Vous êtes sur la page 1sur 72

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Sel induk adalah sel-sel berbeda dari jenis lain sel-sel dalam tubuh. Semua

sel batang terlepas dari sumber mereka memiliki tiga sifat umum: mereka mampu membagi, memperbaharui diri untuk waktu yang lama dan mereka dapat menimbulkan jenis sel khusus pada umumnya. Stem cell diklasifikasikan sebagai sel batang embrio (ESC) dan sel induk dewasa. Karena sifat unik, telah menjadi sangat besar di penelitian medis, khususnya sebagai obat penyakit potensial untuk mengancam kehidupan (Thomson et al,1998) Laporan tentang keberhasilan pengisolasian stem cell manusia serta laporan tentang ekperimen fusi sel telur sapi yang telah di nukleasi dengan sel manusia telah menghangatkan kembali perdebatan tentang etika penelitian yang menggunakan sel embrio ( mudigah ) manusia. Berbagai teknologi baru telah memungkinkan berbagai cara untuk membuat embrio manusia seperti melalui transfer inti somatik, fusi sel, dan pembuatan hibrida manusia/bukan-manusia. Perlu diingat bahwa manipulasi embrio kemungkinan besar akan menyebabkan kematian embrio itu (Tadjudin,2006) Pemerintah federal Amerika Serikat melarang pendanaan penelitian yang menggunakan stem cell berasal dari embrio, namun tidak melarang penelitian itu sendiri. Hal itu menyebabkan penelitian dilakukan oleh pihak swasta tanpa pengawasan yang baik (Spar, 2004)

Dalam Islam dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan penyakit serta obatnya, bagi setiap umat Islam berkewajiban untuk berobat pada ahlinya serta memilih cara pengobatan yang lebih besar faedahnya. Terapi stem cell embrio salah satu cara yang bertujuan dalam memperlambat proses aging (penuaan) atau disebut sebagai anti aging. Oleh karena itu perlu diketahui hukum menggunakann terapi stem cell embrio tersebut menurut Islam.

1.2.

Permasalahan 1. Bagaimana cara melakukan isolasi stem cell embrio dan apakah akan mengganggu perkembangan embrio itu sendiri? 2. Apakah tindakan melakukan isolasi stem cell embrio melanggar etika kedokteran dan apakah dapat dipertanggungjawabkan dalam segi islam? 3. Apakah arti aging (penuaaan) dan anti aging itu sendiri dari segi kedokteran? 4. Bagaimana hukum penggunaan stem cell embrio untuk anti aging dalam segi islam?

1.3. 1.3.1

Tujuan Tujuan Umum Mengetahui efektivitas penggunaan terapi stem cell embrio untuk terapi anti aging.

1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mendapatkan informasi mengenai teknik penggunaan stem cell

embrio menurut kedokteran. 2. Mendapatkan informasi mengenai manfaat positif juga dampak negatif bagi manusia dalam penggunaan stem cell dalam terapi anti aging menurut kedokteran. 3. Mendapatkan informasi tentang pandangan Islam mengenai

penggunaan stem cell untuk terapi anti aging.

1.4.

Manfaat 1. Bagi Penulis Sebagai sarana latihan penulisan skripsi yang baik dan benar. Menambah pengetahuan tentang terapi anti aging dengan

menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam. 2. Bagi Universitas YARSI Memberikan informasi kepada civitas akademika Universitas YARSI mengenai terapi anti aging dengan menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam. 3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi pada masyarakat mengenai terapi anti aging dengan menggunakan stem cell embrio ditinjau dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam.

BAB II PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING DITINJAU DARI KEDOKTERAN

2.1. 2.1.1

Stem Cell Definisi Stem cell Sesuai dengan kata yang menyusunnya (stem = batang; cell = sel), stem

cell adalah sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Layaknya batang pohon yang menjadi tumpuan bagi pertumbuhan ranting dan daunnya, stem cell juga merupakan awal dari pembentukan berbagai sel penyusun tubuh. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia baru-baru ini istilah stem cell diterjemahkan menjadi sel punca. Kata punca berarti awal mula. Makna yang terkandung dalam kata sel punca, semakin diteguhkan dengan penemuan keberadaan stem cell pada awal kehidupan manusia, yaitu saat masih embrio. Hal ini tentu semakin menegaskan bahwa stem cell adalah sel yang menjadi awal mula terbentuknya 200 jenis sel yang menyusun tubuh ( Halim et al., 2010 ).

2.1.2

Karakteristik Stem cell Untuk dapat digolongkan sebagai stem cell, suatu sel harus memiliki

sejumlah karakteristik, yang antara lain : 1) Belum berdiferensiasi (Undifferentiated)

Stem cell merupakan sel yang belum memiliki bentuk dan fungsi yang spesifik layaknya sel lainnya pada organ tubuh. Sel otot jantung (kardiomiosit), neuron, dan sel pankreas adalah jenis-jenis sel tubuh yang telah memiliki bentuk dan fungsi yang spesifik. Sel-Sel tersebut secara jelas menjalankan fungsi dari organ yang dibentuknya. Bentuk sel otot jantung menyokong fungsinya untuk berdenyut. Neuron otak juga memiliki bentuk yang memungkinkannya menghantarkan impuls-impuls sara, sedangkan sel pankreas terdapat dalam struktur jaringan yang disebut sebagai pulau Langerhans pada pankreas, yang berfungsi memproduksi hormon insulin. Berbeda dengan ketiganya, stem cell adalah sel yang belum memiliki fungsi khusus, seperti berdenyut, menghantarkan impuls, menghasilkan hormon, ataupun fungsi lainnya. Bukti ilmiah bahkan menunjukkan bahwa populasi stem cell dalam suatu jaringan matur, tampak sebagai suatu populasi sel inaktif, yang fungsinya baru terlihat dalam waktu dan kondisi tertentu. 2) Mampu memperbanyak diri sendiri (Self Renewal) Stem cell dapat melakukan replikasi dan menghasilkan sel-sel berkarakteristik sama dengan sel induknya. Kemampuan memperbanyak diri dan menghasilkan sel-sel yang sama seperti sel induknya ini tidak dimiliki oleh sel-sel tubuh lainnya seperti sel jantung,otak, ataupun sel pankreas. Itulah sebabnya apabila jaringan dalam jantung, otak,maupun pankreas mengalami kerusakan, maka pada umumnya kerusakan tersebut bersifat irreversibel. Populasi stem cell dalam tubuh terjaga dengan

kemampuannya memperbanyak diri sendiri. Kemampuan ini dapat dilakukan berulang kali, bahkan diduga tidak terbatas. Selain itu, kemampuan ini juga dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama. Hingga saat ini, para peneliti masih berupaya mencari faktor absolut yang mampu mengendalikan proliferasi stem cell tanpa adanya proses diferensiasi. Sejumlah penemuan dalam hal induksi pluripotensi sel somatis menjadi stem cel, telah memberikan titik terang tentang peranan beberapa faktor transkripsi yang terkait dengan hal ini. Walaupun demikian, peran penting faktor-faktor tersebut masih terus diperdebatkan. Apabila faktor absolut penentu potensi memperbanyak diri berhasil ditemukan, maka peneliti dan ahli medis dapat dengan mudah memperbanyak stok stem cell untuk digunakan sebagai bahan utama terapi transplantasi sel dan riset medis terkait. Selain itu, faktor ini juga dianggap penting untuk mempertahankan populasi stem cell dalam tubuh ( stem cell niche ), demi menjaga homeostasis jaringan tubuh. 3) Dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel

(Multipoten/Pluripoten) Keberadaan stem cell sebagai sel yang belum berdiferensiasi ternyata dimaksudkan untuk menjaga kontinuitas regenerasi populasi sel yang menyusun jaringan dan organ tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan kemampuan stem cell untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh yang dibutuhkan. Kemampuan stem cell dalam berdiferensiasi juga dinilai lebih istimewa dibandingkan sel-sel laim yang jauh lebih matur, karena stem

cell mampu berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel tubuh. Hal ini berarti stem cell bersifat multipoten atau pluripoten bergantung pada jenis dari stem cell itu sendiri. Stem cell bersifat pluripoten bila mampu berdiferensiasi menjadi sel tubuh apapun, yaitu yang berasal dari ketiga lapisan embrional (ektoderm, mesoderm,dan endoderm) dan stem cell bersifat multipoten bila hanya mampu berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel, yang biasanya berada dalam suatu golongan serupa, seperti selsel sistem hematopoietik, ataupun sistem saraf. Proses diferensiasi stem cell diduga disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal sel. Faktor internal sel mencakup faktor genetik dan epigenetik, sedangkan faktor eksternal sel mencakup kondisi lingkungan sekitar sel, faktor pertumbuhan ( growth factor ), ataupun bergantung pada kebutuhan jaringan/organ tubuh itu sendiri. Hingga saat ini, faktor-faktor yang menentukan terjadinya diferensiasi dari stem cell terus diteliti (Halim et al., 2010). Sel induk sangat diperlukan untuk organisme karena mereka menjaga keamanan homeostasis jaringan melalui keseimbangan yang baik dari pembaharuan diri dan diferensiasi. Stem cell terjadi dalam jumlah yang sangat kecil di jaringan dewasa dan dalam jumlah yang lebih tinggi pada janin dan bagiannya. Dengan demikian, mereka dapat berasal dari embrio keseluruhan atau bagiannya. Sel-sel ini, pertama berasal dari

embrio tikus ( Martin, 1981;Evans dan Kaufman, 1981) dan kemudian diperoleh pada manusia(Thomson et al.,1998), dapat menimbulkan semua

jenis jaringan tubuh orang dewasa, seperti yang ditunjukkan pada tikus (Nagy et al.,1993)

Gambar 1. Stem cell pluripoten Sumber: http://www.hyscience.com/archives/2006/03/stem_cell_innov.php

2.1.3 Jenis Stem cell Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi : 1. Totipoten. Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk dalam stem cell totipoten adalah zigot (telur yang telah dibuahi).

2. Pluripoten. Dapat berdiferensiasi menjadi tiga lapisan germinal: ektoderm, mesoderm, dan endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstra embrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk stem cell pluripoten adalah stem cell embrionik. 3. Multipoten. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: Stem cell hematopoietik. 4. Unipoten Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Tapi berbeda dengan nonstem cell, stem cell unipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew) (Saputra, 2006).

