Vous êtes sur la page 1sur 125

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPISAN BATUPASIR Z_E BERDASARKAN DATA BAWAH PERMUKAAN PADA

LAPANGAN SEMBERAH CEKUNGAN KUTAI KALIMANTAN TIMUR

oleh : Wahyu Prahillah III.040.06I

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

HALAMAN PENGESAHAN
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPISAN BATUPASIR Z_E BERDASARKAN DATA BAWAH PERMUKAAN PADA LAPANGAN SEMBERAH CEKUNGAN KUTAI KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI Oleh : Wahyu Prahillah III.040.06I

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi

Yogyakarta, 18 Maret 2011 Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Kuwat Santoso, M.T NIP.19530721 198603 1 001 Mengetahui, Ketua Jurusan

Ir.Pontjomojono,K,M.T NIP.19600724 198803 1 001

Ir. Sugeng Raharjo, M.T. NIP.19581208 199203 1 001

ii

Ya allah ya tuhan ku Engkau berikan aku nyawa dan engkau berikan aku kematian Engkau meniupkan roh dalam kandungan wanita paling sempurna dalam hidupku dan Engkau mencabut nyawa dalam tangisan keluargaku Aku berdosa kau pun mengampuniku Aku lalai dan kau pun mengingatkanku Kau mencukupi ku dengan rezeki dan rahmatmu Dan kau mengujiku sebagai tanda cintamu yang maha tulus kepada diriku Sungguh!! Sungguh!! Dan sungguh Apabila kau bertanya dapatkah aku mampu mengukur semuanya Ya allah ya tuhanku Aku hanya hambamu yang hina Mungkin ini tiada berarti bagimu Tapi ini salah satu Cinta Dari persembahanku Untuk Yang maha mulia

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, taufig, hidayah dan inayah nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi kurikulum yang ditentukan oleh Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Tahun Ajaran 2010 / 2011 untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Program Pendidikan strata 1 (S1).

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : 1. Kedua orang tua serta kedua saudara peneliti yang selalu memberikan semangat, dukungan dan perhatian serta doanya selama ini. 2. Bapak Ir. Sugeng Raharjo, M.T. selaku Ketua Jurusan teknik Geologi,

Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. 3. Bapak Ir. Kuwat Santoso, M.T. dan Bapak Ir. Pontjomojono K, M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu membimbing, mengarahkan, dan memberi banyak masukan kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini.

Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang telah membaca laporan skripsi ini. Akhir kata semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 25 februari 2011

Peneliti

iv

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPISAN BATUPASIR Z_E BERDASARKAN DATA BAWAH PERMUKAAN PADA LAPANGAN SEMBERAH CEKUNGAN KUTAI KALIMANTAN TIMUR

SARI
Lapangan semberah merupakan salah satu area konsesi dari PT. SEMBERANI PERSADA OIL (SEMCO). Daerah penelitian ini secara geografis terletak pada 00 16 41,86 - 00 18 41.75 LS dan 1170 17 45.63 - 1170 18 35.51 BT di sebelah timur kota samarinda dan sekitarnya yang secara geologi masuk ke dalam Cekungan Kutai Kalimantan Timur. Lapangan semberah memiliki beberapa lapisan yang berpotensi sebagai batuan reservoar tetapi dalam penelitian ini dibahas pada lapisan batupasir Z_E. Dalam penelitian ini untuk menentukan jumlah cadangan hidrokarbon menggunakan beberapa metode, yaitu analisa kualitatif data sumur dari interpretasi log sumur dan deskripsi cutting, analisa petrofisik untuk menentukan harga porositas batuan dan saturasi air formasi, korelasi antar sumur dan pemetaan bawah permukaan dari interval kedalaman top lapisan dan ketebalan lapisan batupasir. Lapisan batupasir Z_E terendapkan pada lingkungan pengendapan delta front dengan fasies endapannya yaitu distributary mouth bar. Pernyataan ini

didasarkan pada pola dari log sumur yaitu log gamma ray dengan bentuk kurva log funnel atau gradasi mengkasar keatas. Hasil dari penelitian berupa, seluruh analisis didapatkan ketentuan dari tiap-tiap metode sekitar

lapisan batupasir Z_E mempunyai volume batuan

12,981,721.063 m3, harga porositas 0.222 - 0.315 dan saturasi air 0.604 - 0.668 sehingga jumlah cadangan hidrokarbon yang terakumulasi pada lapisan batupasir Z_E adalah 1,672 MBO (million barrel oil).

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN..... HALAMAN PERSEMBAHAN.. KATA PENGANTAR. SARI.... DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 ii iii iv v vi x xii xiii 1

Latar Belakang Penelitian 1 Rumusan masalah Maksud dan Tujuan. 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 7 8 8 9 9 10 10

1.4 Batasan Masalah.. 1.5 1.6 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian.. Hasil yang diharapkan. Manfaat Penelitian..

BAB II METODELOGI II.1 Metode Penelitian II.2 Tahapan Penelitian.. II.2.1 Tahap Pendahuluan II.2.2 Tahap Pengumpulan Data.. II.2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data . II.2.3.1 II.2.3.2 II.2.3.3 II.2.3.4 II.2.3.5 Analisis Data Sumur. Korelasi. Pemetaan Bawah Permukaan Perhitungan Cadangan.. Tahap Evaluasi.

vi

II.3.3.6

Tahap Penyusunan Laporan

10 12 12 12 15 20 20 21 21 22 23 23 24 24 25 27 27 27 27 28 30 31 33 34 35 36 37 38 38 39 43 vii

BAB III KAJIAN PUSTAKA III.1 Geologi Regional... III.2 Kerangka Tektonik Cekungan Kutai III.3 Stratigrafi Regional Cekungan Kutai III.4 Delta Mahakam. III.5 Stratigrafi Delta Mahakam... III.6 Petroleum Sistem Lower Kutai Basin.. III.6.1 Batuan Induk. III.6.2 Migrasi Hidrokarbon III.6.3 Reservoar.. III.6.4 Perangkap dan Lapisan Penutup.. III.7 Geologi Daerah Telitian III.7.1 Struktur Geologi III.7.2 Stratigrafi BAB IV DASAR TEORI. IV.1 Lingkungan Pengendapan Delta... IV.1.1 Pengertian Delta. IV.1.2 Faktor Pengontrol Delta IV.1.3 Klassifikasi Delta.. IV.1.4 Sublingkungan Pengendapan Delta.. IV.1.4.1 Delta Plain IV.1.4.2 Delta Front IV.1.4.3 Prodelta. IV.1.5 Komponen Delta IV.2 Log.. IV.3 Bagian-bagian Log. IV.4 Kecepatan Logging IV.5 Proses Invasi. IV.6 Macam-macam Log... IV.7 Pola-pola log (Log Pattern)..

IV.8 Interpretasi Lithologi Berdasarkan Log.. IV.9 Interpretasi Zona Porous dan Permeabel IV.10 Interpretasi Jenis Kandungan Fluida IV.11 Analisa Cutting.. IV.12 Korelasi.. IV.13 Pemetaan Bawah Permukaan IV.14 Perhitungan Cadangan...

45 47 47 48 50 52 55

BAB V PENYAJIAN DATA... 58 V.1 V.2 V.3 V.4 Data Log Sumur. 58

Data Cutting 58 Peta Lokasi Sumur Penampang Line Seismik. 61 62 64 64 64 65

BAB VI ANALISIS & PEMBAHASAN... VI.1 Analisa Data Sumur.. VI.1.1 Analisa Kualitatif... VI.1.1.1 Interpretasi Lithologi VI.1.1.2 Interpretasi Karakter Batuan & Kandungan Fluida Lapisan Z_E. VI.1.2 Analisa Kuantitas... VI.1.2.1 Perhitungan Volume Shale (Vsh). VI.1.2.2 Perhitungan Porositas Densitas (D) & Koreksi (Dcorr).. VI.1.2.3 Perhitungan Porositas Neutron (N) & Koreksi (Ncorr)... VI.1.2.4 Harga Porositas Effektif (e) VI.1.2.5 Penentuan Faktor Formasi.... VI.1.2.6 Penentuan Harga Tahanan Jenis Formasi VI.1.2.7 Kejenuhan Air Formasi VI.1.3 Interpretasi Lingkungan Pengendapan. VI.2 Korelasi.. VI.2.1 Korelasi Stratigrafi. VI.2.2 Korelasi Struktur VI.3 Peta Bawah Permukaan.

67 71 71 72 73 73 74 75 75 76 81 83 83 84 viii

VI.3.1 Peta Top Struktur............................................................................... VI.3.2 Peta Net Sand. VI.3.3 Peta Net Pay... VI.4 Perhitungan Cadangan.. BAB VII KESIMPULAN... DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN.

84 84 85 86 89 90 93

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gambar 2.2 Gambar 3.1

Letak geografis Lapangan Semberah (Semco,2004) Bagan Alir Penelitian (Peneliti,2010) Lokasi Cekungan Kutai pada tatanan tektonik Pulau Kalimantan (Semco,2004).

4 11

13

Gambar 3.2

Perkembangan arah struktur NNE-SSW dan NW-SE pada Miosen-Pliosen di Cekungan Kutai (Semco,2004).. 14 19 21 24 25

Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7

Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana, et.al,1999)..... Batuan Induk Distributaris Fasies & Delta Mahakam (Semco, 2004) Diagram Roset arah-arah sesar utama (Bachtiar,et.al,1999)....... Skema model tekanan struktur geologi (Bachtiar,et.al,1999).. Stratigrafi daerah telitian berdasarkan tipe log pada ZE 15 (Peneliti, 2010).......

26 29 30 33 34

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5

Klasifikasi delta menurut Fisher et Al., 1969 Vide Elliot (1982).................. Klasifikasi Delta Menurut Galloway (1975) Vide Serra (1985)............... Bagian-bagian Sand Deposit pada sistem delta (Coleman & Prior, 1982).... Lingkungan pengendapan dari Delta front (Total, 2004).............................. Morfologi Delta Mahakam aecara keseluruhan (Modifikasi Allen & Chamber, 1998)............................................................

35 36

Gambar 4.6 Gambar 4.7

Komponen komponen delta (G.P. Allen., 1989)........................................ Sayatan suatu lubang bor yang menunjukkan zona terusir, zona peralihan (annulus) dan zona tidak terusir serta sejumlah parameter geofisika yang penting (Schlumberger,1985/1986)

39

Gambar 4.8

Respon Gamma Ray secara umum terhadap variasi ukuran butir (Walker & James, 1992).. 45 59 60 61 x

Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3

Contoh data log pada sumur ZE-5 (peneliti, 2010) Contoh data composite log pada sumur ZE-5 (SEMCO,2004). Peta lokasi sumur pada Lapangan Semberah (SEMCO, 2004).

Gambar 5.4

Penampang line seismik lintasan 1 (SEMCO, 2004) pada Lapangan Semberah .. 62

Gambar 5.5

Penampang line seismik lintasan 2 (SEMCO, 2004) pada Lapangan Semberah .. 63

Gambar 6.1

Contoh interpretasi lithologi di daerah penelitian berdasarkan tipe log ZE 5 (Penulis, 2010). 66

Gambar 6.2

Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 5 (Peneliti, 2010) 67

Gambar 6.3

Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 6 (Peneliti, 2010).. 68

Gambar 6.4

Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 8 (Peneliti, 2010) 69

Gambar 6.5

Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 17 (Peneliti, 2010). 70

Gambar 6.6

Interpretasi lingkungan pengendapan lapisan batupasir Z_E dari masing-masing data well logs sebagai endapan Distributary Mouth Bar di Lapangan Semberah (Peneliti, 2010). 80

Gambar 6.7

Lintasan korelasi A-A dari tiap-tiap sumur pemboran di Lapangan Semberah (Peneliti, 2010).. 82

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik sikuen pengendapan delta (Galloway, 1975, Vide Serra, 1985). Tabel 4.2 Contoh deskripsi cutting (Koesoemadinata, 1980).. Tabel 6.1 Hasil perhitungan petrofisik lapisan batupasir Z_E. Tabel 6.2 Kedalaman pola log Cylindrical dan Bell pada tiap-tiap sumur sebagai endapan Distributary Channel (Peneliti, 2010). Tabel 6.3 Kehadiran pola kurva log Funnel Pada tiap-tiap sumur sebagai endapan Distributary Mouth Bar (Peneliti, 2010) Tabel 6.4 Tabel data top struktur. Tabel 6.5 Data ketebalan batupasir bersih... 79 80 85 78 30 49 76

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5

Hasil Perhitungan Petrofisik Lapisan Batupasir Z_E pada sumur ZE 5..93 Hasil Perhitungan Petrofisik Lapisan Batupasir Z_E pada sumur ZE 6..96 Hasil Perhitungan Petrofisik Lapisan Batupasir Z_E pada sumur ZE 8..97 Hasil Perhitungan Petrofisik Lapisan Batupasir Z_E pada sumur ZE 17....98 Korelasi dan Pemetaan Bawah Permukaan.104

xiii

BAB I PENDAHULUAN

I.I

Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu dari cekungan terbesar di indonesia dan

juga memiliki kandungan hidrokarbon yang sangat besar. Dari kondisi yang ada pada cekungan kutai banyak perusahaan-perusahaan mulai dari dalam negeri hingga perusahaan asing melakukan kegiatan mulai dari eksplorasi yang merupakan kegiatan mencari sumber daya yang ada dengan seismic, pemboran dan well

logging. Kegiatan Eksploitasi yaitu menentukan jumlah cadangan yang ada dan yang dapat terambil dan terakhir tahap development atau pengembangan yaitu pengambilan sumber daya hingga waktu tertentu lapangan tersebut beroperasi dan pencarian sumber daya baru. PT. Semberani Persada Oil (SEMCO) salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri minyak dan gas bumi yang beroperasi di Cekungan Kutai Kalimantan Timur. Perusahaan ini menjadi penyedia akan sumber energi bagi perusahaanperusahaan negeri maupun swasta di negara ini. Dalam rangka pengembangan dan peningkatan perolehan minyak dan gas bumi, maka dilakukan pencarian lebih lanjut dengan peluasan area eksplorasi dan eksploitasi. Pemetaan bawah permukaan dengan menggunakan data log sumur, data cutting dan coring dapat mengambarkan model reservoir bawah permukaan yang merupakan suatu tempat terdapatnya minyak dan gas bumi. Kegiatan ini akan membantu dalam program eksploitasi minyak dan gas bumi untuk menghitung cadangan yang terperinci. Lapangan Semberah merupakan salah satu area PT SEMCO yang terbukti dan menghasilkan hidrokarbon yang terletak di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Untuk menstabilkan dan meningkatkan cadangan yang terdapat dilapangan tersebut dilakukan penambahan sumur-sumur baru di Lapangan Semberah, maka perlu

dilakukan pemetaan kembali untuk mengetahui geometri dan penyebaran batuan reservoir.

Berdasarkan hal tersebut peneliti bermaksud mengambil judul tentang Pemetaan Bawah Permukaan dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Lapisan Batupasir Z_E Berdasarkan Data Bawah Permukaan Pada Lapangan Semberah Cekungan Kutai Kalimantan Timur

I.2

Rumusan Masalah Minyak dan gas bumi berada pada suatu lingkup yang disebut batuan reservoir.

Batuan tersebut terdapat di bawah permukaan yang diharuskan melakukan eksplorasi dan eksploitasi untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon tersebut. Tahapan dalam pencariannya dilakukan dengan melakukan pemboran dan wireline logging. Dengan hasil dari kegiatan tersebut diketahui sifat-sifat dari batuan yang berada di bawah permukaan, jika keberadaan batuan reservoir telah ditemukan perlu dilakukan analisa terperinci seperti menentukan ketebalan, sifat petrofisiknya serta menghubungkan batuan tersebut dengan sumur lain untuk mengetahui penyebarannya. Dalam hal ini Lapangan Semberah merupakan area yang masih memproduksi minyak dan gas bumi. Untuk mengoptimalkan produksi dan pengembangannya, maka dilakukan analisis ulang terhadap sumur-sumur pemboran lama dan baru dengan melakukan pemetaan bawah permukaan. Ruang lingkup penelitian ini difokuskan mengenai penyebaran lapisan batuan reservoir, pemetaan bawah permukaan (peta top structur, net sand dan net pay oil) untuk menghitung cadangan minyak pada lapisan Z_E Lapangan Semberah Formasi Mentawir, Cekungan Kutai berdasarkan data wireline log. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain : 1. Batuan apa saja yang terdapat di bawah permukaan pada Lapangan Semberah. 2. Terdapat pada lingkungan pengendapan apa lapisan batupasir Z_E terbentuk. 3. Bagaimana pola geometri dan penyebaran lapisan batupasir Z_E. 4. Batuan mempunyai karakteristik bagaimana dan jenis fluida ada yang terdapat pada lapisan tersebut. 5. Berapa jumlah kandungan fluida yang terdapat pada lapisan reservoar batupasir Z_E di Lapangan Semberah

I.3

Maksud & Tujuan Maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk menerapkan ilmu yang telah

didapat di bangku kuliah kedalam praktek yang sebenarnya di lapangan dan membandingkan dengan hasil studi yang telah dilakukan perusahaan sehingga diharapkan tercapai keseimbangan antara teori yang didapat dengan pengalaman kerja yang didapat dari perusahaan dan juga merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan dalam memenuhi persyaratan Sarjana Strata 1 pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. mengetahui variasi lithologi secara lateral maupun vertikal pada daerah penelitian. 2. mengetahui lingkungan pengendapan pada daerah penelitian. 3. mengetahui sifat fisik batuan dan jenis kandungan fluida yang terdapat pada tiap sumur di daerah penelitian. 4. mendapatkan bentuk geometri dan penyebaran lapisan Z_E yang merupakan batuan reservoir daerah telitian. 5. mengetahui jumlah cadangan hidrokarbon yang terdapat pada lapisan Z_E Lapangan Semberah

I.4

Batasan Masalah Penelitian ini mencakup pada suatu lapisan batuan reservoar yang terletak

pada Formasi Mentawir yang merupakan salah satu formasi Cekungan Kutai Kalimantan Timur. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dilakukan untuk mengetahui keberadaan suatu lapisan batuan yang berpotensi sebagai batuan reservoar dan mengandung unsur hidrokarbon yaitu minyak dan gas. Dalam penelitian ini data utama yang dipakai berupa data sumur pemboran yaitu data log sumur, data deskripsi cutting dan data penunjang seperti penampang line seismic. Kegiatan eksplorasi berupa pencarian dan penentuan luas penyebaran lapisan batuan reservoar yaitu lapisan batupasir Z_E dengan data log sumur dan deskripsi cutting. Sedangkan kegiatan eksploitasi adalah mengukur volume batuan reservoar dan menghitung jumlah cadangan hidrokarbon dari lapisan batupasir Z_E.

I.5

Lokasi & Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di perusahaan PT. SEMBERANI PERSADA

OIL (SEMCO) yang berkantor pusat di Jakarta, sedangkan area kohesinya terletak di lapangan Semberah Cekungan Kutai Kalimantan Timur yang berjarak kurang lebih 40 km di sebelah timur laut kota Samarinda dan secara geografis terletak pada 00 16 41,86 - 00 18 41.75 LS dan 1170 17 45.63 - 1170 18 35.51 BT dengan luasan area 13.51 km2 (gambar 1). Daerah telitian termasuk dalam

Kotamadya Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dimulai dari tanggal 2 November 2009 s/d 31 Januari 2010, kemudian dilanjutkan dengan tahap bimbingan, penyusunan laporan dan presentasi akhir penelitian di kampus.

Lapangan Semberah

Gambar 1.1 Letak geografis Lapangan Semberah

I.6

Hasil yang Diharapkan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran keselurahan dari

sifat batuan reservoir yang dianalisa. Mulai dari sifat petrofisiknya seperti porositas dan saturasi air serta mampu menentukan lingkungan pengendapan dari batuan reservoir yang memiliki penyebaran di tiap-tiap sumur pemboran yang akan dihubungkan dan memberikan gambaran bentuk geometri batuan yang

divisualisasikan menjadi peta bawah permukaan (peta top struktur, peta net sand dan peta net pay). Hasil keseluruhan tersebut dihubungkan untuk mendapatkan sifat kuantitas batuan yaitu jumlah kandungan minyak yang terdapat di batuan reservoir Formasi Mentawir. Selebihnya peneliti juga berharap hasil dari penelitian ini diakui dan dapat digunakan dalam pengembangan data yang telah ada dari perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari batuan reservoir Z_E

I.7

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah :

a.

Bagi keilmuan Mengaplikasikan ilmu yang didapat di lingkungan kampus ke dalam bidang industry minyak dan gas bumi Mengetahui keadaan bawah permukaan baik sifat fisik, kimia maupun bentuk geometri batuan dari lapisan batuan yang dicari yaitu lapisan Z_E Mengetahui prosedur kegiatan penelitian mulai dari eksplorasi hingga eksploitasi minyak dan gas bumi.

b.

Bagi institusi Menambah pemasukan data dari data sebelumnya. Dapat dijadikan acuan dalam pengembangan lapangan atau penambahan sumur baru

BAB II METODOLOGI

Kegiatan eksplorasi & eksploitasi di Lapangan Semberah menghasilkan datadata yang mengidentifikasikan keberadaan dari hidrokarbon yang akan dicari. penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kembali data yang telah ada dan yang baru untuk dianalisa ulang kembali. Data log sumur, seismik dan data lainnya dipakai untuk mencari keberadaan lapisan-lapisan reservoir yang mengandung hidrokarbon serta menentukan lingkungan pengendapan dari batuan reservoar tersebut.

II.1

Metode Penelitian Lapangan Semberah memiliki beberapa lapisan yang teridentifikasi

mengandung hidrokarbon. Penelitian ini difokuskan pada lapisan batuan reservoar Z_E yang merupakan salah satu lapisan yang mengandung hidrokarbon. Dari data yang ada berupa data sumur pemboran yaitu data log sumur dan deskripsi cutting. Tujuh sumur menembus zona reservoar Z_E yaitu sumur ZE 15, ZE 6, ZE 20, ZE 8, ZE 16, ZE 5, ZE 17 dan dua sumur pendukung yaitu sumur ZE 19 dan ZE 3 serta lintasan penampang seismik yang akan dikombinasikan untuk menentukan keadaan bawah permukaan secara detail. Penelitian diawali dari interpretasi lithologi dan kandungan fluida dengan data log sumur yang terdiri dari tiga kolom kurva log yaitu log lithologi, log resistivitas dan log porositas. Semua jenis batuan yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang sama dikorelasikan untuk mengetahui penyebaran lapisannya dan divisualisasikan kedalam peta bawah permukaan seperti peta top structure, peta net sand dan peta net pay oil. Dari peta net pay oil kita dapat mengetahui volume dari batuan reservoar yang akan dihitung dengan komponen perhitungan cadangan lainnya maka didapatkan nilai cadangan hidrokarbon lapisan Z_E dalam bentuk barrel yang merupakan tujuan akhir dari penelitian ini.

