kedua daerah tersebut di bentuk oleh ligamentum inguinale (poupart) yang terletak diantara tuberculum ossis pubikum, pada sisi medialnya dan spina illiaka anterior superior, pada sisi lateralnya. Sebenarnya ligamentum inguinale ini merupakan tempat pertemuan fascia yang menutupi permukaan perut dan fascia yang menutupi permukaan tungkai (fascia lata)(kuijjer,1991).

Di atas ligamentum inguinale, funikulus spermatikus meninggalkan rongga perut melalui anulus inguinalis profundus yang terletak di sebelah lateral. Funikulus spermatikus ini menembus dinding perut melalui kanalis inguinalis yang terletak sejajar dengan ligamentum inguinale dan berada di bawah kulit dalam annulus inguinalis superfisialis yang terletak di sebelah medial. Lubang yang di sebutkan belakangan ini dengan mudah dapat diraba di bawah kulit pada dinding perut, kalau skrotum didorong ke dalam, serta meraba di atas lipatan inguinale (kuijjer,1991). Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari facia transversalis dan aponeurosis m. transversus abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m. obliqus eksternus. Atapnya ialah m. obliqus internus dan m. transverses abdominis, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale, bagian depan dibatasi oleh aponeorosis m. obliqus abdominis eksternus, belakang m. obliqus abdominis internus. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan ligamentum rotundum pada wanita ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ). Hernia inguinalis lateralis (indirek), karena keluar dari rongga peritonem melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut , tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Sedangkan hernia inguinalis medialis (direk), menonjol langsung kedepan melalui trigonum Hesselbach di batasi oleh : inferior : ligamentum inguinale lateral : vasa epigastrica inferior medial : tepi lateral musculus rectus abdominis

( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ). 2. Fisiologi Pada laki- laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya hernia ini memerlukan pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan turunnya testis. Mulamula testis tumbuh sebagai suatu struktur di daerah ginjal dalam abdomen (retroperitoneal). Selama pertumbuhan foetus testis akan turun (descensus testis) dari dinding belakang abdomen menuju kedalam scrotum. Selama penurunan ini peritoneum yang terdapat didepannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube, yang melalui kanalis innguinalis masuk kedalam scrotum. Penonjolan peritoneum ini dikenal sebagai

processus vaginalis. Sebelum lahir processus vaginalis ini akan mengalami obliterasi, kecuali bagian yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tetap ada, akan didapat hubungan langsung antara cavum peritonei dengan scrotum, hal ini potensial dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis dikemudian hari. B. Defenisi Penyakit Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi karena kelemahan dinding abdomen yaitu pada sperma cord (laki-laki) dan ligamentum (perempuan).

Indirect : usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis masuk ke scrotum atau labia.

Batang usus melewati dinding inguinalis bagian posterior ke kanal inguinalis menonjol difascia tranversalis dan keluar pada cincin kanal.

C. Etiologi 1. Kelemahan otot dinding abdomen. Kelemahan jaringan Adanya daerah yang luas di ligamen inguinal Trauma

2. Peningkatan tekanan intra abdominal. Obesitas Mengangkat benda berat Konstipasi mengejan Kehamilan Batuk kronik Hipertropi prostat

3. Faktor resiko: kelainan congenital D. Manifestasi Klinik 1. Penonjolan di daerah inguinal 2. Nyeri pada benjolan/bila terjadi strangulasi. 3. Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti kram dan distensi abdomen. 4. Terdengar bising usus pada benjolan 5. Kembung 6. Perubahan pola eliminasi BAB