2.1.4

Sumber Stem cell Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi: 1. Zigot. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur 2. Stem cell Embrionik. Diambil dari inner cell mass dari suatu blastokista (embrio yang terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari kelima pasca pembuahan). Stem cell embrionik biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan

teknik pengambilan stem cell embrionik yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. 3. Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi. 4. Stem cell darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem cell dari darah tali pusat merupakan jenis stem cell hematopoietik, dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam stem cell dewasa. 5. Stem cell Dewasa. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari: a. Sumsum tulang. Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang: - Stem cell Hematopoietik. - Stem cell Stromal atau disebut juga Stem cell Mesenkimal. b. Jaringan lain pada dewasa seperti pada: - susunan saraf pusat - adiposit (jaringan lemak) - otot rangka - pankreas Stem cell dewasa (adult) mempunyai sifat plastis, artinya selain berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, stem cell dewasa juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain.

10

Misalnya: stem cell neural dapat berubah menjadi sel darah, atau stem cell stromal dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung, dan sebagainya (Saputra, 2006).

2.1.5 Mekanisme Regenerasi Jaringan Stem cell Mekanisme perbaikan jaringan yang rusak dengan menggunakan stem cell terdiri dari dua jenis : 1) Diferensiasi Stem cell Stem cell yang telah sampai pada lokasi kerusakan sel dalam jaringan tubuh, akan mampu berdiferensiasi menjadi sel somatik jaringan tubuh tersebut, sehingga mampu menggantikan sel-sel yang telah rusak. Untuk mencapai efektivitas yang optimal, jenis stem cell yang dipakai disesuaikan dengan jalur diferensiasi yang dikehendaki. Contoh dari hal ini dijelaskan berikut ini : Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan darah, umumnya menggunakan stem cell hematopoietik. Hal ini terutama didasarkan pada kemampuan stem cell hematopoietik dalam berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah progenitor, yang selanjutnya mampu berdiferensiasi lebih lanjut lagi hingga akhirnya menjadi eritrosit, leukosit, maupun trombosit. Terapi stem cell ditujukan untuk penderita kelainan sistem saraf, seperti parkinson dan stroke, paling mungkin menggunakan stem cell neural. Hal ini berdasarkan kemampuan stem cell neural untuk

11

berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel saraf seperti astrosit, oligodendrosit, dan neuron. Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan tulang dan otot, paling mungkin menggunakan stem cell mesenkimal. Hal ini pun berdasarkan atas kemampuan stem cell mesenkimal untuk

berdiferensiasi menjadi sel tulang, sel tulang rawan, sel lemak, sel tendon, dan sel stromal sumsum tulang. Meskipun jalur diferensiasi stem cell dewasa yang telah disebutkan diatas telah disebutkan diatas merupakan pemikiran yang paling logis dan ilmiah,

namun kesimpulan dari banyak literatur ilmiah mengungkapkan adanya kemungkinan diferensiasi stem cell dewasa untuk menjadi sel diluar jalur diferensiasinya. Fenomena ini disebut dengan trandiferensiasi. Beberapa bukti ilmiah keberadaan fenomena transdiferensiasi stem cell dewasa dijelaskan berikut ini : Stem cell hematopoietik. Normalnya, stem cell hematopoietik hanya dapat berdiferensiasi menjadi sel progenitor mieloid dan limfoid. Pada percobaan in vitro maupun in vivo, stem cell hematopoietik ternyata dapat berdiferensiasi menjadi sel otot lurik, kardiomiosit, neuron, sel epitel ginjal, sel epidermal kulit, sel epitel paru, dan sel epitel intestinal. Stem cell mesenkimal. Jalur diferensiasi normal bagi stem cell mesenkimal adalah menjadi sel osteosit, sel kondrosit, sel stromal sumsum tulang, sel adiposit, dan sel

12

tenosit. Percobaan in vitro dan in vivo membuktikan kemampuan stem cell mesenkimal untuk berdiferensiasi menjadi sel astrosit, sel kardiomiosit, sel serat Purkinje, sel epitel ginjal, dan sel neuron. Stem cell neural. Melalui riset in vivo maupun in vitro, stem cell neural yang sebelumnya telah diisolasi dari hewan percobaan, terbukti mampu menyelenggarakan hematopoiesis dan membentuk sel darah fungsional. Percobaan lain juga menyebutkan ketika stem cell neural disuntikkan ke dalam blastosis, stem cell neural juga dapat terus berdiferensiasi dan membentuk sel-sel dari ketiga lapisan embrional. Dengan ditemukannya fenomena transdiferensiasi, pemikiran yang sebelumnya menyatakan bahwa hanya stem cell embrionik yang tergolong pluripoten, nampaknya harus ditinjau kembali. Meskipun demikian, keraguan akan benar tidaknya kejadian transdiferensiasi juga masih ada. Kepastian kemurnian sampel stem cell dewasa yang digunakan dalam uji laboratorium tanpa adanya kontaminasi oleh stem cell jenis lain adalah salah satu hal yang masih banyak dipertanyakan. Selain itu, mekanisme yang ditempuh stem cell dewasa dalam melakukan transdiferensiasi merupakan hal yang harus segera dijelaskan secara ilmiah. Seluruh fakta ilmiah yang didapatkan melaui uji laboratorium, telah berhasil membuktikan kemampuan stem cell untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel tubuh. Walaupun demikian, potensi stem cell

13

untuk berdiferensiasi saat dicangkokkan kedalam tubuh, masih harus diteliti. Sejumlah ahli pun meragukan keberlangsungan kemampuan ini secara in vivo dalam tubuh pasien, mengingat potensi stem cell lain dalam meregenerasi sel tubuh yang rusak juga dapat menjadi kunci keberhasilan terapi transplantasi stem cell pada pasien penyakit degeneratif. 2) Produksi Faktor Pertumbuhan ( Growth Factor ) Stem cell Sebagian peneliti juga berpendapat bahwa stem cell yang ditranplantasikan ke dalam tubuh secara sistemik (melalui jalur pembuluh darah) dapat menginduksi stem cell lain yang berada di berbagai organ tubuh pasien sendiri untuk berproliferasi dan bergerak menuju ke jaringan/organ yang mengalami kerusakan. Sebagai contoh adalah tikus yang diberi perlakuan hipoksia pada jaringan saraf di daerah otak sebagai model untuk penderita stroke, setelah disuntikkan stem cell yang telah diberi label melalui pembuluh darahnya, maka stem cell yang berasal dari sumsum tulang pun akan menuju ke jaringan yang mengalami hipoksia tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stem cell yang berasal dari luar tubuh mampu merangsang stem cell dari dalam tubuh individu itu sendiri untuk bersama-sama melakukan tugas regenerasi jaringan yang rusak. Salah satu hal yang disuga menyebabkan hal ini, adalah sejumlah faktor yang diproduksi oleh stem cell yang dicangkokkan ke dalam tubuh, mampu merangsang pengeluaran stem cell dari berbagai organ tubuh pasien. Faktor-faktor ini adalah sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) (Halim et al., 2010).

14

2.2. Stem Cell Embrio 2.2.1 Definisi Stem cell Embrio Sesuai dengan namanya, stem cell embrionik adalah stem cell yang dapat ditemukan pada manusia atau hewan yang masih berada dalam rangkaian proses embriogenesis. Stem cell embrionik sebenarnya adalah massa sel dalam ( inner cell mas, ICM ) yang terkandung dalam rongga blastokis (Halim et al., 2010). Embrionic stem cell adalah stem cell yang didapat dari embrio yang sudah dibuahi. Ketika embrio berumur antara tiga sampai lima hari, ia mengandung stem cell, yang sibuk bekerja untuk menciptakan berbagai organ dan jaringan yang akan membentuk janin. Embrionic stem cell pertama kali diperoleh dari embrio tikus percobaan sekitar 30 tahun yang lalu, pada tahun 1981. Kemudian pada tahun 1998 para scientist berhasil mendapatkan embrionic stem cell dari embrio manusia dan mengembangkannya di dalam laboratorium. Sel ini disebut human embrionic stem cell. Di dalam embrio terdapat puluhan stem cell. Pada awalnya, sel-sel ini masih kosongan, yang berarti bahwa nasib mereka belum ditentukan. Tapi mereka memiliki potensi yang sangat besar ( Riyadi, 2010 ).

15

Gambar 2. Stem cell embrionik Sumber : Mengenal Stem cell _ ScienceBiotech.htm

2.2.2 Embriogenesis dan Awal Terbentuknya Stem Cell Embrio Kehidupan setiap manusia dimulai dari proses fertilisasi antara spermatozoa dan oosit di ampulla tuba Fallopi. Dari proses fertilisasi inilah dihasilkan sebuah sel yang dinamakan zigot. Karena zigot merupakan kesatuan dari spermatozoa dan oosit, maka materi genetik yang tersimpan didalamnya pun merupakan kesatuan dari materi yang dikandung spermatozoa dan oosit. Setelah zigot terbentuk, sel ini segera aktif membelah dan menghasilkan blastomer dalam jumlah yang berlipat ganda (2,4, dan seterusnya). Dengan demikian, pada hari ke3 sampai ke-4 pasca fertilisasi, blastomer yang terbentuk telah berjumlah 8 sel. Setelah mencapai tahapan 8 sel, embrio akan mulai mengalami kompaksi.

16

Peristiwa ini ditandai dengan adanya ikatan antar blastomer yang cukup kuat. Seiring dengan terjadinya hal itu, sel-sel di dalam embrio pun akan terus membelah hingga berjumlah 32 sel. Pada tahap selanjutnya, terjadi pompa natrium (sodium) dari dalam ke luar sel. Hal ini menyebabkan keseimbangan di dalam zona pelusida pun berubah, sehingga berakibat pada masuknya air ke zona pelusida. Peristiwa ini terus berlangsung hingga pada akhirnya terbentuk rongga blastocoels yang berisi air dalam embrio. Setelah rangkaian proses ini, embrio dikatakan telah mencapai tahap blastosis. Sel-sel dalam tahapan ini telah kehilangan totipotensinya, karena telah terjadi diferensiasi yang pertama kali, yaitu perubahan blastomer menjadi massa sel dalam (ICM) dan sel trofoblas. ICM adalah sel-sel yang nantinya akan berdiferensiasi membentuk seluruh jenis sel tubuh, sedangkan sel trofoblas bertanggung jawab pada proses pembentukan plasenta. ICM inilah yang selanjutnya disebut dengan stem cell embrionik. Dengan demikian, isolasi stem cell embrionik sama dengan melakukan isolasi ICM. Untuk mendapatkan stem cell embrionik, kita harus mengisolasi sel-sel ICM yang terdapat dalam embrio tahap blastosis.(Halim et al., 2010). 2.2.3 Rekayasa Sumber dan Isolasi Stem Cell Embrio Ada beberapa cara untuk mendapatkan embryonic stem cell, yaitu: 1. Mengambil dari cabang bayi (embrio) yang didonorkan orang tuanya. 2. Mengambil dari embrio yang digugurkan atau keguguran. 3. Mengambil dari embrio sisa pembuatan bayi tabung. 4. Mengambil dari embrio yang dibuat secara therapeutic cloning.

