Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia tengah terjadi peningkatan prevalensi dan derajat asma, terutama pada anak-anak. Di lain pihak, walaupun banyak hal yang berkaitan dengan asma telah terungkap, namun hingga saat ini secara keseluruhan masih belum banyak diketahui. Pengetahuan tentang patologi, patofisiologi dan imunologi asma berkembang sangat pesat, khususnya untuk asma pada orang dewasa dan anak. Pada anak kecil dan bayi, mekanisme dasar perkembangan penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti. Pada bayi dan balita yang mengalami mengi saat terkena infeksi saluran napas akut, banyak yang tidak berkembang menjadi asma saat dewasa.(1,3)Akibat ketidakjelasan ini, defenisi asma pada anak sulit dirumuskan. Sehingga untuk menyusun diagnosis dan tatalaksana yang baku juga mengalami kesulitan. Akibat berikutnya adalah adanya under/overdiagnosis maupun under/overtreatment. Untuk mengatasi hal itu perlu adanya alur diagnosis dan tatalaksana asma yang disepakati bersama. Secara international saat ini panduan mengenai asma yang banyak diikuti adalah Global Initiative For Astma (GINA) yang disusun oleh National Hert, Lung, and Blood Institute (NHLBI) Amerika yang bekerja sama dengan WHO, dan dipublikasikan pada bulan januari 1995. GINA juga menyebutkan bahwa asma pada anak sulit didiagnosis. Untuk anak-anak, GINA tidak dapat sepenuhnya diterapkan, sehingga Pediatrich Astma Consensus Group mengeluarkan suatu pernyataan tentang Konsensus International. (2) Penyakit infeksi di Indonesia tetap menduduki peringkat teratas sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian. Berbagai jenis antimikroba terbaru telah dikembangkan untuk Hal.01. ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya
Hal.02.
Hal.03.
A. DEFINISI Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan. (1) Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis dan patologis. Ciri- cirri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik , tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri- cirri utama fisiologis adalah obstruksi saluran napas , yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas (2,3,4) Selain definisi diatas, untuk mempermudah batasan operasional asma untuk kepentingan klinis yang lebih praktis, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan operasional asma yaitu dengan mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara Hal.04. ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya
B. EPIDEMOLOGI Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10 kali di negara berkembang dibanding negara maju. Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 017 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000 (jumlahdewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma pada laki-laki 3 kali lebihbanyak dibanding perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir sama dan pada dewasa laki-laki lebih banyak menderita asma dibanding wanita. Secara global, morbiditas dan mortalitas asma meningkat pada 2 dekade terakhir. Peningkatan ini dapat dihubungkan dengan peningkatan urbanisasi. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Berdasarkan laporan NCHS terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu. Sedangkan,laporan dari CDC menyatakan terdapat 187 pasien asma yang meninggal pada usia0-17 tahun atau 0.3 kematian per 100,000 anak. Namun secara umum kematian pada anak akibat asma jarang.
C. PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI Pada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang timbul mendadak, dan akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan.Mekanisme utama ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.05.
Hal.06.
Mediator inflamasi yang berperan merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka terhadap rangsangan.Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan yang adekuat. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair. Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan Eosinophil Growth Factor ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.07.
Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling bertambah hebat. Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinophil dan penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensi ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.08.
Hal.010.
D. FAKTOR RESIKO Faktor risiko asama dipengaruhi oleh beberapa factor : 1) Atopi/ alergi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronchial jika terpajan dengan faktor pencetusnya. 2) Hipereaktivitas bronkus Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan 3) Jenis Kelamin Pria merupakan risiko untuk asma pada anak, sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. 4) Ras/etnik 5) Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan factor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan. ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.011.
E. FAKTOR PENCETUS Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma udah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu. Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah ,misalnya tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing dan lain-lain b. Alergen luar rumah ( serbuk sari dan spora jamur ) 2. Faktor Lain a. Alergen makanan. Contoh susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan. b. Alergen obat-obatan tertentu ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.012.
Hal.013.
Hal.014.
Hal.015.
Hal.016.
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada. 3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari. 4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu. 5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
1. Riwayat keluarga (atopi). 2. Riwayat alergi/atopi. 3. Penyakit lain yang memberatkan. 4. Perkembangan penyakit dan pengobatan. ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.017.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma. 5 Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma. 1 2. Pemeriksaan Fisik
a. Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan. b. Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, kadangkadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. c. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Hal.018.
1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. 2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin 3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi. H. DIAGNOSIS BANDING 1. 2. 3. Rinosinusitis Rhinitis alergica Refluks gastroesofageal Hal.021.
I. PENATALAKSANAAN Tatalaksana pasien asma adalah menejemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien dapat hisup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol ). Tujuan : 1) 2) 3) 4) Menghilangkan dan mengendalikankan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Meningkatkan dan mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya 5) 6) Menghindari efek samping obat Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara irreversible Hal.022.
Pada prinsipnya pentalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi : 1) penatalaksanaan asma akut/serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang. Obat-obatan dalam tatalaksana medikamentosa dibagi 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller).1 Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi, maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi saluran nafas kronik. Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus dalam jangka waktu relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan responsnya terhadap pengobatan /penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten. ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.023.
Hal.026.
Hal.028.
Hal.029.
Hal.030.
Hal.031.
3. Menghindari pajanan terhadap faktor risiko Tatalaksana tentang penghindaran terhadap pencetus memegang peran yang cukup. Serangan asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus yangmenyebabkan terjadinya rangsangan terhadap saluran respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi, edema mukosa, danhipersekresi. Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangirangsangan terhadap saluran respiratorik.
J. KOMPLIKASI Berbagai komplikasi yang mungkin timbul : 1) Status asmatikus ASMA BRONCHIALE, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya Hal.033.
K. PROGNOSIS Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 1 Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 1
Hal.034.
1. Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak. 2. Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan mengancam kehidupan, faktor pencetus timbulnya serangan asma antara lain: latihan, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu udara dan pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain sebagainya. Selain itu faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat, antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi, dan faktor lingkungan. 3. Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). 4. Pengobatan asma mengandung komponen-komponen yang terintegrasi yaitu penyuluhan penderita dan keluarganya, pengontrol/pengendalian lingkungan dan obat-obatan, demikian juga penggunaan alat pengukur yang obyektif untuk memantau keberhasilan pengobatan, disamping faktor kejelian dokter dalam menilai kondisi penyakit asmanya. .
Hal.035.
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/756/4/BK2009-G127.pdf tanggal 3 November 2012. 2. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87 3. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, revised 2006. Accessed June 15, 2007. Available from
http://www.ginasthma.com/GuidelinesResources.asp 4. Elizur A, Bacharier LB, Strunk RC. 2007. Pediatric Asthma Admissions: Chronic Severity And Acute Exacerbations. J Asthma 2007; 44(4):285-9. 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. 6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta. 7. Sveum R, Bergstrom J, Brottman G, Hanson M, Heiman M, Johns K, Malkiewicz J, Manney S, Moyer L, Myers C, Myers N, OBrien M, Rethwill M, Schaefer K, Uden D. Institute for Clinical Systems Improvement. Diagnosis and Management of Asthma. http://bit.ly/Asthma0712. Updated July 2012. Hal.036.
Hal.037.