Vous êtes sur la page 1sur 18

Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)

Penyebab terbanyak insufisiensi aorta atau regurgitasi aorta selama dekade terakhir ini adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan daundaun katup dan pangkal aorta juga bisa menyebabkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronis terlihat fibrosis dan retraksi daundaun katup dengan atau tanpa kalsifikasi yang umumnya merupakan sekuele demam reumatik. Kelainankelainan seperti kelainan jaringan mesodermal yang mempengaruhi inti jaringan penyambung dari daundaun katup juga dapat menimbulkan insufisiensi. Contohnya katup aorta bikuspid kongenital, endokarditis akut dan sindroma marfan. Pada katup aorta bikuspid kongenital, daun katup bisa prolaps kearah ruang ventrikel kiri.1, 2 Insufisiensi aorta kronis mengakibatkan peningkatan secara gradual volume akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Peningkatan volume diastolik akhir dapat dihubungkan dengan peningkatan minimal dari tekanan darah pada keadaan dini. Kelenturan diastolik ventrikel kiri meningkat dan kompensasi yang berupa hipertrofi ventrikel kiri bisa menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada insufisiensi aorta kronis tahap lanjut faktor miokard primer atau lesi sekunder seperti penyakit koroner dapat menekan kontraktilitas miokard ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat menimbulkan peningkatan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.1,3 Perubahanperubahan hemodinamik insufisiensi aorta akut dibedakan dari keadaan kronis. Jika kerusakan akut timbul pada penderita tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Dengan demikian peningkatan secara tibatiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.1 Epidemiologi Karl dkk melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi aorta yang berat, didapatkan mortality rate lebih tinggi dari yang diharapkan (10

tahun, 34 5 %, p < 0,001) dan angka kesakitan meningkat tinggi pada pasien yang diterapi secara konservatif. Prediksi angka harapan hidup pasien tergantung dari umur, kelas fungsional, index comorbidity, fibrilasi atrium, diameter sistolik akhir ventrikel kiri.4 Studi yang dilakukan oleh grup Framingham berdasarkan hasil pemeriksaan ekokardiografi mendapatkan kejadian insufisiensi aorta 13 % pada pria dan 8,5 % pada wanita.3 Etiologi2, 4 Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam kelainan yaitu :

Patofisiologi4 Dilatasi dari ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan ventrikel kiri. Pada saat aktivitas, denyut jantung dan resistensi vaskular perifer menurun sehingga curah jantung bisa terpenuhi. Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal, ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun pada waktu istirahat

Gambar 1. Patofisiologi regurgitasi aorta sehingga terjadi LV failure melalui regurgitasi diastolik. LV: Left Ventricle, LVET: Left Ventricle Ejection Time, Ao: Aortic, LVEDP: Left Ventricle End Diastolic Pressure (Kutip 4). Gejala Klinis2, 4, 5 Pemeriksaan jasmani menunjukkan nadi seler dengan tekanan nadi yang besar dan tekanan diastolik rendah, gallop dan bising diastolik timbul akibat besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising diastolik lebih keras terdengar di garis sternal kiri bawah atau apeks pada kelainan katup, sedang pada dilatasi pangkal aorta, bising terutama terdengar di garis sternal kanan. Bila ada ruptur daun katup, bising ini sangat keras. Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah sekuncup meningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan antara regurgitasi aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral menyebabkan bising mid/late diastolic (bising Austin Flint). Hal ini terjadi akibat proses kronik seperti penyakit jantung reumatik sehingga jantung sempat melakukan mekanisme

kompensasi. Tapi bila kegagalan ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak napas pada waktu melakukan aktivitas dan sekali-sekali timbul nocturnal dyspnea. Keluhan akan semakin memburuk antara 1-10 tahun berikutnya. Angina pectoris muncul pada tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan arteri dan timbulnya hipertrofi ventrikel kiri. Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan gambaran LV strain pattern. Foto dada memperlihatkan adanya pembesaran ventrikel kiri, elongasi aorta, dan pembesaran atrium kiri. Ekokardiografi menunjukkan adanya volume berlebih pada ventrikel kiri dengan dimensi ventrikel kiri yang sangat melebar dan gerakan septum dan dinding posterior ventrikel kiri yang hiperkinetik. Kadang-kadang daun katup mitral anterior atau septum interventrikular bergetar halus (fluttering). Tanda kebocoran perifer yang dapat ditemukan pada regurgitasi aorta adalah : Tekanan nadi yang melebar Nadi Quincke Tanda Hill Tanda Traube (pistol shot sound) Tanda Duroziez Tanda de Musset Tanda Muller