7. Gelisah 8. Dehidrasi 9. Hernia biasanya terjadi/tampak di atas area yang terkena pada saat pasien berdiri atau E. Patofisiologi Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis merupakan kanal yang normal pada fetus. Pada usia 8 bulan masa kehamilan akan terjadi tonjolan desensus vestikulorum melalui kanal tersebut penurunan testis itu akan menarik peritonium ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritonium yang disebut prosesus vaginalis peritoni. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini akan mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Jika menutupnya tidak tepat akan menyebabkan usus terjepit. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen. Hernia yang dapat dikembalikan ke tempat asal disebut reducible, usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi bila berbaring, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen disebut ireducible/inkorserata, karena isi kantong hernia mengalami perlekatan dengan kantong hernia/bisa isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Bila isi hernia mengalami nekrosis biasa disebut strangulata. Isi hernia yang terperangkap akan mengalami gangguan vaskularisasi. Pada awalnya terjadi bendungan vena sehingga terjadi edema organ/struktur di dalam hernia. Timbulnya edema akan menyebabkan jepitan pada cincin hernia menjadi nekrosis dan gangren sehingga kantong hernia berisi eksudat berupa cairan serosanguinus. Hernia inguinalis ada 2 macam direk dan indirek. Hernia inguinalis indirek keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh

epigastrikal inferior, masuk ke kanalis inguinalis. Jika cukup panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum atau labia. Hernia ini tiga kali lebih banyak terjadi pada laki-laki pada semua tingkat usia. Sedangkan hernia inguinalis direk terjadi karena kelemahan kanalis inguinalis masuk melalui cincin internal, melewati posterior dinding inguinal langsung ke segitiga Hesselbaeh dan keluar melalui cincin eksternal.

G. Test Diagnostik 1. Herniografi Dalam teknik ini, 5080 ml medium kontras iodin positif di masukkan wadah peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut. Pasien dengan kepala terangkat dan membentuk sudut kira- kira 25 dalam berbaring

derajat. Tempat yang

kontras di daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya fossa inguinal tidak

mcncapai ke seberang pinggir tulang pinggang agak ke tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik. 2. Ultrasonografi Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral. 3. Tomografi komputer Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi. (Cuschieri dan Giles, 1988). H. Penatalaksanaan a. Konservatif Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat kambuh lagi. 1. Reposisi Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan pada hernia inguinalis irreponibel pada pasien yang takut operasi. Caranya, bagian hernia dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh dipaksakan, lebih baik dilakukan operasi pada hari berikutnya. 2. Suntikan Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan sklerotik

berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia, rnenyebabkan pintu hernia

mengalami sklerosis atau penyempitan, sehingga isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei. 3. Sabuk hernia Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih kecil dan

menolak dilakukan operasi (Kendarto Darmokusumo, 1993). Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah di reposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup. b. Operatif Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). Indikasi diadakan operasi: 1. Hernia inguinalis yang mengalami inkarserata, meskipun keadaan umum jelek. 2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc (Kendarto Darmokusumo, 1993). Jika digunakan anastesi lokal, digarnbarkan incisi berbentuk belah ketupat dan diberikan kira-kira 60 ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin (Sabiston, 1997). Operasi hernia ada 3 tahap 1. Herniotomy yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi ke cavum abdominalis. 2. Herniorafi yaitu mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint tendon. 3. Hernioplasty yaitu memberi kekuatan pada dinding perut dan menghilangkan locus minnoris resistentiae. Operasi pada hernia inguinalis lateralis Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada anastesi lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih tidak melebihi 20 cc. Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak disiangi sampai tampak aponeurosis muskulus obliqus eksternus yang merupakan dinding depan kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial ligamentun inguinale. Irisan ke medial sampai membuka anulus inguinalis eksternus.

Di dalam kanalis inguinalis terdapat funiculus spermaticus dibungkus muskulus cremaster. Otot ini disiangi sampai funikulus spermaticus kelihatan. Funiculus dibersihkan atau dicanthol sampai ke lateral dengan kain kasa, dan kantong peritoneum akan timbul di sebelah caudomedialnya. Kantong ini dijepit dengan dua buah pinset sirurgik dan diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan agar isi hernia (usus) tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit dengan klem Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus dikembalikan ke cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada kantong ke proksimal sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah distal dibiarkan dalam skrotum pada hernia yang besar (karena bisa menimbulkan banyak pendarahan), sedang hernia yang kecil sisa kantong tersebut dibuang. Kemudian leher dijahit ikat. Puntung ini kemudian ditanamkan di bawah conjoint tendon dan digantungkan. Selanjutnya karena locus minoris resistantiae masih ada, perlu dilakukan hernioplasty (Kendarto Darmokusumo, 1993). Hernioplasty ada bermacarn-macam menurut kebutuhannya: 1. Ferguson Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari musculus obliqus externus dan internus abdominis dan muskulus obliqus internus dan transversus dijahitkan pada ligamenturn inguinale dan meletakkan funiculus spermaticus di dorsal, kemudian aponeurosis muskulus obliqus externus dijahit kembali sehingga tidak ada lagi kanalis inguinalis. 2. Bassini Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus diletakkan ventral dari muskulus tadi tetapi dorsal dari aponeurosis muskulus obliqus eksternus sehingga kanalis inguinalis kedua muskuli tadi memperkuat dinding belakang dari kanalis inguinalis, sehingga locus minoris resistantiae hilang. 3. Halstedt Di lakukan untuk memperkuat atau menghilangkan locus minonis resistentiae. Ketiga muskulus, muskulus obliqus eksternus abdominis, muskulus obliqus internus abdominis, muskulus obliqus transversus abdominis, funikulus

