Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang
Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama. Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika. Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi in terbentuk, yaitu :

Halusinasi visual Halusinasi auditori Halusinasi olfaktori Halusinasi gustatori Halusinasi taktil

2.

Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. b. Tujuan Khusus Klien dapat membina hubungan saling percaya Klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

3.

Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah bagi penulis dalam rangka penyusunan karya tulis ini. Dan

supaya penyusunan karya tulis ini terlihat sistematis, maka penulis membagi bahasan menjadi tiga bab, yaitu : Bab I. Pendahuluan Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Masalah, dan Sistematika Penulisan. Bab II. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi yang terdiri dari pengertian halusinasi, klasifikasi halusinasi, Etiologi halusinasi, Psikopatologi, factor pencetus halusinasi, tanda gejala klien dengan halusinasi, Penatalaksanaan halusinasi dan rencana asuhan keperawatan. Bab III. SPTK (Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan) Yang terdiri dari tahap tahap dan tekhnik komunikasi terapeutik.

BAB II LANDASAN TEORI

A.

Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain. Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

B.

Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut : 1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.

2.

Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.

3.

Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.

4.

Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.

5.

Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C.

Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

D.

Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

E.

Faktor Pencetus
A. Faktor predisposisi 1. Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut: a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian

depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3. Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. B. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor

F.

Proses Terjadi Halusinasi


Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari: 1. Fase Pertama Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat. 2. Fase Kedua Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada

halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan

memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain. 3. Fase Ketiga Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara. 4. Fase Keempat Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

G. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan). Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejalagejala yang khas yaitu: Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. Gerakan mata abnormal. Respon verbal yang lambat. Diam. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah. Penyempitan kemampuan konsenstrasi. Dipenuhi dengan pengalaman sensori. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Berkeringat banyak. Tremor. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. Perilaku menyerang teror seperti panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi. Menarik diri atau katatonik. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara : 1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan. 2. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan. 3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4.

Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5.

Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

I.

Pengkajian Fokus
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. 1. Halusinasi a. Pendengaran o o o o b. o o Melirik mata ke kanan/ ke kiri untuk mencari sumber suara Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang berbicara/ benda mati didekatnya Terlibat pembicaraan dengan benda mati ayau orang yang tidak nampak Menggerakkan mulut seperti mengomel

Penglihatan Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda mati atau stimulus yang tak terlihat Tiba lari ke ruang lain

c.

Pengecepan o o o Meludahkan makanan atau minuman Menolak makanan atau minum obat Tiba-tiba meninggalkan meja makan

d.

Penghirup o o o o Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak Menghirup bau tubuh Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain Berespon terhadap bau dengan panic

e.

Peraba o o Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api Melompat-lompat di lantai seperti menghindari sesuatu yang menyakitkan

f.

Sintetik o o Mengverbalisasi terhadap proses tubuh Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian tubuh yang diyakini tidak berfungsi

2.

Menarik diri o o o o o o o o o o Kurang spontan Apatis (acuh terhadap lingkungan) Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih) Afek tumpul Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri Komunikasi verbal menurun/ tidak ada Mengisolasi diri (menyendiri) Aktivitas menurun Kurang energy Menolak berhubungan dengan orang lain

3.

Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan o o o Merusak barang Ada ide untuk membunuh/ bunuh diri Melakukan kekerasan Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

J.

Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Core Problem

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep diri : Harga Diri Rendah

K. Diagnosa Keperawatan
1. 2. 3. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Isolasi sosial : menarik diri Perubahan sensori perseptual : halusinasi

L.

Nursing Care Plan

PERENCANAAN No DX TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI RASIONAL

1.

Risiko mencedera i diri, orang lain dan lingkunga n

Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Klien dapat 1. Bina hubungan 1. Hubungan membina hubungan saling percaya saling saling percaya dengan klien percaya dengan sebagai Ekspresi wajah menggunakan/ dasar bersahabat, klien komunikasi interaksi nampak tenang, terapeutik yaitu perawat dan mau berjabat sapa klien klien. tangan, membalas dengan ramah, salam, mau duduk baik secara dekat perawat verbal maupun 2. Mengetahui non verbal, masalah perkenalkan yang dialami nama perawat, oleh klien. tanyakan nama lengkap klien dan panggilan 3. Agar klien yang disukai, merasa diperhatikan. 2. jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

2.