17

Cara yang pertama hampir tidak pernah dilakukan, kalaupun ada proses tersebut lebih dekat ke proses nomor 2 yaitu embrio yang didonorkan tersebut memang embrio yang telah direncanakan untuk digugurkan atau tidak diinginkan kehadirannya. Cara nomor 2 dan 3 merupakan cara yang paling umum digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan stem cell. Cara ke 4 merupakan cara yang paling rumit karena harus membuat embrio terlebih dahulu dengan jalan menyuntikkan inti sel (nucleus) dari sel dewasa ke dalam sel telur yang telah diambil nukleusnya. Cara ini dikenal dengan istilah somatic cell nuclear transfer (SCNT) yang juga digunakan untuk membuat atau mengkloninng Doli si domba ajaib beberapa tahun yang lalu. Semua cara di atas harus merusak atau membunuh embrio agar dapat mengambil embrionik (Sofyan, 2008). Riset dan penerapan terapi yang menggunakan stem cell embrionik, banyak ditentang di berbagai negara karena melanggar nilai-nilai etika yang ada. Hal ini logis, mengingat embrio manusia merupakan suatu bentuk kehidupan awal, yang tidak selayaknya dijadikan bahan riset atau digunakan untuk kepentingan lain selain reproduksi manusia. Namun di sisi lain, riset dan penggunaan stem cell embrionik dalam dunia kedokteran memang menjanjikan harapan besar akan kemajuan ilmu pengetahuan, riset, dan terapi penyakit degeneratif. Untuk mensiasati dilema ini, pada akhirnya para ahli pun menggunakan beberapa metode produksi embrio yang sekitarnya tidak menentang etika yang ada.(Halim et al., 2010). Embrio yang akan digunakan sebagai sumber stem cell embrionik dapat dihasilkan melalui beberapa teknik, yaitu embrio sisa fertilisasi in vitro ( in vitro

18

fertilization, IVF ), somatic cell nuclear transfer (SCNT), dan partogenesis. Pendekatan yang dilakukan dalam hal memproduksi embrio ini adalah menerapkan teknik manipulasi embrio. Masing-masing teknik memiliki karakter yang berbeda sehingga menarik untuk dibahas secara lebih rinci. 1) Embrio hasil fertilisasi in vitro ( in vitro fertilization, IVF ) Hingga saat ini, sebenarnya regulasi tentang penggunaan stem cell embrionik dalam riset dan uji klinis belum diatur dengan jelas di negara kita. Namun, beberapa literatur menyebutkan kemungkinan penggunaan stem cell embrionik dari embrio manusia sisa proses fertilisasi in vitro di klinik kesuburan. Dalam praktek medis penangan kasus infertilitas, fertilisasi in vitro adalah salah satu terapi yang paling diandalkan untuk mengupayakan keturunan pada pasangan suami-istri yang

mengalami masalah dengan kesuburannya. Bila fertilisasi in vitro menjadi pilihan bagi pasangan suami-istri dan dokter yang menanganinya, maka awalnya dokter akan melakukan stimulasi ovulasi pada sang istri. Melalui tindakan stimulasi ovulasi, dokter mengharapkan ovarium seorang wanita dapat menghasilkan lebih dari 1 oosit matang untuk dibuahi oleh spermatozoa. Oosit sekunder yang telah matur, dikoleksi dengan teknik ovum pick up (OPU) yang dilakukan oleh dokter spesialis kandungan, khususnya konsultan fertilitas dan endokrinologi reproduksi. Teknik ini

19

dilakukan di klinik infertilitas yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Seiring dengan hal itu, dokter juga melakukan isolasi spermatozoa dari suami. Setelah spermatozoa dan oosit sekunder didapatkan, barulah teknik IVF dapat dilakukan. Prinsip dasar dari teknik IVF adalah membantu terjadinya proses fertilisasi antara oosit dengan spermatozoa di luar tubuh. Proses fertilisasi dilakukan dengan menaruh spermatozoa dan oosit pada cawan petri yang sama. Bila fertilisasi terjadi, maka embriologis dapat mengamati keluarnya benda kutub II ( polar body II ) dalam waktu lebih kurang 6 jam. Bila embrio terbentuk, maka embrio tersebut akan terus dikembangkan dengan cara dikulturisasi secara in vitro. Pengamatan perkembangan embrio terus dilakukan hingga embrio siap untuk diimplantasikan ke dalam rahim, pada hari ke-2, hari ke3, atau hari ke-5 setelah fertilisasi. Melalui perlakuan stimulasi ovulasi, biasanya ovarium seorang wanita mampu menghasilkan 8-12 oosit sekunder yang siap untuk dibuahi oleh spermatozoa. Apabila semua oosit sekunder berhasil melakukan fertilisasi, maka besar kemungkinan akan diperoleh lebih dari 3 embrio. Biasanya dokter hanya membutuhkan 2-3 embrio ini untuk diimplantasikan ke dalam rahim ibu. Dengan demikian, embrio sisa IVF kemudian disimpan beku (-196 C) dalam nitrogen cair. Bila di kemudian hari

20

pasangan tersebut kembali menginginkan anak, atau bila transfer embrio pertama belum berhasil ( tidak berkembang menjadi janin ), maka embrio yang disimpan beku dapat diaktifkan untuk ditransfer kembali. Setelah mencapai perode tertentu ( 6 bulan sampai 3 tahun ), embrio yang masih disimpan beku dan tidak digunakan, tidak akan lagi dipertahankan penyimpanannya. Oleh karena itu, sebenarnya embrio sisa IVF inilah yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan riset, termasuk sebagai sumber stem cell embrionik. Tentu hal ini dilakukan setelah dokter atau peneliti mendapatkan persetujuan dari pasien dan komisi etik riset. Selain dengan prinsip yang telah disebutkan di atas, teknik lain untuk memperoleh stem cell dari embrio hail IVF adalah dengan mengkultur salah satu blastomer dari embrio yang berada di tahapan 4 s.d. 8 sel. Isolasi salah satu blastomer embrio biasanya dilakukan di klinik infertilitas, sebagai suatu metode yang lazim untuk mendeteksi kelainan genetik dari embrio yang dihasilkan. Pasien peserta program IVF yang berusia lebih dari 40 tahun, cukup rawan terhadap kelainan genetik yang dapat dialami oleh calon bayinya, sehingga perlu dilakukan pengujian sebelum sebelum embrio tersebut ditransfer ke rahim sang ibu. Aplikasi teknik ini cukup dapat diterima sebagai jalan untuk memperoleh stem cell embrionik, karena embrio yang diambil satu

blastomernya masih tetap dapat tumbuh dan berkembang secara

21

normal. Salah satu kekurangan teknik ini adalah waktu tumbuh yang cukup lama dalam medium kultur, yaitu mulai dari sebuah blastomer hingga terbentuknya koloni stem cell membutuhkan 3-4 bulan waktu kultur. Sekalipun berbagai upaya di atas telah dilakukan, nampaknya penerapan teknologi stem cell embrionik pada manusia masih tetap bersinggungan dengan nilai etik. Namun, riset dan pengembangan teknik ini masih di sejumlah negara, seperti Rusia, Spanyol, Israel, dan Swedia ( Eropa ), negara bagian California, New Jersey, Rhode Island, dan Massachusetts ( Amerika Serikat ) serta China, Iran, India, Singapura, dan Korea Selatan (Asia).

Gambar 3. Embrio Hasil Fertilisasi in vitro Sumber : Halim et al.,2010

22

Gambar 4. Pemanfaatan Embrio Hasil IVF sebagai Sumber Stem Cell Embrionik Sumber : Halim et al.,2010

2) Embrio hasil somatic cell nuclear transfer (kloning). Keberhasilan teknologi kloning menghasilkan domba Dolly, berpengaruh besar pada pemanfaatan teknologi ini di masa selanjutnya, salah satunya untuk menghasilkan stem cell embrionik. Berdasarkan tujuannya, maka somatic cell nuclear transfer ( kloning ) yang dilakukan untuk menghasilkan stem cell embrionik tergolong sebagai kloning terapeutik (therapeutic cloning). Dalam aplikasi SCNT untuk mendapatkan stem cell embrionik, embrio hasil kloning yang didapatkan segera dikultur hingga mencapai tahap blastosis. Setelah itu, inner cell mass yang terdapat di dalam blastosis segera diisolasi dan dikultur kembali agar berkembang dan membentuk populasi stem cell embrionik. Embrio hasil kloning tersebut tidak ditransfer atau diimplantasikan ke individu betina, sehingga tidak memungkinkan lahirnya individu baru hasil kloning (reproductive cloning ).

23

Pada dasarnya, prinsip dari kloning sel adalah mengembalikan memori sel kembali ke tahaop embrionik sehingga dapat berkembang normal seperti embrio biasa. Fasilitator untuk memprogram kembali inti sel somatik ( nuclear reprogramming ) adalah sitoplasma sel oosit. Namun, bagaimana tepatnya proses pemprograman dapat terjadi dan senyawa-senyawa aktif sel oosit yang terlibat dalam proses ini juga belum diketahui secara jelas hingga sekarang. Permasalahan utama pada teknik SCNT adalah rendahnya efisiensi embrio yang dapat berkembang hingga tahap blastosis. Hal ini disebabkan oleh hipermetilisasi DNA, memori epigenetik inti sel somatik, modifikasi histon, dan genomic imprinting ( inaktivasi kromosom X ). Embrio kloning masih dapat ditransfer ke rahim induk untuk tujuan menghasilkan individu baru. Hal inilah yang menjadi alasan beberapa pihak untuk tetap menolak aplikasi SCNT, sekalipun dilakukan dalam konteks kloning terapeautik. Kondisi ini membuat para peneliti SCNT mencoba mengembangkan suatu teknik baru, yang disebut altered nuclear transfer ( ANT ). ANT adalah pengembangan dari teknik SCNT dengan memodifikasi inti sel somatuik agar embrio kloning yang dihasilkan tidak mampu membentuk trofoblas, secara otomatis tidak memiliki kemampuan untuk melakukan implantasi sehingga dapat dipastikan tidak akan mampu untuk berkembang menjadi individu baru. Hal inilah yang mendasari munculnya teknik

24

ANT agar embrio kloning yang dihasilkan hanya digunakan untuk kepentingan kloning terapeutik, bukan kloning reproduksi. Aplikasi teknik ANT yang telah dilakukan adalah dengan menghambat ekspresi gen cdx2 menggunakan RNA interference. Cdx2 adalah gen yang mengkode pembentukan trofoblas, sehingga bila ekspresinya dihambat, maka trofoblas pun tidak akan terbentuk.

