Vous êtes sur la page 1sur 14

PENDAHULUAN Asites adalah peningkatan jumlah cairan intra peritoneal abdomen.

Asites biasanya merupakan tanda dari proses penyakit kronis yang mungkin sebelumnya bersifat subklinis. Penyebab asites terbanyak adalah gangguan hati kronis tetapi dapat pula disebabkan penyakit lain. Pengelompokan Berdasarkan kuantitasnya ada 3 tingkatan: Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG Grade 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness Grade 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi Secara klinis, asites dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat: Asites eksudatif Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infektif, misalnya pada tuberculosis) dan proses keganasan. Eksudat merupakan cairan tinggi protein, tinggi LDH, ph rendah (<7,3), rendah kadar gula, disertai peningkatan sel darah putih. Beberapa penyebab dari asites eksudatif: keganasan (primer maupun metastasis), infeksi (tuberkulosis maupun peritonitis bakterial spontan), pankretitis, serositis, dan sindroma nefrotik. Asites transudatif Terjadi pada sirosis akibat hipertensi portal dan perubahan bersihan (clearance) natrium ginjal, juga bisa terdapat pada konstriksi perikardium dan sindroma nefrotik. Transudat merupakan cairan dengan kadar protein rendah (<30g/L), rendah LDH, pH tinggi, kadar gula normal, dan sel darah putih kurang dari 1 sel per 1000 mm. Beberapa penyebab dari asites transudatif: sirosis hepatis, gagal jantung, penyakit vena oklusif, perikarditis konstruktiva, dan kwashiorkor.

PATOGENESIS Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya :

Peningkatan tekanan hidrostatik : Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom Budd-Chiari),obstruksi vena cava inferior, perikarditis konstriktif, penyakit jantung kongestif.

Penurunan tekanan osmotik koloid : Penyakit hati stadium lanjut dengan gangguan sintesis protein, sindrom nefrotik, malnutrisi, protein lossing enteropathy

Peningkatan permeabilitas kapiler peritoneal : Peritonitis TB, peritonitis bakteri, penyakit keganasan pada peritonium. Kebocoran cairan di cavum peritoneal:Bile ascites, pancreatic ascites (secondary to a leaking pseudocyst), chylous ascites, urine ascites. Micellanous : Myxedema, ovarian disease (Meigs' syndrome), chronic hemodialysis

Patofisiologi asites Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer. Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan

vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll).
2

Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites. Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

Penyakit yang mendasari asites Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll.

GEJALA KLINIS Derajat Asites dapat ditentukan secara semikuantitatif sebagai berikut :

Tingkatan 1 : bila terdeteksi dengan pemeriksaan fisik yang sangat teliti. Tingkatan 2 : mudah diketahui dengan pemeriksaan fisik biasa tetapi dalam jumlah cairan yang minimal.

Tingkatan 3 : dapat dilihat tanpa pemeriksaan fisik khusus akan tetapi permukaan abdomen tidak tegang.

Tingkatan 4 : asites permagna.

Gejala-gejala (symptoms) yang biasanya menyertai asites antara lain: 1.Merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety). 2.Mual (nausea). 3.Nafas pendek/sesak (shortness of breath). 4.Nyeri perut (abdominal pain). 5.Nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada, pyrosis (heartburn). 6.Pembengkakan kaki (leg swelling). 7.Peningkatan berat badan (weight gain). 8.Sesak nafas saat berbaring (orthopnea). 9.Ukuran perut membesar (increased abdominal girth).
4

DIAGNOSIS Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal sebagai berikut: - Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut - Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena,lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll - Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakit-penyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: - Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma - Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi - Shifting dullnes, pudle sign - Peningkatan tekanan vena jugularis, dll. Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb: - Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan, warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll. - Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat.

- Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi. Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel. - Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.