spermatikus diletakkan di sub kutis (Kendarto Darmokusumo, I 993). 4. Shouldice Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia transversalis dengan teknik jahitan kontinyu (Sabiston, 1994).

Operasi pada hernia inguinalis medialis Herniotomy pada hernia inguinalis medialis sama dengan teknik operasi hernia inguinalis lateralis. Hernioplasty di sini memperkuat daerah medial dan anulus inguinalis eksternus. Hernioplasty dikerjakan dengan cara Mc. Vay. yaitu menarik muskulus obliqus abdominis internus dan muskulus transversus abdominis, serta conjoint tendon lalu dijahitkan pada ligamentum cowperi atau pectineum lewat sebelah dorsal dari ligamentum inguinale. I. Komplikasi Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi

nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1998). Pada pasien dewasa. tingkat komplikasi dari herniorafi inguinal yang terbuka berbeda antara 1% sampai 26% dengan banyak laporan yang tersusun dari 7% sampai I 2%. Kirakira 700 ribu herniorafi inguinal yang terjadi setiap tahunnya, komplikasi yang muncul kirakira 10% dari orang-orang ini memiliki sebuah masalah yang cukup besar (Sabiston dan Lyerly, 1997). Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi yang lebih dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali hernia. Kandung kemih dapat luka dengan cara saat dasar saluran inguinal dibentuk kembali dan dilakukan untuk hernia pangkal paha. Jika rnungkin melukai testis, vasdeferens, pembuluh darah atau syaraf illiohypogastrik, illioinguinal (Schawrtz dan Shires, 1988). Komplikasi intra operatif meliputi rnelukai atau pembedahan struktur sperma, luka vaskular mernproduksi pendarahan, mengganasnya sakit atau pengharnbatan syaraf-syaraf,

luka visceral (biasanya perut atau kandung kemih). Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan dengan suatu prosedur khusus dalam kemunculannya.

H. Pencegahan 1. Bagi anda pekerja berat atau bekerja mengeluarkan tenaga untuk mengangkat bebanbeban yang berat disarankan anda sewaktu anda mengangkat beban berat tersebut untuk menahan nafas anda. Karena dengan menahan nafas usus anda menuju kekelenjar testis tidak turun. Juga disarankan anda menggunakan pakaian dalam yang ketat sewaktu mengangkat-ngangkat beban yang berat. 2. Bagi anda yang sudah pernah menderita penyakit ini jika tidak mau terulang atau kambuh lagi sebaiknya jangan melakukan kegiatan-kegiatan mengangkat beban-beban yang beratberat. 3. Jika mau bersin diusahakan sebelumnya menahan salah satu telapak tangan anda di bawah pusar anda baru bersin. 4. Sebaiknya 1 minggu sekali usahakan untuk tidur dengan kaki diangkat, atau kaki dialas pakai bantal agar lebih tinggi dari kepala. jangan pernah makan sayur jantung pisang karena ini pantangan bagi orang yang pernah mengalami hernia agar penyakit ini tidak kambuh.