Gambar 5.Prinsip dan Perbedaan Kloning Reproduktif dan Kloning Terapeutik Sumber : Halim et al.,2010

Gambar 6. ANT untuk Mendapatkan Stem Cell Embrionik Sumber : Halim et al.,201

25

3) Embrio hasil partenogenesis. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

spermatozoa atau faktor fekunditas pria tidak lagi menjadi faktor mutlak yang diperlukan dalam pembentukan embrio. Dengan melakukan sejumlah perlakuan khusus, sel telur wanita dapat berkembang secara mandiri menjadi embrio, tanpa ada peranan spermatozoa. Teknik partenogenesis dilakukan dengan cara melakukan aktivasi buatan terhadap oosit secara in vitro, sehingga oosit akan berkembang menyerupai embrio normal sampai tahap blastosis. Sel oosit mamalia, termasuk manusia, berada pada fase metafase II saat terjadinya ovulasi. Hal ini ditandai dengan 2 set kromosom haploid (n) berjajar pada bidang pembelahan inti sel. Pada fertilisasi normal, masuknya sperma akan menginduksi terjadinya pembelahan inti ( kariokinesis ) dan diikuti dengan pembelahan sel ( sitokinesis ). Pada saat terjadi pembelahan tersebut, salah satu set kromosom haploid akan keluar dari sitoplasma oosit menuju ke zona pelusida dan bertransformasi menjadi benda kutub II ( polar body II ). Hal ini yang menyebabkan jumlah ploidi embrio dapat tetap diploid (2n). Pada proses partenogenesis, dilakukan suatu manipulasi untuk mengaktifkan sel oosit agar dapat berkembang dengan jumlah ploidi diploid, tanpa unsur materi genetik dari sperma

26

maupun sel lain. Perlakuan aktivasi buatan, baik secara kimiawi ( dengan dipaparkan srontium klorida, alkohol, dan sebagainya) maupun elektrik (dengan dipaparkan arus listrik lemah) dilakukan untuk menginduksi sitoplasma sel oosit agar aktif. Hal ini biasa ditandai dengan terjadinya peningkatan osilasi Ca
2+

intraselular di

sitoplasma. Setelah sel oosit diaktivasi, maka ada satu tahapan alami yang harus dihambat yaitu pembelahan inti ( kariokinesis ). Senyawa kimia seperti cytochalasin B biasa digunakan sebagai inhibitor kariokinesis. Hal ini yang menyebabkan embrio partenogenetik dapat memiliki kromosom diploid. Proses partenogenesis sama sekali tidak melibatkan spermatozoa, sehingga sel embrio partenogenesis tidak mempunyai unsur genetik dari individu jantan. Keunggulan stem cell yang dihasilkan dari embrio partenogenesis adalah memiliki ekspresi antigen yang lebih sederhana daripada embrio normal, yaitu hanya memiliki satu set human leucoyte antigen (HLA). Perkembangan terkini aplikasi teknik partenogenesis untuk menghasilkan stem cell telah berhasil dilakukan pada oosit manusia yang berasal dari donor program IVF. Stem cell yang berhasil diisolasi juga telah diuji kecocokan HLA typing-nya dengan sel somatik donor.

27

Gambar 7. Perbandingan Cara Menghasilkan Embrio sebagai Sumber Stem Cell Embrionik Sumber : Halim et al.,2010

Setelah embrio berhasil diproduksi, maka langkah riset selanjutnya adalah isolasi stem cell embrionik yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan prinsipnya, terdapat beberapa macam metode isolasi stem cell embrionik, antara lain metode enzimatis, metode bedah imun (immunosurgery), metode bedah mikro/mekanik (microsurgery), dan metode penyayatan laser (laser disection). 1) Metode enzimatis Metode enzimatis menggunakan enzim pronase untuk melisiskan bagian zona pelusida dari embrio blastosis, sehingga yang tersisa hanya bagian ICM dan trofoblas yang kemudian dikultur dalam cawan petri. Setelah beberapa hari, diamati pertumbuhan koloni stem cell yang berbeda

28

dengan sel-sel trofoblas. Tahap berikutnya adalah koloni stem cell diisolasi menggunakan enzim tripsin. 2) Metode bedah imun ( immunosurgery ) Metode imunologi menggunakan antibodi spesifik terhadap sel-sel trophectoderm, kemudian ditambahkan komplemen ( complement ) yang akan berikatan dengan antibodi tersebut untuk melisiskan sel-sel trophectoderm. 3) Metode bedah mikro/mekanik ( microsurgery ) Metode mekanik adalah isolasi sel-sel ICM menggunakan alat mikromanipulator yang dihubungkan dengan mikroskop inverted. Bagian sel-sel ICM dipisahkan dari sel-sel trophectoderm secara manual dengan microblade yang terpasang pada mikromanipulator. Teknik ini

membutuhkan keterampilan yang tinggi karena prosesnya cukup rumit dan detail. 4) Metode penyayatan laser ( laser dissection ) Metode ini memanfaatkan teknologi laser untuk menyayat dan memisahkan ICM dari trophectoderm. Kelebihan metode ini adalah meminimalisasi kontaminasi penggunaan bahan-bahan dari hewan untuk isolasi ICM. Kekurangan dari metode ini adalah peralatan yang mahal dan resiko mutasi. (Halim et al.,2010).

29

2.2.4

Kulturisasi dan Diferensiasi Stem Cell Embrio Saat galur murni stem cell embrionik manusia berhasil dibuat pada tahun

1998, kulturisasi stem cell embrionik masih memerlukan kehadiran sel fibroblas embrionik tikus ( mouse embryonic fibroblast, MEF ) sebagai sel feeder layer, serta suplementasi serum fetal sapi ( fetal bovine serum, FBS ). Sel feeder layer seperti MEF berfungsi sebagai substansi yang membantu stem cell embrionik melekat pada dasar cawan kultur. Sebelum digunakan, sel feeder layer diradiasi terlebih dahulu dengan sinar gamma atau diinkubasi dengan mitomycin C, sehingga sel tersebut berhenti membelah. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak terjadi kompetisi pengambilan nutrisi antara fibroblas sebagai sel feeder layer dan stem cell embrionik. Serum fetal sapi merupakan sumber nutrisi yang telah bertahun-tahun lamanya digunakan dan terbukti efektif untuk berbagai jenis sel yang dikultur. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan, bahan kulturisasi yang berasal dari makhluk hidup selain manusia dianggap medatangkan risiko rejeksi imunologis dan berpotensi membawa infeksi organisme patogen dari hewan pada manusia yang menjadi resipiennya. Konfirmasi dari hal ini tergambar pada salah satu hasil riset yang menemukan adanya rejeksi stem cell embrionik terhadap asam sialat yang berasal dari hewan. Oleh karena itu, berbagai usaha riset dan uji coba dilakukan untuk mengeliminasi kebutuhan bahan kulturisasi dari hewan. Teknik kulturisasi yang dikembangkan tanpa menggunakan materi dari hewan disebut dengan xenofree. Sebagai pengganti peran FBS, human serum albumin (HSA) seringkali digunakan. (Halim et al., 2010).

30

Matriks (scaffold) digunakan sebagai pengganti sel feeder layer, yaitu untuk melapisi cawan kultur sebagai tempat terjadinya perlekatan stem cell. Pada metode konvensional kulturisasi stem cell embrionik, sel feeder layer juga dianggap memegang peranan penting untuk mempertahankan pluripotensi stem cell yang dikembangkan. Pada metode kulturisasi stem cell embrionik yang tidak menggunakan sel feeder layer, peranan ini dijalankan oleh faktor dasar pertumbuhan fibroblas (basic fibroblast growth factor, bFGF) yang ditambahkan medium kultur. Transforming growth factor-,TGF-) dan activin merupakan faktor tambahan yang menjaga potensi stem cell embrionik dalam memperbanyak diri (self renewal). Selain materi-materi yang telah disebutkan di atas, senyawa lain yang seringkali ditambahkan dalam media kultur stem cell embrionik adalah litium klorida (LiCl) dan gamma amino butyric acid (GABA).

(Halim et al., 2010). Setelah melewati tahap kulturisasi, karakteristik stem cell embrionik harus diuji dengan cara ditransplantasikan pada tubuh hewan percobaan. Bagian tubuh yang menjadi tempat transplantasi stem cell embrionik antara lain kapsul testis, kapsul ginjal, dan otot. Sekitar 6-8 minggu pasca transplantasi ini, stem cell embrionik diharapkan mampu memicu terjadinya teratoma. Dengan demikian, maka stem cell embrionik yang ditranplantasikan tersebut terbukti masih memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh yang berasal dari ketiga lapisan embrional,yaitu endoderm,nesoderm,dan ektoderm. Pluripotensi stem cell embrionik yang sedemikian nyata ini, menuntut dilakukannya diferensiasi terlebih dulu sebelum digunakan dalam terapi. Untuk itu, peneliti dan praktisi tentunya

31

harus mengetahui prinsip dan cara mengupayakan terjadinya diferensiasi stem cell embrionik secara in vitro. (Halim et al., 2010). Secara prinsip, stem cell embrionik dapat diupayakan untuk berdiferensiasi dengan cara diberi suplementasi faktor pertumbuhan atau senyawa lain, yang telah diketahui berperan dalam komunikasi selular sel-sel dari lapisan embrional yang dituju. Sebagai contoh, bila peneliti atau praktisi ingin mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik menjadi sel dari lapisan mesoderm (seperti sel hematopoietik), maka sejumlah faktor pertumbuhan yang harus ditambahkan pada medium antara lain hMNP4,hVEGF,hSCF,hflt3,hIL3,hIL6,hIGF-II, dan

darbepoetin (derivat dari eritropoietin). Bila stem cell embrionik dimaksudkan untuk berdiferensiasi manjadi sel dari lapisan endoderm (seperti sel hati), maka medium yang digunakan mengandung serum dalam kadar yang rendah, serta mengandung activin A. Salah satu cara yang telah dipublikasikan dalam mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik menjadi sel dari lapisan ektoderm (seperti sel progenitor neural) adalah dengan menggunakan neural basal medium (NBM). Semua jenis perangsang diferensiasi yang telah disebutkan ini, bukanlah satu-satunya cara dalam mengupayakan diferensiasi stem cell embrionik. Hingga saat ini, riset masih terus dilakukan di berbagai belahan dunia, demi menemukan senyawa perangsang yang definitif dan konsisten dalam mengupayakan diferensiasi yang terarah pada stem cell embrionik (Halim et al.,2010).

32

2.3 2.3.1.