Penatalaksanaan2, 4, 6, 7 1. Pengobatan Medikamentosa Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung walaupun asimtomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat pencegahan sekunder dengan antibiotik. Juga terhadap kemungkinan endokarditis bakterialis bila ada tindakan khusus. Pengobatan dengan vasodilator seperti nifedipine, felodipine, dan ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi beban di ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat progresifitas dari disfungsi miokardium.

2. Pengobatan Pembedahan Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bisa dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya, katup aorta umumnya harus diganti dengan katup artifisial. Timbulnya keluhan, terutama sesak napas, merupakan indikasi operasi. Tapi pasien dengan regurgitasi berat pun bisa asimtomatik, padahal ventrikel kiri sudah dilatasi dan hipertrofi sehingga bisa mengakibatkan fibrosis otot jantung apabila dibiarkan. Bila ekokardiografi menunjukkan dimensi sistolik ventrikel kiri < 55 mm atau fractional shortening 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum timbul gagal jantung. Studi jangka panjang terhadap pasien dengan regurgitasi aorta dengan pembedahan memberikan hasil yang baik. Dari 125 pasien yang diikuti selama 13 tahun didapatkan mortality rate 2,5% per pasien setahun. Prediksi yang baik didapatkan pada pasien dengan umur muda, index end systolic angiografi kurang dari 120 ml/m2 sebelum operasi dan dimensi end diastolic berkurang post operasi lebih dari 20%. Dari data yang ada ternyata hasil akhir pembedahan pada wanita dengan mengganti katup aorta lebih jelek dibandingkan pria. Sebagai contoh dari suatu studi terhadap 51 wanita dan 198 pria, didapatkan tindakan bedah lebih sering terhadap wanita dengan gejala yang berat tetapi kematian setelah tindakan bedah pada wanita dan pria adalah sama. Secara umum rekomendasi untuk tindakan pengobatan dan pembedahan: pasien dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic dimention besar > 65 mm) dan normal fungsi sistolik dapat diterapi dengan vasodilator. Pembedahan dilakukan terhadap pasien dengan pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi diastolik akhir lebih > 70 mm, dimensi sistolik 50 mm dan EF 50%. Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang simtomatis harus dilakukan penggantian katup setelah periode pengobatan intensif dengan digitalis, diuretik dan vasodilator untuk mencegah timbulnya gejala gagal jantung.

Gambar 2. Manajemen penderita insufisiensi aorta (Kutip 8)

Ilustrasi Kasus

Seorang pasien pria, umur 23 tahun, masuk HCU bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 19 April 2008 dengan : Keluhan utama : Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu, terutama bila beraktifitas. Sesak nafas saat aktifitas mulai dirasakan sejak usia 6 tahun, terutama bila berolahraga dan berjalan dengan cepat, sesak nafas berkurang bila beristirahat namun 10 hari ini sesak nafas juga dirasakan saat beristirahat. Pasien susah tidur karena sesak nafas sejak 10 hari yang lalu dan tidur minimal menggunakan 2 bantal. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca, stres emosi atau makanan tertentu serta tidak disertai batuk. Dada sering berdebar kencang sejak usia 6 tahun, terutama bila berolahraga dan berjalan cepat, berkurang dengan istirahat namun dada berdebar kencang terasa terus menerus sejak 10 hari yang lalu. Badan terasa cepat letih dalam aktifitas sehari-hari sejak 1 tahun yang lalu. Kaki terasa sedikit sembab sejak 2 minggu yang lalu dan telah berkurang 3 hari yang lalu. Nafsu makan berkurang sejak sakit. Kadang dada terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu, tidak rasa ditusuk, tidak terus menerus. Sekarang dada tidak terasa nyeri lagi. Demam tidak ada. Sakit kepala atau pusing tidak ada. Mual atau muntah tidak ada. Buang air besar biasa, 1 kali/hari, konsistensi lunak, warna kuning. Buang air kecil biasa, frek 4-6 kali/hari, warna kuning muda, jernih. Pasien telah dirawat sebelumnya di RS Suliki selama 7 hari dan RS Payakumbuh selama 2 hari untuk selanjutnya dirujuk ke RS Dr. M. Djamil. Pasien tidak tahu nama obat yang dikonsumsi ketika dirawat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada riwayat demam dengan nyeri sendi sebelumnya. Tidak ada riwayat kebiruan pada wajah atau tangan ketika sesak nafas saat aktifitas berat. Tidak pernah dirawat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat sakit jantung.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan : Pasien seorang pedagang kain di Suliki. Pasien juga seorang mahasiswa semester 4 dari universitas terbuka di Suliki. Pasien anak ke-4 dari 7 bersaudara.

