Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan inidapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karenaitu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknyaseluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwakeadaan umum dan tandatanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelummelangkah ke pengobatan yang lebih spesifik Dalam makalah ini kami akan mengangkat masalah tentang trauma uretra. Karena di lapangan trauma uretra lebih sering terjadi dari pada trauma yang lain. Karena apabila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berat. 1.2. 1.3. Rumusan Masalah 1.2.1. Bagaimana asuhan kepererawatan pada trauma uretra? Tujuan 1.3.1. Tujuan umum Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan sistem perkemihan pada pasien dengan trauma uretra 1.3.2. Tujuan khusus 1. Mengetahui anatomi dan fisiologi uretra 2. Mengetahui pengertian trauma uretra 3. Mengetahu klasifikas trauma uretra 4. Mengetahui etiologi trauma uretra 5. Mengetahui patofisologi trau uretra 6. Mengetahui manifestasi klinis trauma uretra 7. Mengetahui pmeriksaan penunjang trauma uretra
1

8. Mengetahui komplikasi pada trauma uretra 9. Mengetahui penatalaksanaaan trauma uretra 10. Memahami asuhan keperwatan pada pasien trauma uretra

1.4.

Mamfaat 2. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan pembanding dalam pembuatan tugas serupa 3. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa 4. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal 5. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan kesehatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2

2.1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani. a. Uretra pada wanita Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina. Pria memiliki uretra yang lebih panjang dari wanita. Artinya, wanita lebih berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan infeksi saluran kemih. b. Uretra pada pria Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya: 1) Pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat. 2) Pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vasdeferens. 3) Pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis. 4) Pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis. Histologi Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel bertingkat torak, kemudian sel bertingkat kubis di dekat lubang keluar. Terdapat pula kelenjar uretra kecil yang menghasilkan lendir untuk membantu melindungi sel epitel dari urin yang korosif. tampak ada ekstravasasi kontras keluar dari lumen uretra. pasien diputuskan untuk dilakukan cystostomi untuk diversi urin.

2.2.

DEFINISI
3

Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011) Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).

Gambar: hematoma akibat trauma uretra Sumber: google.com 2.3. KLASIFIKASI Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam: 1. Ruptur uretra anterior : Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya. Terdapat daerah memar atau hematoma pada penis dan scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine Penyebab tersering : straddle injury ( cedera selangkangan ) Jenis kerusakan : o o o Kontusio dinding uretra. Ruptur parsial. Ruptur total.

2. Ruptur uretra posterior : - Paling sering pada membranacea. - Ruptur utertra pars prostato-membranasea - Terdapat tanda patah tulang pelvis. - Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
4

- Robeknya ligamen pubo-prostatikum. - Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. - Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum. Klasifikasi rupture uretra menurut Collapinto & Mc Collum : 1. Stretching/teregang. Tidak ada ekstrvasasi. 2. Uretra putus diatas prostato membranasea. Diafragma urogenital utuh. Ekstravasasi terbatas pada diafragma urogenital. 3. Uretra posterior, diafragma uretra, dan uretra pars bulbosa proksimal rusak, ekstravasasi sampai perineum. Ruptur Uretra Total 2.4. Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda paksa. Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic. Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh

ETIOLOGI Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum. Cedera eksternal Fraktur pelvis : rupture uretra pars membranasea. Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa. Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah. Persalinan lama. Ruptur yang spontan

2.5.

PATOFISIOLOGI Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul karena jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra posterior dan anterior.
5

Ruptur uretran posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena prostat dan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur. Sedangkan uretra membranaseae terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek, sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial. Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras seperti batu, kayu atau palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera uretra anterior selain oleh cedera kangkang juga dapat di sebabkan oleh instrumentasi urologic seperti pemasangan kateter, businasi dan bedah endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi uretra karena straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis. 2.6. MANIFESTASI KLINIS 1. Perdarahan per-uretra post trauma. 2. Retensi urine. 3. Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter. 4. Lebih khusus: Pada Posterior dan Anterior : a. Pada Posterior Perdarahan per uretra Retensi urine. Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat. Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis. b. Pada Anterior: Perdarahan per-uretra/ hematuri. Sleeve Hematom/butterfly hematom. Kadang terjadiretensi urine. 2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan radiologik:
6

Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi bahan kontras uretografi retrograd.

Gambar: hasil ronsen pada trauma uretra Sumber : google.com 2.8. 2.9. KOMPLIKASI 1. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra Infeksi Hematoma Abses periuretral Fistel uretrokutan Epididimitis Striktura uretra Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul : Impotensi Inkontinensia PENATALAKSANAAN 1. Pada ruptur anterior a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan drainase bila ada.
7

2. Komplikasi lanjut

b) ruptur

yang

total

hendaknya

sedapat

mungkin

dilakukan

penyambungan dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy. c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang. d) istosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika timbul stiktura uretra. e) Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi. 2. Pada ruptur uretra posterior a) Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu. b) Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter. c) Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA URETRA 3.1. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien:
8

Meliputi nama, alamat, jenis kelamin: trauma uretra bisanya terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang sehingga resiko terjadi trauma lebih besar). Umur: usia produktif lebih beresiko karnena rentan terjadi kecelakaan Pekerjaan: pekerja lapangan atau pekerja berat lebih beresiko terjadi kecelakaan dalam pekerjaan.