Aging ( Penuaan ) dan Anti Aging Definisi Aging Menua (= menjadi tua= aging) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga manusia tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Constantinides, 1994). Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita menghadapi episode terminal yang dramatik seperi stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker, dsb). (Darmadjo, 2006). Konsep menua sukses berarti usia tua mendapatkan yang terbaik dari apa yang mungkin diperoleh untuk jangka waktu selama mungkin secara fisik, kognitif, sosial dan psikologis. Secara singkat, definisi successful aging terdiri dari empat bagian: 1) tidak ada riwayat penyakit, 2) tidak ada penurunan fungsi kognitif, 3) tidak ada cacat fisik (tidak ada keterbatasan pada aktivitas sedang), dan 4) tidak ada batasan kesehatan mental. (Sun et al., 2009). Pembagian batas usia lanjut dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Batasan usia menurut WHO meliputi : - Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun. - Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun

33

-Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun -Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun 2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut : Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. (Ismayadi, 2004) Menua adalah proses yang wajar, ditandai dengan menurunnya fungsi biologis fertilitas serta meningkatnya mortalitas sejalan dengan pertambahan umur. Proses menua dimulai dari pematangan seksual dan berlanjut sampai mencapai batas umur (longevity/life span) maksimum (Setiati,2008). Menua merupakan menurunnya fungsi dan kinerja sistem organ tubuh manusia menyebabkan berkurangnya kapasitas cadangan tubuh sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian. Sulit membedakan apakah proses menua itu suatu penyakit atau sebuah gejala biologis semata. Dengan kata lain apakah proses menua itu merupakan sesuatu yang primer, yang berdiri sendiri atau sesuatu yang terkait dengan penyakit. Beberapa indikator atau biomarker penuaan, yang tidak hanya sebatas fisik atau tampilan luar, misalnya rambut putih, daya ingat menurun, atau rentan terhadap penyakit. Menua juga harus dilihat pada tingkat sel dan tidak terjadi replikasi, berarti proses penuaan sudah terjadi (Setiati, 2008 ).

34

Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan yang sehat. Adalah Takemi (1977) yang pertama kali menyatakan Gerontology is concerned

primarily with problem of healthy aging rather than the prevention of aging. Prevensi disini hanyalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses patologik. (Setiati, 2008). Menjadi tua adalah suatu proses alamiah yang pasti terjadi pada setiap manusia. Tidak seorangpun yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini ditandai dengan tahap-tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena setelah mencapai dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang tidak hanya terkait dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel dan organ dalam tubuh (Setiati, 2008). Dari sudut pandang ilmiah, mengapa dan bagaimana tubuh kita mengalami penuaan masih merupakan misteri yang terus menerus dicari jawabannya oleh para ilmuwan. Proses penuaan itu sendiri dapat melingkupi adanya perubahan pada jaringan tubuh sampai dengan perubahan mekanisme pada tingkat sel. Selama bertahun-tahun, banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai proses ini dan perubahan-perubahan apa yang menyebabkan penuaan.(Setiati, 2008). Penuaan adalah proses pertambahan usia. Dalam hal ini, usia manusia terdiri dari tiga macam, yaitu: usia kronologis, usia biologis, dan usia psikologis.

35

Usia kronologis adalah usia yang kita rayakan sesuai dengan hari kelahiran dan kita peringati setiap tahun. Pertambahan usia kronologis berbandung lurus dengan pertambahan tahun dan berlalunya waktu. Semakin lama kita akan semakin tua seiring dengan pertambahan usia kita. Usia psikologis adalah usia yang disesuaikan kondisi psikologis seseorang. Misalnya ada orang yang senang dipanggil Aki atau Mbah, padahal usianya baru sekitar 40 tahun, karena sebagai seorang dukun panggilan tersebut dianggap memiliki dampak psikologis tertentu terhadap pasiennya. Usia biologis adalah usia yang dinyatakan dengan kesehatan selular seseorang, berkaitan dengan jaringan/sel yang mendukung kehidupan kita. Kita kerap melihat seseorang yang berusia 60 tahun, tetapi tampak seperti berusia 40 tahun. Sebaliknya, ada juga orang yang berusia 40 tahun, tapi tampak seperti usia 60 tahun. Penyakit-penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau jantung koroner adalah salah satu contoh penuaan jaringan yanh menyebabkan usia biologis kita lebih nyata terlihat. Itulah sebabnya, saat ini, kesehatan seluler diupayakan untuk memperpanjang usia, dan agar kita memiliki hidup yang berkualitas. Langkah inilah yang disebut sebagai Antiaging Revolution Program. Usia biologis berhubungan erat dengan penuaan jaringan. (Maryono, 2011) Dengan bertambahnya usia manusia akan mengalami perubahan atau

penurunan berfungsinya aspek fisiologis. Perubahan-perubahan tersebut menurun secara bertahap, yang meliputi :

36

A. Perubahan-perubahan Fisik 1. Sel. a. Lebih sedikit jumlahnya. b. Lebih besar ukurannya. c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler. d. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati. e. Jumlah sel otak menurun. f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel. g. Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%. 2. Sistem Persarafan. a. Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya). b. Cepatnya menurun hubungan persarafan. c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress. d. Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. e. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

37

3. Sistem Pendengaran. a. Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya

kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun. b. Otosklerosis akibat atrofi membran tympani. c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin. d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres. 4. Sistem Penglihatan. a. Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar. b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola). c. Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah untuk melihat gelap. e. Hilangnya daya akomodasi. f. Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya. g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau. 5. Sistem Kardiovaskuler. a. Elastisitas dinding aorta menurun. b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

38

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak. e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh. a. Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun. b. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun. 7. Sistem Respirasi a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku. b. Menurunnya aktivitas dari silia. c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan bernafas menurun. d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang. e. Kemampuan untuk batuk berkurang. maksimum menurun, dan kedalaman

39

f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia. 8. Sistem Gastrointestinal. a. Kehilangan gigi akibat Periodontal diseases, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit. c. Esofagus melebar. d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun. e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. f. Daya absorbsi melemah. 9. Sistem Reproduksi. a. Menciutnya ovari dan uterus. b. Atrofi payudara. c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik. e. Selaput lendir vagina menurun. 10. Sistem Perkemihan. a. Ginjal b. Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus

40

(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria. 11. Sistem Endokrin. a. Produksi semua hormon menurun. b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR, dan menurunnya daya pertukaran zat. c. Menurunnya produksi aldosteron. d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.

12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen ) a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta epidermis. c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi. (Maryono, 2011) perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel

41

2.3.2. Teori-teori tentang Aging Sebenarnya banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear dan tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. teori program meliputi program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori neuroendokrin. secara garis besar, terjadinya proses penuaan menurut teori tersebut sebagai berikut : (Pangkahila, 2007) 1. Teori Tear dan Wear Teori Tear dan Wear pada prinsipnya bahwa tubuh dan sel-selnya yang terlalu sering digunakan dan disalahgunakan secara terus menerus akan menjadi lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal. Teori ini sebenarnya telah lama diperkenalkan oleh dr. August Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman,tahun 1882, menurut teori ini, tubuh dan selnya menjadi rusak seperti hati, lambung, ginjal, kulit karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan (Fowler, 2003). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan menurun fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsumsi lemak, gula, kafein, nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting adalah akibat dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel. Penyalahgunaan organ tubuh membuat kerusakan lebih cepat. Karena itu,

42

ketika tubuh menjadi tua, sel merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat merasakan pengaruhnya dan seberapa sehat gaya hidupnya. Pada masa muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal dan berlebihan (Fowler, 2003). Dalam keadaan stress, terjadi reaksi yang melibatkan berbagai bahan biokimia dan hormon disertai penggunaan energi yang bersifat adaptif ke bagian perifer. maka terjadi peningkatan fungsi kardiovaskuler, pernapasan, penggunaan glukosa dan lipid sebagai sumber energi. kalau reaksi stress berlangsung secara kronis, dapat terjadi kerusakan organ. Keadaan ini mempercepat proses lain yang berkaitan penuaan seperti osteoporosis, atrofi otot, hipertensi, terganggunya toleransi glukosa, gangguan lipid, gangguan memori, dan depresi. Sebagai contoh stress yang berkepanjangan

mengakibatkan neuron pada hipokampus, yang menyebabkan menurunnya hambatan pada reaksi stress, dan meningkatnya paparan terhadap wear (pakai) dan tear(rusak) (Fowler, 2003). Dengan menjadi tua, tubuh kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan sel. Maka banyak terjadi kematian karena penyakit yang sebenarnya tidak berat. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya, dengan merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2007).

43

a. Teori Kerusakan DNA Proses penuaan berarti proses penyembuhan di tingkat molekuler yang tidak sempurna sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus menerus. Kerusakan ini terdiri dari modifikasi penggabungan untaian yang patah dan atau penyusunan ulang kromosom. Kerusakan molekuler dapat terjadi karena faktor dari luar, misalnya radiasi, polutan, asap rokok, dan mutagen kimia. Faktor internal meliputi radikal bebas dan proses glikosilasi yang mempengaruhi kualitas dan fungsi protein di dalam organisme. Kerusakan DNA menumpuk dalam waktu lama, yang mencapai suatu keadaan dimana basis molekul sebenarnya sudah rusak berat. Beruntunglah manusia dilengkapi dengan alat bantu molekuler untuk mendeteksi dan menyembuhkan kembali kerusakan DNA. Tampaknya keseimbangan antara kerusakan DNA dan keberhasilan penyembuhan DNA yang menentukan rentang usia berbagai spesies. (Fowler, 2003). Berbagai sindrom menunjukan adanya mekanisme biologik. Sebagai contoh, sindrom Werners, sebuah penyakit yang diturunkan dari orang tua, dengan tanda berupa penuaan dini yang dapat terjadi pada usia 20 tahun. Tampaknya terjadi mutasi pada kode genetik heliase, yaitu suatu enzim yang diperlukan untuk perbaikan DNA, sehingga mitokondria sel rentan daripada DNA inti. Kerusakan DNA mitokondria mungkin menjelaskan terjadinya disfungsi sel pada usia lanjut, seperti terjadinya disfungsi sel pada usia lanjut dan penyakit yang mengenai jantung dan otak (Fowler, 2003).

44

b. Teori Glikosilasi Teori ini menemukan momentumnya sejak diketahui bahwa glikosilasi sebagai faktor penting dalam kaitan diabetes tipe 2. Glukosa mungkin bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi, yang kemudian menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada diabetes, glikolisis menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi syaraf, yang merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes. Diabetes sering dianggap sebagai model biologik proses penuaan dini. Mereka yang mengalami diabetes lebih awal mengalami proses patologik, yang pada non diabetes lebih pendek (Gooren, 2001). c. Hipotesis Radikal Bebas Hipotesis ini mendapat perhatian lebih besar sejak penggunaan antioksidan diyakini dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas. Istilah radikal bebas digunakan bagi suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih elekron molekul sebagai bahan yang dihasilkan selama terjadi metabolisme seluler normal, seperti radikal superoxida, hydroxyl, purin dan pyrimidin. Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan ketidakseimbangan dalam lompatan elektris. Untuk mengembalikan keseimbangan, maka radikal bebas mencari keseimbangan, maka radikal bebas mencari elektron lainnya. Dalam pencariannya, radikal bebas mengambil elektron dari molekul baru yang tidak stabil mencoba mengganti elektronnya yang hilang dengan mengambil dari dekatnya, dan demikian seterusnya. (Fowler, 2003).