Pemeriksaan umum : Kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan Sianosis : CMC : 150/20 mmHg : 100 x/mnt, teratur, Pulsus celer (+) : 36,7oC : 32 x/mnt : (-) Keadaan umum Keadaan gizi Tinggi Badan Berat Badan Edema Anemis Ikterik : Sedang : kurang : 154 cm 35 kg : (-) : (-) : (-)

Kulit : Tidak ditemukan kelainan Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran Kepala : Tampak bergerak menyentak secara ritmik (de Mussets sign) Rambut : Tidak ditemukan kelainan Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik Telinga : Tidak ditemukan kelainan Hidung : Tidak ditemukan kelainan Tenggorokan : Tampak pulsasi uvula saat sistolik (Mullers sign) Gigi dan mulut : Caries (+) Leher : JVP 5 + 2 cmH2O, Kelenjar tiroid tidak membesar Dada : PARU Inspeksi Palpasi Perkusi

: Asimetris, lapangan paru kiri bawah lebih menonjol (voussoure cardiaque). : Fremitus meningkat kiri dan kanan setinggi RIC VI ke bawah : Redup kiri dan kanan setinggi RIC VI ke bawah 8

Auskultasi JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Bronkovesikuler, Ronkhi basah halus tidak nyaring (+) setinggi RIC VI kebawah, Wheezing (-) : Iktus terlihat 2 jari lateral LMCS RIC VI : Iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC VI, kuat angkat, luas 2 jari, thrill (+) : Kiri : 2 jari lateral LMCS RIC VI Kanan : LSD Atas : RIC II sinistra, pinggang jantung (-) : Irama reguler, M1 meningkat. - Bising (+) mid diastolik grade III/6, low pitch, rumbling, decresendo, punktum maksimum di LSD RIC II menjalar ke LSS RIC III. - Bising (+) late diastolik grade III/6, low pitch, rumbling, decresendo, punktum maksimum di apeks (2 jari lateral LMCS RIC VI), tidak menjalar (Austin Flint murmur). : Tidak membuncit : Hepar teraba 1 jari bac, pinggir tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Lien tidak teraba : Timpani : Bising usus normal : : : : Nyeri tekan CVA (-), Nyeri ketok CVA (-) Tidak ditemukan kelainan Tidak ditemukan kelainan R.Fis (+/+) R.Pat (-/-) edema pretibia (-/-) - Suara sistolik dan diastolik yang keras ( pistol shot sound) pada auskultasi di atas A. femoralis (Traubes sign). - Warna merah dan pucat silih berganti pada dasar kuku ketika ujung kuku ditekan (Quinckes pulse). - Bruit sistolik di atas A. femoralis pada auskultasi (Duroziezs sign). 14,1 g% 9.900/mm3 0/1/2/64/25/8 43% 293.000/mm3 Natrium Ureum Chlorida Kreatinin Kalium : 118 mEq/l : 76 mg% : 80 mEq/l : 1,0 mg% : 4,7 mEq/l

PERUT Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Punggung Alat Kelamin Anus Anggota Gerak

Laboratorium: Hemoglobin Lekosit Hitung jenis Hematokrit Trombosit Urinalisis: Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Epitel

: : : : :

: : : : :

(-) negative (-) negatif (-) negatif (-) negatif (+) gepeng

Protein Glukosa Bilirubin Urobilin

: : : :

(-) negatif (-) negatif (-) negatif (+) positif

Feses: Makroskopis: Warna Konsistensi Darah Lendir Mikrokopis: Cacing : : : : Coklat lunak (-) negatif (-) negatif