II.2

Tahapan Penelitian Prosedur penelitian ini dilakukan dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu

tahapan pendahuluan, tahapan pengumpulan data, tahapan analisis, interpretasi dan diakumulasikan menjadi penyajian data dan penyusunan laporan akhir.

II.2.1 Tahap Pendahuluan Sebelum melakukan studi tugas akhir di perusahaan PT Semberani Persada Oil penulis terlebih dahulu melakukan studi pustaka di kampus Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. Hal ini dilakukan agar nantinya dalam melaksanakan Tugas Akhir, penulis mempunyai pengetahuan yang lebih di dalam menganalisis setiap data yang diperoleh. Pada tahap ini juga dilakukan persiapan berupa kelengkapan administrasi, pemilihan tema Tugas Akhir serta melakukan diskusi dengan pembimbing baik di kampus maupun dengan pembimbing dari perusahaan PT Semberani Persada Oil.

II.2.2 Tahap Pengumpulan Data Data-data yang diberikan oleh perusahaan PT Semberani Persada Oil dikumpulkan sebanyak-banyaknya oleh penulis agar mendapatkan hasil secara detail dari kegiatan tugas akhir ini. Data-data yang digunakan pada penelitian ini berupa : 1. Peta dasar (basemap) lapangan semberah yang terletak di Cekungan Kutai Kalimantan Timur dengan luasan area sekitar 13.51 km2. Peta ini menggambarkan posisi sumur-sumur yang ada di lapangan semberah yang berjumlah 9 sumur pada analisis penelitian ini. 2. Data wireline logging yang masih dalam bentuk nilai ascii dan akan diolah menjadi bentuk kurva log yang terdiri dari tiga kolom yaitu log lithologi, log resistivitas dan log porositas. 3. data cutting dari tiap-tiap sumur. Data ini didapat dari data yang sudah ada yaitu dari composite log. 4. lintasan penampang seismik yang melewati sumur-sumur penelitian.

II.2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi data Tahap analisis dan interpretasi data pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan mulai dari analisis batuan hingga perhitungan cadangan. Adapun prosedur penelitian ini meliputi : II.2.3.1 Analisis Data Sumur Terbagi menjadi beberapa analisis, yaitu : Interpretasi Lithologi Untuk penentuan lithologi, setiap lithologi memiliki sifat-sifat berbeda yang tampak pada kurva log. Data log yang dipakai dalam interpretasi lithologi umumnya dipakai dan dikombinasikan antara kolom log lithologi, log resistivitas dan log porositas Analisis Data Cutting Dalam korelasi data kurva log memang bisa dijadikan acuan dalam penentuan lithologi berdasarkan sifat yang sama. Tetapi tidak semua bentuk kurva log yang sama akan mencerminkan batuan yang sama, maka digunakan data cutting sebagai penentu kemenerusan lapisan batuan. Data cutting juga digunakan untuk identifikasi kandungan fluida batuan. Interpretasi Lingkungan Pengendapan Untuk pengenalan lingkungan pengendapan suatu batuan

digunakan data log sumur yaitu kurva log gamma ray (GR). Istilah analisis elektrofasies dari respon gamma ray secara umum terhadap variasi ukuran butir digunakan yang mempunyai bentuk-bentuk dasar berupa cylindrical, Setiap irregular, pola bell, akan funnel, symmetrical dan

asymmetrical.

mencerminkan

lingkungan

pengendapan tertentu berdasarkan bentuk elektrofasiesnya Analisa Data Petrofisik Reservoar Pada perhitungan cadangan memerlukan komponen data petrofisik yaitu porositas () dan saturasi air (SW). Kedua data tersebut

didapatkan dari software GS 4.5 tetapi didasarkan dari pencarian dengan menggunakan chart schlumberger antara log densitas dengan

log neutron untuk mencari porositas dan saturasi air dari perhitungan rumus. II.2.3.2 Korelasi Pada tahap korelasi antar sumur umumnya digunakan data kurva log yaitu log gamma ray (GR). Kenampakan gamma ray yang sama diindikasikan sebagai batuan yang sama tetapi juga didukung dengan data cutting. Tahap korelasi dimulai dari bagian yang paling atas ke bawah sumur hingga sudah tidak menunjukkan kemenerusan lagi, setelah itu dilakukan korelasi dari bawah ke atas sumur. Untuk pendekatan tahap korelasi digunakan penarikan marker

kronostratigrafi berupa flooding surface (fs) dimana penarikan ini ditentukan dari gradasi nilai gamma ray atau juga dengan finning upward dan coarsening upward. Korelasi marker kronostratigrafi dilakukan untuk mengetahui penyebaran lateral dan vertikal dari suatu lithologi berdasarkan kesamaan waktu pada masing-masing sumur, serta tujuan akhir berupa pembuatan penampang stratigrafi.

II.2.3.3 Pemetaan Bawah Permukaan Pembuatan peta bawah permukaan penulis membahas atau meneliti tentang lapisan reservoar Z_E. Peta bawah permukaan ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan kedalaman top lapisan dan keteb alan lapisan reservoar. Data-data tersebut akan diolah lebih lanjut sehingga akan menghasilkan peta bawah permukaan. Peta-peta geologi bawah permukaan tersebut antara lain : Peta Top Struktur Peta ini menggambarkan tentang kedalam top lapisan Z_E dari masing-masing sumur pemboran terhadap sea level. Peta Net Sand Peta ketebalan batupasir bersih (net sand) menggambarkan ketebalan batupasir lapisan Z_E yang telah dikoreksi terhadap kandungan shale pada tubuh batupasir tersebut.

Pet Net Pay Setelah peta top struktur dan peta net sand digambarkan baru dibuatlah peta net pay dengan menggabungkan atau

mengoverlaykan kedua peta tesebut. Batas-batas penyebarannya adalah dengan menentukan daerah batas fluida seperti GOC (gas oil contact) atau WOC (water oil contact), selanjutnya peta ini digunakan sebagai dasar untuk perhitungan cadangan.

II.2.3.4 Perhitungan Cadangan Perhitungan cadangan minyak dan gas di dalam batuan reservoar dihitung dengan cara volumetric. Metode ini memerlukan parameterparameter tertentu meliputi volume reservoar yang mengandung hidrokarbon, porositas batuan dan saturasi air. Peta yang diperlukan dalam perhitungan cadangan antara lain peta top structure, peta net sand, peta net pay. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung volume bulk (Vb) batuan reservoar dari peta net pay yaitu metode pyramidal, metode trapezoidal dan metode grafis. Perhitungan volume hidrokarbon dilakukan dengan menggunakan planimeter. Pada metode planimeter ini luas masing-masing daerah dibatasi oleh kontur peta. Setelah Vb diperoleh selanjutnya menghitung original oil in place.

II.2.3.5 Tahap Evaluasi Merupakan tahapan akhir dari penelitian yang merupakan bentuk penyajian dari setiap tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dengan menyusun laporan yang sistematis.

II.2.3.6 Tahap Penyusunan Laporan Merupakan penyajian semua data yang telah dianalisis yang dirangkum dalam bentuk laporan akhir. laporan ini akan

dipresentasikan pada sidang kolokium dan juga sidang pendadaran.

10

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Analisis Data

Data Cutting

Data Log

Data Core

Composite Log

Interpretasi Lithologi Interpretasi Kandungan Fluida Penentuan Lingkungan Pengendapan

1. 2. 3. 4. 5.

ZE ZE ZE ZE ZE

19 15 6 20 8

6. 7. 8. 9.

ZE ZE ZE ZE

16 5 17 3

Side wall Core

Interpretasi Lithologi Interpretasi Kandungan Fluida

Kedalaman Reservoar Tebal Reservoar

Jenis Lithologi Jenis Fluida Nilai Porositas () dan Saturasi Air (SW) Lingkungan Pengendapan dan Fasies

Jenis Lithologi : Batupasir, batulempung, batubara, batugamping Jenis Fluida : Minyak, air Lingkungan Pengendapan/ Fasies : Delta plain, delta front, prodelta/ distributary mouthbar, distributary channel, floodplain, marsh

Korelasi Stratigrafi Korelasi Struktur

Peta Top Strukture Peta Net Sand Peta Net Pay

Perhitungan Cadangan

Laporan Akhir

Gambar 2.1. Bagan Alir Penelitian

11

BAB III KAJIAN PUSTAKA

III.1

Geologi Regional Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan cekungan terluas (165.000 km2) dan terdalam

(12.000 14.000 meter) di Indonesia yang terletak di pantai timur Kalimantan dan daerah paparan sebelahnya. Cekungan Kutai merupakan cekungan hidrokarbon yang berumur Tersier dimana minyak dan gas bumi terperangkap pada batupasir berumur Miosen dan Pleistosen. Cekungan ini terbentuk dan berkembang akibat proses-proses pemisahan diri akibat regangan di dalam lempeng Mikro Sunda yang menyertai interaksi antara lempeng Sunda dengan lempeng Pasifik di sebelah Timur, lempeng Hindia Australia di selatan, dan lempeng Laut Cina Selatan di utara.

III.2

Kerangka Tektonik Cekungan Kutai Cekungan Kutai meliputi suatu area seluas 60.000 km2, terletak di pantai timur

Kalimantan, terdiri dari sediment Tersier yang berkembang setebal 14 km. cekungan ini dibatasi oleh Semenanjung Mangkalihat di sebelah utara, suatu tinggian yang memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan Tarakan, paparan Paternoster dan Tinggian Meratus di sebelah selatan, Tinggian Kuching di sebelah barat, dan paparan benua Selat Makassar di sebelah timur (Gambar 3.1). Lapangan Semberah berlokasi di Cekungan Kutai Bawah pada tepi bagian barat area cekungan yang terbukti menghasilkan minyak (Pertamina BPPKA, Petroleum Geology of Indonesian Basins, Vol. XI, Kutai Basin, hal. 5). Proses tektonik yang berkaitan dengan sejarah pembentukan Cekungan Kutai adalah rifting Selat Makassar sepanjang Eosen Tengah sampai Oligosen Awal (Asikin, 1995). Pada periode ini gaya berarah SE, yang merupakan manifestasi proses tumbukan

12

India dengan lempeng benua Asia, memacu rifting Selat Makassar sepanjang rangkaian strike-slip fault parallel yang merupakan reaktifasi struktur sebelumnya yaitu Adang Fault, Mangkalihat Fault, dan lain-lain. Proses ini merupakan inisiasi pembentukan Cekungan Kutai sebagai rift basin. Trend cekungan mengikuti arah rezim rekahan teraktifasi yang merupakan faktor pendorong bagi terbentuknya Cekungan Melawi, Cekungan Ketungau, dan Cekungan Kutai. Katili (1984) berpendapat bahwa Cekungan Kutai adalah sebuah aulakogen, yaitu cekungan yang terbentuk akibat system rekahan segitiga (Triple junction rifting), yang berkaitan dengan rifting Selat Makassar pada awal Tersier. Pendapat ini didukung pula oleh Van De Weerd dan Armin (1992) yang menjelaskan bahwa Cekungan Kutai terbentuk pada Kala Eosen Tengah sebagai cekungan ekstensional.

L o k a s i P e n e litia n

Gambar 3.1 Lokasi Cekungan Kutai Pada Tatanan Tektonik Pulau Kalimantan (SEMCO, 2004)

13

Awal pengendapan yang terjadi di Cekungan Kutai adalah sepanjang rentang Eosen Akhir Oligosen, dimana pada kala itu proses transgresi mencapai maksimum, terutama di Cekungan Kutai Bawah (Lower Kutai Basin). Sepanjang rentang Miosen Awal, cekungan mulai terisi oleh sediment Delta Mahakam. Proses ini mengalami

peningkatan dan sangat intensif pada Kala Miosen Tengah dimana terjadi pembalikan tektonik pertama (first major tectonic inversion) berupa pengangkatan Kompleks Orogenik Kuching dan dimulainya proses regresi (Van de Weerd dan Armin, 1992). Proses pembalikan tektonik ini menyebabkan aliran Sungai Mahakam purba tertutup dan beralih menjadi aliran yang berlaku hingga saat ini (Resen), dan diikuti oleh intensifikasi progradasi Delta Mahakam. Pembalikan tektonik kedua terjadi pada masa Mio Pliosen, yaitu pada saat terjadi tumbukan (collision) antara Banggai Sulawesi. Proses ini membentuk pola struktur geologi dengan dominasi arah NNE SSW yang merupakan arah struktur umum Cekungan Kutai yang tersingkap saat ini (Van de Weerd dan Armin, 1992) yaitu berupa rangkaian antiklin dengan dan jalur thrust fault di bagian selatan barat. Rangkaian antiklin ini dikenal sebagai Antiklinorium Samarinda (gambar 3.2).

L okas i Pe nelitian

Gambar 3.2 Perkembangan Arah Struktur NNE-SSW dan NW-SE Pada Mio-Pliosen di Cekungan Kutai (SEMCO, 2004)

14

III.3

Stratigrafi Regional Cekungan Kutai Stratigrafi Cekungan Kutai yang telah dikaitkan dengan kerangka tektonik

cekungan, diilustrasikan oleh Kolom Stratigrafi & Kerangka Tektonik Cekungan Kutai, Kalimantan timur (Satyana. Et.al.,1999). (Gambar 3.3). Berikut merupakan urutan stratigrafi dari batuan yang tua ke muda : 1. Basement Cekungan Dalam Petroleum of Indonesian Basins, Vol. XI, tentang Cekungan Kutai yang disusun oleh Pertamina BPPKA (1997), basement Cekungan Kutai terdiri atas 3 jenis batuan yang merepresentasikan proses masing-masing, yaitu : 1. asosiasi batuan sediment yang telah terubah dan memperlihatkan variasi derajat metamorfisme. 2. basemen batuan beku yang tersingkap di area bagian hulu sungai Mahakam, merupakan hasil dari proses vulkanik yang terjadi pada sepanjang kala Eosen Awal - Eosen Tengah. 3. Basemen vulkanik Pra Tersier ditembus oleh Sumur Gendring (bagian Tenggara Kutai). Berdasarkan penanggalan, batuan ini terbentuk pada kala Kapur Awal. 2. Lapisan Boh Endapan Tersier Tertua adalah Lapisan Boh (Boh Beds), tersusun atas serpih, batulanau, dan batupasir halus. Lapisan ini berumur Awal Eosen Tengah, ditunjukkan oleh keberadaan foraminifera Globorotalia bullbrooki. Tersingkap di area hulu Sungai Mahakam, Sungai Boh, secara lokal di Tanjung Mangkalihat, dan di bagian utara cekungan yaitu daerah Bungalun, Tabalar, dan Sungai Karang (Van Bemmelen, 1949, p.131). 3. Lapisan Keham Halo Pada saat peralihan Eosen Tengah Eosen Akhir terdapat suatu fase regresi yang sangat kuat, diperlihatkan oleh adanya clastic wegde yang dilanjutkan dengan endapan marine berumur Eosen Akhir Oligosen Awal. Unit klastik tersebut dinamakan Lapisan Keham Halo, tersusun dari batupasir dan konglomerat yang

15

berkembang sangat tebal di bagian barat Cekungan Kutai, yaitu mencapai ketebalan 1400 2000 m. 4. Lapisan Atan Unit marine yang berada di atas Lapisan Keham Halo yang terdiri dari serpih dan mudstone dikenal sebagai Lapisan Atan yang berumur Eosen Akhir Oligosen Awal, berkembang mencapai ketebalan 200 400 m. unit marine ini sangat kaya akan foraminifera, dan menunjukkan suatu kisaran umur menerus antara P15 P21 (N2). 5. Formasi Marah Formasi Marah diendapkan pada Kala Oligosen Akhir (N2/ N3), diendapkan secara tidak selaras di atas Lapisan Atan. Ketidakselarasan ini disebabkan oleh suatu fase tektonik yang secara kuat menyebabkan terbentuknya struktur geologi di daerah tersebut dan mengubah sumber sediment dari selatan menjadi dari arah barat. Proses ini merefleksikan pola pengendapan di Cekungan Kutai hingga saat ini. Formasi Marah tersusun oleh batupasir, konglomerat, dan sedikit endapan vulkanik klastik, dengan sisipan serpih dan batu bara yang signifikan. Bahan klastik ini berasal dari arah barat. Penyebarannya ke arah timur tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan mencapai hilir Sungai Mahakam resen. Formasi Marah berkembang mencapai ketebalan 120 m. 6. Formasi Pamaluan Formasi Pamaluan yang merupakan suatu unit serpih batulanau marine diendapkan secara selaras di atas Formasi Marah pada Kala Oligosen Akhir, yang merupakan satu paket pengendapan transgresif. Ketebalan formasi ini mencapai 1000 m. Analisa foraminifera mengindikasikan bahwa formasi ini berada pada kisaran zona N3 N5 (BPPKA Pertamina, 1997). 7. Kelompok Bebulu Di atas Formasi Pamaluan diendapkan batugamping dari Formasi Maruat. Lapisan batugamping ini membentuk platform melebihi sebagian Cekungan Kutai dengan ketebalan mencapai 100 200 m. umur formasi adalah Miosen Awal, atau

16

berada pada kisaran N6 N9. Formasi Maruat pada kisaran N8 N9 diendapkan bersamaan dengan Formasi Pulau Balang secara selaras dengan perubahan fasies secara lateral. Formasi Pulau Balang tersusun atas batulempung dan serpih dengan perselingan ataupun sisipan batugamping dan batupasir. Unit ini berkembang mencapai ketebalan 1500 m. kedua formasi ini merupakan anggota Kelompok Bebulu. 8. Kelompok Balikpapan Kala Miosen Tengah dimulai dengan pengendapan secara tidak selaras di atas batugamping Formasi Maruat yaitu Formasi Mentawir bersamaan dengan Formasi Gelingseh secara selaras dengan perubahan fasies secara lateral, Kelompok Balikpapan (Marks et.al., 1982). Formasi Mentawir tersusun atas batupasir massif dengan ukuran butir halus sedang, mengalami perselingan dengan batulempung, batulanau, serpih, dan batubara. Unit ini berkembang setebal 540 m di Balikpapan namun menyerpih ke arah offshore. Formasi Gelingseh terdiri dari batulempung, batulanau dan batupasir. Formasi ini diendapkan sepanjang Miosen Tengah atau berada pada kisaran N9 N14. di atas Formasi Mentawir dan Formasi Gelingseh diendapkan secara selaras Formasi Klandasan, Kelompok Balikpapan. Keseluruhan formasi di atas merupakan Kelompok Balikpapan, terendapakan dalam rentan umur sepanjang Miosen Tengah Miosen Akhir. Kisaran waktu ini ditutup oleh suatu proses regresi besar, hal ini diindikasikan oleh kehadiran unit klastik yang lebih muda, dikenal sebagai Formasi Kampung Baru. 9. Formasi Kampung Baru Rentang Kala Pliosen Kuarter diawali dengan pengendapan Formasi Kampung Baru, diendapkan di sepanjang rentang Pliosen dengan kontak secara tidak selaras dengan Kelompok Balikpapan. Formasi ini tersusun oleh batupasir, batulanau, serpih, dan kaya akan batubara. Unit klastik yang lebih kasar berkembang di bagian bawah dari formasi dengan kisaran ketebalan 30 120 m. Ke arah timur, batupasir berubah fasies menjadi unit serpih. Unit klastik halus pada bagian teratas dari formasi ini memberikan bukti yang baik akan adanya fase transgresi pada Pliosen

17

Akhir, diperlihatkan dengan berkembangnya fasies karbonat.keseluruhan formasi ini diendapkan di sepanjang rentang Kala Pliosen. 10. Kelompok Mahakam Rentang Kala Pleistosen Resen ditandai dengan pengendapan fasies deltaic yang dikenal dengan Formasi Handil Dua. Formasi ini diendapkan bersamaan dengan unit fasies laut yang berkembang kea rah lepas pantai yang dikenal dengan Formasi Attaka. Bagian atas dari kedua formasi ini mencerminkan proses pengendapan system Delta Mahakam saat ini.

18

Res Z_E

Gambar 3.3 Statigrafi Cekungan Kutai (Satyana. Et.al., 1999)

19

III.4

Delta Mahakam Delta Mahakam yang terbentuk pada muara Sungai Mahakam bagian Timur

Kalimantan memisahkan Pulau Kalimantan dengan Pulau Sulawesi. Delta Mahakam ini merupakan daerah yang memiliki kandungan hidrokarbon yang sangat besar mencapai lebih dari 5 milliar barrel (Moss et al., 1997) yang merupakan akumulasi batupasir dari fasies deltaic bar dan channel. Delta Mahakam modern merupakan delta aktif yang terbentuk pada kondisi tropik yang dipengaruhi oleh pasang surut yang sangat besar dan pengaruh fluvial (Allen & Thouvenin, 1976) dan adanya progradasi sejak akhir transgresi Holosen sekitar 5000 6000 tahun yang lalu. Secara umum Delta Mahakam terbentuk akibat pengaruh energi arus rendah (low wave energy) serta campuran antara endapan sungai (fluvial) dan arus pasang surut (tidal dan fluvial dominated).

III.5

Stratigrafi Delta Mahakam Stratigrafi Delta Mahakam sangat dipengaruhi oleh keberadaan Tinggian

Kuching di sebelah barat, dimana sedimen yang diendapkan di Delta Mahakam berasal dari padanya. Sedimen tersebut umumnya terdiri dari sedimen berbutir halus, membundar baik dengan pemilahan yang baik. Kandungan kuarsa dalam sedimen tersebut mengandung kuarsa dalam batupasir pada progradasi awal dari batuan granitik Sunda Shield (Allen & Chamber, 1998). Pola sedimentasi Delta Mahakam yang diawali fase regresi yang membentuk sedimen-sedimen tebal yang terakumulasi di bagian timur cekungan dengan adanya hubungan stratigrafi antara sedimen tersebut dengan fasies sedimentasi yang berbeda, tetapi secara umum sedimen tersebut menunjukkan adanya siklus regresi dan transgrasi. Pola delta plain dan delta front yang terdapat di Delta Mahakam secara umum mengandung akumulasi hidrokarbon.