45

Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa molekuler berupa serangkaian peristiwa yang menyebabkan oksidasiorganik oleh oksigen molekuler. Peristiwa ini mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melalui terjadinya mutasi DNA, pembelahan DNA dan agregasi biomolekul melalui reaksi cross-linking.Radikal bebas juga mungkin mempengaruhi peroksidasi lipid yang menyebabkan produksi malondiadehida, yang mengikat protein,dan menyebabkan gangguan fungsi biologic protein tersebut. Radikal bebas tidak hanya berkaitan dengan proses penuaan, melainkan juga dengan penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut, misalnya aterosklerosis, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, dan gangguan fungsi kekebalan tubuh. Penelitian pada binatang dan manusia mendukung adanya radikal bebas pada proses penuaan, penggunaan antioksidan dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas. Superoxida dismutase pada antioksidan mengubah radikal oksigen menjadi hidrogen peroksida yang mengakibatkan degradasi oleh enzim catalase menjadi oksigen dan air. Kadar superoksidase dismutase berkaitan dengan panjangnya usia pada lalat buah, dan kadarnya menurun pada sel darah tikus usia lanjut (Gerschman et al., 1954. Harman, 1956). Pada penelitian epidemiologis, kadar antioksida seperti vitamin E dan beta karoten, berkaitan dengan rentang usia dan berfungsi protektif

terhadap kanker. Tetapi, penelitian intervensi kurang mendukung hasil tersebut. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkah makin lanjut usia makin banyak radikal bebas

46

terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak akhirnya mati (Oen, 1993). Banyak peneliti bersikap hati-hati mengenai pengaruh antioksidan yang menghambat proses penuaan (Avanasev, 2010) 2. Teori Program Teori ini menganggap di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik, mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua, dan akhirnya meninggal (Avanasev, 2010). a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel Pada ujung untai kromosom terdapat strukutur khusus yang

disebut telomere. Secara biokimia. Telomere terdiri dari heksanukleotida. Dengan setiap replikasi sel, telomer memendek pada setiap pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer telah dipakai dan pembelahan sel berhenti (Fowler, 2003). Menurut Dr. Hayflick tahun 1961, bahwa kemampuan sel-sel manusia untuk membelah terbatas hanya sekitar 50-kali, setelah itu sel-sel tersebut akan berhenti membelah mekanisme telomer tersebut menentukan rentang usia organisme sendiri. Pada penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal mempunyai kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan. Sebagai contoh, sel orang dewasa membelah lebih sedikit dibandingkan sel janin. Sel dewasa dibekukan, bila dicairkan, akan kembali ke kemampuan membelahnya

47

seperti sebelumnya. Perkecualian terjadi pada sel ganas, yang kemampuan membelahnya tidak terbatas. (Flores et al., 2005. Herbig et al, 2006). b. Proses imun Salah satu gambaran yang universal pada siklus hidup ialah inovulasi kelenjar thymus (timus). Kelenjar ini merupakan sumber sel T, yang berperan penting pada sistem imun. Jumlah sel T tidak berkurang secara dramatis, tetapi fungsinya menurun. Sel T memproduksi suatu bahan disebut limfokin, di antaranya yang penting ialah interleukin. Pada banyak kelainan yang terjadi pada usia lanjut, interleukin berperan penting (Pangkahila, 2008). Semua sel somatik akan mengalami proses menua, kecuali sel seks dan sel yang mengalami mutasi menjadi kanker. Sel-sel jaringan binatang dewasa juga dapat membagi diri dan memperbarui diri, kecuali sel neuron, kecuali sel neuron, miokardium dan sel ovarium (Constantinides, 1994) 3. Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalamus

membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Sebagai contoh, ada poros hipotalamus-hipofisetestis, ada juga poros hipotalamus-hipofise-suprarenalis dan sebagainya. (Fowler, 2003). Pada usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh. Karena itu, pada masa muda fungsi berbagai

48

organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. (Fowler, 2003). Akan tetapi, ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit kadarnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi terganggu. Lalu muncullah berbagai keluhan, seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, massa otot berkurang, dingin, gerakan menjadi lambat, lemak tubuh meningkat, ingatan menurun, dan fungsi seksual terganggu. Karena berbagai hormon saling berkaitan, berkurangnya produksi hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain. Contoh yang jelas pada menopause. Menurunnya hormon estrogen pada wanita yang menyebabkan menopause, menunjukkan kegagalan fungsi ovarium karena berbagai keluhan yang muncul sebagai akibatnya. Lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang muncul sebagai akibatnya. (Fowler, 2003). Sekresi growth hormon juga menurun sering dengan proses penuaan. Tetapi, kadar insulin pada umumnya tidak menurun dengan bertambahnya usia, namun sensitivitasnya yang menurun. Perubahan dalam metabolism kalsium, air, elektrolit, dan fungsi tiroid menandai proses penuaan. Semua perubahan yang terjadi dapat menimbulkan keluhan dan gejala klinis. Hypothyroidism dan hpertyroidism berkaitan dengan demensia senilis. Asthenia dan kelemahan otot dapat disebabkan oleh gangguan fisiologis hormon androgen dan growth hormon. Karena itu, ada dua sisi dalam

49

hubungan antara proses penuaan mempengaruhi sistem hormon, tetapi gangguan hormon menimbulkan gejala dan tanda yang sama dengan yang terjadi karena proses penuaan (Fowler, 2003). 2.3.3. Definisi Anti Aging Seiring bertambahnya usia hidup kita dan semakin terpakainya seluruh organ tubuh, kita memang tidak bisa mengelak dari proses penuaan. Kita telah mengetahui bahwa proses penuaan disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Ini berarti bahwa proses penuaan bukanlah datang dengan sendirinya tanpa penyebab. Dan karena itu lah proses penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah dan dihambat apabila faktor-faktor pendukungnya juga dapat dihambat dan diatasi. Hal ini sesuai dengan paradigma baru dalam kedokteran anti penuaan yang dikenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine tahun 1993, dimana tantangan dari paradigma baru ini adalah bagaimana mencegah, menunda, bahkan mengembalikan ke kondisi semula semua proses yang membuat manusia menua dengan semua disfungsi, tanda dan gejala. (Pangkahila, 2007). Tiga hal penting berkaitan dengan konsep kedokteran anti penuaan yang memberi harapan dalam menghambat proses penuaan adalah pertama, penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah, ditangani bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Kedua, manusia bukanlah tahanan dari takdir genetik mereka, dan ketiga gejala penuaan terjadi karena kadar hormon yang menurun, bukan kadar hormon menurun karena

50

proses penuaan. Kehadiran konsep ini memberikan fakta ilmiah yang menunjukkan bahwa proses penuaan bisa diperlambat, ditunda, dan bahkan bisa dikembalikan. Dibandingkan dengan kedokteran konvensional yang mengobati gejala atau akibat dari penuaan, maka kedokteran antiaging lebih pada merubah proses penuaan itu sendiri dan sekaligus

membuat harapan baru bagi umat manusia (Pangkahila, 2007). Jadi penuaan adalah suatu proses yang dapat kita cegah, kita hindari dan kita minimalisasi. Dengan demikian, maka umat manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan dan penyakit. Sebaliknya, sebelum muncul keluhan dan gejala yang umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu ada upaya untuk menghambat proses penuaan (Pangkahila, 2007). 2.4. Peran Stem Cell Embrio Sebagai Anti Aging Seiring dengan bertambah lanjutnya usia seseorang, maka populasi stem cell ini pun mengalami pengurangan. Sama halnya dengan prinsip penuaan (aging), sejumlah stem cell diperkirakan mengalamai degenerasi seiring dengan semakin lanjutnya usia, sehingga menyebabkan jumlah dalam populasinya pun berkurang. Selain faktor usia, populasi stem cell yang ditemukan dalam jaringan/organ, juga ditentukan oleh faktor genetik. Inilah yang sepertinya menjadi dasar pemikiran dari penggunaan teknologi stem cell dalam mendiagnosis suatu penyakit, serta memperkirakan penyakit yang

51

kemungkinan besar akan diderita oleh seseorang dalam perjalanan hidupnya. Seperti telah banyak kita ketahui, ateroskle rosis adalah kondisi penyempitan pembuluh darah jantung akibat pembentukan plak kolesterol. Akibatnya, suplai darah pada jantung pun berkurang dan akhirnya dapat mengakibatkan infark jantung. Hingga saat ini, beberapa faktor telah diketahui berperan sebagai predisposisi dan presipitan. Selain faktor dislipidemia, pola hidup, maupun penyakit sistemik lainnya, faktor disfungsi endotel pun memegang peranan penting dalam menyebabkan aterosklerosis. Dalam riset yang telah dipublikasikan sebelumnya, Whittaker dkk berhasil membuktikan adanya keterkaitan antara jumlah sel progenitor endotelial yang beredar dalam darah dan kemungkinan seorang menderita aterosklerosis. Dalam penelitian tersebut, Whittaker dkk membandingkan populasi sel progenitor endotelial yang beredar dalam darah tepi anakanak ( usia dewasa muda ) dari pasien yang mengalami aterosklerosis, serta darah tepi anak-anak dari orangtua yang tidak menderita aterosklerosis. Hasil riset yang didapat menunjukkan bahwa jumlah sel progenitor endotelial yang beredar dalam darah tepi anak-anak dari penderita aterosklerosis jauh lebih banyak dibandingkan jumlah sel progenitor endotelial dalam darah tepi anak-anak dari orangtua yang tidak menderita aterosklerosis. Temuan ini menegaskan bahwa keberadaan sel progenitor endotelial yang banyak dalam peredaran darah tepi seorang

52

dewasa muda menunjukkan kecendrungan orang tersebut untuk menderita aterosklerosis dikemudian hari. Kemampuan stem cell embrionik untuk berdiferensiasi menjadi sel apapun yang berasal dari endoderm), terapi ketiga telah lapisan memberikan embrional harapan

(ektoderm,mesoderm,dan penggunaannya dalam

penyakit

degeneratif.

Pembuktian

pluripotensi stem cell embrionik yang dilakukan Thomson dkk adalah dengan menyuntikkan stem cell yang didapatkan dari embrio manusia ( hasil donasi/sumbangan dari pasangan suami-istri infertil yang sedang menjalani program fertilisasi in vitro untuk mendapatkan anak ) ke dalam tubuh mencit percobaan. Hasilnya, stem cell manusia tersebut

menghasilkan tumor yang terdiri dari berbagai jenis sel yang berasal dari tiga lapisan embrional ( endoderm,mesoderm,dan ektoderm ). Hal ini menunjukkan pluripotensi yang dimiliki stem cell. Dengan pengendalian dan modifikasi yang tepat, para ilmuwan sadar bahwa keistimewaan ini dapat berguna bagi manusia di kemudian hari (Halim et al,. 2010).