2. Keluhan utama Hal yang paling dirasakan pasien seperti: Nyeri akut Perdarahan per-uretra post trauma Fraktur pelvis Hematom penis dll. Menceritakan tentang perjalanan penyakitdari pasien dirumah sampai dibawa ke rumahsakit. Biasanya pasien mengeluh Perdarahan per-uretra post trauma, hematoma dll (kaji riwayat trauma) 4. Riwayat penyakit dahulu Kaji pasien memiliki riwayat fraktur pelvis 5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya tidak ditemukan adanya hubungan riwayat penyakit keluarga dengan trauma uretra. 6. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan. Misalnya kebiasaan mengendarai sepedah beresiko untuk terjadinya trauma atau cidera uretra

3. Riwayat penyakit sekarang

7. Pengkajian Bio, Psiko, Sosial dan Spiritual Pola Kebutuhan Dasar (Virginia Handerson)
a. Oksigenasi 9

Meliputi fungsi pernafasan (RR, alat bantu pernafasan)


b. Nutrisi

Dikaji riwayat diit makan dan minum sebelum sakit yang meliputi jenis, frekuensi., dikaji kepatuhan klien terhadap diitnya. Kaji apakah terjadi mual dan muntah
c. Eliminasi ( BAB & BAK )

Perhatikan apakah terjadi retensio urine, anuria, hematuria dll.


d. Aktivitas / mobilitas fisik

Pola aktifitas terganggu.


e. Istirahat dan Tidur

Adakah gangguan pola tidur


f. Pola Berpakaian

Dilakukan secara mandiri / tidak


g. Kebutuhan bekerja

Dikaji masih dapat bekerja atau tidak setelah sakit


h. Pola Mempertahankan Temperatur Tubuh

Apabila terjdi infeksi maka kaji suhu tubuh (akan meningkat)


i. Personal hygiene

Mandi, Cuci rambut, Gunting kuku, Gosok gigi, Dilakukan secara mandiri / tidak
j. Rekreasi

Jenis rekreasi yang dilakukan


k. Pola rasa aman dan nyaman

10

Merasa nyaman bersama ada) dan sesak.


l. Pola berkomunikasi

keluarga,

merasa nyaman

dengan

perawat,

merasa nyaman jika dirumah, gangguan rasa nyaman dengan nyeri (jika

Bahasa, lancar / tidak.


m. Pola sepiritual

Harapan klien dengan penyakitnya, bagaimana menjalankan ibadahnya.


n. Pola belajar

Kondisi penyakit klien sudah mengerti atau belum tentang penyakit, diit, terapi yang dijalani, pembatasan cairan, prognosis penyakit. . 8. Pemeriksan Fisik hipovolemik. TD Abdomen: Inspeksi: abdomen tampak kembung (distensi abdomen) Palpasi: nyeri tekan pada abdomen Auskultasi: bising usus
11

Keadaan umum pasien Kesadaran TTV Pemeriksaan Head to Toes Kepala: normal Mata: inspeksi: konjungtiva anemis Hidung: normal Dada & axila: normal Pernafasan: normal Sirkulasi jantung: Palpasi : apabila terdapat perdarahan perureta, pasien beresiko syok

Genitouary: Inspeksi: terdapat hematum pada perivesika, hematum pada penis & inguinal. Iritasi kulit penis / inguinal. Terdapat perdarahan per uretra. Palpasi: terdapat edema pada daerah genetalia (hematum)

,spasmeotot peritonem.

Ekstremitas (integumen & muskuluskletal): Inspeksi: kemerahan/iritasi pada kulit penis, kulit tampak pucat Palpasi: tugor kilit jelek. Kulit tampak pucat.

No 1 Ds: Do: pucat,

Analis data Data fokus pasien nampak Etiologi Ruptur uretra posterior Perdarahan peruretram Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik Ruptur uretra pasien nampak Spasme otot perineum Masalah Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik

konjungtiva

anemis, TD, tugor kulit jelek, uretram perdarahan per

Ds: pasiem mengeluh nyeri Do: meringis kesakitan

Gangguan rasa nyaman nyeri

Ds: Do: eritema jaringan kulit, adanya hematom pada penis

nyeri Ruptur uretra Hematom perivesika/hematom penis

Resiko infeksi

12

Iritasi kulit penis 4 Ds: pasien mengeluh Resiko infeksi Ruptur uretra Efek sekunder Reterensi urine Gangguan pemenuhan eleminasi Gangguan pemenuhan eleminasi

tidak bisa berkemih Do: abdomen tampak kembung(distensi abdomen), nyeri tekan pada abdomen(blader)

3.2.