: (-) negative

Exp rontgen thorax PA (11 April 2008): - Cor membesar - Paru-paru tanda bendungan perihiler kanan - Sinus dan diafragma baik Kesan: - Cor membesar - Paru-paru tanda bendungan - Decomp cordis kiri-kanan? EKG: Irama HR Axis Gelombang P PR interval Kompleks QRS Kesan

: : : :

Sinus 100 x/menit Normal Tinggi 0,2 mV lebar 0,08 detik : 0,20 detik : 0,08 detik, gel RSRI: I, aVL, V5 : - LV strain - LBBB - LVH

Segmen ST T inverted SV1+RV5/V6 R/S V1

: isoelektrik : (+) asimetris: aVL, V6 : > 35 mm : <1

I,

Diagnosis Kerja: - Primer Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta, irama sinus ec penyakit jantung kongenital - Sekunder Left Bundle Branch Block (LBBB) Hiponatremia ec low intake Malnutrisi 10

Diagnosis Banding: Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta, irama sinus ec penyakit jantung reumatik Terapi: Istirahat/ Diet Jantung II/ O2 3 liter/menit Koreksi NaCl 3% 12 jam/colf IVFD Dext 5% 12 jam/colf Furosemid 1 x 20 mg, iv Captopril 2 x 6,25 mg, po KCl 1 x 600 mg, po Alprazolam 2 x 0,25 mg, po Bisacodyl 1 x 10 mg, po Pasang kateter urin

Pemeriksaan anjuran: Periksa Na dan K ulang Periksa ASTO dan CRP Cor analisis Ekokardiografi

FOLLOW UP Tanggal 21/04/08 A/ : - Sesak nafas masih terasa. - Dada masih terasa berdebar kuat namun berkurang. - Nyeri dada tidak ada. - Makan tidak habis. Pf/: TD : 140/20mmHg JVP 5 + 0 cmH2O Paru: ronkhi (-) Anggota gerak: edema pretibia (-/-) Hasil laboratorium: Natrium Kalium LED : 133 mEq/l : 3,9 mEq/l : 45 mm/1 jam Nf : 28 x/mnt Nd : 96 x/mnt T: 36,8 C

11

Kesan: - Klinis membaik - Natrium telah terkoreksi - Terdapat kemungkinan proses inflamasi akut atau kronik Th/: - Bisoprolol 1 x 2,5 mg, po. - Terapi lain dilanjutkan. Tanggal 22/04/08 An/: Sesak nafas tidak ada saat istirahat. Laboratorium: ASTO CRP : (-) negatif : Reagen habis

Kesan: tidak terdapat infeksi streptococcus pyogen Keluar hasil cor analisis: - Cor tampak membesar (ke kanan-kiri). - Kedua hilus tampak melebar dengan kranialisasi. - Esofagus tampak terdorong pada bagian tengah (pembesaran atrium kiri) dan bawah (pembesaran ventrikel kiri). - Ruang retrosternal terisi > bagian. Kesan: - Cardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru (MI?). Tanggal 23/04/08 Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi: Hasil: - Left ventrikel hipertropi dan dilatasi. - Kontraktilitas left ventrikel menurun, ejeksi fraksi 31%. - Global hipokinetik. - Aorta regurgitasi severe. - Katup aorta ada 3 dengan prolap katup NCC (non coronary cuspis) aorta - E/A < 1. Final Conclusion: - Dilatasi dan hipertrofi LV ec AR severe. - Prolap katup NCC aorta - MR trivial. - Disfungsi sistolik dan diastolik. - Efusi perikard minimal.

12

Th/: - Digoxin 2 x 0,125 mg, po. - Terapi lain dilanjutkan. - Dianjurkan operasi ganti katup artifisial. Tanggal 26/04/08 An/ : - Batuk atau sesak nafas tidak ada. - Demam tidak ada. - Makan habis. Pf/: TD : 130/30mmHg T: 36,8 C JVP 5 - 2 cmH2O Paru: vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-) EKG: Irama HR Axis Gelombang P PR interval Kompleks QRS : : : : Sinus 90 x/menit Normal Tinggi 0,2 mV Lebar 0,08 detik : 0,20 detik : 0,08 detik, gel RSR: I, aVL, V6 Segmen ST T inverted SV1+RV5/V6 R/S V1 : isoelektrik : (+) asimetris: aVL : > 35 mm : <1 Nf : 22 x/mnt BB: 35 kg Nd : 90 x/mnt

I,

Kesan: Perbaikan fungsional jantung menjadi kelas II Th/: - Istirahat/Diet jantung III - Furosemid 1 x 40 mg, po - Captopril 2 x 6,26 mg, po - Bisoprolol 1 x 2,5 mg, po - Spironolakton 1 x 12,5 mg, po - Digoxin 2 x 0,125 mg, po - KCl 1 x 600 mg, po - Alprazolam 2 x 0,25 mg - Bisacodyl 1 x 10 mg,po R/: pindah ke ruang rawatan biasa.

