Vous êtes sur la page 1sur 26

I. IDENTITAS Pasien Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Alamat No.

CM Masuk RS Keluar RS Jam Masuk RSU Ruangan II. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Juli 2013 A. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir B. Anamnesa khusus : G1P0A0 merasa hamil 5 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS. Perdarahan bergumpal-gumpal dan membasahi lebih kurang 1 duk/hari tanpa rasa nyeri. Perdarahan disertai jaringan seperti daging dirasakan lebih kurang 10 jam SMRS, dan keluar gelembung gelembung seperti telur ikan juga diakui pasien. Riwayat panas badan disangkal, Riwayat minum obat obatan disangkal. Riwayat minum jamu-jamuan disangkal. Nn. A 18 th SMA IRT Islam Sunda TAROGONG 01616562 22 JULI 2013 25 JULI 2013 11.10 WIB VK/ Kalimaya

C. Riwayat Obstetri Kehamila n ke Cara Kehamilan HAMIL SAAT INI D. Riwayat Perkawinan : Status E. Haid HPHT Siklus haid Lama haid Banyaknya Dismenorea Menarche usia : (-) : 14 tahun : Maret 2013 : Tidak teratur : 7 hari : biasa : Belum menikah Cara Persalinan Jenis Kelamin Keadaan H/M

Tempat

Penolong

BB Lahir

Usia

F. Riwayat kontrasepsi Kontrasepsi terakhir : Tidak Pernah G. Prenatal Care : Pasien tidak pernah melakukan prenatal care H. Keluhan selama kehamilan Tidak merasakan keluhan apapun selama hamil I. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Asma Bronchial, epilepsy disangkal dan riwayat hipertensi sebelum dan selama kehamilan disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tensi Nadi Respirasi Suhu Kepala Leher Cor Pulmo Abdomen Ekstremitas : Baik : Compos mentis : 110/60 mmHg : 120 x/menit : 20 x/menit : 360C : Konjungtiva Anemis : +/+ : Tiroid : t.a.k : VBS ka=ki, Rh -/-, Whz -/: cembung, lembut Hepar dan Lien: dbn : Edem -/-, varieses -/Sklera ikterik : -/KGB : t.a.k

: Bunyi jantung I-II murni dan regular, gallop (-), murmur (-)

B. STATUS OBSTETRIK. Pemeriksaan luar Inspeksi Tinggi fundus Inspekulo : cembung, simetris : teraba setinggi pusat : fluksus + Vulva Vagina Portio Ostium uteri eksternum Corpus uteri Parametrium kanan-kiri Cavumdouglas teraba ,NT(-) : Dalam batas normal : Dalam batas normal : lunak , tebal : terbuka : sebanding dgn gravida 24 mg : lunak , massa (-) , : tidak menonjo,tidak

Pemeriksaan dalam :

Diagnosis awal: Mola Hidatidosa + suspek tirotoksikosis IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab: 22/07/2013 Urine Tes Kehamilan Negatif 1. HEMATOLOGI Darah rutin Hb Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit 2. PEMERIKSAAN USG Tampak gambaran vesikuler pada corpus uteri MOLA HIDATIDOSA 3. DIAGNOSIS KERJA Mola hidatidosa + suspek tirotoksikosis + anemia Rencana Pengelolaan : Pasang infus Periksa Hb , Ht , leukosit , trombosit, hcg Sedia darah , cross match USG LS evakuasi mola hidatidosa Informed consent Konsul anestesi untuk dilakukan kuretase Observasi KU , tanda vital , perdarahan Propanolol 3x10mg 4 : 6,5 gr/dl : 19 % : 13.100 /mm3 : 486.000 /mm3 : 2,46 juta/mm

Ptu 3x100 mg Konsul ipd

FOLLOW UP 23 Juli 2013 Keluhan : KU T N R S : CM : 100/60 mmHg : 110 x/ menit : 20 x/ menit : 36,4 C : Datar, tegang, NT (+) : - / diuresis 600cc kuretase hari ini Sedia darah Ambil darah 23 Juli 2013 (pukul 17.00 wib) Keluhan : panas badan KU T R N S : CM : 110/60 : 24 : 130 : 38.8 C PTU 3x100mg

Mata CA+/+ SI -/Abdomen BAB/BAK Rencana : Perdarahan pervaginam : (+) seperti telur ikan D/ Mola hidatidosa

