Vous êtes sur la page 1sur 12

ERITRASMA

I. PENDAHULUAN Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang selama lebih dari 100 tahun lamanya dianggap sebagai penyakit jamur. Burchard melukiskan penyakit ini sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh Actiniomycetes. Baru pada tahun 1962 oleh Sarkani dkk. menemukan Corynebacterium sebagai etiologi berdasarkan penelitian biakan. Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh sekelompok bakteri aerobik bentuk coryneform yang biasa disebut juga Corynebacterium minitussimum.1,2 II. EPIDEMIOLOGI Walaupun eritrasma cukup sering ditemukan, tetapi epidemiologinya belum banyak yang diungkapkan. Sebelumnya eritrasma digolongkan pada kelompok penyakit jamur, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya ditemukan bakteri kelompok coryneform aerobik. Masih terdapat keraguan apakah bakteri ini merupakan flora normal pada sela-sela jari kaki dan dalam hubungan parasitik dengan induk semangnya menghasilkan bentuk eritrasma yang klasik. Lingkungan yang panas dan lembab merupakan faktor predisposisi terjadinya eritrasma. Eritrasma tersebar luas namun lebih sering pada daerah tropis.3,4 Secara klinis, penyakit ini lebih sering ditemui pada orang dewasa daripada anak-anak. Menurut Somerville dkk, pada kelompok masyarakat dengan kelainan mental ditemukan insiden pada sela jari kaki 30%, bokong 18%, dan ketiak 4%. Pada orang yang gemuk, eritrasma ditemukan pada ketiak, lipatan

bawah payudara, dan dapat menyebar ke lipatan paha. Eritrasma sering terjadi pada penderita Diabetes melitus2,4 III. ETIOPATOGENESIS Pada awalnya, eritrasma diduga diakibatkan oleh organisme

Actynomycetes yang disebut Nocardia minutissima. Akan tetapi, setelah dilakukan isolasi akhirnya diketahui bahwa penyebab dari eritrasma adalah bakteri dengan nama Corynebacterium minutissimum. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif, aerobik atau fakultatif anaerobik, membentuk spora dan termasuk flora normal di kulit yang dapat menyebabkan infeksi epidermal superfisial pada keadaankeadaan tertentu.4,5 Bakteri Corynebacterium minutissimum adalah bakteri yang mampu memproduksi porphyrin dan menjadi penyebab adanya efloresensi yang khas coral red pada pemeriksaan lampu Wood. Akan tetapi, turunan zat ini berupa Copro III belum dapat dijelaskan lebih lanjut bagaimana biosintesisnya sehingga memberikan efek terhadap eritrasma. Ketika berada pada kondisi yang mendukung seperti panas dan lembab, bakteri ini kemudian menyerang sepertiga atas stratum korneum sehingga stratum korneum menebal dan akan membentuk lesi eritroskuamosa merah-kecoklatan. Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antara eritrasma dan diabetes.1,3,6,7 IV. GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik yang muncul bervariasi dari yang bentuk asimptomatik, dengan durasi minggu hingga bulan bahkan tahunan. Gambaran efloresensi hiperpigmentasi, halus, berbatas tegas dengan bentuk yang tidak teratur, cokelat-

kemerahan, berskuama, dapat terjadi fissura. Lesi yang didapatkan kadang multipel atau simetris.4,7

Gambar 1. Makula hiperpigmentasi pada daerah aksilla8

Tempat predileksi di daerah aksilla, inguinal, dan disela-sela jari kaki. Kadang-kadang berlokasi di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita dengan obesitas. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpinginosa. Lesi tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan perabaan terasa berlemak.1,7,9

Gambar 2. Distribusi predileksi erytrasma10

V.