13

Tanggal 29/04/08 An/: Demam dan nyeri sendi tidak ada. Hasil laboratorium: Leukosit hsCRP Natrium Kalium : 8.000/mm3 : 9,48 mg/L (normal 10 mg/L) : 137 mEq/L : 4,4 mEq/L

Kesan: tidak terdapat proses infeksi atau inflamasi akut Tanggal 03/05/08 A/ : - Sesak nafas tidak ada. - Dada kadang masih terasa berdebar kuat. - Nyeri dada tidak ada. - Demam tidak ada. - Makan kadang tidak habis. Pf/: TD : 130/30mmHg T: 36,6 C JVP 5 - 2 cmH2O Paru: ronkhi (-) Anggota gerak: edema pretibia (-/-) Th/: - Diet jantung IV. - Terapi lain dilanjutkan. Nf : 22 x/mnt BB : 35,5 kg Nd : 90 x/mnt

14

Diskusi

Seorang pasien pria, usia 23 tahun, dirawat dengan diagnosis akhir: - Primer Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta, irama sinus ec penyakit jantung reumatik - Sekunder Left Bundle Branch Block (LBBB) Malnutrisi Permasalahan utama pada pasien ini ketika masuk RS adalah timbulnya gagal jantung kongestif (GJK) yang ditandai dengan gejala sesak nafas. Pada awalnya penyebab GJK pada pasien ini diduga oleh karena kelainan katup kongenital. Hal ini terutama karena pasien telah mengalami gejala GJK sejak usia 6 tahun. Kemungkinan penyebab lain oleh karena penyakit jantung reumatik (PJR) juga masih mungkin oleh karena PJR juga merupakan penyebab terbanyak insufisiensi aorta. Hanya saja ketika pasien masuk RS pertama kali tidak memenuhi kriteria demam reumatik (DR) atau PJR menurut kriteria WHO tahun 2002-2003 yang direvisi berdasarkan kriteria Jones. Selama perjalanan perawatan, diagnosis pasti penyebab insufisiensi aorta pada pasien ini belum jelas namun diduga hal ini terjadi akibat PJR kronik. Hal ini ditandai dengan adanya efusi perikard yang diduga akibat proses inflamasi (perikarditis) namun bukan karena proses inflamasi akut sebab reaktan fase akut pada pasien ini (high sensitive CRP) tidak meningkat. Sementara LED yang meningkat dapat juga terjadi pada proses inflamasi kronik selain inflamasi akut.10,
11

Hasil ekokardiografi

menunjukkan adanya 3 katup dengan bentuk yang normal namun ditemukan adanya prolap di salah satu katup yaitu katup NCC (non coronary cuspis) aorta. Kelainan struktur lain katup aorta yang abnormal seperti penebalan, bicuspis (pada kelainan kongenital), kalsifikasi, vegetasi, ruptur, dilatasi aorta atau diseksi aorta tidak ditemukan. Diagnosis PJR kronik baru bisa ditegakkan apabila penyakit jantung