Pemeriksaan fisik : a. Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (compos mentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak. b. Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan berat badan karena cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Hal-hal yang seringkali ditemukan pada penderita asites: 1.Kulit kekuningan, ikterus (jaundice) Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penyakit hati meliputi ikterik, palmar eritem, perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu,
6

leher, dada, pinggang, caput medusa dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bisa juga ditemukan hemoroid. 2.Demam (fever) 3.Distensi perut (abdominal distention) 4.Distensi vena jugularis (jugular venous distention) Peningkatan cairan v.jugularis menunjukan penyebab utamanya dari jantung. 5.Ensefalopati (encephalopathy) 6.Hernia umbilikalis (umbilical hernia) Nodul kenyal pada daerah umbilikus yang disebut sister mary joseph nodul, jarang ditemukan tetapi umumnya menggambarkan adanya Ca peritoneal juga berasal dari keganasan pada gaster, pankreas, atau keganasan hati primer. Nodul patologis supraclavicula sebelah kiri (virchow nodul) menunjukan adanya keganasan pada daerah abdominal bagian atas. 7.Pembengkakan penis dan skrotum (penile and scrotal edema) 8.Pembesaran hati/hepar (hepatomegaly) Pada palpasi hati sulit teraba jika terdapat asites dalam jumlah yang banyak, tapi umumnya hati membesar. perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati 9.Pembesaran limpa/lien (splenomegaly) Pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara : - Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII) - Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja. 10.Perdarahan sistem pencernaan (gastrointestinal bleeding) 11.Perut membesar (bulging flanks) 12.Timpani pada puncak asites
7

13.Fluid wave 14.Shifting dulness Ketika jumlah cairan pertoneal sebanyak 500 ml asites dapat ditunjukan dengan pemeriksaan shifting dullness positif. 15.Puddle sign Puddle sign menunjukan terdapat sebanyak 120 ml cairan. Pasien dengan penyakit jantung atau SN menunjukan anasarka.

Pemeriksaan Penunjang Foto thorax dan foto polos abdomen (BOF) Elevasi diaphragma, pada 80% pasien dengan asites, tepi lateral hepar terdorong ke sisi medial dinding abdomen (Hellmer sign). Terdapat akumulasi cairan dalam rongga rectovesical dan menyebar pada fossa paravesikal, menghasilkan densitas yang sama pada kedua sisi kandung kemih. Gambaran ini disebut dogs ear atau Mickey Mouse appearance. Caecum dan colon ascenden tampak terletak lebih ke medial dan properitoneal fat line terdorong lebih ke lateral merupakan gambaran yang tampak pada lebih dari 90% pasien dengan asites. Ultrasonografi

Volume cairan asites kurang dari 5-10 mL dapat terdeteksi. Dapat membedakan penyebab asites oleh karena infeksi, inflamasi atau keganasan.

CT scan

Asites minimal dapat diketahui dengan jelas pada pemeriksaan CT scan. Cairan asites dalam jumlah sedikit akan terkumpul di ruang perihepatik
8

sebelah kanan. Ruang subhepatic bagian posterior (kantung Morison), dan kantung Douglas.

Parasentesis abdomen Analisis cairan asites dilakukan pada onset awal asites, tindakan tersebut memerlukan rawat inap untuk observasi. Analisis cairan asites : 1. Perbedaan kadar albumin serum-asites (SAAG) 2. Kadar amilase, meningkat pada asites gangguan pankreas. 3. Kadar trigliserida meningkat pada chylous asites. 4. Lekosit lebih dari 350/mikroliter merupakan tanda infeksi. Dominasi polimorfonuklear, kemungkinan infeksi bakteri. Dominasi mononuklear, kemungkinan infeksi tuberkulosis atau jamur. 5. Eritrosit lebih dari 50.000/mikroliter menimbulkan dugaan malignancy, tuberkulosis atau trauma. 6. Pengecatan gram dan pembiakan untuk konfirmasi infeksi bakterial. 7. Apabila pH < 7: tanda suatu infeksi bakterial. 8. Pemeriksaan sitologis pada keganasan. SAAG (perbedaan kadar albumin serum-kadar albumin asites) berhubungan langsung dengan tekanan portal: bila lebih besar atau sebesar 1.1 g/dl, hipertensi portal (transudative ascites); SAAG kurang dari 1.1 g/dl bukan hipertensi portal (exudative ascites). Tipe asites sesuai dengan SAAG Tinggi ( > or = 1.1 g/dl)

Rendah ( < 1.1 g/dl)

-Sirosis Hepatitis alkohol -Gagal jantung -Gagal hati fulminan

-Tumor peritonium -Asites pankreas - Asites bilier -TBC peritonium

-Trombosis vena porta -Sindrom nefrotik - Obstruksi usus

Tatalaksana asites Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu: - Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit diangkat selama beberapa jam setelah minum diuretika - Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis. - Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat turun 400-800 gr/hari. - Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin sebanyak 6-8 gram. - Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti penyakit hati, dll.