53

BAB III PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING (PENUAAN) DITINJAU DARI ISLAM

3.1. Stem Cell Embrio Dilihat Dari Islam Penelitian menggunakan stem cell merupakan metode terbaru dalam bidang kedokteran dan biologi yang pada dasarnya dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dalam mengobati berbagai penyakit yang sulit dicari obatnya seperti leukimia, Alzheimer, diabetes, dan Parkinson. Namun karena penggunaan stem cell menggunakan bagian dari manusia sebagai bahan dasarnya maka metode tersebut

menimbulkan pro dan kontra terutama dalam segi moral dan etika. Islam sebagai agama yang berlandaskan pada moral dan etika yang tinggi tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut. (Zuhroni,2010). Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stem cell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio (jabang bayi) pada stem cell embrio. Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti dijelaskan pada :

54

Artinya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS.Al-Maidah (5):32)

Dan pada ayat yang lain :

Artinya : Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (QS.Al-Isra (17):33)

Berdasarakan

kedua

firman

Allah

S.W.T.

diatas,

maka

sebenarnnya dalam hukum islam stem cell dilarang tetapi disini

55

masalahnya adalah stem cell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran. Pengobatan yang satu-satunya menggunakan sel punca mempunyai potensi penerapan dalam mengatasai berbagai penyakit. Ada kelompok yang pro dan ada yang kontra dengan stem cell embrio research. Mereka mempunyai pandangannya masing-masing. Adapun kelompok pro dengan stem cell embrio research terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Kelompok yang mendukung stem cell secara total tetapi menilai bahwa penggunaan stem cell embrio tidak mempunyai nilai moral. 2) Kelompok yang mendukung dan memberikan nilai moral kepada penggunaan stem cell embrio karena menganggap manfaat yang didapatkan dari stem cell jauh lebih besar dari pengorbanan yang dilakukan. (Zuhroni,2010). Permasalahan yang terdapat dalam praktek stem cell dilihat dari sudut pandang hukum Islam adalah adanya sumber sel induk berupa embrio dari hasil abortus, zigot sisa, dan hasil pengklonan. Tindakan dengan sengaja mematikan embrio klon, sama dengan pengguguran atau tidak? Apakah fase setelah terjadi konsepsi yang dilakukan secara in vitro fertilization itu sudah termasuk masa perkembangan kehidupan manusia yang harus dihormati? Apakah penelitian yang menyebabkan kematian embrio itu melanggar hukum Islam yang berarti berkurangnya

penghormatan pada manusia? ( Tazkiyah,2008 ). Sebagaimana dikutip oleh Tim Reinterpretasi Hukum Islam tentang Aborsi, menurut berbagai teks kedokteran, aborsi didefinisikan sebagai : lahirnya embrio atau fetus sebelum embrio atau fetus tersebut

56

mampu hidup (viable) diluar kandungan, dengan berat badan fetus di bawah 500 gram. Ada kesepakatan pandangan di kalangan ahli kedokteran dan para fukaha dalam menentukan dapatnya janin hidup di luar rahim, menurut kalangan ahli medis jika tidak kurang dari usia 28 minggu, jauh sebelum itu fukaha telah menentukannya pada usia 6 bulan. Orang pertama yang menyatakan hal tersebut adalah Ali bin Abi Thalib. (Zuhroni, 2010). Ada sejumlah definisi aborsi dari fukaha. Pada umumnya mereka mendefinisikannya sebagai gugurnya janin sebelum dia

menyempurnakan masa kehamilannya. Ibrahim al-Nakhai mengatakan : Aborsi adalah menggugurkan janin dari rahim ibu hamil, baik sudah berbentuk sempurna atau belum. Menurut al-Ghazali, aborsi adalah pelenyapan nyawa yang ada di dalam janin atau merusak sesuatu yang sudah terkonsepsi (al-Maujud al-Hasil). Pelenyapan nyawa di dalam janin merupakan perbuatan pidana (jinayah). Hal ini dikarenakan fase kehidupan janin tersebut bermula dari terpancarnya sperma ke dalam vagina yang kemudian bertemu dengan ovum perempuan yang disebut dengan konsepsi. Setelah terjadi konsepsi, berarti sudah muali ada kehidupan ( karena sel-sel tersebut akan terus berkembang). Jika digugurkan merupakan jinayah. Abdullah bin Ahmad mengatakan, aborsi adalah merusak makhluk yang ada dalam rahim perempuan. Dalam hal ini ia berpendapat: Nuthfah setelah melekat dan menetap di tempat yang kokoh, yakni rahim, harus dihormati dan tidak boleh diserang tanpa ada

57

alasan yang dibenarkan syara. Abdul Qadir Audah berpendapat, aborsi ialah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang dapat memisahkan janindari rahim ibu. Dalam konteks

pengguguran kandungan, MUI (Oktober,1983) menetapkan hukum tentang KB secara khusus menetapkan bahwa pengguguran dilarang, baik di kala janin sudah bernyawa (umur empat bulan dalam kandungan). Selanjutnya, pada tahun 2000 ditetapkan aborsi haram sejak terjadinya ovum. (Zuhroni, 2010). Dalam menentukan hukum aborsi para ulama klasik

mengelompokkannya dalam beberapa fase perkembangan janin, yaitu fase sebelum 40 hari, sebelum 80 hari, sebelum 120 hari, dan pasca 120 hari. Jika dikaitkan dengan hukum pidana terbagi lagi atas dua fase, fase sebelum usia janin 120 hari dan sesudah usia 120 hari. Batas 120 hari ditetapkan sebagai masa nafkh al-Ruh, didasarkan pada hadits empat puluhan di mana Nabi menyatakan bahwa janin ditahan sebagai nuthfah selama 40 hari, sebagai alaqat 40 hari, dan mudghat 40 hari. Diantara mereka ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkannya sesuai dengan klasifikasi dalam tiga kelompok berikut : 1) Golongan yang mengharamkan pengguguran pada setiap tahap-tahap pertumbuhan janin sebelum diberi nyawa (Nuthfah,alaqah, dan mudhghah). 2) Golongan yang membolehkan pengguguran pada salah satu tahap dan melarang pada tahap-tahap yang lain. Atau,

58

melarang pada satu tahap dan membolehkan pada tahap-tahap yang lain. Secara lebih rinci dapat dikemukakan sebagai berikut : a) Makruh pada tahap nuthfah dan haram pada alaqah dan mudlghah. Ini adalah pendapat Ulama Malikiyah, dan Ulama al-Syafiiyyah menyebutnya sebagai makruh tanzih, dengan syarat pengguguran itu dilakukan seizin suami. b) Dibolehkan pada tahap nuthfah dan haram pada tahap alaqah dan mudlghah. c) Boleh pada tahap nuthfah dan alaqah, dan haram pada tahap mudlghah. 3) Golongan yang membolehkan abortus pada setiap fase sebelum pemberian nyaw, pendapat yang kuat di kalangan ulama Hanafiyah. Di antara alasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut : a) Setiap yang belum diberi nyawa tidak akan dibangkitkan Allah di hari kiamat. Setiap yang tidak dibangkitkan berarti keberadaannya tidak diperhitungkan. Dengan demikian tidak ada larangan untuk menggugurkannya. b) Janin yang belum diberi nyawa tidak tergolong sebagai manusia. Maka tidak ada larangan baginya, yang berarti boleh digugurkan.

59

Dari beberapa pendapat para Ulama Mahzab dapat disimpulkan, bahwa aborsi sebelum peniupan ruh, sebelum berusia empat bulan adalah sebagai berikut : a. Boleh, dengan alasan belum ada makhluk bernyawa b. Makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan c. Haram karena dianggap merampas hak hidup. (Zuhroni, 2010). Adapun aborsi yang dilakukan setelah usia kandungan empat bulan, semua fuqaha sepakat bahwa perbuatantersebut hukumnya haram. Dianggap sebagai bentuk kejahatan atas makhluk yang sudah bernyawa. Disebutkan dalam firman Allah S.W.T :

Artinya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolaholah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara

60

mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi . (Q.S Al-Maidah (5):32)

Majlis Haiah Kibar-al-Ulama ( Ulama Kontemporer ) Arab Saudi pada tahun 1407 H mengeluarkan fatwa tentang abortus sebagai berikut : a. Tidak boleh melakukan aborsi di setiap fase kehamilan, kecuali hanya untuk tujuan yang baik secara syari dan dalam lingkup yang sangat terbatas. b. Jika janin masih pada fase awal dan berusia 40 hari jika aborsi dilakukan mengandung kemashlahatan secara syari, atau untuk mencegah kemudharatan yang akan terjadi, maka diperbolehkan. c. Tidak boleh menggugurkan kandungan jika sudah berbentuk alaqah, atau mudlghah, kecuali berdasarkan analisis para dokter ahli yang menetapkan bahwa meneruskan kehamilan akan mengancam nyawa si ibu, maka boleh dilakukan setelah melakukan menghindari hal-hal yang dapat membahayakan. d. Setelah melampaui tiga fase dan setelah usia kehamilan empat bulan, tidak boleh menggugurkannya, kecuali jika tim dokter spesialis yang memiliki otoritas menetapkan bahwa

mempertahankan kehamilan akan mengancam hidup si ibu maka boleh dilakukan (Zuhroni, 2010). MUI ( Majelis Ulama Indonesia) menetapkan usia kandungan 40 hari sebagai batas waktu pembolehan aborsi, sebagaimana tertuang dalam fatwa tersebut merujuk pada hadits Muslim dari Hudzaifah yang

61

menegaskan bahwa janin telah lengkap saat berusia 42 hari, 6 minggu (42 hari), sesuai dengan pandangan para embriolog modern. Pada usia janin minggu keenam, hari ke-42, tunas-tunas anggota tubuh tertentu mulai terlihat, rongga mulut dan rongga hidung yang menyatu mulai terbentuk antara lengan atas dan lengan bawah, jari-jemari mulai nampak, langitlangit mulai terbentuk. Pada akhir minggu ke-6 itu panjangnya telah mencapai 13 mm. Agar pengecualian berbentuk pembolehan aborsi tidak disalahgunakan, MUI membatasinya dengan ketat, hanya boleh

dilaksanakan setelah ada keputusan dari tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga, dokter, dan ulama. Selanjutnya pelaksanaannya hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh pemerintah (Zuhroni, 2010). Ada beberapa jenis stem cell yang diperbolehkan menurut etika agama, diantaranya adalah stem cell yang berasal dari umbilical cord (tali Pusar), Sumsum tulang, dan iPS (induced pluripotent stem cell), karena jenis-jenis stem cell tersebut tidak merusak atau membunuh makhluk hidup dan tidak melanggar halhal yang telah digariskan oleh Allah S.W .T ( Tazkiyah,2008 ).