DIAGNOSIS Untuk membantu menegakkan diagnosis eritrasma, dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan penunjang, seperti: Pemeriksaan lampu Wood: Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan lampu Wood. Pada pemeriksaan ini terlihat lesi

berflouresensi merah membara (coral-red) atau jingga yang dikaitkan dengan Coproporphyrin III yang diproduksi oleh bakteri Corynebacterium minitussimum. Pada gambar 3 dibawah ini, pemeriksaan lampu Wood pada jari kaki keempat dan kelima memperlihatkan lesi yang berbatas tegas, berwarna cokelat-kemerahan.1,6

Gambar 3. Lesi berfloresensi pada jari kaki keempat dan kelima di bawah sinar Wood6

Pengambilan sediaan langsung: Pemeriksaan ini umunya dilakukan untuk memastikan diagnosa karena bakteri dan bukan karena jamur dengan menggunakan pemeriksaan KOH atau dengan pewarnaan gram/giemsa. Bahan dari sediaan langsung dengan cara mengerok. Lesi dikerok dengan skalpel tumpul atau pinggiran kaca objek. Apabila pada hasil akhir pemeriksaan ditemukan organisme berbentuk batang pendek, halus, bercabang, berdiameter 1 atau kurang,
4

yang mudah putus maka dapat dipastikan penyebabnya adalah bakteri berbentuk difteroid atau basil kecil.1,7 Kultur bakteri: Kultur bakteri umumnya tidak diperlukan jika pada gejala klinis dan pemeriksaan lampu Wood positif. Selain itu, pemeriksaan ini juga sulit dilakukan karena dapat ditemukan banyak bakteri lain selain bakteri Corynebacterium, Misalnya bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, Candida , Pseudomonas dapat ditemukan pada kultur bakteri dari spesimen di kaki.1,4,7 Histopatologi: Secara histopatologi, eritrasma merupakan dermatosis yang tak terlihat. Bakteri yang terdapat di stratum korneum tidak dapat di identifikasi. Jika diperlihatkan secara histologi, maka akan didapatkan gambaran hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, serta pelebaran ujungujung pembuluh darah dan sebukan sel-sel polinuklear.11

Gambar 4. Struktur dengan parakeratotik pada eritrasma (dengan perbesaran 40x)11

VI.

DIAGNOSIS BANDING Berdasarkan efloresensi dari lesi yang timbul, dapat dipertimbangkan

beberapa diagnosis banding, antara lain:


5

1. Tinea versikolor Pitiriasis versikolor sering membuat bingung bagaimana membedakannya dengan eritrasma. Penyakit ini disebabkan oleh Malessezia furfur ditandai dengan bercak lesi yang bervariasi mulai dari hipopigmentasi, kemerahan sampai kecoklatan atau hiperpigmentasi. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, lipat paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Warna lesi mulai dari hipopigmentasi, merah muda, kuning kecoklatan, coklat muda atau hiperpigmentasi.1,2 Pada pitiriasis versikolor, terdapat perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan eritrasma. Jika dilakukan pemeriksaan dengan KOH untuk diagnosis, pada pitiriasis versikolor akan didapatkan hasil positif berupa gambaran hifa bersekat dibawah mikroskop, akan tetapi pada eritrasma tidak terlihat. Selain itu, pada pemeriksaan pada lampu Wood didapatkan gambaran khas coral red untuk eritrasma dan pada pitiriasis versikolor memberikan floresensi berwarna kuning keemasan.1,6

(a)
12

(b)

Gambar 5. (a) pitiriasis versikolor , (b) eritrasma

2. Tinea kruris Tinea kruris adalah dermatositosis yang tersering pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah ke sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Efloresensi eritema, ditengah lesi bersih dan biasanya terdapat papul pustul yang muncul didaerah pinggir lesi, keluhan kadang disertai gatal.7,13 Pada tinea kruris, diagnosis dapat ditegakkan bila terdapat gambaran klinis yang khas ditambah dengan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH pada mikroskop sedangkan pada eritrasma akan negatif karena disebabkan oleh bakteri.1,2

(a)

(b)

Gambar 6. (a) Eritrasma, (b)Tinea kruris14

3.