20

III.6

Petroleum Sistem Lower Kutai Basin

III.6.1 Batuan Induk Menurut Stevano eet.al (2001) daerah Mahakam memiliki tiga jenis batuan yang dapat menjadi batuan induk antara lain : batubara, lempung organik dan marine mudstone. Batubara dan lempung organik dapat berasosiasi dengan lingkungan pengendapan dari fluvial deltai-plain sampai delta-front, sedangkan marine mudstone berasosiasi dengan dengan lingkungan dari distal deltafront sampai abyssal plane. Persentase batubara yang hadir pada Delta Mahakam lebih besar dari pada lempung organik dan marine mudstone, hal ini sesuai dengan jumlah akomodasi

sedimen gambut yang besar dan Delta Mahakam secara geografis berada pada daerah equatorial. Lempung organik yang diendapkan pada lingkungan delta-plain hingga deltafront memiliki material organik yang berasal dari transportasi sisa-sisa tumbuhan yang berupa debris.

Gambar 3.4 Batuan Induk Distributaris Fasies & Delta Mahakam (SEMCO, 2004)

21

Batuan induk pada daerah telitian terdapat pada Kelompok Bebulu Formasi Meruat dengan satuan batuan berupa batugamping dan Formasi Pulau Balang tersusun atas batulempung dan serpih dengan perselingan ataupun sisipan batugamping dan batupasir yang terbentuk pada Miosen Awal pada lingkungan delta-plain. Menurut Peterson and al., 1997, pada Lower Kutai Basin terdapat dua tipe batubara yang teridentifikasi yaitu tipe lipnitic (lebih cenderung minyak) dan tipe vitrinic (lebih cenderung gas) . nilai persentase batubara yang relatif tinggi yang terdapat pada lower kutai basin salah satunya dipengaruhi oleh jumlah akomodasi sedimen yang cukup besar dan letak geografis dari delta mahakam yang berada disekitar garis khatulistiwa. Batubara ini memiliki nilai Total Organic Carbon (TOC) sekitar 65 % , nilai Genetic Potential (GP) sebesar 175 mg/g dan Hydrogen Indices (HI) lebih besar dari 250. dilihat dari data di atas, jenis hidrokarbon yang terbentuk pada Lower Kutai Basin mayoritas adalah minyak.

III.6.2 Migrasi Hidrokarbon Pada Cekungan Kutai migrasi hidrokarbon yang dominan adalah secara lateral, tanpa kontrol yang kuat dari pengangkutan regional. Batuan induk yang berada di lingkungan Delta disalurkan secara efisien dari chanel-chanel batupasir yang menerus dan beberapa mouth bar. Ketidakmenerusan antara delta-front bar dan distributary

channel juga terjadi pada migrasi hidrokarbon dengan jarak yang relatif luas. Sedangkan pada batupasir yang terisolasi, hidrokarbon akan terperangkap secara stratigrafi. Stevano Mora dkk (2001) menulis tentang migrasi hidrokarbon di daerah Semberah Cekungan Kutai. Kesimpulannya adalah bahwa zona generasi minyak (Ro = 0.6), minyak telah tercapai di bawah kedalaman 700 m. Minyak di sekitar struktur yang ada pada daerah telitian berasal dari batuan sumber yang ada di sekitar reservoir dan tepatnya pada bagian sayap-sayap antiklin yang bermigrasi ke puncak.

22

III.6.3 Reservoar Akumulasi minyak dan gas bumi yang terdapat di daerah Mahakam umumnya ditemukan pada reservoar yang berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, reservoar karbonat tidak terlalu banyak yang mengandung cadangan hidrokarbon

bernilai ekonomis dan secara signifikan akumulasi hidrokarbon juga dapat ditemukan pada endapan turbidit. Pada lapangan minyak yang berada di darat (onshore) reservoar pada umumnya terdiri dari sedimen-sedimen fluvial dan Distributary Channel, dimana jarak distribusi antara tubuh batupasir dan jumlah akomodasi sedimen sangat mengontrol konektivitas dari reservoar-reservoar tersebut. Reservoar pada daerah telitian terdapat pada Formasi Mentawir Kelompok Balikpapan. Reservoar pada bagian dalam lepas pantai (inner offsshore) terdiri dari sedimensedimen lower delta-plain dan sedimen-sedimen delta-front. Sedimen-sedimen distributary channel juga hadir dengan dimensi yang sama dengan reservoar darat, tetapi lebih jarang muncul. Reservoar pada delta-front terdiri dari sedimen-sedimen mouth bar. Reservoar pada daerah lepas pantai hingga laut dalam biasanya terdiri dari endapan-endapan turbidit batupasir lempungan.

III.6.4 Perangkap dan Lapisan Penutup Lapangan-lapangan minyak dan gas yang berada di Delta Mahakam memiliki perangkap struktur dan stratigrafi. Reservoar-reservoar yang berupa endapan fluvial, distributary channel dan mouth bar biasanya terdapat di bagian sayap dari antiklin, dan dapat juga muncul sebagai perangkap campuran antara struktur dan stratigrafi. Komponen-komponen stratigrafi muncul di bagian utara dan selatan Sungai Mahakam modern, dimana paleo-channelnya miring terhadap sumbu struktur. Lapisan penutup yang berada di Delta Mahakam umumnya berupa batulempung (Shale), sedangkan di bagian laut dalam umunya didominasi oleh sejumlah besar mudstone.

23

III.7

Geologi Daerah Telitian

III.7.1 Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah telitian adalah sesar turun dan perlipatan antiklin menunjam. Sesar turun yang berarah relatif utara timur laut-selatan barat daya. Berdasarkan pemetaan bawah permukaan disimpulkan bahwa antiklin menunjam ke arah NNE, dengan sudut penujaman rata-rata 130, pola kontur top struktur memperlihatkan bahwa sayap antiklin asimetris. Rangkaian sesar-sesar normal dan naik yang berkembang di daerah penelitian umumnya berarah NW SE. Sesar-sesar ini memotong keseluruhan urutan Formasi Mentawir Bagian Tengah (Bacthiar, et.al., 1999), Diagram Roset arah-arah utama komponen sesar yang berkembang di daerah telitian (Gambar 3.5) memperlihatkan arah sesar naik adalah N250E (arah NNE SSE), arah ini kurang lebih sejajar dengan arah sumbu dan penunjaman Antiklin di daerah penelitian. Arah dominan rangkaian sesarsesar normal dan naik berada pada kisaran N2850E N3250E (arah NW SE). Model tatanan struktur di lapangan Semberah dapat digambarkan secara skematik oleh sebuah sketsa (Gambar3.6).

Gambar 3.5 Diagram Roset Arah Arah Sesar Utama (Bacthiar et. Al., 1999)

24

Gambar 3.6 Skema Model Tatanan Struktur geologi (Bacthiar et. Al., 1999)

III.7.2 Stratigrafi Daerah telitian termasuk ke dalam Formasi Mentawir yang memiliki variasi lithologi antara lain batupasir, batulempung serta adanya beberapa lapisan batubara (gambar 3.7). Formasi Mentawir masuk dalam satuan lingkungan pengendapan delta yang didominasi oleh proses fluvial atau juga delta dengan pola prograding yaitu delta yang mempunyai suplai sedimen yang banyak dan penurunan cekungan yang lambat. Menurut data yang ada terdapat lapisan batupasir dengan selang-seling batulempung dan juga beberapa lapisan batubara. Variasi lithologi ini dapat memberikan gambaran terjadinya perubahan permukaan air laut dan juga supply sedimen dengan jumlah dan waktu tertentu. Dari keadaan pada lokasi penelitian dapat dikatakan formasi mentawir terbentuk pada lingkungan pengendapan delta yaitu delta plain dan delta front.

25

26

BAB IV DASAR TEORI

IV.1

Lingkungan Pengendapan Delta

IV.1.1 Pengertian Delta Pengertian delta adalah sebuah lingkungan transisional yang dicirikan oleh adanya material sedimen yang tertransport lewat aliran sungai (channel), kemudian terendapkan pada kondisi di bawah air (subaqueous), pada tubuh air tenang yang diisi oleh aliran sungai tersebut, sebagian lagi berada di darat/subaerial (Friedman & Sanders, 1978, vide Serra, 1985). Delta terbentuk di hampir semua benua di dunia (kecuali di Antarika dan Greenland, yang daerahnya tertutup salju), dimana terdapat pola penyaluran sungai dengan dimensi yang luas dan jumlah material sedimen yang besar (Boggs, 1987). Pada umumnya, delta akan terbentuk apabila material sedimen dari daratan yang terangkut lewat sungai dalam jumlah yang besar masuk ke dalam suatu tubuh air yang tenang (standing body water). Sebagian material yang terendapkan di muara sungai tersebut terendapkan pada kondisi subaerial (Barrel, 1912 vide Walker 1984). Proses pengendapan pada delta menghasilkan pola progradasi yang menyebabkan majunya garis pantai. Litologi yang dihasilkan umumnya mempunyai struktur gradasi normal pada fasies yang berasosiasi dengan lingkungan laut (marine facies). Dalam pembentukan delta, material sedimen yang dibawa oleh sungai merupakan faktor pengontrol utama.

IV.1.2 Faktor Pengontrol Delta Pembentukan delta dikontrol oleh interaksi yang rumit antara berbagai faktor yang berasal/bersifat fluviatil, proses di laut dan kondisi lingkungan pengendapan. Faktor-faktor tersebut meliputi iklim, pelepasan air, muatan sedimen, proses yang terjadi di mulut sungai, gelombang (wave), pasang surut (tide), arus, angin, luas shelf, dan lereng (slope), tektonik, dan geometri cekungan penerima (receiving basin)

27

akan mengontrol distribusi, orientasi, dan geometri internal endapan delta (Wright et al., 1974, vide Walker, 1984). Hanya beberapa proses saja yang tergolong sangat penting dalam mengontrol geometri, proses internal yang bersifat progradasi pada delta (progradational framework) serta kecenderungan arah penyebaran (trend) delta, yaitu : pasokan sedimen, tingkat energi gelombang, dan tingkat energi pasang surut (Galloway, 1975; Galloway & Hobday, 1983 vide Boggs, 1987). Ketiga faktor inilah yang nantinya akan sangat berperan dalam penggolongan delta ke dalam tiga tipe dasar delta yang sangat fundamental yaitu (1) fluvial-dominated, (2) tide-dominated, dan (3) wave-dominated (Boggs, 1987). Adanya dominasi diantara salah satu faktor pengontrol tersebut akan mempengaruhi geometri delta yang terbentuk. Menurut Curray (1969) delta memiliki beberapa bentuk yang umum, yaitu : 1. Birdfoot 2. Lobate 3. Cuspate 4. Arcuate 5. Estuarine : Bentuk delta yang menyerupai kaki burung : Bentuk delta seperti cuping : Bentuk delta yang menyerupai huruf (v) : Bentuk delta yang membundar : Bentuk delta tidak dapat berkembang dengan sempurna

IV.1.3 Klasifikasi Delta Klasifikasi merupakan suatu usaha pengelompokkan berdasarkan kesamaan sifat, fisik yang dapat teramati (Tabel 4.1). Dalam hal klasifikasi delta, ada beberapa klasifikasi yang sering digunakan. Klasifikasi delta yang sering digunakan adalah klasifikasi menurut Galloway, 1975 (Gambar 4.2) dan klasifikasi menurut Fisher, 1969 (Gambar 4.1). Dalam klasifikasi Galloway (1975) ditampilkan beberapa contoh delta di dunia yang mewakili tipikal proses yang relatif dominan bekerja membentuk setiap tipikal delta, sebagai contoh fluvial dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk elongate contohnya adalah Delta Missisipi, kemudian tide dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk estuarine contohnya Delta GanggaBrahmaputra, selanjutnya wave dominated delta akan menghasilkan delta yang berbentuk cuspate contohnya Delta San Fransisco. Namun, pada dasarnya setiap delta yang terdapat di dunia tidaklah murni dihasilkan oleh dominasi salah satu 28

faktor pengontrol di atas, namun lebih merupakan hasil interaksi antara dua atau bahkan tiga faktor pengontrol, sebagai contoh Delta Mahakam dan Delta Ebro yang berbentuk lobate yang dihasilkan utamanya dari proses fluvial dan tidal dengan sedikit pengaruh gelombang (wave) (Gambar 4.2). Selain klasifikasi menurut Galloway, juga terdapat klasifikasi menurut Fisher (1969). Dalam klasifikasi ini, Fisher menyimpulkan bahwa proses pembentukan delta dipengaruhi oleh dua faktor pengontrol utama yaitu proses fluvial dan pasokan sedimen, serta proses asal laut (marine processes). Berdasarkan dominasi salah satu faktor tersebut, Fisher dalam klasifikasinya membagi delta menjadi dua kelompok yaitu delta yang bersifat high constructive, apabila proses fluvial dan pasokan sedimen yang dominan mengontrol pembentukan delta dan delta yang bersifat high desctructive apabila proses asal laut yang lebih dominan. Pada gambar 4.1 dapat dilihat beberapa geometri delta berdasarkan proses dominan yang mengontrolnya menurut Fisher et al., (1969).

Gambar 4.1 Klasifikasi Delta menurut Fisher et Al., 1969 Vide Elliot (1982).

29

Gambar 4.2 Klasifikasi Delta menurut Galloway (1975) Vide Serra (1985). Tabel 4.1 Karakteristik sikuen pengendapan delta (Galloway, 1975, vide Serra, 1985).
River Dominated Geometry Channel Type Elongate to Lobate Straight to Sinuous Distributaries Muddy to Mixed Distributary Mouth Bar and Framework Facies Channel Fill Sands, Delta Margin Sand Sheet Framework Orientation Parallels Depositional Slope Wave Dominated Arcuate Meandering Distributaries Tide Dominated Estuarine to Irregular Flaring Straight to Sinuous Distributaries Variable

Bulk Composition

Sandy

Coastal Barrier and Beach Ridge Sands

Estuary Filland Tidal Sand Ridges

Parallels Depositional Slope

Parallels Depositional Slope

IV.1.4 Sublingkungan Pengendapan Delta Secara umum, delta dapat dibagi menjadi beberapa sublingkungan antara lain delta plain yang terdiri dari upper delta plain dan lower delta plain dan subaqueos delta plain yang terdiri dari delta front dan prodelta (Serra, 1985) (Gambar 4.5).

30

IV.1.4.1 Delta Plain Merupakan bagian delta yang berada pada bagian lowland yang tersusun atas active channel dan abandoned channel .yang dipisahkan oleh lingkungan perairan dangkal dan merupakan permukaan yang muncul atau hampir muncul. Delta Plain dicirikan oleh suatu distributaries dan interdistributaries area. Proses sedimentasi utama di delta plain adalah arus sungai, walaupun arus tidal juga muncul. Pada daerah dengan iklim lembab, Delta plain mungkin mengandung

komponen organik penting (gambut yang kemudian menjadi batubara). Gambut merupakan kemenerusan dari paleosol ke arah downdip (terletak pada bidang kronostratigrafi yang sama) yang mewakili suatu periode panjang terbatasnya influks sedimen klastik. Delta plain dapat dibagi menjadi (Gambar 4.3): 1. Upper delta plain Merupakan bagian delta yang berada di atas area pengaruh pasang surut (tidal) dan laut yang signifikan (pengaruh laut sangat kecil). Pada lingkungan upper delta plain dapat dijumpai beberapa macam endapan antara lain : a. Endapan distibutary channel. Endapan ini tersusun atas yaitu endapan braided dan endapan point bar dengan struktur sedimen umunya berupa cross bedding, ripple cross stratification, scour dan fill, dan lensa-lensa lempung. Distributary channels membentuk percabangan landas laut yang saling berhubungan memotong delta plain dan membawa sedimen fluvial ke pantai. Kedalaman distributay channels dapat mencapai 10 20 meter dan mengerosi lapisan bawahnya yang merupakan endapan laut atau lacustrine delta front. Distributary channels mengakumulasi endapan pasir dan membentuk reservoar yang baik. Geometri endapan distributary channels sangat bervariasi dan tergantung pada tipe sistem fluvial dan pembebanan alami sedimen sungai.

31

b. Endapan Lacustrine delta Fill dan endapan interdistributary flood plain Endapan ini umumnya berupa endapan gambut air tawar (freshwater peat). Interdistributary area umumnya berubah dari kondisi freshwater, brackish, dan kemudian menjadi lingkungan saline ke arah downdip (seperti transisi dari rawa (swamp) ke Marsh). Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan proses akumulasi sedimen lambat. Struktur sedimen yang dapat dijumpai adalah laminasi paralel dan struktur burrowing. Interdistributary terdiri dari sedimen berukuran

halus, seperti silts, mud dan carbonaceous clay.

2. Lower Delta Plain Sublingkungan ini terletak pada interaksi antara sungai dan laut yang terbentang mulai dari batas surutnya muka air laut yang paling rendah hingga batas maksimal air laut pada saat pasang. Endapan pada lower delta plain terdiri atas (Serra, 1985) : a. Endapan pengisi teluk (bay fill deposit) Endapan ini meliputi endapan sedimen interdistributary bay, tanggul alam (leeve), rawa (swamp), dan crevasse splay. b. Endapan pengisi distributary yang ditinggalkan (abandoned

Distributary Deposits) Pada bagian bawah endapan ini umumnya akan tersusun oleh material berukuran pasir dengan sortasi yang buruk dan lanau yang banyak mengandung bahan organik hasil rombakan. Sementara itu, pada bagian atasnya akan terendapakan material yang berukuran lebih halus.

32

Gambar 4.3 Bagian-bagian sand deposit pada sistem Delta (Coleman & Prior, 1982)
.

IV.1.4.2 Delta Front Delta front merupakan sublingkungan dengan energi tinggi, dimana sedimen secara konstan dirombak oleh arus pasang surut (tidal), arus laut sepanjang pantai (marine longshore current) dan aksi gelombang (kedalaman 10 meter atau kurang). Endapan pada delta front meliputi sheet sand delta front, distributary mouth bar, endapan river-mouth tidal, near shore, longshore, dan endapan stream mouth bar. Delta front terdiri dari zona pantai dangkal yang berbatasan dengan delta plain (Gambar 4.4). Delta front ditunjukkan oleh suatu sikuen yang coarsening upward berskala besar yang merekam perubahan fasies vertikal ke arah atas dari sedimen offshore berukuran halus atau fasies prodelta ke fasies shoreline yang biasanya didominasi batupasir. Sikuen ini dihasilkan oleh progradasi delta front dan mungkin terpotong oleh sikuen fluvial distibutary channel atau tidal distributary channel progradasi berlanjut (Serra, 1985). saat

33

Gambar 4.4 Lingkungan pengendapan dari Delta front (Total, 2004)

IV.1.4.3 Prodelta Prodelta merupakan lingkungan transisi antara delta front dan endapan marine shelf. Merupakan bagian dari delta di bawah kedalaman efektif erosi gelombang, terletak di luar delta front dan menurun ke lantai cekungan sehingga tidak ada pengaruh gelombang dan pasang surut dimana terjadi akumulasi mud, umumnya dengan sedikit bioturbasi . Sedimen yang ditemukan pada bagian delta ini tersusun oleh material sedimen berukuran paling halus yang terendapkan dari suspensi. Struktur sedimen masif, laminasi, dan burrowing structure. Seringkali dijumpai cangkang organisme bentonik yang tersebar luas, mengindikasikan tidak adanya pengaruh fluvial (Davis, 1983). Endapan prodelta terdiri dari marine dan lacustrine mud yang terakumulasi dilandas laut (seaward). Endapan ini berada di bawah efek gelombang, pasang surut dan arus sungai.

34

Gambar 4.5 Morfologi Delta Mahakam secara keseluruhan (Modifikasi Allen & Chamber, 1998) IV.1.5 Komponen Delta Komponen-komponen yang terbentuk di lingkungan pengendapan delta dapat dibagi seperti berikut ini (Gambar 4.6) : 1. Channel Merupakan saluran utama sungai dimana material sedimen diangkut dan diendapkan, umumnya endapan channel berukuran cukup tebal di bagian tengah tubuhnya dan menipis ke arah tepinya. Channel dapat dibagi menjadi tidal channel, distributary channel dan interdistributary channel tergantung pada letak keberadaanya. 2. Bar Bar merupakan endapan pada bagian sungai dengan energi pengangkutan material sedimen makin berkurang dan akhirnya habis sehingga endapannya membentuk perhentian dari alur sungai. Bar bisa berada pada titik-titik yang cukup tajam (point bar) maupun di muara sungai (mouth bar) dan di bagian yang

35

mengalami pasang surut (Tidal bar). Umumnya endapan bar dicirikan oleh penyebarannya yang cukup luas dan ketebalannya kecil atau tipis. 3. Crevasse Splay Crevasse Splay merupakan limpahan sepanjang channel, terjadi pada saat

ketinggian permukaan air sungai yang membawa material sedimen melebihi tinggi tanggul sungai. Ciri endapan ini umumnya dengan ukuran butir pasir sedang pasir halus, derajat keseragaman butirnya buruk, endapan tidak tebal dan penyebarannya melebar.

Gambar 4.6 Komponen komponen Delta (G.P. Allen., 1989). IV.2 Log Dalam pekerjaan eksplorasi minyak dan gas bumi, log mekanik merupakan salah satu data penting. Data log merupakan salah satu kriteria utama sabagai dasar dalam proses pengambilan keputusan geologi pada eksplorasi migas. Dalam pekerjaan eksplorasi, log digunakan untuk melakukan korelasi zonazona prospektif, sumber data untuk pembuatan peta kontur struktur isopach, menentukan karakteristik fisik batuan seperti lithologi, porositas, geometri pori dan permeabilitas. Data logging juga digunakan untuk mengidentifikasi zona-zona produktif, menentukan kandungan fluida dalam reservoar (apakah gas, minyak atau air), serta memperkirakan cadangan hidrokarbon. Log merupakan suatu gambaran tentang kedalaman (kadang-kadang terhadap waktu) dari suatu perangkat kurva yang mewakili parameter-parameter yang diukur

36

secara menerus di dalam suatu sumur (Schlumbergeer, 1986). Adapun parameter yang biasa diukur adalah sifat kelistrikannya (Spontaneous Potential), tahanan suara(sonic/ akustic). Metode perekamannnya dengan cara menurunkan suatu sonde atau peralatan ke dasar lubang sumur. Dengan kemajuan di bidang teknologi komputer, hampir semua log modern merupakan kombinasi beberapa log. Log adalah suatu grafik kedalaman (satuan waktu) dari satu set data yang menunjukkan parameter yang secara

berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Dengan tersedianya alat komputer maka saat ini sebuah log dapat merupakan dari beberapa log (completion log).