3.2. Aging Menurut Islam Menjadi tua merupakan Sunnatullah bagi setiap manusia yang merupakan bagian dari siklus kehidupan, dimana seeorang setelah dilahirkan kemudian menjadi remaja, dewasa, tua hingga meninggal dunia dan tidak ada satu kekuatanpun yang dapat merubahnya kecuali Allah S.W.T menghendakinya.

62

Firman Allah SWT:

Artinya: Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya) (QS. Gafir (40):67)

Sebagaimana juga terdapat dalam firman Allah SWT:

Artinya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan tua. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa (QS. Ar Rum (30);54)

(Hariri,2010).

63

3.3. Anti Aging menurut Islam Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dibidang kedokteran, banyak temuan dihasilkan untuk kebutuhan manusia diantaranya antioksidan yang dapat menghambat proses penuaan. Cepat atau lambat manusia akan mengalami penuaan. Tidak sedikit orang terutama wanita akan menghindari penuaan ini, paling tidak berusaha untuk menjaga terutama kulitnya agar tidak cepat mengendur dan keriput. Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari alam dengan perkembangan teknologi yang tinggi dibidang kedokteran, yang menghasilkan berbagai macam produk dan terapi untuk meremajakan kulit. Dalam ajaran Islam, hal-hal yang berhubungan dengan mencari obat, membuat obat, mendeteksi penyakit, dan belajar tentang ilmu yang berhubungan dengan pengobatan, antara lain tersirat dalam pernyataan nabi:


Artinya: Sahabatnya bertanya, ya Rasulullah aw, apakah kami mesti berobat? Nabi menjawab berobatlah, sebab, Allah tidak menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya. (HR. Ahmad)

Hadits ini memberi petunjuk agar mencari tahu obat suatu penyakit, dipahami dari pernyataan setiap penyakit ada obatnya. Atau dengan kata lain,

64

agar mencari inovasi baru dalam bidang pengobatan, mencari obat dan menelitinya (Zuhroni, 2010) Jadi penuaan tidak dapat diobati, namun upaya menghambat proses penuaan dapat dilakukan sejak usia dini dengan melakukan pola hidup sehat, mengatur pola makanan yang baik serta berpuasa yang terbukti dapat mencegah proses penuaan dini terutama pada kulit. Hal ini tidak bertentangan dengan hukum Islam, justru akan memperindah penampilan seseorang, karena sudah menjadi kodratnya wanita diciptakan dengan segala keindahan, dan sudah naluri seorang wanita berhias untuk mempercantik wajahnya. Dengan menjaga penampilan agar selalu indah dilihat maka akan disenangi Allah S.W.T karena Allah senang nikmat pemberian-Nya diperlihatkan oleh hamba-Nya, sebagaiman sabda Muhammad S.A.W sebagai berikut: Nabi


Artinya: Sesungguhnya Allah senang nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya diperlihatkan

(Zuhroni, 2010).

65

3.4. Pandangan Islam Terhadap Penggunaan Stem Cell Embrio sebagai Anti Aging Stem cell walaupun digunakan untuk pengobatan (misalnya anti aging) dan baik untuk kemaslahatan umat, tetapi tidak diperbolehkan apabila berasal dari embrio hasil peleburan sel sperma dan ovum (sel telur), karena : 1. Fertilisasi adalah proses sakral, hubungan antara suami-istri

dianggap sakral oleh islam dan dinilai sebagai ibadah. 2. Memakai embrio untuk keperluan pengobatan sama saja dengan

membunuh embrio tersebut, padahal embrio tersebut memiliki potensi hidup dan embrio tersebut dinilai sebagai jiwa yang akan berkembang sesuai yang telah digariskan oleh Allah S.W.T. Pada kutipan perkataan Nabi Muhammad SAW dalam firman Allah SWT :

Artinya : Katakanlah (Muhammad) : "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatanperbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, 66

dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya.( Q.S Al-Anam (6):151).

( Tazkiyah,2008 ).

Dari sekian banyak pendapat dari para ulama yang berbeda-beda satu sama lain tentang hal ini maka masih dipertanyakan apakah stem cell embrio untuk anti aging dilihat dari segi agama termasuk haram karena bisa disamakan dengan tindakan aborsi atau bukan. Ada ulama yang berpendapat bahwa haram dilakukan, ada yang membolehkan tetapi hanya pada salah satu tahap perkembangan janin saja dan melarang pada tahap-tahap yang lain, dan ada juga ulama yang membolehkan pada setiap fase sebelum pemberian nyawa. Perbedaan ini dikarenakan karena adanya perbedaan pemahaman periodesasi perkembangan janin, persoalannya, saat-saat itu sudahkah dapat disebut dengan kehidupan atau baru tahap perkembangan. Dilihat dari suatu sumber tentang stem cell embrionik adalah stem cell yang yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada dalam tahap embrio, lebih tepatnya pada massa sel dalam (inner cell mass) yang terdapat dalam balstosis dan inner cell mass ini terbentuknya saat embrio berusia 3-5 hari, yaitu saat blastokis terbentuk dan akan mengimplantasikan dirinya ke dalam dinding rahim dengan hukum islam yang melihat dari batasan yang dapat dikatakan tindakan aborsi yaitu pada fase sebelum 40 hari maka hukumnya bisa diperbolehkan, makruh atau bisa dikatakan haram. Jadi masih diperdebatkan sampai sekarang apakah sebenarnya penggunaan stem cell embrio ini diperbolehkan atau tidak. Penggunaan stem cell embrio untuk anti aging yang 67

dianggap termasuk jenis pengobatan mungkin dapat saja diperbolehkan karena banyak manfaatnya tetapi karena proses pengambilan embrionya itu sendiri berdasarkan waktu yang bisa dikaitkan dengan tindakan aborsi yang pada akhirnya membuat banyak keraguan.

68

BAB IV KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG PENGGUNAAN STEM CELL EMBRIO SEBAGAI ANTI AGING ( PENUAAN)

Proses penuaan terjadi pada hampir semua organ tubuh. Namun yang langsung bisa terlihat adalah pada kulit dan rambut, karena keduanya terletak pada bagian terluar dari tubuh. Penuaan adalah hal yang paling ditakutkan sebagian wanita, meskipun semua orang juga tahu, proses itu adalah hal alamiah yang pasti akan terjadi. Maka apapun dilakukan agar tetap muda dan cantik, termasuk dengan kosmetika atau mengonsumsi aneka tablet dan ramuan sebagai anti aging.. Salah satu sebab utama proses penuaan itu adalah berkurangnya kemampuan reproduksi sel akibat kurangnya nutrisi tubuh. Oleh karena itu para ahli kosmetika mencoba untuk mengganti dan menyegarkannya dengan nutrisi baru yang lebih segar. Sebenarnya nutrisi ini dapat diperoleh dari makanan yang seimbang dan sehat. Namun inipun masih dianggap kurang memadai. Oleh karena itu mulailah dicari bahan-bahan lain yang bisa memacu pergantian sel baru secara lebih cepat lagi. Bahan baku yang banyak dilirik para pakar kosmetika adalah penggunaan zat yang berasal dari embrio atau sel-sel muda yang ada di sekitarnya. Sel-sel yang masih sangat belia itu memiliki kemampuan untuk memberikan nutrisi bagi tubuh guna melakukan reproduksi sel. Salah satu bahan yang saat ini mulai digunakan adalah Extract of Whole Embryo (EWE) yang merupakan embrio atau

69

janin bayi yang diekstrak. Bahan ini masih banyak mengandung vitamin, protein yang mudah diserap, enzim dan bahan-bahan aktif lainnya. Selain untuk dioleskan sebagai kosmetika, EWE juga dilaporkan digunakan sebagai makanan/minuman suplemen yang mampu memberikan efek segar dan anti penuaan dari dalam. Zat-zat itulah yang dimanfaatkan untuk menggantikan sel-sel baru, baik untuk kulit maupun rambut. Maka kosmetika dengan bahan aktif EWE tersebut kemudian diklaim sebagai kosmetika yang memberikan efek anti penuaan, membuat kulit lebih mulus, segar dan muda. Embrio yang sering digunakan dalam berbagai produk kosmetika tersebut ada yang berasal dari biri-biri, sapi, babi, dan ada juga embrio manusia yang digugurkan/keguguran. Pemanfaatan embrio manusia ini masih diragukan apakah diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam Islam karena banyaknya perbedaan pendapat dari para ulama yang mereka meperdebatkan apakah ini bisa disamakan dengan tindakan aborsi atau bukan.

70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan 1) Cara melakukan isolasi stem cell embrio adalah dengan cara stem cell embrionik diambil dari inner cell mass dari suatu blastokista (embrio yang terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan stem cell embrionik yang tidak membahayakan embrio tersebut sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh.. 2) Tindakan melakukan isolasi stem cell embrio melanggar etika dan belum dapat dipertanggungjawabkan baik dalam bidang kedokteran maupun dari segi islam karena embrio memiliki potensi hidup dan embrio tersebut dinilai sebagai jiwa yang akan berkembang. 3) Penuaan (aging) adalah suatu proses kemunduran kualitas dan fungsi organ penyusun tubuh, yang terjadi seiring dengan bertambah lanjutnya usia suatu makhluk hidup, termasuk manusia. Anti Aging adalah penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang nertujuan untuk

71

memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. 4) Embrio yang sering digunakan dalam berbagai produk kosmetika (produk anti aging ) tersebut ada yang berasal dari biri-biri, sapi, babi, dan ada juga embrio manusia yang digugurkan/keguguran. Penggunaan embrio manusia ini dilaporkan di berbagai negara, seperti Taiwan dan China. Pemanfaatan embrio manusia ini tentu saja tidak diperbolehkan dalam Islam, karena termasuk organ tubuh manusia. Anak adam adalah suci dan tidak boleh dimanfaatkan organnya untuk keperluan apapun, termasuk untuk kosmetika.

B. Saran 1) Mengingat masih sedikitnya studi yang menggambarkan kejelasan mengenai penggunaan stem cell embrio sebagai anti aging, penulis berharap kedepannya terdapat berbagai studi ilmiah agar didapatkan gambaran yang lebih jelas. 2) Keresahan dalam masyarakat dapat timbul akibat ketidaktahuan, oleh karena itu perlu ada sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat perihal penelitian stem cell embrionik secara jujur karena ada kecendrungan untuk melaporkan keberhasilan dan

menyembunyikan kegagalan.

72

Vous aimerez peut-être aussi