15

kongenital telah dapat disingkirkan dan untuk menegakkan diagnosis PJR kronik tidak memerlukan kriteria mayor dan atau minor dari kriteria DR atau PJR.11, 12 Terlepas dari penyebab penyakit yang mendasari terjadinya insufisiensi aorta pada pasien ini, satu hal yang bisa dipastikan bahwa perjalanan penyakitnya telah berlangsung kronik. Hal ini ditandai dengan adanya dilatasi dan hipertrofi jantung. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya Voussoure cardiaque dimana hal tersebut terjadi akibat pembesaran jantung kanan yang terjadi saat usia < 18 tahun yaitu saat masa pertumbuhan epifise tulang masih berlangsung.13 Di Amerika utara dan negaranegara berkembang lainnya penyebab terbanyak insusiensi aorta kronik adalah PJR. Berdasarkan hasil patologi anatomi post operatif 40-60% penyebab insusiensi aorta kronik dikelompokkan pada penyebab idiopatik. Hal ini disebabkan begitu banyaknya penyakit yang mendasari kelainan katup tersebut dan separuh dari itu memperlihatkan histologi berupa degenerasi myxomatous.5 Pada pasien ini telah ada indikasi untuk dilakukan Aortic valve replacement (AVR) karena dari pemeriksaan ekokardiografi didapatkan regurgitasi aorta berat dengan fraksi ejeksi 31%, dimensi sistolik akhir ventrikel kiri 83 mm dan dimensi diastolik akhir ventrikel kiri 98 mm yang disertai adanya gejala klinis gagal jantung. Berdasarkan guideline dari ACC/AHA secara umum rekomendasi operasi dilakukan apabila terjadi pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi diastolik akhir > 70 mm, dimensi sistolik akhir > 50 mm dan fraksi ejeksi < 50 %.2, 4, 6, 7, 12 Sebelum dilakukannya AVR pada pasien ini dapat diberikan obat-obat untuk meringankan kerja jantung dengan menurunkan beban preload (diuretik) dan afterload (ACE inhibitor), menurunkan heart rate (beta blocker) agar terjadi pengisian yang efektif di ruang jantung, serta inotropik positif (digitalis) untuk membantu menguatkan kerja jantung. Pemberian obat-obat tersebut diharapkan dapat mengurangi beban ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat progresivitas dari disfungsi miokard. Prognosis pasien ini bila tidak dilakukan operasi: angka mortalitas di atas 20% per tahun dengan NYHA kelas II-IV. Bila dilakukan operasi, angka mortalitas ratarata 3-4% dan 5-year survival rate 85 % namun hasil ini dipengaruhi banyak faktor seperti fungsi ventrikel preoperatif, adanya penyakit arteri coronaria yang menyertai serta penyakit yang mendasari terjadinya insufisiensi aorta tersebut.2

16

Daftar Pustaka

1. Purnomo H. Insufisiensi aorta. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, penyunting. Buku ajar kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2001. h. 148-51. 2. Zoghbi WA, Afridi I. Aortic regurgitation. In: Crawford MH, penyunting. Current diagnosis & treatment in cardiology. Second edition. New York: Lange Medical Books/Mcgraw-Hill; 2003. h. 121-32. 3. Podrid PJ, Gaasch WH. Pathophysiology and clinical features of chronic aortic regurgitation. Uptodate. 2002. 4. Leman S. Regurgitasi aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV, jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. h. 1593-95. 5. Rahimtolla S. Aortic valve disease. The heart. Tenth edition. International Edition. Philadelphia: Mcgraw-Hill; 2001. h. 1667-95. 6. ACC/AHA Guidelines For The Management Of Patients With Valvular Heart Disease. Multiple valve disease. American college of cardiology/american heart association taskforce on practice guidelines. 2001. 7. ACC/AHA Guidelines For The Management Of Patients With Valvular Heart Disease : Aorta Regurgitation. American College Of Cardiology/ American Heart Association Taskforce On Practice Guidelines 2001. 8. Gaasch WH. Course and management of chronic aortic regurgitation. Uptodate. 2002. 9. Haryono N. Gagal jantung akut pada kelainan katup jantung: penatalaksanaan sebelum operasi. Dalam: Harimurti GM, Soerinata S, penyunting. Seventeenth weekend course on cardiology. Jakarta, 29 September 1 Oktober 2005. h. 99104. 10. Sacher RA, McPherson RA. Widmanns clinical interpretation of laboratory test. Eleventh edition (2000). Pendit BU, Wulandari D, penerjemah. Tinjauan klinis

17

hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. h. 62-63. 11. Desai SP, Isa-Pratt S. Clinicians guide to laboratory medicine, a practical approach. Cleveland: Lexi-Comp; 2000. h. 592-94. 12. WHO Technical Report Series. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Geneva: World Health Organization; 2004. h. 20-40. 13. Sastroasmoro S. Sistim kardiovaskuler. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta: Penerbit FKUI; 2002. h. 528-656.

18

Vous aimerez peut-être aussi