IV.3

Bagian-bagian Log

a. Kepala Log (Header) Sebuah log umumnya memiliki judul / kepada pada bagian atas yang mencantumkan semua informasi yang berhubungan dengan sumur, misalnya jenis instrumen yang dipakai, kalibrasi instrumentasi, komentar-komentar mengenai pengukuran, skala kurva dan informasi lain.

b. Kolom Log (Tracks) Bentuk umum dari log mempunyai lebar dengan ukuran 11, terdiri dari satu kolom kedalaman dan beberapa kolom kurva, dimana angka kedalaman membagi sumbu panjang log dengan pembagian skala tertentu. Umumnya terdapat tiga macam kurva, yang dikenal dengan kolom satu, dua dan tiga dihitung dari kiri ke kanan. Kolom kedalaman memisahkan kolom satu dan dua tiap kolom bisa memuat lebih dari satu kurva. Penyajian lain bisa saja terisi dari empat kolom kurva ditambah satu kolom kedalaman, bahkan produk dari komputer FLIC bisa memiliki lebih banyak kolom kurva yang terletak di atas kertas Berukuran 22.

c. Skala Kedalaman Satuan kedalaman bisa dalam kaki (feet) meter sesuai dengan satuan yang digunakan oleh perusahaan minyak.

37

Log standart memiliki dua skala kedalaman, yang satu digunakan untuk korelasi, yang satu lagi untuk interpretasi yang rinci, skala 1 : 1000 atau 1 : 500 dan skala rinci 1 : 200.

IV.4

Kecepatan Logging Salah satu proses kendali mutu log (LQC) adalah pemeriksaan kecepatan

logging terutama pada log nuklir. Kecepatan logging terekam pada sisi kiri dan kanan dari log lapangan, berupa garis patah-patah. Satu garis patah-patah terjadi tiap satu menit panjang garis patah-patah feet atau meter menunjukkan kecepatan logging setiap menit, jika dikalikan dengan 60 maka akan memberikan kecepatan dalam feet (meter) perjam. Misalnya garis patah-patah itu adalah 30 x 60 = 1800 ft/ jam. Jika kecepatan logging terlalu tinggi, kurva-kurva alat nuklir yang berdasarkan perhitungan statistik akan mempunyai angka statistik data yang randah. Sebaliknya kecepatan logging terlalu rendah walaupun memberikan lebih banyak data, akan tetapi secara keseluruhan tidak efisien dan tidak diperlukan.

IV.5

Proses Invasi Dengan adanya infiltrasi lumpur pada saat dilakukannya pemboran kedalam

lapisan permeable pada suatu sumur maka dalam batuan akan terbentuk tiga zona infiltrasi (Gambar 4.7), seperti : a. Flushed zone b. Transition zone c. Uninvaded zone

a. Flushed zone Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor serta terisi oleh air filtrat sumur yang mendesak kandungan semula (gas, minyak, ataupun air asin dan tawar). Meskipun demikian mungkin saja tidak seluruh kandungan semula (gas, minyak, ataupun air asin dan tawar) terdesak kedalam zona yang lebih dalam.

38

b. Transition zone Zona infiltrasi yang lebih dalam, ditempati oleh campuran air filtrat lumpur dengan kandungan semula (gas, minyak, ataupun air asin dan tawar).

c. Uninvaded zone Zona infiltrasi yang terletak paling jauh dengan lubang bor, serta seluruh pori batuan terisi oleh kandungan semula (gas, minyak, ataupun air asin dan tawar), tidak terpengaruh oleh adanya infiltrasi air filtrat lumpur.

Gambar 4.7 Sayatan suatu lubang bor yang menunjukkan zona terusir, zona peralihan (annulus) dan zona tidak terusir serta sejumlah parameter geofisika yang penting (Schlumberger, 1985/1986) IV.6 Macam-macam Log

Jenis-jenis yang digunakan antara lain : a. Log spontaneous potential (SP) Kurva SP adalah rekaman perbedaan potential antara elektroda yang bergerak di dalam lobang bor dengan elektroda di permukaan. Satuannya adalah millivolt. Kurva SP digunakan untuk : 1. Identifikasi lapisan-lapisan permeabel 2. Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur berdasarkan batasan lapisan itu. 3. Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw)

39

4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih. Kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis dasar serpih, sedangkan pada formasi permeabel kurva SP menyimpang dari garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeabel yang cukup tebal, yaitu garis pasir. Penyimpangan SP dapat kekiri atau kekanan tergantung pada kadar garam dari formasi dan filtrasi lumpur. Kurva SP tidak dapat direkam di dalam lubang sumur yang diisi oleh lumpur yang tidak konduktif karena diperlukan medium yang dapat menghantarkan arus listrik antara elektroda alat dan formasi. Jika filtrasi lumpur dan kadar garam air formasi (resistivitas) hampir sama, penyimpangan SP akan kecil dan kurva SP menjadi kurang berguna.

b. Log gamma ray (GR) Prinsip log GR adalah perekaman radioaktivitas alami bumi. Radioaktivitas GR berasal dari 3 unsur radioaktif yang ada dalam batuan yaitu Uranium U, Thorium Th, dan Potassium K, yang secara kontinue memancarkan GR dalam bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi. Sinar gamma ini mampu menembus batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor sintilasi. Setiap GR yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detector. Parameter yang direkam adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu (sering disebut cacah GR). Tingkat radiasi serpih lebih tinggi dibandingkan batuan lain karena unsurunsur radioaktif cenderung mengendap di lapisan serpih yang tidak permeabel, hal ini terjadi karena mampu memisahkan dengan baik antara lapisan serpih dari lapisan permeabel.

c. Log resistivity Log resistivity merupakan log elektrik yang digunakan untuk : Mendeterminasi kandungan fluida dalam batuan reservoar (hidrokarbon atau air) Mengidentifikasi zona permeabel Menentukan porositas 40

Tipe tipe log resistivity Ada tipe log yang digunakan untuk mengukur resistivitas formasi yaitu log induksi dan log elektroda. Log Induksi Peralatan log induksi terdiri dari satu atau lebih kumparan pemancar yang mengemisikan arus bolak-balik yang terbentuk menginduksikan arus sekunder dalam formasi. Arus sekunder tersebut mengalir dengan tegak lurus terhadap suhu lubang bor dan menghasilkan medan magnet yang menginduksikan sinyal-sinyal pada kumparan penerima. Sinyal-sinyal yang diterima receiver sebanding dengan resistivitasnya. Tipe-tipe log induksi : Short normal Log ini mengukur resistivitas pada daerah terinvasi (Rxo) Log induksi Log induksi digunakan untuk mengukur resistivitas formasi sesungguhnya (Rt) Dual induction focused log Merupakan tipe log induksi modern. Log ini mempunyai tiga peralatan yang mengukur harga Rt (Rild), Ri(Rilm), dan Rxo (Rils) tipe log tersebut digunakan untuk formasi-formasi dengan pengaruh invasi lumpur pemboran yang dalam.

Log Elektroda

Lateralog Lateralog didesain untuk mengukur Rt, karena log ini dicatat pada sumur yang diisi salt water base muds maka penentuan Rt tidak begitu dipengaruhi oleh invasi Microspherical Focused Log (MSFL) MSFL merupakan log elektroda tipe bantalan yang terfokuskan, digunakan untuk mengukur Rxo (tahanan pada flushed zone). Microlog Microlog merupakan log elektroda tipe bantalan yang terutama digunakan untuk mendeteksi kerak lumpur. Ada dua pengukuran yang dihasilkan microlog yaitu microlog normal (kedalaman pengukuran 3-4 inchi, mengukur Rxo) dari 41

microlog inverse (kedalaman pengukuran 1-2 inchi, mengukur Rmc). Adanya kerak lumpur pemboran menunjukkan adanya invasi pada zona permeabel. Zona permeabel dicirikan oleh adanya separasi positif pada microlog (Rxo > Rmc) Microlateral Log (MLL) dan Proximity Log (PL) MLL dan PL merupakan log elektroda tipe bantalan terfokuskan yang didesain untuk mengukur Rxo. MLL hanya bisa bekerja dalam sumur yang diisi salt water base muds, sedangkan PL dapat digunakan pada fresh water base muds.

d. Log Densitas Log densitas merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas elektron suatu formasi. Prinsip pencatatan dari log densitas adalah suatu sumber radioaktif yang dimasukkan kedalam lubang bor mengemisikan sinar gamma kedalam formasi. Di dalam formasi, sinar tersebut akan bertabrakan dengan elektron dari formasi. Pada setiap tabrakan sinar gamma akan berkurang energinya. Sinar gamma yang terhamburkan dan mencapai detektor pada suatu jarak tertentu dari sumber dihitung sebagai indikasi densitas formasi. Jumlah tabrakan merupakan fungsi langsung dari jumlah elektron di dalam suatu formasi. Karena itu log densitas dapat mendeterminasi densitas elektron formasi dihubungkan dengan densitas bulk sesungguhnya didalam gr/cc. Harga densitas matriks batuan, porositas, dan densitas fluida pengisi formasi.

e. Log Neutron Log neutron merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam suatu hidrogen dalam suatu formasi. Di dalam formasi bersih dimana porositas diisi air atau minyak, log neutron mencatat porositas yang diisi cairan. Neutron energi tinggi yang dihasilkan oleh suatu sumber kimia ditembakkan ke dalam formasi, sebagai akibatnya neutron kehilangan energinya. Kehilangan energi maksimum akan terjadi pada saat neutron bertabrakan dengan atom hidrogen karena kedua metri tersebut mempunyai massa yang hampir sama. Karena itu kehilangan energi maksimum merupakan fungsi dari konsentrasi hidrogen dalam formasi, karena dalam formasi yang sarang hidrogen terkonsentrasi didalam pori-pori yang terisi cairan, maka kehilangan energi akan dapat dihubungkan dengan porositas formasi. 42

IV.7

Pola-pola Log (Log Pattern) Pola-pola log biasanya menunjukkan energi pengendapan yang berubah, yaitu

berkisar antara dari energi tinggi (batupasir) sampai rendah (serpih). Pola-pola log selalu diamati pada kurva Gamma Ray atau SP, tetapi kesimpulan-kesimpulan yang sama dapat juga dari log Neutron-Density dan dalam beberapa kasus dari kurva resistivity. (Walker & James, 1992) (Gambar 4.8). 1. Cylindrical Bentuk silinder pada log GR atau SP dapat menunjukkan sedimen tebal dan homogen yang dibatasi oleh pengisian channel (channel-fills) dengan kontak yang tajam. Cylindrical merupakan bentuk dasar yang mewakili homogenitas dan ideal sifatnya. Bentuk cylindrical diasosiasikan dengan endapan sedimen braided channel, estuarine atau sub-marine channel fill, anastomosed channel, eolian dune, tidal sand. 2. Irregular Bentuk ini merupakan dasar untuk mewakili heterogenitas batuan reservoar. Bentuk irregular diasosiasikan dengan sedimen alluvial plain, floodplain, tidal sands, shelf atau back barriers. Umumnya mengidentifikasikan lapisan tipis silang siur (thin interbeded). Unsur endapan tipis mungkin berupa creavasse splay, overbanks deposits dalam laguna serta turbidit.

3. Bell Shaped Profil berbentuk bell menunjukkan penghalusan ke arah atas, kemungkinan akibat pengisian channel (channel fills). Pengamatan membuktikan bahwa range besar butir pada setiap level cenderung sama, namun jumlahnya memperlihatkan gradasi menuju berbutiri halus (dalam artian lempung yang bersifat radioaktif

43

makin banyak ke atas). Bentuk bell dihasilkan oleh endapan point bars, tidal deposits, transgressive shelf sands (dominated tidal), sub marine channel dan endapan turbidit. 4. Funnel Shaped Profil berbentuk corong (funnel) menunjukkan pengkasaran ke arah atas yang merupakan bentuk kebalikan dari bentuk bell. Bentuk funnel kemungkinan dihasilkan sisitem progradasi seperti sub marine fan lobes, regresive shallow marine bar, barrier islands atau karbonat terumbu depan yang berprogadasi di atas mudstone, delta front (distributary mounth bar),creavase splay, beach and barrier beach (barrier island), strandplain, shoreface, prograding (shallow marine)shelf sands dan submarine fan lobes. 5. Symmetrical-Asymetrical Shapped. Bentuk symmetrical merupakan kombinasi antara bentuk bell-funnel. Kombinasi coarseninng-finning upward ini dapat dihasilkan oleh proses bioturbasi, selain tatanan secara geologi yang merupakan ciri dari shelf sand bodies, submarine fans and sandy offshore bars. Bentuk asymmetrical merupakan ketidakselarasan secara proporsional dari kombinasi bell-funnel pada lingkungan pengendapan yang sama.

44

Gambar 4.8. Respon Gamma Ray secara umum terhadap variasi ukuran butir (Walker & James, 1992) IV.8 Interpretasi Lithologi Berdasarkan Log Jenis lithologi pada data log dapat ditentukan dengan berdasarkan kenampakan defleksi log tanpa suatu perhitungan. Adapun kenampakan beberapa jenis lithologi batuan reservoar adalah sebagai berikut (Firdaus & Prabantara, 2005) : a. Batupasir pada log dicirikan oleh : Defleksi GR relatif rendah/ kecil Defleksi SP dasar serpih Kadang-kadang mempunyai diameter lubang bor yang relatif lebih kecil karena cenderung membentuk kerak lumpur. b. Batulempung atau serpih Defleksi kurva Log GR besar (terbesar) Log SP tak mengalami defleksi atau garis lurus (Shale Base Line) akan berkembang positif atau negatif terhadap garis

45

c. Batupasir lempungan Log GR realtif rendah dari batupasir tapi lebih kecil dari batulempung Log NPHI/RHOB relatif besar dari batu pasir tapi lebih kecil dari batulempung

d. Batugamping Log GR relatif kecil dan lebih kecil dari batupasir Log SP : Pada batugamping yang tight, SP tidak mengalami defleksi (sejajar dengan shale base line) Pada batugamping porous, SP mengalami defleksi

Log resistivitas MSFL, LLS, LLD Pada batugamping yang tight, nilai MSFL = LLS = LLD Pada batugamping porous, nilai MSFL, LLS dan LLD tergantung pada fluidanya, namun yang pasti akan lebih rendah dibadingkan batugamping yang tight.

ma batugamping = 2.71 g/cm3


Kurva log RHOB dan NPHI Pada batugamping yang tight, nilai RHOB tinggi dan NPHI rendah (radikal ke kanan dengan densitas // neutron) Pada batugamping porous, biasanya cross-plot densitas-neutron (+), dan densitas tidak sejajar neutron.

46

e. Batubara Defleksi log GR relatif kecil Resistivitas mempunyai harga yang sangat besar Defleksi kurva RHOB rendah/ kecil sedangkan kurva NPHI relatif besar

IV.9

Interpretasi Zona Porous dan Permeabel Batuan yang permeabel dapat dibedakan dengan zona batuan kedap dengan

melihat bentuk-bentuk kurva log. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut (Firdaus & Prabantara, 2005) : a. Zona batuan kedap dicirikan dengan : Harga kurva GR yang tinggi Kurva log SP tidak mengalami defleksi Harga tahanan jenis pada zona terusir (Rxo) hampir sama dengan harga tahanan jenis formasi (RT) b. Harga porositas neutron lebih tinggi dari pada porositas densitas Zona batuan reservoar yang permeabel dicirikan dengan : Harga kurva GR yang rendah Harga kurva SP menjauhi garis dasar serpih (terjadi defleksi kurva SP) MSFL, LLS, dan LLD tidak berimpit Mempunyai harga porositas menengah sampai tinggi (cross-plot neutrondensitas positif)

IV.10 Interpretasi Jenis Kandungan Fluida Untuk membedakan jenis cairan/ fluida yang terdapat pada suatu lapisan/ formasi, apakah fluida tersebut dapat berupa air, minyak atau gas dapat ditentukan dari melihat defleksi yang terjadi pada kurva log. Kenampakan jenis fluida pada log adalah sebagai berikut (Firdaus & Prabantara, 2005): a. Zona pembawa air Log SP : Air tawar : defleksi SP positif (+), (Rmf < RW)

47

Air garam : defleksi SP negative (-), (Rmf > RW)

Log Resistivitas : menunjukkan nilai yang rendah, untuk (Rmf < RW) maka Air tawar : MSFL (LLS) < LLD Air garam : MSFL (LLS) > LLD

Cross-plot log densitas dan neutron Shale : cross-plot negatif (-) Non shale : cross-plot positif (+)

b. Zona pembawa hidrokarbon 1. Minyak Defleksi SP negatif (-) Resistivitas tinggi dengan MSFL/ LLS << LLD untuk Rmf < Rw Cross-plot densitas-neutron positif (+) dengan separasi sedang

2. Gas Defleksi SP negatif (-) Resistivitas tinggi dengan MSFL/ LLS << LLD untuk Rmf < Rw Cross-plot densitas-neutron positif (+) dengan separasi besar

IV.11 Analisa Cutting Cutting merupakan serbuk bor berupa hancuran dari batuan yang ditembus oleh mata bor (bit), serbuk bor ini diangkat dari dasar lubang bor kepermukaan oleh gerakan lumpur pemboran yang digunakan untuk mengebor pada waktu kegiatan pemboran berlangsung. Serbuk bor ini kemudian diperiksa oleh geologist atau wellsite geologist yang sedang bertugas dilokasi pemboran tersebut, sehingga kita tahu batuan atau formasi apa yang sudah ditembus oleh mata bor tersebut (Tabel 4.2).

48

Beberapa peralatan yang membantu dalam deskripsi cutting antara lain : Auto Calcimetri adalah alat yang digunakan untuk memeriksa dan melihat kandungan karbonat dalam suatu batuan (kuantitas dari kalsit dan dolomit). Flouroscope adalah alat yang digunakan untuk memeriksa kandungan flourescence dari sample batuan berdasarkan sinar ultra violet. Cairan kimia berupa HCL, CCL4, dan fenopthaline.

DESKRIPSI CUTTING

Jenis Batuan Campuran Warna

: ss, ls, sh, clyst,c, grnt : shy, slty, cly, sdy : wh, v lt gy, lt gy, m lt gy, m gy, m dk gy, dk gy, gysh, gysh blk, blk, olv gy, gn gy, gnsh gy, bl gy, brnsh gy, gysh rd, rdsh brn, rd, brn, lt brn, pl brn, yel brn, crm, yel gy, bf, trnsl

Hardness Grain size Sortasi Porosity Cut Shape Mineral Flour

: fri, brit, sft, v hd, m hd, hd lse : slt, vf, f, mg, cg : v p srtd, p srtd, med srtd, w srtd, v w srtd : p poor, f poor, g poor, vug poor, xln l : str, mod, wk, v wk, yel, orng, brn, et : ang, sub ang, sub rd, rd, w rd : sli glauc, carb, py, q, calc/ n calc, chlky, mica : ev Slat Spty V spty 75 100 % str bri yell 15 75 % mud brn 5 15 15 % wk etc % v wk

Stn Od

: 1 100 % : str, wk

Tabel 4.2. Contoh deskripsi cutting (Koesoemadinata, 1980)

49

IV.12 Korelasi Korelasi merupakan langkah penentuan unit stratigrafi dan struktur yang mempunyai persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi. Korelasi digunakan untuk keperluan pembuatan penampang dan peta bawah permukaan untuk kemudian dilakukan evaluasi formasi, penentuan zona produktif atau ada tidaknya perubahan secara lateral dari masing-masing perlapisan. Dalam pelaksanaannya, korelasi melibatkan aspek seni dan ilmu, yaitu memadukan persamaan pola dan prinsip geologi, termasuk dalam proses dan lingkungan pengendapannnya, pembacaan dan analisa log, dasark teknik reservoar serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Data yang dipakai dalam korelasi umumnya adalah integrasi data core, data wireline log dan data seismik. Krumbelin dan Sloss (1963) mengartikan korelasi sebagai pembuktian kesamaan satuan stratigrafi yang menyangkut aspek lithologi dan umur batuan. Koesoemadinata (1971) mendefinisikan korelasi sebagai suatu pekerjaan menghubungkan suatu titik pada suatu penampang stratigrafi dengan titik lain dari penampang stratigrafi yang lain pula dengan anggapan bahwa titik-titik tersebut terletak pada perlapisan yang sama. Dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (1996) disebutkan korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.

Tujuan Korelasi Mengetahui dan merekontruksi kondisi bawah permukaan (struktur dan stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal dari zona hidrokarbon (penentuan cadangan) Merekontruksi paleografi daerah telitian pada waktu geologi tertentu, yaitu dengan membuat penampang stratigrafi. Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan hidrokarbon, migrasi dan akumulasinya di daerah telitian. Menyusun sejarah geologi daerah telitian.

50

Faktor-faktor yang menjadikan dasar korelasi Tujuan pengerjaan korelasi Tingkat kompleksitas struktur geologi daerah telitian Tingkat perkembangan dan penyebaran endapan secara lateral ditinjau dari aspek lithologi maupun paleontologi Waktu yang tersedia Jenis data dan tingkat kelengkapan Kemampuan dan pengalaman peneliti

Konsep penting dalam korelasi : a. Bidang perlapisan adalah unsur utama pembentuk satuan stratigrafi dan bentukbentuk struktur sekaligus menentukan hubungan stratigrafi dan tektonik dari masing-masing satuan dan bentuk-bentuk struktur tersebut b. Bidang perlapisan merupakan bidang kesamaan waktu c. Hukum superposisi

Metode Korelasi Menurut Koesoemadinata (1971), yaitu : 1. Metode Korelasi Metode korelasi organik merupakan pekerjaan menghubungkan satuan-satuan stratigrafi berdasarkan kandungan fosil dalam batuan (biasanya foraminifera plantonik). Yang biasa digunakan sebagai marker dalam korelasi organik adalah asal munculnya suatu spesies dan punahnya spesies yang lain. Zona puncak suatu spesies, fosil indeks, kesamaan derajat evolusi dan lain-lain. 2. Metode Anorganik Pada metode korelasi anorganik penghubungan satuan-satuan stratigrafi tidak didasarkan pada kandungan organismenya (data organiknya).