Kandidiasis

Kandidiasis merupakan penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans. Efloresensi yang biasa ditemukan pada kandidiasis adalah gambaan pustul satelit dipinggiran lesi. Sedangkan pada eritrasma didapatkan lesi merah-kecoklatan, skuama halus, dan sering pada daerah inguinal dan aksilla. Pada pemeriksaan mikroskop preparat KOH ditemukan pseudohifa dan yeast forms.1,7

(a)

(b)

Gambar 7. (a) Kandidiasis, (b)Eritrasma(7)

VII.

PENATALAKSANAAN Untuk eritrasma lokal dapat diberikan terapi topikal berupa gel benzoil

peroksida 5% yang efektif dalam kebanyakan kasus. Klindamisin atau eritromisin (larutan 2%) atau krim golongan azole adalah beberapa dari agen topikal yang efektif. Pada lesi kulit yang luas, terapi sistemik dengan eritromisin 250 mg oral selama 14 hari dan klaritromisin 1 g dosis tunggal mempunyai efektifitas yang baik. Untuk mencegah kekambuhan, penggunaan benzoil peroksida saat mandi adalah cara yang efektif dan murah.9,15 VIII. KOMPLIKASI

Kekambuhan dapat terjadi jika faktor predisposisi tidak diatasi, bahkan setelah pemberian terapi antibiotik. Sangat jarang ditemukan bakteri ini menyebabkan infeksi yang invasif dengan bakteremia.7,15

IX.

PROGNOSIS Penyakit ini mungkin akan tetap asimptomatik untuk bertahun-tahun atau

mengalami eksaserbasi periodik. Prognosis penyakit ini cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan menyeluruh.1,15

DAFTAR PUSTAKA 1. Budimulja U. Eritrasma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.5th edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. p.334-5. 2. Hay RJ, Adriaans BM. Erythrasma. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology.8th edition. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p.30.37-8. 3. Arenas R, Arce M. Erythrasma. In: Arenas R, Estrada R, editors. Tropical Dermatology. USA: Landes Bioscience; 2001. p.31-3. 4. Warou WF. Eritrasma. In: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p.61-2. 5. James WD, Berger TG, Elston D. Elston DM. Erythrasma. In: James WD, Berger TG, Elston D, editors. Andrews Disease of The Skin : Clinical Dermatology.10th edition. Philadelphia: Saunder Elsavier; 2006. p.267. 6. Yasuma A, Ochiai T, Azuma M, Nishiyami H, Kikuchi K, Kondo M, et al. Exogenous coproporphyrin III production by Corynebacterium

aurimucosum and Microbacterium oxydans in erythrasma lesions. JMM. 2011;60:103842. 7. Wolff K, Johnson RA. Erythrasma. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th edition. United States: Mc-graw-Hill; 2009. p.592-3.

10

8. Habif TP. Superficial Human Infections. In: Habif TP, editor. Clinical Dermatology. 4th edition. Hanover: Mosby Elsevier; 2004. p.417-9. 9. Granok AB, Benjamin P, Garette LS. Corynebacterium minuttissimum bacteria in an immunocompetent host with celullitis. CID Brief Report. 2002;35:e40-2. 10. Trozak DJ, Tennenhouse J, Russel JJ. Erythrasma. In: Trozak DJ, Tennenhouse J, Russel JJ, editors. Dermatology skills For Primary Care, An Illustrated Guide. New Jersey: Humana Press; 2006. P. 117. 11. Smoller BR, Hiatt KM. Erythrasma. In: Smoller BR, Hiatt KM, editors. Dermatopathology the Basic. USA: Springer; 2009. p.98-9. 12. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Infections. In: Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Clinical Dermatology.3rd edition. UK: Blackwell Pulishing; 2003. p.189. 13. Verna S, Heffernan M. Superficial fungal infection. In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD, editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medecine.7th edition. USA: McGrew Hill; 2008. p.1815. 14. Sobera JO, Elewski BO. Fungal disease. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rappini RP, editors. Dermatology.2nd edition. USA: Mosby Elsavier; 2008. p.13. 15. Craft N. Infections caused by corynebacterium. Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD, editors. Fitzpatricks

11

Dermatology In General Medecine.8th edition. USA: Mc Grew Hill; 2012. p.2146-47.

12

Vous aimerez peut-être aussi