10

Terapi Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi atau keganasan tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium turun hingga < 120 mmol perliter. Dalam melakukan terapi pada asites refraktori perlu diperhatikan mengenai durasi pengobatan, respon yang lambat, kekambuhan asitesyang cepat, serta komplikasi yang dipicu oleh pemberian diuretika. Pilihan terapi untuk asites refraktoriadalah, terapi paracentesis, TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunting), peritoneovenus shunts, dan transplantasi hati. Terapi paracentesis merupakan pengobatan lini pertama untuk asites refraktori karena penerimaannya yang luas di kalangan medis. Prosedur ini merupakan pengulangan pemberian large volume paracentesis (LVP) ditambah albumin. Pemberian LVP 5 L/hari dengan infus albumin (6-8 g/l ascites yang dibuang) lebih efetif mengeliminasi asites dan menghasilkan komplikasi yang minimal jika dibandingkan dengan terapi diuretika. Kombinasi paracentesis dengan infus albumin ini juga menyingkat masa perawatan di rumah sakit. Tindakan paracentesis dapat dilakukan tiap 2 hingga 4 pekan tanpa keharusan opname. Namun tindakan ini tidak berarti menghilangkan kebutuhan akan diuretic (spironolakton atau furosemida), karena kekambuhan asites bisa ditunda pada pasien yang menerima diuretik pascaparacentesis. Hipovolemia pascaparacentesis efektif bisa dicegah dengan pemberian albumin dibandingkan pemberian plasma sintetik ekspander. Sesudah paracentesis, pasien harus melakukan diet sodium rendah (70-90 mmol/hari). Pasien yang menerima diuretika dosis tinggi harus mengecek kadar sodium pada urine, jika kurang dari 30 mEq/hari maka pemberian diuretika harus dihentikan. Komplikasi pada asites refraktori yang tidak diintervensi dengan pengobatan akan berkembang menjadi infeksi SBP (spontaneous bacterial

11

peritonitis), sindrom hepatorenal, hepatic encephalopathy, dan kerusakan fungsi sirkulasi. Kondisi hipoalbuminemia kerap dijumpai pada sirosis hati. Hal ini disebabkan oleh penurunan mekanisme sintesa karena disfungsi liver atau diet protein rendah, peningkatan katabolisme albumin, serta adanya asites. Albumin sendiri disintesa secara lengkap pada organ hati. Indikasi terapi albumin pada sirosis hati adalah adanya asites, sindrom hepatorenal, adanya SBP, dan kadar albumin di bawah 2,5 g%. Penggunaan albumin dimaksudkan untuk memelihara colloid oncotic pressure (COP), mengikat dan menyalurkan obat, dan sebagai penangkap radikal bebas. Albumin juga memiliki efek antikoagulan, efek prokoagulatori, efek permeabilitas vaskular, serta ekspansi volume plasma. Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi atau keganasan tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium turun hingga < 120 mmol perliter. Obat Kombinasi spironolakton dan furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites dalam waktu singkat. Dosis awal untuk spironolakton adalah 1-3 mg/kg/24 jam dibagi 2-4 dosis dan furosemid sebesar 1-2 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari, dapat ditingkatkan sampai 6 mg/kgBB/dosis. Pada asites yang tidak memberi respon dengan pengobatan diatas dapat dilakukan cara berikut : 1. Parasentesis 2. Peritoneovenous shunt LeVeen atau Denver 3. Ultrafiltrasi ekstrakorporal dari cairan asites dengan reinfus Paracentesis

12

Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman untuk anak adalah sebesar 50 cc/kg berat badan. Disarankan pemberian 10 g albumin intravena untuk tiap 1 liter cairan yang diaspirasi untuk mencegah penurunan volume plasma dan gangguan keseimbangan elektrolit. Monitoring Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta pemasukan dan pengeluaran cairan. Pemantauan keseimbangan natrium dapat diperkirakan dengan monitoring pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat dan cairan infus) dan produksi urin. Keseimbangan Na negatif adalah prediktor dari penurunan berat badan. Keberhasilan manajemen pasien dengan asites tanpa edema perifer adalah keseimbangan Na negatif dengan penurunan berat badan sebesar 0,5 kg per hari. Diet Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah diterapkan pada pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan. Untuk itu pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88 mmol/hari). Retriksi cairan tidak diperlukan kecuali pada kasus asites dengan serum sodium level turun di bawah 120 mmol/L. Komplikasi Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati, serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.

13

14

Vous aimerez peut-être aussi