Korelasi dari Log Mekanik Sebagian besar pekerjaan korelasi pada industri minyak dan gas bumi menggunakan data log mekanik. Tipe-tipe log yang biasa digunakan antara lain log penafsir lithologi (Gammay ray, sp) yang dikombinasikan dengan log resistivitas

51

atau log porositas (densitas, neutron dan sonik). Pemilihan tipe log untuk korelasi tergantung pada kondisi geologi daerah yang bersangkutan. Kombinasi log SP dan resistivitas biasa digunakan pada cekungan silisiklastik sementara untuk cekungan karbonat digunakan log GR plus resistivitas atau GR plus Neutron. Prosedur Korelasi Langkah-langkah korelasi dengan log mekanik adalah sebagai berikut : a. Menentukan horison korelasi dengan cara membandingkan log mekanik dari suatu sumur tertentu terhadap sumut yang lain dan mencari bentuk-bentuk/ polapola log yang sama atau hampir sama. b. Setelah bentuk/ pola log yang relatif sama didapatkan dan telah diyakini pula bahwa bentuk dan pola tersebut mewakili perlapisan yang sama, selanjutnya dilakukan perkerjaan menghubungkan bentuk-bentuk kurva yang sama/ hampir sama dari bagian atas kearah bawah secara kontinue. Korelasi secara top down dihentikan jika korelasi tidak bisa dilakukan lagi, kemudian korelasi dilakukan secara bottom up. Adanya zona-zona yang tidak bisa dikorelasikan dapat ditafsirkan kena pengaruh struktur (patahan, ketidakselarasan) atau stratigrafi (pembajian, channel fill, pemancungan, perubahan fasies). c. Setelah korelasi selesai dilakukan akan didapatkan penampang melintang, baik penampang struktur maupun penampang stratigrafi. Dalam pembuatan

penampang struktur datum diletakkan pada kondisi seperti pada keadaan saat ini (biasanya sea level sebagai datum).

IV.13 Pemetaan Bawah Permukaan Peta bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan bentuk maupun kondisi geologi bawah permukaan dan menjadi dasar dalam suatu kegiatan eksplorasi hidrokarbon, mulai dari awal hingga pengembangan lapangannya. Peta bawah permukaan memiliki sifat kualitatif dan dinamis. Kualitatif artinya peta menggambarkan suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang nilainya sama, baik berupa ketebalan, kedalaman maupun prosentase ketebalan. Dinamis artinya ketebalan peta tidak dapat dinilai atas kebenaran metode, tetapi berdasarkan data yang ada dan sewaktu-waktu dapat berubah seiring dengan diperolehnya data-data

52

baru. Hal itu terjadi karena peta bawah permukaan merupakan hasil interpretasi geologi atau geofisika yang tergantung pada keterbatasan data, teknik pelaksanaan, imajinasi yang kreatif, kemampuan visual tiga dimensi dan pengalaman. Adapun data yang dipakai antara lain data core, wireline log dan data seismik. Peta bawah permukaan dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan mendekati kondisi sebenarnya, termasuk juga lingkungan pengendapan, arah suplai sedimen, arah laut terbuka serta untuk mengetahui daerah prospek hidrokarbon. Pemetaan bawah permukaan merupakan pemetaan yang menggambarkan keadaan geologi/ parameter-parameter yang ada di bawah permukaan, seperti ketebalan, dan struktur bawah permukaan. Pada prinsipnya pemetaan bawah permukaan sama dengan pemetaan permukaan, hanya terdapat beberapa perbedaan yang agak mencolok. Pada pemetaan permukaan kita dihadapkan pada suatu bidang permukaan dan yang dipetakan adalah sifat-sifat keadaan/ topografi yang dimanifestasikan pada bidang permukaan tersebut. Pada pemetaan bawah permukaan, kita berhadapan dengan berbagai macam bidang permukaan atau interval antara dua bidang tersebut. Bidang permukaan tersebut biasanya adalah bidang perlapisan atau lapisan, tapi terdapat pula bidangbidang lainnya misal bidang patahan, atau bidang ketidakselarasan. Suatu hal yang khas dari pemetaan bawah permukaan adalah sifat kuantitatif dari peta-peta tersebut. Sifat-sifat kuantitatif tersebut dinyatakan dengan garis kesamaan atau garis iso, atau secara popular disebut garis kontur (contourline, tranches untuk peta topografi). Garis ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai nilai yang sama terutama nilai kuantitatif dari suatu gejala atau sifat tertentu yang terdapat pada suatu bidang permukaan (perlapisan) atau dalam interval antar dua bidang permukaan/ perlapisan. Nilai atau gejala tersebut dapat berupa : 1. kedalaman suatu lapisan terhadap permukaan laut (kontur struktur) 2. kedalaman suatu bidang ketidakselarasan, basement (isolith). 3. ketebalan suatu interval antara dua bidang 4. ketebalan total lapisan-lapisan batuan tertentu dalam suatu interval (isolith)

53

dalam perkembangan dewasa ini, seiring dengan majunya metode-metode processing terutama metode processing geofisika, log dan seismik, banyak pula peta geologi bawah permukaan yang dibuat berdasarkan data seismik dan data log.

Jenis Peta Geologi Bawah Permukaan Dalam aplikasinya, peta bawah permukaan dibagi menjadi beberapa macam, yakni peta kontur dan peta stratigrafi. a. Peta Kontur Struktur Peta kontur struktur atau peta struktur merupakan peta yang menggambarkan posisi dan konfigurasi dari suatu lapisan terhadap datum tertentu. Datum yang dipakai dalam pembuatan peta kontur struktur adalah muka air laut, dimana tiap-tiap sumur digantung pada kedalaman yang sama. Dengan demikian, peta ini akan memperlihatkan penyebaran lapisan atau fasies batuan secara lateral dan atau vertikal yang dikontrol oleh struktur sesar atau lipatan.

b. Peta Stratigrafi Peta stratigrafi adalah peta yang memperlihatkan perlapisan batuan beserta perubahannya secara lateral dan dinyatakan dalam nilai-nilai tertentu, misalnya ketebalan, kedalaman atau perbandingan/ prosentase dari lapisan batuan. Peta stratigrafi dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu : 1. Peta Isopach : adalah peta yang menggambarkan ketebalan-ketebalan dari suatu lapisan atau seri/ kumpulan lapisan yang dinyatakan dengan garis-garis kontur. a. Peta Isochore : menggambarkan tebal lapisan batuan yang ditembus oleh lubang bor (ketebalan semu), dimana dip/ kemiringan lapisan > 100 atau lubang bor tidak vertikal (Directional Well) b. Net Sand Isopach Map : menggambarkan total ketebalan lapisan reservoar yang porous dan permeabel dalam ketebalan stratigrafi sebenarnya. c. Net Pay Isopach Map : menggambarkan ketebalan lapisan reservoar yang mengandung fluida hidrokarbon (minyak dan gas). 2. Peta Fasies : yaitu yang menggambarkan perubahan secara lateral dari aspekaspek kimia dan biologi dari sedimen-sedimen yang diendapkan pada waktu bersamaan. 54

a. Peta Isofasies : bersifat kuantitatif dan terutama diterapkan pada perubahanperubahan fasies yang terjadi secara mendadak. b. Peta Fasies Komponen Tunggal (Single Component Fasies Map) : biasanya memperlihatkan lithologi yang mempunyai nilai ekonomis, seperti batupasir atau batugamping. c. Peta Fasies Komponen Ganda (Double Component Fasies Map) : terdiri dari dua komponen, meliputi peta sand-shale ratio dan peta clastic ratio d. Peta Fasies Komponen Banyak : terdiri dari minimal tiga komponen, misalnya peta sand-shale ratio dan peta clastic ratio yang mencerminkan komponen gamping, pasir dan serpih.

IV.14 Perhitungan Cadangan Metode perhitungan cadangan dalam dunia perminyakan adalah jumlah kandungan hidrokarbon yang terdapat dalam reservoar. Cadangan tersebut digolongkan dalam : 1. Cadangan minyak mula-mula di reservoar (STOIIP) Adalah jumlah cadangan minyak pada reservoar secara keseluruhan sebelum diproduksikan, biasa ditulis dengan STOIIP 2. Cadangan minyak ekonomis (Recoverable Reserve) Adalah cadangan minyak ekonomis yang terdapat pada reservoar yang masih bisa diproduksikan, biasa dinotasikan dengan RR. Perbandingan antara cadangan minyak ekonomis dengan cadangan minyak mula-mula disebut sebagai recovery factor, secara sistematis adalah :
RE RR X 100 STOIIP

Secara umum perhitungan cadangan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu : a. Metode Volumetric b. Metode Material Balance c. Metode Decline Curve (kurva penurunan produksi)

55

a. Penentuan cadangan minyak dengan metode volumetrik Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data-data yang menunjam dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan saturasi hidrokarbon, persamaan yang digunakan dalam metode volumetrik adalah :
7758 x Vb x x Sh ( STB) Boi

STOIIP

Atau

Vb x x Sh ( STM 3 ) STOIIP Boi


STOIIP 7758 x Vb x x Sh ( STB) Boi

Dimana : STOIIP Vb Sh Boi 7758 = Volume hidrokarbon mula-mula (a) STB atau (b) STM3 = Volume reservoar, (a) acre-ft atau (b) M3 = Porositas batuan = Hidrokarbon saturasi (1-Sw) = Factor volume formasi minyak mula-mula (A) BBL/ STB = Konstanta konversi, BBL/ acre-ft

Sedang minyak yang dapat diambil adalah : RR = STOIIP x RF

Dimana : STOIIP RR RF = Volume hidrokarbon mula-mula (a) STB atau (b) STM3 = Cadangan hidrokarbon yang dapat diambil = Recovery factor

b. Volume Bulk Reservoar Dalam perhitungan volume reservoar dibutuhkan data berupa net pay area dan alat planimeter, dimana alat planimeter akan mengukur luas masing-masing kontur ketebalan yang ada pada peta tersebut. Kemudian dari bentuk kontur yang ada 56

di peta tersebut dapat digambarkan bentuk reservoar, ditentukan dengan dua cara, yaitu cara pyramidal dan trapezoidal. Cara pyramidal Metode ini digunakan apabila harga perbandingan antara kontur yang berurutan kurang atau sama dengan 0.5 atau An+1/An<0.5 (Slyvian, J, Pirson, 1985). Dimana persamaan yang digunakan adalah : Vb = h/3 x (An+An+1 + Cara trapezoidal Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara luas kontur yang berurutan lebih dari 0.5 atau An+1/An0.5 (Slyvian, J, Pirson, 1985). Dimana persamaan yang digunakan adalah : Vb = h/2 x (An+An+1) Dimana : Vb H An An+1 = Volume bulk, (m3) = interval kontur garis net pay area = luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay terendah (m2) = luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m2)
An x An 1 )

57

BAB V PENYAJIAN DATA

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini disediakan semua oleh perusahaan PT Semberani Persada Oil (semco) baik berupa data yang akan diolah, maupun data yang telah ada sebagai data penunjang penelitian. Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa V.1 Data Log sumur Terdapat sembilan data log sumur terdiri dari tiga kolom kurva log yaitu log lithologi, resistivitas dan porositas yang dianalisa dalam penelitian ini. Tujuh log sumur yang teridentifikasi zona batuan reservoir yang diteliti serta dua sumur terluar sebagai zona penyebaran akhir dari batuan reservoir. Kesembilan log sumur yang dianalisa ialah sumur ZE 19, ZE 15, ZE 6, ZE 20, ZE 8, ZE 16, ZE 5, ZE 17 dan ZE 3. (Gambar 5.1). Data log sumur ini dipergunakan dalam interpretasi zona batuan reservoir dan sifat dari petrofisiknya, Penentuan lingkungan pengendapan dari respon gamma ray terhadap ukuran butir yang akan dihubungkan dengan log sumur lainnya dalam pembuatan korelasi, dan juga akan menghasilkan gambaran geometri dari tubuh batuan reservoir dari peta bawah permukaan serta hasil akhir perhitungan cadangan. V.2 Data Cuting Data ini merupakan data yang telah ada dalam bentuk composite log. Dipakai sebagai pembenaran interpretasi lithologi dan kandungan fluida dari kurva log serta menentukan persamaan sifat fisik batuan dalam pembuatan korelasi (Gambar 5.2).

58

Gambar 5.1 Contoh data log pada sumur ZE-5

59

Gambar 5.2 Contoh data composite log pada sumur ZE-5 (SEMCO, 2004)

60

V.3

Peta Lokasi Sumur Peta ini menggambarkan lokasi tujuh sumur yang berada di lapangan Semberah

dengan luasan area 13.51 km2 dan akan dipakai dalam pembuatan peta bawah permukaan (Gambar 5.3).
531 000E 9 968 000N
LS0 1

117 17E 532 000E


N
1 Km.

533 000E

117 18E 534 000E


LS 2

535 000E

117 19E
9 968 000N

ZE 3

9 967 000N

9 967 000N
ZE 5 ZE 8 ZE 20 ZE 6 ZE 16 ZE 15 ZE 17

0 18S

0 18S

9 966 000N

Gambar 5.3 Peta lokasi sumur pada Lapangan Semberah (SEMCO, 2004)
ZE 19
LS

9 966 000N

531 000E

117 17E 532 000E

533 000E

LS 2

117 18E 534 000E

535 000E

117 19E

Gambar 5.3 Peta lokasi sumur pada Lapangan Semberah (SEMCO, 2004)

61

V.4

Penampang Line Seismik Terdapat dua line seismic yang melewati lapisan yang akan dianalisa.

Penampang seismic tersebut akan memberikan gambaran bawah permukaan baik kondisi struktur dan juga penyebaran stratigrafi bawah permukaan. Line seismic pertama mengarah barat timur dan line seismic kedua mengarah utara selatan (Gambar 5.4 & 5.5).

Gambar 5.4 Penampang line seismik lintasan 1 pada Lapangan Semberah (SEMCO, 2004)

62

Gambar 5.5 Penampang line seismik lintasan 2 pada Lapangan Semberah (SEMCO, 2004)

63

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini ditujukan

untuk mengetahui kandungan minyak dan jumlah

cadangan di dalam suatu lapisan batuan reservoar. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan beberapa prosedur, yaitu mulai dari penentuan lapisan batuan yang bisa

berfungsi sebagai batuan reservoar, mengetahui arah penyebarannya dengan cara korelasi antar sumur dan setelah itu menentukan lingkungan pengendapan dari lapisan batuan tersebut. Setelah proses sebelumnya telah dilakukan kita dapat mengimajinasikan suatu geometri dari batuan reservoar berdasarkan lingkungan pengendapannya. Dari geometri batuan tersebut dapat dihubungkan dalam pembuatan peta bawah permukaan terutama peta net sand yang akan dihitung volume dari batuan reservoar dan juga cadangan minyak yang terakumulasi dari batuan reservoar yaitu lapisan batupasir Z_E. Analisa secara umum lapisan batupasir Z_E mempunyai arah penyebaran barat timur dengan kedalaman sekitar 112 744 ft. arah kedalaman dari lapisan ini semakin ke utara semakin dalam, hal ini merupakan bentukan dari antiklin yang

menunjam ke arah utara. Ketebalan lapisan batuan ini tidak terlalu tebal dengan ketebalan sekitar 7 24 ft.

VI.I

Analisa Data Sumur

VI.I.I Analisa Kualitatif Menginterpretasikan data log sumur dan deskripsi cutting untuk menganalisa kualitas dari data sumur pemboran. Kedua data ini prosedur pengerjaannya berbeda tetapi mempunyai fungsi yang sama yaitu mengetahui lapisan batuan dan kandungan fluidanya di bawah permukaan.

64

VI.I.I.I Interpretasi Lithologi Berdasarkan analisis data log sumur dan deskripsi cutting yang berada di Lapangan Semberah, terdapat empat jenis lithologi yang ada di lapangan tersebut. Umumnya berupa batupasir, batulempung, batubara dan batugamping. Setiap jenis lithologi memiliki ciri-ciri dari analisis data log sumur pada log lithologi, log resistivitas dan log porositas. Adapun ciri-ciri batuan dari data log sumur yaitu Batupasir mempunyai nilai gamma ray relative kecil dengan defleksi kurva ke arah kiri. Mempunyai nilai 30-750 API (Association Petroleum International). Defleksi SP akan berkembang positif atau negative terhadap garis dasar serpih. Terkadang terbentuk kerak lumpur, defleksi kurva log neutron dan log densitas relatif rendah/kecil. Batulempung defleksi kurva ke arah kiri dengan log GR besar. Garis SP konstan atau lurus (shale base line). Defleksi kurva log NPHI dan RHOB relatif besar. Batubara log GR relatif kecil, resistivitas mempunyai harga yang sangat besar, defleksi kurva RHOB rendah/kecil sedangkan kurva NPHI relatif besar. Batugamping mempunyai kisaran nilai log GR relatif kecil. Log SP pada

batugamping yang tight, log SP tidak mengalami defleksi sedangkan yang porous mengalami defleksi. Untuk nilai log resistivitas ketiga log yaitu log MSFL, LLS dan LLD mempunyai nilai yang hampir sama untuk batugamping yang tight, dan untuk batugamping yang porous mempunyai nilai resistivitas tergantung pada fluida. Nilai dari log NPHI rendah dan RHOB tinggi (Gambar 6.1). Batupasir Memiliki penyebaran dan ketebalan tertentu pada lapangan Semberah. Interpretasi ini didapat dari analisis log sumur dan juga dari deskripsi serbuk bor (cutting). Dari gabungan kedua data tersebut terdapat tiga lapisan batupasir yang mempunyai ketebalan yang besar dan juga penyebarannya di beberapa sumur, serta lapisan yang mempunyai ketebalan dan luasan tertentu di Lapangan Semberah.

65

Batugamping Hanya terdapat beberapa lapisan batugamping yang ditembus oleh sumur-sumur

pemboran di lapangan semberah. Satu lapisan batugamping mempunyai penyebaran yang luas dan lapisan batugamping ini juga dipakai sebagai petunjuk atau penghubung antar sumur atau garis korelasi. Batubara Batuan ini terletak di tengah-tengah sumur pemboran Lapangan Semberah, terdapat tiga lapisan batubara. Tidak memiliki ketebalan yang besar, tetapi penyebarannya luas dan dapat ditemui di semua sumur di Lapangan Semberah. (sebaran batuan dapat dilihat pada lampiran penampang korelasi)

Batupasir

Batulempung

Batugamping

Batubara

Gambar 6.1. Contoh interpretasi lithologi di daerah penelitian berdasarkan tipe log ZE 5

66

VI.I.I.2 Interpretasi Karakterisasi Batuan dan Kandungan Fluida Lapisan Z_E Dalam analisa ini digunakan data log sumur dan juga data deskripsi cutting dari lapisan batupasir Z_E di tiap-tiap sumur pemboran. Dari analisa log sumur diamati log lithologi, log resistivitas dan log porositas untuk mengetahui kualitas batuan

berdasarkan interpretasi data log sumur. Sedangkan untuk analisa data deskripsi cutting mengamati sifat fisik dan kandungan fluida dari batuan. Sumur ZE 5 Berada pada interval kedalaman -648 ft sampai -673 ft (TVDSS). dari

interpretasi log sumur lapisan ini mempunyai harga gamma ray (GR) 31.67 47.37 API, tahanan jenis formasi (Rt) 0.731 47.02 ohm dan terdapat crossover yang sempit pada log porositas (Gambar 6.2). Untuk deskripsi data cutting batuan berwarna cream dengan tekstur ukuran butir halus sangat halus, bentuk butir agak membulat membulat dan derajat pemilahannya baik. Untuk indikasi oil cutting mempunyai persentase fluorescence 50 % dengan warna kuning terang dan tingkat kehadiran oil dalam cutting adalah good oil show

crossover

Gambar 6.2. Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 5

67

Sumur ZE 6 Mempunyai ketebalan 7 ft dengan interval kedalaman -337 ft sampai -344 ft

(TVDSS). Pada Interpretasi log sumur harga gamma ray (GR) 33.96 88.25 API, resistivitas atau tahanan jenis formasi (Rt) 10.05-88.89 ohm dan adanya crossover yang sempit pada log porositas (Gambar 6.3). Pada deskripsi cutting. Batuan berwarna putih. Batuan mempunyai tekstur ukuran butir sedang halus, bentuk butir agak menyudut agak membundar, dan derajat pemilahannya baik. Untuk kandungan semen batuan tersusun oleh semen karbonat. Pada analisa indikasi minyak dengan florescence box menghasilkan kandungan fluorescence cutting 50 % dengan warna kuning pucat dan tingkat indikasi minyak dalam cutting adalah fair oil show.

crossover

Gambar 6.3. Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_Epada sumur ZE 6

68

Sumur ZE 8 Lapisan batuan ini berada pada interval kedalaman -398 ft hingga -406 ft

(TVDSS). Dari analisa kualitas log sumur batuan memiliki harga gamma ray (GR) 37.87 - 62.32 API dengan harga tahanan jenis formasi (Rt) 15.71 - 42.83 ohm dan terdapat crossover yang sempit antara kedua log porositas (Gambar 6.4). Untuk deskripsi cutting warna batuan adalah abu-abu. Batuan mempunyai tekstur ukuran butir dari kasar halus, bentuk butir menyudut agak menyudut dan derajat pemilahannya adalah terpilah buruk. Untuk kandungan semen batuan adalah semen karbonat. Pada tingkat indikasi minyak dalam cutting adalah fair oil show.

crossover

Gambar 6.4. Interpretasi Karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 8

69

Sumur ZE 17 Berada pada interval kedalaman -880 ft sampai 900 ft (TVDSS). Dari

interpretasi log sumur lapisan pada sumur ini memiliki harga log gamma ray (GR) 32.55 - 89.1 API, harga tahanan jenis formasi (Rt) 11.02 - 76.07 ohm dan pada log porositas terdapat crossover yang sempit (Gambar 6.5). Pada analisa deskripsi data cutting, batuan mempunyai warna coklat muda. Batuan mempunyai tekstur ukuran butir dari halus sangat halus, bentuk butir agak membundar dengan derajat pemilahan yang baik. Untuk kandungan semen batuannya adalah semen karbonat dengan sedikit kandungan silica. Pada analisa minyak dengan fluorescence box cutting mempunyai persentase fluorescence 50 % dengan warna kuning terang. Dari analisa ini tingkat indikasi minyak dalam cutting adalah poor oil show.

crossover

Gambar 6.5. Interpretasi karakter batuan dan kandungan fluida lapisan batupasir Z_E pada sumur ZE 17

70

VI.1.2 Analisis Kuantatif Pada analisis perhitungan petrofisik, setiap batuan mempunyai sifat tertentu sehingga dalam persamaan atau rumus yang digunakan mempunyai asumsi tersendiri. Perhitungan petrofisik ini digunakan untuk mencari nilai dari porositas batuan (), tahanan jenis air formasi (Rw) dan kejenuhan air formasi (Sw). persamaan atau rumus yang digunakan adalah persamaan dari Schlumberger , formula Indonesia (Asquith, 1982) dan juga persamaan modifikasi dari Simandoux (1986).