Rencana : Paracetamol 500mg 3x1

V. LAPORAN KURETASE Kuretase Tanggal kuretase Jam kuretase Operator Ahli Anestesi Assisten I Assisten Anestesi Diagnosa Pra Kuret Diagnosa Post Kuret Indikasi Operasi Jenis Tindakan Jenis Anestesi Desinfeksi kulit Jaringan dikirim ke PA Laporan Operasi Lengkap 1) penderita diletakkan dalam posisi lithotomi. 2) Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah vulva dan dipasang spekulum bawah yang dipegang oleh asisten. 3) Dengan pertolongan spekulum atas, bibir depan prtio dijepit dengan fenster klem. Sonde masuk sedalam 13 cm uterus. 4) Dilakukan kuretase secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri bersih dengan vakum kuret dan sendok kuret nomor 10. 5) Berhasil dikeluarkan jaringan mola hidatidosa sebanyak 100gr. 6) Perdarahan 40 cc LAPORAN PATOLOGI ANATOMI Menurut bagian PA , hasil PA nya belum diserahkan oleh dokter nya . Sehingga belum 6 sekitarnya, : 23 JULI 2013 : 15.00 mulai kuretase : dr. Sarah : Dr. Hj. Hayati Usman Sp.An : teh neneng : asti : Mola hidatidosa + susp.tirotiksikosis + anemia : Mola hidatidosa : Mola Hidatidosa : Kuretase : Nu : Povidone iodine 10%

bisa dilaporkan . OBSERVASI Tanggal 24 JULI 2013 Tanggal 24 Juli 2013 S KU : CM T:100/60 mmHg N: 100 x/ menit R: 20 x/ menit S: 36,4 C Mata : CA+/+ SI -/Abdomen:Datar, lembut, NT (-), DM (-), TFU : tidak teraba Perdarahan pervaginam : (-) sedikit BAB/BAK: - / +

O d/ mola

A hidatidosa post kuretase

P -cefadroxil 2x500mg - as.mefenamat 3x500mg - sf 2x1 - bila hb post transfusi >8 blpl

25 Juli 2013

KU : CM T:100/70 mmHg N: 100 x/ menit R: 20 x/ menit S: 36,4 C Hb post kuretase 7,2g/dL

d/ post kuretase a/i mola hidatidosa

cefadroxil 2x500mg - as.mefenamat 3x500mg - sf 2x1 - metergin 3x1 - ptu 3x100mg -propanolol 3x10mg - blpl cefadroxil 2x500mg - as.mefenamat 7

26 Juli 2013

KU : CM T:100/60 mmHg N: 80 x/ menit R: 20 x/ menit

d/ post kuretase a/i mola hidatidosa

S: 36 C Mata : CA+/+ SI -/Abdomen:Datar, lembut, NT (-), DM (-), TFU : tidak teraba Perdarahan pervaginam : (-) sedikit BAB/BAK: + / +

3x500mg - sf 2x1 - metergin 3x1 - ptu 3x100mg -propanolol 3x10mg - blpl

Hb : 8,3g/dL TERAPI SELANJUTNYA ( setelah pasien boleh pulang ) Follow Up: Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita kontrol setiap 2 minggu. dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan, enam bulan terakhir, kontrol tiap dua bulan PERMASALAHAN 1. Bagaimanakah cara mendiagnosis mola hidatidosa ? 2. Bagimanakah cara penatalaksanaan mola hidatidosa pada pasien ini? 3. Bagaimanakah prognosis dari pasien dengan mola hidatidosa ? PEMBAHASAN 1. Bagaimanakah cara mendiagnosis mola hidatidosa ? Definisi Molahidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestational yang secara histologik ditandai dengan proliferasi sel trofoblas, vili korialis yang avaskular dan mengalami degenerasi hidrofi, , yang secara klinis tampak sebagai gelembung-gelembung. Proliferasi sel trofpblas pada molahidatidosa dapat berupa proliferasi sitotrofovlas, sinsiotrofoblas ataupun intramediate trofoblas dengan proporsi yang berbeda paqda tiap kasus.

Klasifikasi Molahidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: a. Molahidatidosa komplit Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak ditemukan unsur janin. Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hyperplasia dari kedua lapisan trofoblas. Kadang kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi) sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK. Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK disebut juga kehamilan anggur. Tangkai tersebut melekat pada endometerium. Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila tangkainya putus terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi oleh darah merah atau coklat tua yang sudah mengering. Sebelum ditemukan USG, MHK dapat mencapai ukuran besar sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.

Gambar: Molahidatidosa komplit 2. Molahidatidosa parsialis MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun gambaran PA-nya. Pada MHP hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus MHP yang janinnya hidup sampai aterm. Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak mengetahui dengan tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya dan bagaimana penyebaran penyakitnya.