II. Konsep Dasar Keperawatan A. Pengkajian Aktivitas/istirahat Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama - Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur - Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh - Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan. Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan

Eliminasi Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine Integritas Ego Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga

Neurosensori Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri

Kenyamanan Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher. (Doenges, 1999 : 320-321)

Post Operasi Status Pernapasan - Frekuensi, irama dan ke dalaman - Bunyi napas - Efektifitas upaya batuk

Status Nutrisi - Status bising usus, mual, muntah

Status Eliminasi - Distensi abdomen pola BAK/BAB

Kenyamanan - Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus

Kondisi Luka - Keadaan/kebersihan balutan - Tanda-tanda peradangan - drainage

Aktifitas - Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas

B. Diangnosa Keperawatan a. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan. b. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen. c. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka

d. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer f. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan g. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan A. Rencana keperawatan 1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan. Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam intervensi, persepsi subjektif klien tentang ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri. Indikator objektif seperti meringis tidak ada/menurun. a. Kaji dan catat nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 10) dan faktor pemberat/penghilang b. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat. c. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri. e. f. Pantau tanda-tanda vital Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi, lingkungan tenang. g. Berikan analgesik sesuai program.

Rasional : a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual. b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi c. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi. d. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut. e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.

f.

Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik

2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen. Hasil yang diperkirakan : dalam 8-10 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan. Haluaran urine 100 ml selama setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 10001500 ml) selama periode 24 jam. a. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih. b. Pantau haluarna urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu. c. Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat. 3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka. Hasil yang diperkirakan : setelah instruksi, pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi GI dan menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan. a. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus. b. Dorong pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan

mengangkat benda yang berat. c. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak. d. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat. 3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan

b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa. c. Perhatikan adanya edema d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine e. Pantau suhu f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan. g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi. Rasional : a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein. d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan e. Demam rendah umum terjadi selama 24 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. 3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer Intervensi : a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu. b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel) Rasional : a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi. b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan

c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal. e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi. 4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan Intervensi : a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk

mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual. b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus. c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit Rasional : a. Mempengaruhi pilihan intervensi b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 4 hari) c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi. 5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Intervensi : a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan. b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik. c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi

f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax) Rasional : a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan. d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri. e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus. B. Pelaksanaan/Implementasi Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan spesifik (Nursalam, 2001). Implementasi sebaiknya dibuat sesuai dengan apa yang direncanakan oleh dan sesuai situasi klien dan peralatan rumah sakit.

Dalam pelaksanaan ini, perawat berperan sebagai pelaksanaan keperawatan, memberi support, advokasi, konselor dan penghimpun data (Nursalam, 2001). C. Evaluasi Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2001) Evaluasi terdiri dari 2 jenis yaitu: a. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses jangka pendek atau evaluasi tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. b. Evaluasi sumatif biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan di akhir tindakan keperawatan dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan metode SOAP (Nursalam, 2001). Tujuan evaluasi ini adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam rencana keperawatan nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan dan standar yang telah ditentukan sebelumnya.

Ada 4 kemungkinan yang dapat terjadi dalam tahap evaluasi ini yaitu: Masalah teratasi sepenuhnya; masalah teratsi; sebagian masalah belum teratasi dan masalah baru.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1, EGC, Jakarta. Barbara C. Lag, 1996, Keperawatan Medikal Bedah Bagian I dan 3, Yayasan TAPK Pengajaraan, Bandung. Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara, Jakarta. Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (1980), Pemeriksaan Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta. Dudley and Waxmann, (1989), Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247, Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore. Darmokusumo, K, (1993), Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002. Kuijjer, P. J, prof. Dr, (1991), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62- 66, EGC, Jakarta. Patrick, et all. Medical Surgical Nursing (Pathophysiological Concepts). Second Edition, J.B. Lippincott Company. Spokane Washington. 1991. Page 1644. R. Syamsuhidayat & Wim de Jong, 2001, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, EGC, Jakarta. Schwartz, and Shires, and Spencer, (1988), Principles of Surgery, 4nd ed, 1543, Mc. Graw Hill Book Company, Singapore. Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 706- 710, EGC, Jakarta. Sandra M. Nettina. The Lippincott (Manual of Nursing Practice) Sixth Edition, Lippincott. Philadelphia New York. 1996. Part II page 506 507, 524 525.

Vous aimerez peut-être aussi