VI.1.2.1 Perhitungan Volume Shale (Vsh) Batupasir mempunyai kandungan serpih tertentu. Batupasir yang clean formation atau batupasir bersih mempunyai kandungan lempung <15%, sedangkan untuk

batupasir lempungan mempunyai kandungan lempung >15% (Harsono, 1997). Pada kandungan serpih tersebut akan mempengaruhi dalam perhitungan porositas apakah akan dilakukan perhitungan koreksi porositas atau tidak. Sumur ZE 5 pada kedalaman 648 feet nilai GR 39.06 dengan GR max dan min adalah 47.37 dan 31.67. nilai dari densitas matriks batuan (b) 1.827 dan densitas shale (sh) 2.14 maka persamaan yang digunakan dari formula Indonesia karena karakter dari lapisan penelitian dan kemungkinan lapisan tersebut tidak mengandung gas : Vsh = Dimana Vsh GR GRmin GRmax : = Volume shale = harga kurva GR formasi (dibaca dari log GR) = harga log GR minimum (Zona bersih) = harga log GR maksimum (lempung) = 0.47

Vsh =

71

VI.1.2.2 Perhitungan Porositas Densitas (D) (Dcorr)

dan Koreksi Porositas Densitas

Porositas densitas didapat dari perhitungan log densitas dengan densitas matriks batuan dan densitas lumpur pemboran. Setelah didapatkan nilai dari porositas densitas, dihitung nilai koreksi porositasnya. Untuk mencari porositas densitas dan koreksinya, diketahui harga log densitas (b) 1.828, harga porositas neutron shale (nsh) 0.386 dan volume shale 0.293 dengan menggunakan persamaan schlumberger (1971) : D = Dimana D ma : = porositas densitas = densitas matriks batuan 2.65 2.71 2.87 b f batupasir batugamping dolomit

= densitas matriks batuan = densitas cairan lumpur 1.0 1.1 untuk lumpur tawar untuk lumpur garam

D =

= 0.531

Dcorr = D -

Dimana Dcorr

: = koreksi porositas densitas

72

D Nsh Vsh

= porositas densitas = porositas neutron shale = volume shale

Dcorr = 0.531

= 0.479

VI.1.2.3 Perhitungan Porositas Neutron (N) dan Porositas Neutron Terkoreksi (Ncorr) Nilai dari porositas neutron didapat dari pembacaan log neutron. Setelah itu dilakukan koreksi porositas neutron dengan menggunakan data-data seperti nilai

porositas neutron 0.434, harga porositas neutron shale (nsh) 0.386 dan volume shale 0.293 maka : Ncorr = N Dimana Ncorr N Nsh Vsh : = koreksi porositas neutron = porositas neutron = porositas neutron shale = volume shale Ncorr = 0.434 = 0.313

V.1.2.4 Harga Porositas Efektif (e) setelah didapatkan nilai dari porositas neutron terkoreksi dan porositas densitas terkoreksi maka dapat dicari harga dari porositas efektif di dalam batuan reservoir batupasir serpihan yang menggunakan rumus yaitu :

73

e Dimana e Ncorr Dcorr :

= porositas efektif = koreksi porositas neutron = koreksi porositas densitas

= 0.442

VI.1.2.5 Penentuan factor formasi (F) Menggunakan metode hubungan factor formasi dengan porositas, hasil dari penurunan persamaan Archie, yaitu persamaan Asquith (1982) F Dimana F m : = factor formasi = porositas efektif = cementary eksponent 2.15 2 a untuk batupasir untuk batugamping =

= factor pembanding 0.62 1 untuk batupasir untuk batugamping

= 3.59

74

VI.1.2.6 Penentuan harga tahanan jenis formasi (Rw) banyak cara untuk mencari tahanan jenis air formasi seperti dengan gambar silang porositas-resistivitas, dengan metode rasio resisvitas, Rw dari SP. Tetapi semua proses tersebut mempunyai asumsi sendiri tergantung dari sifat reservoarnya. Pada batuan reservoir yang mengandung hidrokarbon sebaiknya menggunakan persamaan dengan langkah penentuan Rw sebagai berikut :

Rw = Dimana Rw Ro F : = Tahanan jenis air formasi = Tahanan jenis formasi = Faktor formasi

Rw =

= 0.204

VI.1.2.7 Kejenuhan air formasi (Sw) Harga kejenuhan air formasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dari schlumberger (1972) perhitungannya adalah :

Sw

Dimana Sw Rt Vsh Rsh

: = kejenuhan air formasi = tahanan jenis formasi = volume shale = tahanan jenis shale

75

= cementary eksponent 2.15 2 untuk batupasir untuk batugamping

Rw a

= porositas efektif = tahanan jenis air formasi = factor pembanding 0.62 1 untuk batupasir untuk batugamping

Sw

= 0.848

Tabel 6.1. Hasil perhitungan petrofisik Lapisan batupasir Z_E Sumur ZE 5 ZE 6 ZE 8 ZE 17 0.315 0.222 0.236 0.3 0.268 Sw 0.644 0.604 0.659 0.668 0.643

VI.I.3 Interpretasi Lingkungan Pengendapan Sebelum melakukan interpretasi lingkungan pengendapan dari data yang didapat, daerah telitian secara geologi regional termasuk dalam lingkungan pengendapan delta yang terbentuk pada Kala Miosen Tengah dan proses delta yang didominasi oleh proses fluvial tersebut masih berjalan hingga masa sekarang. Pada analisa ini peneliti hanya menggunakan data log sumur untuk mengetahui lingkungan pengendapan batuan yang ada, dengan mengamati bentuk dari kurva log yang umumnya adalah log gamma ray.

76

log gamma ray secara umum dapat merespon perubahan ukuran butir batuan. Dalam perubahan ukuran butir tersebut kurva log akan membentuk pola tertentu seperti cylindrical, funnel, bell, symmetrical dan serrated yang juga dapat dihubungkan dengan proses pengendapan batuan dan penentuan lingkungan pengendapan. Sebagai contoh pada bentuk kurva log funnel, dari pola log dan respon log gamma ray terhadap ukuran butir terlihat dengan pola mengkasar keatas (coarsening upward) dan pola ini bisa dikatakan batuan terbentuk pada lingkungan pengendapan seperti crevasse splay, river mouth bar, delta front dan lain sebagainya (Walker & James, 1992). Pada analisa lingkungan pengendapan di daerah telitian ini, peneliti menggunakan asumsi-asumsi di atas dengan pola log yang ada pada sumur pemboran di daerah telitian. Pola log yang ada disederhanakan menjadi empat macam, yaitu : Mengkasar ke atas (coarsening upward) atau funnel shape. Menghalus ke atas (finning upward ) atau bell shape. Blocky atau cylindrical. Serrated. Adapun pembagian lingkungan pengendapan dan juga fasies dari pola log yang ada di daerah telitian adalah sebagai berikut : Lingkungan pengendapan delta plain lingkungan pengendapan ini terdiri dari beberapa sublingkungan pengendapan dan fasies. adapun ciri-ciri dari lingkungan pengendapan penelitian ini adalah sebagai berikut : Dari analisa kualitatif log sumur yang terdiri dari kolom log lithologi, log resistivitas dan log porositas yang ada, lithologi yang terdapat pada lingkungan pengendapan terdiri dari batupasir, batulempung dan batubara. Bentuk kuva log yang ada berupa cylindrical dan bell dapat diinterpretasi batuan ini terbentuk pada lingkungan pengendapan upper delta plain dengan fasies distributary channel (Tabel 6.2). Bentuk log lainnya adalah serrated dengan ciri-ciri seperti gergaji atau selang-seling antara GR tinggi dan GR rendah yang juga merupakan refleksi dari selang-seling batupasir dengan batulempung delta plain pada daerah

77

(batuan berbutir kasar dan halus) yang dapat dikatakan endapannya adalah endapan interdistributary bay yang terdapat pada sumur dengan kedalaman ZE 15 (700-1010 ft), ZE 6 (750-1125 ft), ZE 16 (970-1280 ft), ZE 5 (1175-1330 ft), dan ZE 17 (1490-1630 ft). Pada lokasi penelitian terdapat adanya beberapa lapisan batubara. Batuan ini umumnya terendapkan pada kondisi reduksi yang mencirikan bahwa endapan ini diendapkan pada lingkungan pengendapan delta.
Sumur ZE 15 ZE 6 Kedalaman 610 -638 1030 - 1085 560 - 598 654 - 748 1137 - 1184 740 - 816 850 - 963 1322 - 1412 785 - 860 920 - 1020 1360 - 1463 1120 - 1180 1235 - 1275 1656 - 1785 Pola Log Bell Cylindrical Cylindrical Cylindrical Cylindrical Bell Cylindrical Cylindrical Bell Cylindrical Cylindrical Bell Cylindrical Cylindrical Sub Lingkungan Pengendapan Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel Dist. Channel

ZE 16

ZE 5

ZE 17

Tabel 6.2 Kedalaman pola log Cylindrical dan Bell pada tiap-tiap sumur sebagai endapan Distributary Channel Lingkungan pengendapan delta front Lingkungan delta front merupakan sublingkungan pengendapan dengan energy tinggi, dimana sedimen secara konstan dirombak oleh arus pasang surut (tidal current), arus laut sepanjang pantai (marine longshore current) dan aksi gelombang (kedalaman 10 meter atau kurang). Berdasarkan analisa lingkungan pengendapan dengan mengamati pola log pada daerah telitian didapatkan fasiesnya dengan ciri-ciri sebagai berikut : Dari pembacaan log gamma ray secara berangsur-angsur mengecil keatas yang mencirikan ukuran butir semakin mengkasar kearah atas.

78

Dengan pola log funnel

dapat dikatakan lingkungan pengendapan delta front

dengan endapannya adalah distributary mouth bar.

Lingkungan pengendapan lapisan batupasir Z_E Untuk menentukan lingkungan pengendapan lapisan batupasir Z_E digunakan

interpretasi pola kurva log yaitu kurva log gamma ray. Dari pola yang ada terlihat adanya perubahan log gamma ray kearah atas semakin kecil harganya atau adanya gradasi butiran mengkasar ke atas yang disebut dengan istilah funnel shape (Tabel 6.3). Dari beberapa log sumur yaitu ZE 6, ZE 20, ZE 15 dan ZE 8 memperlihatkan pola gradasi yang sama dan juga tebal lapisan yang tidak terlalu berbeda, sedangkan pada log sumur ZE 5 dan ZE 17 terdapat pola funnel shape tetapi ke arah atas pola log membentuk pola cylindrical. Dari bentuk pola funnel dapat ditarik kesimpulan lapisan batupasir Z_E terbentuk pada lingkungan pengendapan delta front dengan fasies endapannya adalah distributary mouth bar. Dari perbedaan bentuk kurva log pada log sumur ZE 6, ZE 20, ZE 15 dan ZE 8 dengan bentuk sama kemungkinan pola-pola ini merupakan bagian terluar atau tepi dari endapan mouth bar dan pola funnel dengan perubahan cylindrical di atasnya kemungkinan ini bagian tengah dari endapan mouth bar (Gambar 6.6). Sumur ZE 15 ZE 6 ZE 20 ZE 8 ZE 16 ZE 5 ZE 17 Kedalaman (ft) 105-140 162-210 186-231 210-258 370-409 414-472 742-784

Tabel 6.3 Kehadiran pola kurva log Funnel Pada tiap-tiap sumur sebagai endapan Distributary Mouth Bar

79

80

VI.2. Korelasi Korelasi merupakan suatu kegiatan yang menghubungkan antara suatu titik dengan titik lainnya yang mempunyai sifat yang sama dan terbentuk pada waktu yang bersamaan. Hal ini lebih difokuskan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan baik keadaan stratigrafi maupun keadaan struktur bawah permukaan sehingga menjadi acuan dalam pembuatan peta bawah permukaan terutama dalam pembuatan peta top struktur. Dalam korelasi banyak data yang dapat dipakai seperti data log sumur, biostratigrafi, data core atau cutting dan data seismic. Dalam penelitian ini data yang dipakai hanya data log sumur. Data log yang digunakan untuk melakukan korelasi yaitu log gamma ray, log resistivitas, log densitas dan log neutron. Kesamaan bentuk log menjadi acuan dalam penarikan korelasi tetapi juga harus memperhatikan sikuen pengendapannya untuk mengetahui batuan terbentuk pada waktu dan proses pengendapan yang bersamaan. Pada daerah penelitian yaitu lapangan semberah, terdapat 9 log sumur dari sumur-sumur pemboran untuk melakukan korelasi ini. Kesembilan log sumur tersebut terdiri dari ZE 15, ZE 6, ZE 20, ZE 8, ZE 16, ZE 5, ZE 17 yang terdapat lapisan batupasir Z_E, dan dua log sumur lainnya yaitu ZE 19 dan ZE 3 yang tidak terdapat lapisan telitian dan log sumur ini menjadi ketentuan bahwa tidak menerusnya lapisan batupasir telitian (Gambar 6.7). Selain dari lapisan batupasir Z_E terdapat beberapa lapisan batupasir dengan penyebaran dan ketebalan tertentu. Beberapa lapisan batubara dengan penyebaran yang luas dan terdapat hampir di semua sumur. Dan lapisan batugamping yang terletak dibagian atas dari korelasi dan berdekatan dengan lapisan batupasir Z_E

81

82

VI.2.I. Korelasi Stratigrafi Sebelum melakukan korelasi terlebih dahulu menentukan garis kronostratigrafi atau time marker (datum). Garis time marker ini merupakan suatu lapisan yang

mempunyai penyebaran yang luas dan dapat ditemukan

di semua lokasi sumur

pemboran. lapisan marker tersebut bisa berupa batulempung, batubara dan batugamping. Lapisan marker pada lapangan semberah terbentuk pada lingkungan pengendapan marine shelf. Lapisan ini terbentuk ketika muka air laut relative mengalami kenaikan setelah terjadi suatu fase regresi maksimum atau dapat juga dikatakan apabila suplai sedimen lebih lambat dibandingkan penurunan cekungan.. Pada pengamatan di log sumur garis marker mempunyai harga nilai log gamma ray yang besar dengan separasi positif ke arah kanan. untuk log porositas antara log neutron dan log densitas

mempunyai separasi antara kedua log dimana log neutron menunjukkan hydrogen index yang besar (ke arah kiri) sementara log densitas menunjukkan kerapatan yang besar (ke arah kanan) Dari Sembilan log sumur terdapat tiga garis datum dengan penentuan garis tersebut berdasarkan acuan di atas. Lapisan Z_E berada di atas lapisan marker dimana lapisan marker ini adalah lapisan batuserpih tipis. Dari korelasi stratigrafi ini didapat lapisan batupasir Z_E hanya terdapat pada sumur ZE 15, ZE 6, ZE 20, ZE 8, ZE 16, ZE 5, dan ZE 17.

VI.2.2. Korelasi struktur Korelasi struktur ini ditujukan untuk mengetahui keadaan struktur bawah permukaan suatu daerah telitian. Korelasi ini berbeda dengan korelasi stratigrafi karena dalam korelasi ini pengikat antar sumurnya adalah garis permukaan air laut sehingga semua sumur dibuat sejajar lateral dengan permukaan air laut. Dari pembuatan dan pengamatan korelasi struktur yang telah dibuat dengan arah lintasan korelasi mengarah utara-selatan, terlihat adanya perubahan kedalaman dari lapisan batuan yang ada di bawah permukaan. Semakin ke arah utara lapisan batuan semakin bertambah kedalamannya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa korelasi ini menjelaskan

83

keadaan sebenarnya dari kondisi bawah permukaan yang ada sekarang yaitu terdapatnya bentukan struktur antiklin yang mengarah utara selatan dengan sayapnya mengarah barat timur yang terbentang di sepanjang lokasi penelitian. VI.3 Peta Bawah Permukaan

VI.3.1 Peta Top Structure Dalam pembuatan peta top structure terlebih dahulu kita harus mengetahui keadaan bawah permukaan lokasi penelitian. Hal ini didapat dari pengamatan

penampang korelasi atau juga dari penampang lintasan seismic. Dari hasil yang didapat pada analisa sebelumnya diketahui daerah telitian terlintas struktur lipatan antiklin yang mengarah utara selatan dengan sayapnya membentang ke arah barat timur. Ketika kondisi bawah permukaan telah diketahui dari analisa sebelumnya, barulah dapat diilustrasikan bagaimana bentukan peta top struktur yang akan dibuat dari data kedalaman (TVDSS) top lapisan batupasir Z_E di setiap sumur pemboran. Berdasarkan data yang ada lapisan batupasir Z_E mempunyai kisaran kedalaman -122 ft sampai 744 ft, lapisan yang dangkal berada di sumur ZE 15 dengan kedalaman -122 ft dan yang terdalam berada pada kedalaman -744 ft di sumur ZE 17 (Tabel 6.4).

Tabel 6.4. Tabel data top struktur Lapisan batupasir Z_E Sumur Kedalaman ZE 15 -112 ZE 6 -167 ZE 20 -192 ZE 8 -221 ZE 16 -384 ZE 5 -413 ZE 17 -744

VI.3.2 Peta Net Sand Peta ini dibuat berdasarkan ketebalan batupasir bersih dari masing-masing sumur pemboran. Dalam peta ini juga harus memperhatikan lingkungan pengendapan dari batuan tersebut, sehingga pembuatannya mempunyai bentuk geometri batuan yang sama berdasarkan kenampakan pada lingkungan pengendapannya. Lapisan batupasir Z_E terbentuk pada lingkungan pengendapan delta dengan fasies endapannya adalah distributary mouth bar. Fasies endapan ini secara umum di alam sebenarnya

84

mempunyai geometri batuan menyebar ketika endapan sedimen keluar dari saluran channel-channel delta. Dari ketentuan ini pembuatan peta net sand dibuat sehingga dapat diketahui penyebaran dan batas-batas dari lapisan batupasir Z_E (Tabel 6.5). Sumur ZE 15 ZE 6 ZE 20 ZE 8 ZE 16 ZE 5 ZE 17 Net sand (ft) 7 7 8 8 0 24 20

Tabel 6.5. Data ketebalan batupasir bersih (net sand)

VI.3.3 Peta Net Pay Peta net pay merupakan peta yang dibuat dengan cara menggabungkan dua peta lainnya yaitu peta top structure dan peta net sand yang dioverlaykan sehingga didapatkan zona akumulasi minyak dengan batas penyebarannya air atau WOC (water oil contact). Pada lapisan batupasir Z_E tidak ditemukan adanya kontak antara minyak dengan air kemungkinan lapisan batuan berbentuk melensa dan menghabis pada sumur yang terluar yaitu sumur ZE 17. Sedangkan dari data produksi lapisan batupasir Z_E dari tiap-tiap sumur produksi selama ini lapisan tersebut tidak mengeluarkan air. Sehingga diambil keputusan untuk menentukan batas akhir dari zona minyak adalah menggunakan data bottom lapisan dari sumur terluar yaitu sumur ZE 17 dengan

kedalaman bottomnya adalah 764 ft.

85

VI.4

Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Ada beberapa parameter untuk menghitung cadangan hidrokarbon dalam batuan

reservoir. Data tersebut berupa data dari perhitungan analisa kuantitas batuan yaitu perhitungan petrofisik berupa porositas batuan () dan kejenuhan air formasi (Sw) serta volume reservoir dari data ketebalan dan luasan lapisan reservoir (Vb). Perhitungan volume batuan reservoir dilakukan dengan menggunakan peta net pay dari data ketebalan dan luas batuan. Perhitungan ini memakai dua metode, yaitu dengan cara pyramidal dan dengan cara trapezoidal. Kedua metode ini mempunyai cara perhitungan tertentu. Cara pyramidal digunakan apabila harga perbandingan antara kontur yang berurutan kurang atau sama dengan 0.5 atau An+1/An < 0.5. sedangkan cara trapezoidal digunakan adalah sebaliknya. Berikut adalah hasil pengukuran luas zona akumulasi minyak dari peta net pay dengan menggunakan alat planimeter : Luas Kontur 0 (Ao) Kontur 1 (A1) Kontur 2 (A2) Kontur 3 (A3) Kontur 4 (A4) Kontur 5(A5) = 223,460 = 167,722 = 121,729 = 78,296 = 39,217 = 13,172 acrefeet acrefeet acrefeet acrefeet acrefeet acrefeet

Penentuan cara dalam perhitungan volume bulk (Vb) U Ao =


A1 167,722 = Ao 223,460 A2 121,729 = A1 167,722

= 0.750

(Trapezoidal karena 0.5)

U Ao =

= 0.725

(Trapezoidal karen a 0.5)

86

U Ao = U Ao = U Ao = U Ao =

A3 78,296 = A2 121,729 A4 39,217 = 78,296 A3


A5 13,172 = A4 39,217

= 0.643 = 0.5 = 0.335 = 0

(Trapezoidal karen a 0.5) (Trapezoidal karen a 0.5) (Piramidal karena < 0.5) (Piramidal karena < 0.5)

0 = 0 A5

Perhitungan Volume

Vo = h/2 x (An + (An+1)) = 5/2 x (Ao + A1) = 5/2 x (223.460+ 167.722) = 977,957 acrefeet

V1 = h/2 x (An + (An+1)) = 5/2 x (A1 + A2) = 5/2 x (167.722+ 121.729) = 723,628 acrefeet

V2 = h/2 x (An + (An+1)) = 5/2 x (A2 + A3) = 5/2 x (121.729+ 78.296) = 500,063 acrefeet

V3 = h/2 x (An + (An+1)) = 5/2 x (A3 + A4) = 5/2 x (78.296+ 39.217) = 293,785 acrefeet

V4 = h/3 x (An + (An+1) +

An x ( An 1) ) = 5/3 x (A4 + A5 + A4 x A5 )

87

= 5/3 x (39.217+ 13.172 + = 5/3 x (52.390+ 516.589 ) = 125,198 acrefeet

39.217 x 13.172

Vb = 977,957+723,628 +500,063+293,785+125,198

= 2620.631 acrefeet

Perhitungan Cadangan

STOIIP =

7758 x Vb x x Sh Boi
7758 x 2620.631x 0.268 x 0.357 1.163

= 1,672,549.364 STB3 = 1.672 MBO

88

BAB VII KESIMPULAN


Dari analisis data yang ada pada lapisan batupasir Z_E dengan menggunakan data bawah permukaan pada Formasi Mentawir, Cekungan Kutai Kalimantan Timur, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1. Lapisan batupasir Z_E dijumpai di beberapa sumur pemboran yaitu sumur ZE 15, ZE 6, ZE 20, ZE 8, ZE 16, ZE 5 dan ZE 17 dengan ketebalan sekitar 7 ft 24 ft. lapisan ini tidak terdapat kontak dengan fluida air, sehingga batas akhir dari fluida minyak diambil dari bottom lapisan sumur terluar, yaitu ZE 17 dengan bottom lapisan -764 ft. Sedangkan dalam penentuan batas LKO (lowest Known Oil) didapat dari top lapisan batuan yang berada paling luar dari sumur dan mengandung minyak. Maka dari itu top lapisan dari sumur ZE 17 yang berada paling luar dianggap sebagai LKO dengan kedalaman top lapisan berada pada -744 ft. 2. Berdasarkan analisa kualitatif dan kuantitatif data sumur, lapisan batupasir Z_E memiliki karakteristik sebagai batuan reservoar. Dengan adanya crossover dan perbedaan nilai log resistivitas pada tiap-tiap sumur menunjukkan sebagai batuan yang porous. Dan Lapisan batupasir Z_E mengandung fluida minyak dari pembacaan harga tahanan jenis sekitar 10 80 ohm yang menunjukkan pembacaan fluida minyak dari log resistivitas serta persentasi dari analisa flourencence sekitar 10 70 %. 3. Dari bentuk kurva log dengan pola kurva berbentuk funnel pada tiap-tiap sumur di lapisan batupasir Z_E dapat dikatakan, lapisan ini terendapkan pada lingkungan pengendapan delta front dengan fasies endapannya adalah distributary mouth bar. 4. Berdasarkan data interval kedalaman top lapisan batupasir Z_E didapatkan geometri bawah permukaan dengan bentuk antiklin mengarah ke arah utara selatan dan sayap antiklin mengarah barat timur dimana antiklin ini juga berfungsi sebagai perangkap struktur petroleum system dari lapisan batupasir Z_E 5. Dari pengukuran volume reservoar dan juga perhitungan petrofisik batuan dengan harga porositas 0.222 - 0.315 dan saturasi air 0.604 - 0.668 didapatkan jumlah cadangan minyak pada lapisan batupasir Z_E yaitu 1,672 MBO (million barrel oil).

