Vous êtes sur la page 1sur 15

TINJAUAN PUSTAKA

I.

KELENJAR BARTHOLINI A. Anatomi Kelenjar Bartholini Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi. seperti pada gambar dibawah ini :

B. Histologi Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan traktus genital. C. Fisiologi Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.

II.

ABSES BRTHOLINI A. Definisi Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar

Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.

Gambaran kista bartolini

B. Epidemiologi Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal

ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitiantelah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun).Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati.Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.

C. Etiologi Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.

D. Patofisiologi Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat

menyebabkan retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar BartholiIn sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis. Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial.

E. Gejala klinis Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut: Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral. Dispareunia Nyeri pada waktu berjalan dan duduk Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)

F. Diagnosa Untuk menegakkan diagnosa kista bartolini dapat ditegakkan dengan : 1. Anamnesa Pada anamnesa biasanya ditemukan gejala klinis, berupa : Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral. Dispareunia Nyeri pada waktu berjalan dan duduk Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses) 2. Pemeriksaan fisik pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses Bartholin sebagai berikut:

Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar yang eritema dan edema. Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses. Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang purulen

G.

Pemeriksaan Penunjang Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes

laboratorium darah tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholin. H. Diagnosa banding 1. Kista sebaseous pada vulva : suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. 2. Dysontogenetic cysts : kista jinak yang berisi mukus dan berlokasi padaintroitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang menyerupai mukosa rektum,dan seringkali asimptomatik 3. Hematoma pada vulva: adanya trauma akibat berolahraga,kekerasan. 4. Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang progresif, dan kosmetik. 5. Hidradenoma merupakan tumor jinak yang dapat muncul pada labia majora dan labiaminora. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi apabila timbul perdarahan dandiangkat bila timbul gejala I. Penatalaksanaan A. Tindakan Operatif Beberapa prosedur yang dapat digunakan: 1. Incisi dan Drainase

Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.Ada studiyang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.

2. Word Catheter Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline

Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau abses dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untuk membuat incisi sepanjang 5mm pada permukaan kista atau abses.Penting untuk menjepit dinding kista sebelum dilakukan incisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan dapat terjadi incisi pada tempat yang salah.Incisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke cincin hymenal pada area sekitar

orifice dari duktus.Apabila incise dibuat terlalu besar, Word catheter dapat lepas.

Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan dengan 2 ml hingga3 ml larutan saline. Balon yang mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina.Agar terjadi epitelisasi pada daerah

bekaspembedahan, Word catheter dibiarkan di tempat selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi mungkin terjadi lebih cepat,sekitar tiga sampai empat minggu.Jika Kista Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Wordcatheter tidak praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan. Abses biasanya dikelilingi oleh selulitisyang signifikan, dan pada kasus- kasus tersebut, antibiotik diperlukan. Antibiotik yang digunakan harus merupakan antibiotic spektrum luas untuk

mengobati infeksi polymicrobial dengan aerob dan anaerob. Dapat dilakukan kultur untuk mencari kuman penyebab. Selama

menunggu hasil kultur, diberikan terapi antibiotikempiris. Pasien

dianjurkan untuk merendam di bak mandi hangat dua kalisehari (Sitzbath). Koitus harus dihindari untuk kenyamanan pasien dan untuk mencegah lepasnya wordcatheter.

Sitz bath (disebut juga hip bath, merupakan suatu jenis mandi, dimana hanya bagian pinggul dan bokong yang direndam di dalam air atau saline; berasal dariBahasa Jerman yaitu sitzen yang berarti duduk.) dianjurkan dua sampai tiga kalisehari dapat membantu kenyamanan dan penyembuhan pasien selama periode pascaoperasi.

Gambar 6: Alat yang digunakan untuk Sitz Bath

3. Marsupialisasi Alternatif pengobatans selain penempatan Wordcatheter adalah marsupialisasi dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.

Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan interrupted Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.Berikut adalah peralatanyang diperlukan dalam melakukan tindakan marsupialisasi.

Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan

ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakukan. setelah prosedur marsupialisasi

Kekambuhan kista Bartholin adalah sekitar 5-10 %. 4. Eksisi (Bartholinectomy)

Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati hati saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai dinding

kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.

Gambar 8. Diseksi Kista Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-0.

Gambar 9. Ligasi Pembuluh Darah Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri, pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan kebersihan luka. J. Pengobatan Medikamentosa Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum

dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan abses bartholin: 1. Ceftriaxone Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose . 2. Ciprofloxacin Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari 3. Doxycycline Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari 4. Azitromisin Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC

trachohomatis. Dosisyang dianjurkan: 1 g PO 1x

K. Komplikasi Komplikasi kekambuhan. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati. Timbul jaringan parut. yang paling umum dari absesBartholin adalah

L. Prognosis Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.

Vous aimerez peut-être aussi