Isolasi social menarik diri

Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat Klien mengenal halusinasi yang di alaminya

1.Kaji Pengetahuan 1. Untuk mengetahui klien tentang tingkat perilaku menarik pengetahuan klien tentang diri. menarik diri.

2. Membantu 2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri. mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi 3. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri. 3. Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya. selanjutnya.

3.

Perubaha n sensori perceptual halusinasi

1. Adakan sering singkat.

kontak 1.Menghindari dan waktu kosong yang dapat

2. Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi. 3.Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat. 4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri. Rasional: Meningkatkan harga diri klien

menyebabkan timbulnya halusinasi 2.Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif 3.Meningkatkan realita klien dan rasa percaya

klien dan klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak

menimblkan halusinasi 4.Meningkatkan harga diri klien

BAB III STRAREGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KLEN DENGAN PSP : HALUSINASI DENGAR

PERTEMUAN I 1. Kondisi klien Tertawa dan bicara sendiri Klien mengatakan mendengar kakenya berbicara dengannya

2. Diagnosis : RESIKO MENCEDERAI DIRI 3. Tujuan : Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat Klien mengenal halusinasi yang di alaminya

4. Tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan tekhnik komunikasi terapetik Diskusikan dengan klen halusinasi yang di alaminya

5. Strategi komunikasi a. Orientasi Salam terapetik : slamat pagi ibu/bapak. Perkenalkan namasaya ..saya senang di panggil saya yang akan merawat ibu/bapak slama di rumah sakit ini. Nama ibu/ bapak siapa ? ibu/bapak biasa dipanggil apa ? Evaluasi / validitas : bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini ? Kontrak : bagai mana kalau sekarang kita berbincang bincang tentang suara suara yang sering ibu/bapak dengar ? berapa lama kita akan berbincang bincang ? bagaimana kalau 20 menit ? dimana tempat yang menurut ibu /bapak cocok untuk kita berbincang bincang / bagai mana kalau di sini ? b. Kerja : coba ibu/bapak ceritakan suara suara yang ibu/bapak sering dengar ! apakah ibu/bapak bias mengenali suara suara tersebut ? kalau ibu/bapak tau suara itu suara siapa? Kapan saja suara itu ibu/bapak dengar? situasi yang bagai mana yang menurut ibu/bapak yang menjadi pencetus munculnya suara tersebut ? berapa kali suara itu ibu/bapak

dengar dalam sehari ? apakah ibu/bapak merasa terganggu dengan suara suara tersebut ? apakah yang ibu/bapak lakukan jika suara suara itu muncul ? apakah ibu mengikuti suara-suara yang ibu/bapak dengar ? bagaimana perasaan ibu jika suara suara itu dating ? c. Terminasi : Evaluasi Subjektif. saya senang sekali ibu/bapak sudah menceritakan suara-suara yang ibu/bapak dengar selama ini. Bagai mana perasaan ibu/bapak setelah kita berbincang-bincang ini ? Evaluasi Ojektif. jadi seperti yang ibu/bapak katakana tadi suara yang ibu/bapak dengar adalah suara. Suara itu muncul pada saat dalam sehari ibu/bapak mendengar suara-suara itu sebanyak dan ibu/bapak rasakan dan lakukan setelah mendengar suara-suara adalah Tindak lanjut. kalau ibu/bapak mendengar suara-suara itu lagi tolong panggil perawat agar di bantu! Kontrak yang akan dating. nanti besok kita bercakap-cakap lagi yah bu/pak. Kita akan diskusikan bagai mana suara-suara itu di kendalikan. Nanti kita bercakap-cakap di taman, setuju ?.

DAFTAR PUSTAKA

Vous aimerez peut-être aussi