DIAGNOSA 1. Aktual/ resiko tinggi syok hipovolemik b/d perdarahan dalam, sepsis peritoneum sekunder dari robekan arteri dalam pangguln yang ditandai dengan perdarahan per uretram. pasien nampak pucat, konjungtiva anemis, TD, tugor kulit jelek. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d spasme otot perivesika, peregangan dari terminal syaraf sekunder dari adanya kerusakan fragmen tulang pelvis yang ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien nampak meringis kesakitan. 3. Resiko tinggi infeksi b/d iritasi jaringan kulit, hematom penis, hematom inguinal sekunder cedera selangkangan yang ditandai dengan eritema jaringan kulit, adanya hematom pada penis . 4. Gangguan pemenuhan eleminasi urine b/d reterensi urine, efek sekunder dari ruptur uretra yang ditandai dengan pasien mengeluh tidak bisa berkemih, distensi abdomen, nyeri tekan pada abdomen(blader) .

3.3. No dx 1

INTERVENSI Tujuan & kriteria hasil Tujuan : syok dapat dengan teratasi Intervensi Monitor TTV Monitor intake dan Rasional Perubahan vital terjadi perdarahan tanda bila makin
13

kriteria pasien pucat,

hasil: tidak

output setiap 5-10 menit Berikan cairan infuse Nacl melalui iv

hebat Perubahan merupakan adanya fungsi ginjal Dapat meningkatkan volume intravaskular cairan output tanda gangguan

konjungtiva normal, kulit baik TD normal, tugor

Tujuan : nyeri berkurang dengan karakteristik hasil: ,

Kaji nyeri meliputi lokasi , lokasi, Dor ong dan ajarkan tehnik relaksasi Kol aborasi medis dalam pemberian analgesik nalgesik menghilangkan engembalikan perhatian meningkatkan control intensitas ( skala 0-10 ) derajat dini komplikasi

R ./ membantu evaluasi ketidak terjadinya m dan rasa a dapat nyeri P engetahuan memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap d eteksi infeksi dini adanya dan
14

kriteria rileks

nyamanan dan deteksi

pasien tampak

Tujuan mengurangi

: tanda-tanda infeksi hasil: ada dan ervasi infeksi

Jela skan pada klien tentang terjadinya Obs tanda-tanda Mot ivasi klien untuk

yang

resiko infeksi dengan kriteria tidak eritema lainnya.

tindakan keperawatan

gejala infeksi

menentukan tindakan

menjaga kebersihan diri dalam antibiotika Kol aborasi dengan dokter pemberian

selanjutnya ln gkungan yang lembab merupakan pertumbuhan menigkatkan kuman progesif yang media kuman resiko m encegah pertumbuahan lebih

terjadinya infeksi

Tujuan : tidak ada gangguan pemenuhan eleminasi dengan terisasi hasil: bisa tak untuk hatikan aliran karakteristik urine

per dan kate residu sesuai urine dan biarkan kateter menetap indikasi

enurunan menunjukkan urine, mungkin urine

p aliran retensi keruh normal

kriteria pasien

( adanya mucus ) atau mengindikasikan proses infeksi. m enghilangkan atau mencegah retensi urin dan megesampingkan adanya striktur uretra indikasikan mengeluarkan kandung kemih selama episode akut dengan azotemia atau bila
15

berkemih, distensi abdomen tidak teraba

siap kan alat bantu untuk drainase urin, contoh : sistomi

di untuk

bedah indikasikan

dikontra karena

status kesehatan pasien

3.4.

IMPLEMENTASI Lakukan sesuai dengan intervensi

3.5.

EVALUASI 1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan 2. Menemtukan apakah tujuan keperawatan telah tercai atau belum 3. Mengkaji ulang penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

16

BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga menyebabkan ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011) Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis). Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam: 1. Ruptur uretra anterior 2. Ruptur uretra posterior Penatalaksanaan 1. Pada ruptur anterior a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan drainase bila ada. b) ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy. c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang. d) istosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika timbul stiktura uretra. e) Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi. 2. Pada ruptur uretra posterior a) b) c) Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu. Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter. Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur

4.2.

Saran:
17

Setelah membaca makalah ini diharapkan: 1. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan pembanding dalam pembuatan tugas serupa 2. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa 3. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal 4. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan kesehatan.

18

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta Depkes RI, ASKEP Pasien dengan Gg Penyakit Sistem Urologi , 1996 , Jakarta Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Mutaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta Selemba Medika. Hidayat Samsul , Ilmu Bedah , Edisi revisi, EGC , 1998 , Jakarta Tucker Susan Martin, Et all , Standar Perawatan Pasien , volume 3 , EGC, PeterMowschenson , Ilmu Bedah Untuk Pemula , Edisi 2 , Bina Rupa aksara , 1983 Jakarta

19

Vous aimerez peut-être aussi