89

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.P. & Chamber, J.L.C, 1998, Sedimentation in The Modern and Miocene Mahakam Delta, Australia Allen, G.P., Laurier, D., Thouvenin, J.M., 1976, Sediment Distribution Pattern In The Modern Mahakam Delta, Indonesian Petroleum Association, Proceedings 5th Annual Convention Jakarta, p 159-178. Asikin, S., 1976, Geologi Struktur Indonesia, Departemen Teknik Geologi ITB, Bandung, Indonesia Asquith, George. G. Charles, 1982, Basic Well Log Analysis for Geology, The American Association of Petroleum Geologist, Tulsa, Oklahoma, USA Bachtiar, A., et.al., 1999, Geological Study on Semberah Block, Final Report. PT Intibumi Sarana Makmur (GDA Group) Bachtiar, A., 2004, Fluvial Deltaic Sedimentology Application In Oil and Gas Exploration and Production, IAIG Guest Lecture Program, Yogyakarta Bemmelen, R.W. Van., 1949. The Geology of Indonesia. Martinus Nijhoff The Hague. Boggs, S. Jr., 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. Merril Publishing Company, Columbus, Ohio. Curray, J.R., 1969, Transgressions and Regressions, in paper, in marine Geology, ed. R.L. Miller : Mac.Millan C.,New York, 1975, 203 p. Davis, Jr. R.A., 1983, Depositional Systems : A Genetic Approach to Sedimentary Geology, University of South Florida, New Jersey Elliot, T., 1986. Deltas, in : Reading, H.G., (ed) : Sedimentary Environment and Facies. Blackweell Scientific Publications, Oxford, London. Queensland Universityof Technology, Brisbane,

90

Firdaus, M., & Prabantara, A., 2005. Introduction to Logging Tools & Well Log Interpretation. Two day courses Elnusa Drilling Services, tidak dipublikasikan Fisher, W.L., Brown, L.F., Scott, A.J., and McGowen, J.H., 1969. Delta System in The Exploration for Oil & Gas. A research Colloquium, Bureau of Economic Geology, University of Texas at Austin, Austin, Texas. Friedman, G.M., & Sanders, J.E., 1978, Principles of Sedimentology, John Wiley & Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Galloway, W.E., 1983, Depositional System and Sequence in The Exploration for Sandstone and Stratigraphic Traps, Springer Verlag, New York, USA. Geology Division Of EMP SEMBERAH, 2004, Semberah Group Geological Review, PT Semberani Persada Oil, Jakarta Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Edisi kedelapan, Schlumberger Oilfield Service, Jakarta Katili, J.A., 1978, Past & Present Geotectonic of Sulawesi, Indonesia Tectonophysics, Vol. 45 Koesoemadinata, R.P., 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi. ITB, Bandung. Koesoemadinata, R.P., 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi Edisi Kedua Jilid I. ITB, Bandung. Marks, E., Sujatmiko, Samuel, L., Dhanutirto, H., Ismoyowati, T., Sidik, B.B., 1982, Cenozoic Stratigraphic Nomenclature In Kutai Basin, Kalimantan, Proceeding of Indonesian Petroleum Association, 11th Annual Convention, Jakarta, Indonesia Mora S., Gardini Marco, Kusumanegara Yohan & Wiwoko Agung, 2001, Modern Ancient Deltaic Deposits and Petroleum System of Mahakam Area, Proceeding Indonesia Petroleum Association, Total E & P Indonesia. Moss, S.J., Chambers, J.L.C., 1998, Tertiary Facies Architecture In The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, Journal of Asian Earth Sciences.

91

Paterson, D.W., Bachtiar, A., Bates, J.A., Moon, J.A. and Surdam, R.C., 1997. Petroleum System of the Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, Proceeding Indonesia Petroleum Association, Petroleum System of SE Asia Australia Conference, May 1997, pp 709 - 726. Pertamina BPPKA, 1997, Petroleum Geology of Indonesian Basins, vol XI, Kutai Basin, Jakarta Pettijohn, F.J., Potter, P.E., & Siever, R., 1973. Sand and Sandstone. SpringerVerlag, New York. Samuel, L., & Muchsin, S., 1975. Stratigraphy and Sedimentation in the Kutai Basin, East Kalimatan, Indonesian Petroleum Association Proceeding, Vol 2, p.27-39. Satyana, A.H, Nugroho D., Surantoko I., 1999, Tectonic Control On The Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai, and Tarakan Basins, Eastern Kalimantan, Indonesia, Major, Dissimilateries In Adjoining Basins. Journal of Asian Earth Science, Jakarta. Schlumberger, 1986, Log Interpretation Charts, Schlumberger Well Service, Jakarta Selley, R,C.,1985. Ancient Sedimentary Environment and Their Subsurface Diagnosis 3rd edition. Cornell University Press, Ithaca, New York. Serra, O., 1985. Sedimentary Environment from Wireline Logs. Schlumberger. Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia,Vol 1A., The Haque Martinus. Nijnhoff Van de Weerd, A., and Armin R.A., 1992. Originand Evolution of the TertiaryHydrocarbon Bearing Basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia. AAPG Bulletin, 76 (11), pp1778-1803. Walker R. G., & James P.N., 1992, Fasies Model : Response to Sea Level Change, Geological Association of Canada, Canada

92

93

GR Max

GR Min

ma 2.65

Data Petrofisik ZE 5 BHT TD ST Nsh (F) (ft) (F) 128 4317 77

Rmf 0.11

Rsh 7.015

m 2.15

a 0.62

47.4 31.67

1.1 0.386

DEPTH 648 648.5 649 649.5 650 650.5 651 651.5 652 652.5 653 653.5 654 654.5 655 655.5 656

GR 39.06 36.03 34.56 38.81 42.46 46.34 45.03 41.4 39 35.37 36.21 34.87 35.34 33.53 34.71 36.12 41.03

Vsh 0.47 0.28 0.18 0.45 0.69 0.93 0.85 0.62 0.47 0.24 0.29 0.2 0.23 0.12 0.19 0.28 0.6

LLD (RT) 0.731 2.864 4.586 3.66 3.87 4.267 5.25 6.773 8.425 10.25 11.12 10.89 11.68 12.87 13.71 14.46 14.44

MSFL (Rxo) 1.551 1.589 1.756 1.991 2.453 1.47 1.539 1.499 2.64 2.058 2.197 2.015 1.136 1.138 1.662 1.937 1.788

LLS 3.859 1.124 8.215 6.623 8.277 10.19 11.55 12.18 13.44 15.4 15.75 14.47 14.4 14.58 14.07 14.04 13.68

CNL 0.434 0.438 0.396 0.413 0.416 0.449 0.441 0.45 0.413 0.402 0.405 0.418 0.423 0.427 0.455 0.451 0.45

LDL 1.827 1.831 1.959 2.004 1.998 1.946 1.977 1.999 2.065 2.065 2.067 2.049 2.019 2.007 2.005 2.017 1.973

D 0.531 0.528 0.446 0.417 0.421 0.454 0.434 0.42 0.378 0.378 0.376 0.388 0.407 0.415 0.416 0.408 0.437

N 0.43 0.44 0.4 0.41 0.42 0.45 0.44 0.45 0.41 0.4 0.41 0.42 0.42 0.43 0.46 0.45 0.45

Dcorr Ncorr 0.479 0.497 0.425 0.366 0.344 0.35 0.339 0.351 0.326 0.351 0.344 0.365 0.381 0.402 0.395 0.377 0.37 0.313 0.367 0.349 0.296 0.239 0.209 0.222 0.291 0.293 0.341 0.331 0.366 0.362 0.397 0.405 0.378 0.297

e 0.442 0.468 0.408 0.351 0.321 0.318 0.313 0.337 0.318 0.349 0.341 0.365 0.377 0.401 0.397 0.377 0.354

F 3.59 3.167 4.257 5.895 7.143 7.257 7.527 6.413 7.261 5.962 6.273 5.406 5.051 4.428 4.518 5.051 5.779

Rw 0.204 0.904 1.077 0.621 0.542 0.588 0.698 1.056 1.16 1.72 1.772 2.015 2.313 2.905 3.035 2.862 2.499

Sw 0.848 0.826 0.83 0.749 0.702 0.677 0.661 0.664 0.675 0.75 0.717 0.765 0.745 0.818 0.76 0.702 0.595 93

656.5 657 657.5 658 658.5 659 659.5 660 660.5 661 661.5 662 662.5 663 663.5 664 664.5 665 665.5 666 666.5 667 667.5 668 668.5

39.59 41.93 38.62 41.25 41.06 45.06 44.37 42.21 36.71 33.68 31.67 34.25 34.15 34.62 33.84 37.31 37.06 36.34 35.18 37.71 39.71 40.56 41.56 45.65 47.15

0.5 0.65 0.44 0.61 0.6 0.85 0.81 0.67 0.32 0.13 0 0.16 0.16 0.19 0.14 0.36 0.34 0.3 0.22 0.38 0.51 0.57 0.63 0.89 0.99

14.09 14.93 16.44 17.27 17.79 19.08 20.66 23.72 29.02 32.65 35.5 38.22 40.37 43.5 47.02 45.2 41.52 35.36 28.09 23.26 22.49 22.25 20.86 19.72 17.96

1.377 0.561 0.835 1.488 1.592 0.944 0.941 1.569 1.907 1.711 1.778 1.822 2.089 2.08 1.823 1.939 1.918 1.66 1.497 1.455 1.425 1.121 0.971 1.93 1.942

12.73 12.37 12.21 12.31 13 13.22 12.76 12.53 13.47 14.43 14.58 14.34 13.85 13.95 15.23 15.02 14.34 13.45 11.77 10.22 9.738 9.546 9.118 9.092 9.271

0.417 0.393 0.378 0.375 0.425 0.409 0.389 0.359 0.331 0.33 0.293 0.313 0.296 0.286 0.275 0.284 0.314 0.305 0.329 0.329 0.351 0.34 0.37 0.382 0.386

1.885 1.832 1.859 1.939 1.913 1.91 1.923 2.048 2.078 2.075 2.051 2.058 2.069 2.068 2.06 2.046 2.054 2.038 2.023 2.003 2.024 2.058 2.079 2.107 2.104

0.494 0.528 0.51 0.458 0.475 0.477 0.469 0.388 0.369 0.371 0.387 0.382 0.375 0.376 0.381 0.389 0.384 0.395 0.405 0.418 0.404 0.382 0.369 0.35 0.352

0.42 0.39 0.38 0.38 0.43 0.41 0.39 0.36 0.33 0.33 0.29 0.31 0.3 0.29 0.27 0.28 0.31 0.3 0.33 0.33 0.35 0.34 0.37 0.38 0.39

0.438 0.455 0.461 0.39 0.409 0.382 0.379 0.314 0.333 0.357 0.387 0.363 0.357 0.355 0.365 0.349 0.346 0.362 0.38 0.375 0.347 0.319 0.298 0.251 0.242

0.287 0.225 0.264 0.218 0.271 0.19 0.181 0.187 0.249 0.297 0.293 0.271 0.256 0.238 0.239 0.192 0.225 0.228 0.272 0.23 0.219 0.194 0.208 0.152 0.132

0.404 0.404 0.417 0.352 0.378 0.339 0.335 0.285 0.314 0.343 0.366 0.343 0.335 0.329 0.337 0.314 0.319 0.332 0.356 0.343 0.318 0.291 0.278 0.229 0.218

4.349 4.353 4.066 5.848 5.017 6.327 6.521 9.188 7.471 6.17 5.39 6.194 6.524 6.775 6.415 7.462 7.22 6.63 5.717 6.201 7.263 8.798 9.693 14.75 16.45

3.239 3.43 4.043 2.953 3.547 3.016 3.168 2.582 3.884 5.292 6.586 6.171 6.188 6.421 7.33 6.057 5.75 5.332 4.914 3.752 3.097 2.529 2.152 1.337 1.091

0.623 0.584 0.627 0.572 0.574 0.529 0.523 0.521 0.61 0.745 0.927 0.697 0.697 0.662 0.705 0.544 0.561 0.604 0.677 0.606 0.564 0.549 0.542 0.514 0.521 94

669 48 1.04 16.36 669.5 45.84 0.9 16.33 670 670.5 671 671.5 672 47.37 1 16.45 47.31 1 15.97 46.81 0.96 15.3 43.34 0.74 14.7 41.93 0.65 14.36 0.49

2.218 8.941 0.402 2.12 0.342 2.226 8.723 0.422 2.129 0.336 1.824 1.935 2.037 1.871 1.96 8.78 8.772 8.781 8.616 8.252 0.419 0.39 0.386 0.408 0.413 2.146 2.157 2.152 2.139 2.127 0.325 0.318 0.322 0.33 0.338

0.4 0.42 0.42 0.39 0.39 0.41 0.41

0.226 0.235 0.214 0.207 0.214 0.247 0.265

0.135 0.206 0.19 0.225 0.162 0.202 0.134 0.191 0.138 0.197 0.216 0.24 0.245 0.26 0.315

18.58 0.88 0.53 15.3 1.068 0.534 19.29 21.89 20.37 13.32 11.19 0.853 0.729 0.751 1.103 1.284 0.528 0.53 0.536 0.559 0.576 0.644

95

GR Max

GR Min

ma 2.65 MSFL (Rxo) 10 11.5 6.75 14.2 22.5 26.1 18.9 25.3 29.3 33.6 28.7 21.7 14.8 17.7 10

Data Petrofisik ZE 6 TD ST Nsh BHT (ft) (F) 93 4200 77

Rmf 0.22

Rsh 5.16

m 2.15

a 0.62

72.62 33.96 LLD (RT) 12.63 9.797 11.18 15.23 22.72 34.12 41.28 44.55 51.35 63.84 80.57 88.89 61.63 29.76 17.99

1.1 0.561

DEPTH 336 337 337 338 338 339 339 340 340 341 341 342 342 343 343

GR 70.87 72.62 65.56 57.62 50.12 46.15 44.15 39.46 36.34 33.96 35.12 39.21 47.65 59.34 69.56

Vsh 0.955 1 0.817 0.612 0.418 0.315 0.264 0.142 0.062 0 0.03 0.136 0.354 0.656 0.921 0.315

LLS 14.4 11.3 12.5 16.6 24.3 36.5 45.2 48.8 55.6 66.6 79.4 82.4 55.8 28 17.6

CNL 0.58 0.506 0.381 0.299 0.257 0.261 0.257 0.273 0.279 0.307 0.321 0.344 0.359 0.391 0.404

LDL 1.98 2.134 2.213 2.214 2.172 2.151 2.13 2.096 2.062 2.044 2.047 2.055 2.088 2.149 2.24

N 0.58 0.51 0.38 0.3 0.26 0.26 0.26 0.27 0.28 0.31 0.32 0.34 0.36 0.39 0.4

D 0.432 0.333 0.282 0.281 0.309 0.322 0.336 0.357 0.379 0.391 0.389 0.384 0.363 0.324 0.264

Dcorr Ncorr 0.278 0.171 0.15 0.182 0.241 0.271 0.293 0.334 0.369 0.391 0.384 0.362 0.305 0.217 0.115 0.223 0.132 0.076 0.07 0.101 0.143 0.158 0.22 0.255 0.307 0.31 0.293 0.226 0.145 0.059

e 0.2656 0.162 0.1332 0.1571 0.2097 0.2423 0.263 0.3087 0.3441 0.3721 0.3674 0.3466 0.2877 0.2012 0.1026 0.2224

F 10.724 31.045 47.266 33.154 17.815 13.058 10.954 7.7614 6.1448 5.1934 5.3362 6.0504 9.0275 19.48 82.904

Rw 1.177 0.316 0.237 0.459 1.276 2.613 3.768 5.74 8.356 12.29 15.1 14.69 6.826 1.528 0.217

Sw 0.53 0.545 0.533 0.532 0.55 0.557 0.571 0.675 0.786 0.929 0.837 0.622 0.475 0.457 0.473 0.605 96

GR Max 69.32

GR Min 37.88 LLD (RT) 15.71 16.89 22.48 26.07 32.88 36.09 40.15 42.83 26.53

ma 2.65 MSFL (Rxo) 7.463 8.922 10.04 10.03 11.31 10.96 11.51 10.16 9.05

Data Petrofisik ZE 8 TD ST Nsh BHT (ft) (F) 106 961 77

Rmf 0.633

Rsh 7.94

m 2.15

a 0.62

1.1 0.529

DEPT 398 399 400 401 402 403 404 405 406

GR 69.32 64.35 56.98 54.95 46.68 39.43 37.88 39.56 52.02

Vsh 0.9999 0.8418 0.6075 0.5428 0.2799 0.0494 0 0.0534 0.4497 0.4249

LLS 16.87 17.14 21.69 25.41 32.94 38.36 43.07 44.65 28.05

CNL 0.395 0.38 0.359 0.402 0.333 0.326 0.334 0.354 0.329

LDL 2.268 2.257 2.218 2.165 2.127 2.123 2.099 2.095 2.174

N 0.395 0.38 0.359 0.402 0.333 0.326 0.334 0.354 0.329

D 0.247 0.254 0.279 0.313 0.338 0.34 0.356 0.358 0.307

Ncorr Dcorr 0.0424 0.083 0.1448 0.2105 0.2344 0.3089 0.3339 0.3354 0.1707 0.094 0.125 0.186 0.23 0.295 0.332 0.356 0.35 0.239

e 0.082 0.116 0.177 0.225 0.281 0.327 0.351 0.347 0.223 0.237

F 132.98 63.961 25.722 15.25 9.4627 6.8469 5.8904 6.053 15.541

Rw 0.118 0.264 0.874 1.709 3.475 5.271 6.816 7.076 1.707

Sw 0.5238 0.5301 0.5404 0.545 0.6291 0.8403 0.9245 0.8309 0.5695 0.6593

97

Data Petrofisik ZE 17 GR Max GR Min ma 2.65 MSFL (Rxo) 2.547 2.032 1.643 1.448 1.374 1.354 1.394 1.517 1.702 1.841 1.812 1.687 1.592 1.57 1.578 1.58 1.589 f 1.1 Nsh 0.582 BHT (F) 133 TD (ft) 4310 ST (F) 77 Rmf Rsh m 2.15 a 0.62

69 32.545 LLD (RT) 12.009 12.41 12.916 13.52 14.218 14.997 15.837 16.715 17.606 18.503 19.41 20.324 21.239 22.142 23.011 23.816 24.53

0.1 6.323

DEPT 880 880.25 880.5 880.75 881 881.25 881.5 881.75 882 882.25 882.5 882.75 883 883.25 883.5 883.75 884

GR 62.555 59.266 56.289 53.838 51.976 50.625 49.624 48.773 47.918 46.954 45.944 45.054 44.392 43.897 43.361 42.551 41.492

Vsh 0.82 0.73 0.65 0.58 0.53 0.5 0.47 0.45 0.42 0.4 0.37 0.34 0.33 0.31 0.3 0.27 0.25

LLS 10.55 10.77 11.08 11.46 11.92 12.45 13.04 13.67 14.31 14.93 15.53 16.07 16.57 17.01 17.39 17.69 17.92

CNL 33.726 34.715 35.647 35.781 35.588 35.353 35.392 35.594 35.822 35.763 35.258 34.276 33.284 32.71 32.691 33.072 33.545

LDL 2.256 2.227 2.193 2.16 2.132 2.113 2.104 2.103 2.107 2.11 2.11 2.105 2.097 2.088 2.081 2.077 2.075

N 0.337 0.347 0.356 0.358 0.356 0.354 0.354 0.356 0.358 0.358 0.353 0.343 0.333 0.327 0.327 0.331 0.335

D 0.254 0.273 0.295 0.316 0.334 0.346 0.352 0.353 0.35 0.348 0.348 0.352 0.357 0.363 0.367 0.37 0.371

Ncorr

Dcorr

e 0.09 0.13 0.17 0.2 0.22 0.24 0.25 0.26 0.26 0.26 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 0.3 0.31

F 100 49.6 29 20 15.6 13.3 12.1 11.5 11.2 10.8 10.4 9.94 9.51 9.07 8.64 8.17 7.7

Rw 0.12 0.25 0.445 0.675 0.913 1.128 1.307 1.451 1.575 1.712 1.868 2.045 2.234 2.441 2.665 2.915 3.185

Sw 0.54 0.55 0.56 0.58 0.59 0.59 0.6 0.6 0.6 0.61 0.61 0.62 0.63 0.63 0.63 0.64 0.66 98

0.02 0.06 0.1 0.13 0.15 0.16 0.17 0.18 0.19 0.2 0.21 0.21 0.21 0.21 0.21 0.22 0.24

0.116 0.15 0.185 0.218 0.245 0.263 0.273 0.278 0.279 0.282 0.287 0.294 0.302 0.31 0.317 0.323 0.33

884.25 884.5 884.75 885 885.25 885.5 885.75 886 886.25 886.5 886.75 887 887.25 887.5 887.75 888 888.25 888.5 888.75 889 889.25 889.5 889.75 890 890.25

40.316 39.259 38.528 38.208 38.146 38.1 37.955 37.809 37.801 38.015 38.329 38.627 38.878 39.124 39.44 39.868 40.307 40.505 40.252 39.626 38.905 38.423 38.361 38.682 39.192

0.21 0.18 0.16 0.16 0.15 0.15 0.15 0.14 0.14 0.15 0.16 0.17 0.17 0.18 0.19 0.2 0.21 0.22 0.21 0.19 0.17 0.16 0.16 0.17 0.18

25.138 25.642 26.067 26.461 26.875 27.345 27.868 28.394 28.845 29.151 29.274 29.211 28.99 28.659 28.276 27.899 27.572 27.32 27.148 27.045 26.985 26.948 26.919 26.881 26.806

1.596 1.601 1.592 1.577 1.576 1.592 1.603 1.576 1.52 1.466 1.434 1.416 1.412 1.43 1.47 1.534 1.629 1.759 1.851 1.795 1.613 1.447 1.37 1.373 1.408

18.06 18.26 18.3 18.33 18.36 18.3 18.51 18.63 18.77 18.91 19.02 19.1 19.13 19.12 19.09 19.04 19.02 19.02 19.07 19.17 19.34 19.59 19.95 20.4 20.91

33.886 33.958 33.751 33.350 32.868 32.413 32.052 31.802 31.656 31.602 31.623 31.686 31.751 31.788 31.786 31.745 31.685 31.638 31.638 31.709 31.860 32.063 32.262 32.434 32.626

2.075 2.073 2.069 2.061 2.055 2.054 2.056 2.06 2.06 2.062 2.065 2.071 2.079 2.088 2.1 2.113 2.126 2.136 2.141 2.139 2.132 2.121 2.11 2.101 2.094

0.339 0.34 0.338 0.334 0.329 0.324 0.321 0.318 0.317 0.316 0.316 0.317 0.318 0.318 0.318 0.317 0.317 0.316 0.316 0.317 0.319 0.321 0.323 0.324 0.326

0.371 0.372 0.375 0.38 0.384 0.385 0.383 0.381 0.381 0.379 0.377 0.374 0.368 0.363 0.355 0.346 0.338 0.332 0.328 0.33 0.334 0.341 0.348 0.354 0.359

0.26 0.27 0.27 0.27 0.27 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.25 0.25 0.25 0.25 0.24 0.24 0.23 0.23 0.23 0.24 0.25 0.26 0.26 0.26 0.26

0.335 0.341 0.347 0.354 0.358 0.359 0.358 0.356 0.356 0.354 0.351 0.345 0.339 0.332 0.323 0.313 0.302 0.295 0.293 0.297 0.305 0.314 0.322 0.326 0.328

0.32 0.33 0.33 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.33 0.33 0.32 0.32 0.31 0.31 0.3 0.29 0.28 0.28 0.28 0.29 0.3 0.31 0.31 0.31

7.3 6.95 6.68 6.47 6.38 6.39 6.42 6.49 6.51 6.61 6.75 6.96 7.21 7.51 7.93 8.47 9.07 9.51 9.59 9.24 8.69 8.15 7.8 7.64 7.59

3.442 3.691 3.9 4.089 4.215 4.282 4.338 4.372 4.434 4.412 4.336 4.197 4.018 3.816 3.564 3.294 3.04 2.872 2.832 2.928 3.105 3.305 3.452 3.52 3.532

0.68 0.7 0.72 0.73 0.73 0.73 0.73 0.73 0.73 0.72 0.71 0.71 0.7 0.69 0.69 0.68 0.67 0.66 0.67 0.68 0.7 0.71 0.72 0.71 0.7 99

890.5 890.75 891 891.25 891.5 891.75 892 892.25 892.5 892.75 893 893.25 893.5 893.75 894 894.25 894.5 894.75 895 895.25 895.5 895.75 896 896.25 896.5

39.6 39.687 39.511 39.277 39.145 39.172 39.308 39.458 39.524 39.361 38.898 38.172 37.308 36.391 35.503 34.733 34.078 33.465 32.909 32.545 32.602 33.244 34.442 35.958 37.5

0.19 0.2 0.19 0.18 0.18 0.18 0.19 0.19 0.19 0.19 0.17 0.15 0.13 0.11 0.08 0.06 0.04 0.03 0.01 0 0 0.02 0.05 0.09 0.14

26.662 26.43 26.14 25.864 25.706 25.769 26.126 26.817 27.861 29.279 31.109 33.404 36.225 39.626 43.686 48.457 53.911 59.906 66.011 71.425 75.103 76.07 73.8 68.504 61.153

1.438 1.458 1.455 1.425 1.39 1.369 1.363 1.345 1.273 1.166 1.081 1.045 1.047 1.065 1.066 1.053 1.057 1.083 1.095 1.07 1.036 0.998 0.94 0.872 0.834

21.44 21.95 22.43 22.89 23.38 23.92 24.51 25.11 25.72 26.33 26.96 27.56 28.05 28.34 28.4 28.22 27.82 27.23 26.42 25.32 23.9 22.19 20.26 18.06 16.33

32.877 33.216 33.643 34.126 34.482 34.733 35.005 35.537 36.310 37.136 37.709 38.037 38.246 38.463 38.657 38.879 39.189 39.630 40.072 40.308 40.307 40.375 40.760 41.264 41.553

2.091 2.091 2.093 2.097 2.099 2.096 2.086 2.077 2.066 2.055 2.043 2.031 2.02 2.01 2 1.991 1.984 1.979 1.978 1.977 1.974 1.967 1.956 1.943 1.936

0.329 0.332 0.336 0.341 0.345 0.347 0.35 0.355 0.363 0.371 0.377 0.38 0.382 0.385 0.387 0.389 0.392 0.396 0.401 0.403 0.403 0.404 0.408 0.413 0.416

0.361 0.361 0.359 0.357 0.355 0.357 0.364 0.37 0.377 0.384 0.392 0.399 0.406 0.413 0.419 0.425 0.43 0.433 0.434 0.434 0.436 0.441 0.448 0.456 0.461

0.25 0.26 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.29 0.3 0.31 0.32 0.33 0.34 0.36 0.37 0.38 0.39 0.4 0.4 0.4 0.4 0.39 0.38 0.36

0.328 0.328 0.327 0.326 0.325 0.327 0.333 0.338 0.345 0.352 0.362 0.373 0.384 0.395 0.406 0.415 0.423 0.429 0.432 0.434 0.436 0.437 0.439 0.44 0.438

0.31 0.31 0.31 0.31 0.31 0.32 0.32 0.33 0.33 0.34 0.35 0.36 0.37 0.38 0.39 0.4 0.41 0.42 0.42 0.43 0.43 0.43 0.43 0.43 0.42

7.61 7.6 7.55 7.52 7.49 7.4 7.16 6.93 6.63 6.29 5.9 5.52 5.17 4.86 4.58 4.35 4.17 4.02 3.92 3.86 3.84 3.84 3.85 3.88 3.98

3.504 3.479 3.464 3.439 3.431 3.485 3.65 3.868 4.203 4.658 5.268 6.048 7.001 8.151 9.535 11.14 12.93 14.91 16.84 18.51 19.58 19.82 19.15 17.65 15.36

0.69 0.69 0.69 0.7 0.7 0.7 0.7 0.69 0.69 0.69 0.7 0.71 0.73 0.75 0.78 0.81 0.84 0.87 0.91 0.94 0.93 0.88 0.81 0.74 0.68 100

896.75 897 897.25 897.5 897.75 898 898.25 898.5 898.75 899 899.25 899.5 899.75 900

38.951 40.429 42.199 44.521 47.476 50.928 54.581 58.087 61.174 63.763 65.892 67.523 68.566 68.973

0.18 0.22 0.27 0.33 0.41 0.5 0.6 0.7 0.79 0.86 0.92 0.96 0.99 1 0.29

53.173 45.935 40.358 36.551 34.154 32.645 31.575 30.659 29.752 28.745 27.501 25.895 23.906 21.669

0.83 0.822 0.775 0.73 0.781 1.017 1.597 2.495 2.88 2.611 2.385 2.285 2.162 2.103

14.7 13.24 11.99 10.98 10.19 9.613 9.212 8.997 8.898 8.879 8.885 8.848 8.717 8.486

41.478 41.073 40.415 39.545 38.502 37.411 36.484 35.811 35.361 35.090 35.025 35.164 35.419 35.689

1.939 1.954 1.98 2.015 2.054 2.092 2.126 2.154 2.175 2.189 2.2 2.201 2.198 2.196

0.415 0.411 0.404 0.395 0.385 0.374 0.365 0.358 0.354 0.351 0.35 0.352 0.354 0.357

0.459 0.449 0.432 0.41 0.385 0.36 0.338 0.32 0.306 0.297 0.29 0.29 0.292 0.293

0.35 0.33 0.3 0.27 0.23 0.18 0.13 0.09 0.05 0.02 -0 -0.02 -0.03 -0.03

0.429 0.413 0.388 0.354 0.316 0.275 0.236 0.202 0.174 0.153 0.136 0.128 0.125 0.125

0.41 0.39 0.37 0.34 0.3 0.25 0.21 0.18 0.15 0.12 0.1 0.1 0.09 0.09 0.3

4.2 4.6 5.3 6.5 8.51 11.8 17.3 25.9 38.6 55.8 78.9 97.6 107 110

12.66 9.977 7.61 5.621 4.012 2.757 1.828 1.185 0.771 0.515 0.349 0.265 0.223 0.198

0.65 0.63 0.6 0.57 0.54 0.51 0.48 0.47 0.46 0.45 0.45 0.45 0.46 0.47 0.67

101

102

102

103

104

105

106

107

102

ZE 15 Kedalaman Cutting SST, clr, off wh, transp, lse qtz, loc fri, vf - f gr, occ ang, sbang - sbrnd, m - p srt, argill, sli calc cmt, carb frag, foss frag, p vis por, nos Kedalaman

ZE 6 Cutting SST, off wh - wh, clr, lse, firm, f - m gr, sbang - sbrnd, md srt, vit lstr, calc cmt, pr vis por, qtz, tr glauc, tr pyr, tr shell frag, nos. Kedalaman

ZE 16 Cutting SST, gy - dk gy, grns gy, clr, transl, trnsp, fr - lse qtz, vf -f gr, loc f - m gr, sbang sbrnd, p - m srt, p sil cmt, loc calc cmt, argill, carb stks, p - f vis por, (int 897 970 ft) 50 - 90 % bri yell flour, mod strong odor, lt brn oil stn, film oil on unwashed cut ring, blsh wh mod - fast radial strm cut, fr - gd oil show SST, clr, transp, trsnsl, lse qtz, f - m gr, loc c gr, sbang - sbrnd, m srt, p sil cmt, loc sli calc, tr carb stks, lithic mat, f vis por, nos
1160 -1200

ZE 5 Kedalaman Cutting SST, wh clr, cln, lse - fria, f - m gr, lov vf gr, sb rnd - rnd, loc sbang, mod - well srt, vit lstr, non calc cmt, fr - gd vis por, qtz, 80 - 90 % bri yell flour, fr - strong odor, ltbrn vit stn, fast blsh wh radial strm cut, thin - thick pale yell res ring, oil film on shaker, good - excell oil show Kedalaman

ZE 17 Cutting SST, lt brn, clr, trnsl, trnsp, loc mat redish brn, blk - lt gy, lse qtz, loc fria, f - m gr, occ m - c gr, sbrnd, m - w srt, p sil cmt, argill carb stks, tr pyr, fr vis por, (int 1260 - 1320 ft) give 30 - 90 % w/ bri yell flour, occ sli odor, occ lt brn o stn, blsh wh v slow strm cut, p oil show

380 - 403

420 - 450

900 - 975

1020 - 1100

1250 - 1325

800 - 850

SST, off wh, clr transp, dom lse qtz, loc fria, f - m gr, loc crs grn, sbang - sbrnd, p srt, pr silic cmt, tr carb stks, tr kaol, pr vis por, nos. SST, off wh, clr, transp, transl, dom lse qtz, f - m gr, sbang sbrnd, mod srt, loc lithic frag, loc argill, carb i/p, pr vis por, nos.

730 - 770

SST, off wh, clr, transl, f - m gr, vf - f gr l/p, sbang - sbrnd, mod srt, non calc cmt, fr - gd vis por, coarsening u/w, dominant lse qtz gr, tr pyr, nos. SST, wh, clr, transl, lse, f - m gr, sbang -sbrnd, mod - well srt, loc pr srt, vit lstr, non calc cmt, fr - gd vis por, loc conglomeratic qtz, cht, chlorite, loc dolic, tr lithic mat, tr pyr, tr foram, nos SST, lt gy, lt brn, off wh, fria mod hd, f - m gr, sbang sbrnd, mod srt, calc cmt, carb stks, mod vis por, loc gd silty, 10 % bright yell flour, bluish wh vis slow strm cut, trace oil show.
1025 - 1125

SST, v lt gy - off wh, sft - fria, occ lse, vf f gr, sbang - sbrnd, mod - well srt, non calc cmt, fr vis por, qtz, nos.
1375 - 1410

SST, clr, trnsl, trnsp, dom lse qtz, loc fri, m gr, sb rnd, m - w srt, p sil cmt, argill, carb i/p, f vis por, nos

SST, clr, trnsp, trsnsl, lse qtz, f - c gr, sbang - sbrnd, p srt, p sil cmt, loc sli calc, tr carb stks, lithic mat, p -f vis por, nos

SST, off wh, lt brn, clr, trnsl, fria, occ lse, f - m gr, sbang - sbrnd, mod srt, vit lstr, non calc cmt, fr vis por, qtz, nos.

SST, clr, trnsl, trnsp, lt brn, dom lse, qtz, loc fri, f - m gr, sbang - sbrnd, m srt, p sli cmt, carb i/p, f vis por, nos.

1220 - 1300

820 - 880

SST, clr, trnsp, trnsl, lse qtz, loc fri, vf - f gr, sbang- sbrnd, p -f srt, sil cmt, argill, silty, carb stks, p vis por, nos

1360 -1420

SST, off wh, v lt brn, clr, trnsl, fria occ lse, f - m gr, sbang - sbrnd, occ ang, mod srt, vit lstr, non calc cmt, f vis por, qtz, nos.

1525 - 1600

SST, clr, trnsl, trnsp, ltgy, dom lse qtz, fria, f - m gr, sbang - sbrnd, m srt, calc cmt, nos

1300 - 1350

SST, wh, clr, cln, trans, dom lse, m gr, occ crs - crs grn, sbang - sbrnd, mod srt, occ pr srt, vit lstr, non calc, fr gd vis por, finning u/w, loc argill, coal streaks, loc conglomerat, dom qtz, tr lithic frag, nos

1475 - 1575

SST, clr, trnsl, trnsp, opaq, loc brnsh red, dom lse qtz, m - c gr, sbang - sbrnd, p srt, p sil cmt, lithic frag - loc chert, carb stks, f vis por, nos

SST, wh clr, occ gy, transl, dom lse, f - m gr, sbrnd - rnd, occ sbang, mod - well srt, vit lstr, non calc cmt, fr - gd vis por, qtz, coal/ lignit interlam i/p, nos.

SST: off wh-lt brn, clr, trnsl, lse Qtz, locfri, f-m gr, sb rnd, m-w srtd, p sil cmtd,loc argill, lith frag, loc carb-coal, f-g vispor, Nos.

1600 -1700

1800 - 1925

SST, gy - lt gy, brn - lt brn, fria, m gr, occ f gr, sbrnd - rnd, occ sbang, mod srt, vit lstr, non calc cmt, pr - fr vis por, qtz, argill, silty i/p, coal/ lignit interlam at u/p, nos

SST: off wh-lt brn, clr, trnsl, lse Qtz, locfri, m gr, sb rnd, m-w srtd, p sil cmtd,loc argill, lith frag, loc carb-coal, f-g vispor, Nos.

Lapisan Batupasir Z_E


ZE 15 Kedalaman Cutting SST, off wh - wh, clr, transp, f - vf, loc m grn, sb ang - sbrnd, mod srt, calc cmt, tr pyr, loc coal stks, pr - f vis por, loc kaolinit, (int 310 - 320 ft) by sample w/ 70% bright yell flour, wk odor, blsh wh slow strm cut, trace oil show Kedalaman ZE 6 Cutting SST, off wh - wh, clr, lse, firm, f - m gr, sb ang - sbrnd, mod - well srt, calc cmt, pr - fr vis por, tr shell frag, coal stks u/p, 50 % pl yell flour, wk - fnt odor, blsh wh strm cut, fair oil show. Kedalaman ZE 8 Cutting SST, gy - lt gy, lt brn, off wh - clr, md hd - fri britt, loc fri - lse, f -c gr, ang - sbang, vp - m srt, qtz, argill - wacky, sill cmt, occ sli calc, loc interlock text, re xln, sharp edges, carb mat, tr pyr, p - fr vis por, fr oil show at int (400 - 410) Kedalaman ZE 16 Cutting SST, clr, ltgy, transl, consol w/calc cmtd, fria, f - m gr, sbang - sbrnd, m srt, silty, carb stks, tr pyr, f vis por, 10 % give pale yell flour, wh slow crsh cut flour, wh blsh thick res ring, tr oil show Kedalaman ZE 5 Cutting SST, crm, wh clr, lse, occ fria, vf - f gr, sbrnd - rnd, mod - well srt, vit lstr, non sli calc cmt, fr vis por, qtz, 60 % bright yell flour, fr odor, ltbrn, vis stain, mod blsh wh strm cut, milky wh thick res ring, good oil show Kedalaman ZE 17 Cutting SST, ltbrn, clr, trnsl, trnsp, dom lse qtz, loc fria, vf - f gr, sbrnd, mod well srt, p sil cmt, loc sli calc cmt, argill, tr pyr, fr vis por, (int 883 910) give 50 % bri yell flour, film oil on unwashed smpl, blsh wh v slow - crushed cut, lt milky wh res ring, p oil show

300

385

400

550

645

880

Lapisan Batugamping
ZE 15 Kedalaman Cutting LST, off wh, crm, ltbrn, hd dense, pkst, re xln, p vis por, no show Kedalaman ZE 6 Cutting LST,off wh - wh, occ cmry wh, h vh dense, mud - pkst, re - xln, micro xln, no - p vis por, nos Kedalaman ZE 16 Cutting LST, lt brn, crm, off wh, hd-dense, xln, loc chlky, loc such text, wkst - pkst, loc grst, tr foram & coral frag, p vis por, nos. LST, off wh, lt brn, crm, hd dense, sharp edges, mic xln, chlky, wkst pkst, p vis por, nos Kedalaman ZE 5 Cutting LST, crm dk brn, v hd, buff, loc x talin, dolic, pr vis por, nos, class pkst. Kedalaman ZE 17 Cutting LST, dom crm, brn - dk brn, off wh, h - vh hd, x - ln, loc mic xln, chlky, wkst - pkst, tr foram foss, p vis por, nos

360 - 370

400 - 410

640 - 665

715 - 730

920 - 950

460 - 490

LST, off wh, crm, lt brn, occ ltgy, hd dense, sharp edges, mdst - pkst, mic xln, re xln, p vis por, nos

495 - 510

LST, wh, crm wh, buff, loc chlky, vh dense, re - xln, mic xln, gen mdst, occ pkst, intgr spary cmt, occ intgr vis por, tr glauco, nos

750 - 760

860 - 890

LST, wh - crm, off wh, cln, v hd, buff, loc x talin, dolic, pr vis por, nos, class mdst - pkst.

1030-1040

LST, dom crm, brn - dk brn, off wh, h - vh hd, x - ln, loc mic xln, chlky, wkst - pkst, p vis por, nos

Lapisan Batubara
ZE 15 ZE 6 ZE 16 ZE 5 ZE 17

Kedalaman
920 - 930

Cutting COAL, blk, loc dk brnsh blk, md hd, britt, blky - conch fract, vit lust

Kedalaman
995 - 1000

Cutting COAL, blk, britt - md hd, sbblky blky, vit lstr, conch fract. COAL, blk, britt - md hd, sbblky, vit lstr, conch fract.

Kedalaman
1180 - 1190

Cutting COAL, blk, sft - m hd, britt, blky conch earthy, vit lust. COAL, blk, sft - m hd, britt, blky conch earthy, vit lust.

Kedalaman
1295 - 1300

Cutting COAL, blk, britt, occ m hd, vit lstr, conch fract, woody struc COAL, blk, britt, vit lstr, conch fract, woody struc

Kedalaman
1340 - 1350

Cutting COAL, blk, md hd, britt, blky, conch fract, vit lust

1100 - 1110

1180 - 1195

1375 - 1385

1495 - 1510

1410 - 1420

1150 - 1160

1235 - 1245

1425 - 1430

1545 - 1550

1710 - 1720

COAL, blk, md hd, britt, conch fract, vit lust

1300 - 1310

1375 - 1385

COAL, blk, britt, blky - plty, conch fract, vit lstr, woody struc. Coal, blk, brit mod hd, vit lus, conch frct, wdy strct

1575 - 1590

COAL, blk, m hd, britt, blky - conch fract, vit lust. Coal, blk, mhd, britt, conch frac, sb blky, vit lus

1715 - 1720

COAL, blk, britt, occ m hd, vit lstr, conch fract, woody struc, amber Coal, blk, britt, blky, conch fract, wdy strct

1755 - 1760

240 - 260

Coal, blk, md hd, brit, woody conch frac, vit lust

285 - 290

525 - 560

600 - 610

830 - 840

Vous aimerez peut-être aussi