10

Gambaran Kariotipe Patologi Fetus Amnion, sel-sel darah fetal Edema vili Proliferasi trofoblast Gambaran Klinis Diagnosa Ukuran uterus Kista theca-lutein Komplikasi medis

Mola hidatidosa parsialis Paling sering 69, XXX, atau 69, XXY Sering ada Sering ada Fokal, bervariasi sampai sedang Abortus tertunda Lebih kecil dari usia kehamilan Jarang Jarang

Mola hidatidosa komplit 46, XX. Atau 46, XY

Tidak ada Tidak ada Diffuse berat Kehamilan mola 50% lebih besar dari usia kehamilan 25-30% Sering

Fokal, bervariasi dari ringan Bervariasi dari ringan sampai

Etiologi dan Faktor resiko 11

Walaupun molahidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Molahidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi, pasien termuda yang pernah dilaporkan berusia 12 tahun (Bobrow) dan tertua 57 tahun (A Pearson). Di RSHS yang termuda 15 tahun dan yang tertua 53 tahun. Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. Acosta Sison, menganggap bahwa MH adalah suatu kehamilan patologis, sedangkan faktor yang menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein). Acosta Sison mengaitkan dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan MH, yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang mengkonsumsi protein. Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13 dan ke-21, mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami perubahan hidropik. WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian MH dan kehamilan kembar tetapi multiparitas tidak merupakan faktor resiko. Laporan dari Amerika Serikat (1970 1977) mengatakan bahwa insidensi MH pada kulit hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya. Menurut Teoh, di Singapura, insidensi MH pada wanita Euroasian, dua kali lebih tinggi dari China, Melayu dan India. Di Indonesia yang terdiri dari berpuluh-puluh etnis, sampai sekarang belum ada yang melaporkan adanya perbedaan insidensi antar suku bangsa. Yang ada hanya laporan dari pusat pendidikan. Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian Kajii et al dan Lawler et al, menunjuakn bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau yang intinya tidak aktif. Dapat disimpulkan: 12

a. Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun b. Etnik : mongoloid > kaukasus c. Genetik d. Malnutrisi : intake karoten yang rendah, defisiensi vitamin A, kekurangan protein e. Riwayat mola hidatidosa sebelumnya f. Riwayat sosialekonomi g. Paritas

Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast : a. Teori missed abortion Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. b. Teori neoplasma dari Park Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung. c. Studi dari Hertig Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik umumnya kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari ayah - tidak ada unsur ibu (Diploid Androgenetik). Kadang-kadang pembuahan terjadi oleh 2 sperma 23 X atau 23 Y (dispermi) sehingga menjadi 46 XX atay 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap androgenetik. 13

Sementara MHP biasanya bersifat triploid sebagai hasil pembuahan satu ovum normal dan dua sperma/dispermia (Diandrogenetik). Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY. Embrio biasanya mati pada semester pertama

Manifestasi klinis Molahidatidosa komplit adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa MHK, lebih sering terjadi hiperemesis, dan keluhannya lebih hebat dari kehamilan biasa. Kemudian perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus terdai melalui dua fase, yaitu fase aktif, sebagia akibat pengaruh hormonal, dan fase pasif, 14

akibat hasil pembesaran kehamilan. Pada MHK tidak demikian, vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik, berkembang dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar pula, sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya amenorea. Pada kehamilan biasa , segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada kehamilan yang sudah besar (semester tiga). Pada MHK, karena pengisian kavum uteri oleh gelembung mola berlangsung cepat, maka pembentukan SBR, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda (24 minggu). Kemudian karena kehamilan ini abnormal badan akan berusaha untuk mengeluarkannya, terjadilah perdarahan pervaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah pada abortus biasa besarnya uterus sama dengan lamanya amenorea. Perdarahan pada MHK dapat berupa bercak bercak sedikit intermiten atau sekaligus banyak, sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan disertai dengan gelembung mola sehingga mempermudah diagnosis

Di samping uterus yang lebih besar, pada MHK ditemukan peningkatan kadar hCG (human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai usia kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah mencapai umur 85 hari. Pada MHK seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan biasa, pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan trofoblas atau 15

sebelum gelembung mola keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus meningkat, sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml Sudah lama diketahui bahwa MHK kadang-kadang ditemukan perubahan pada kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional. Walaupun ada peningkatan kadar plasma tiroksin, tetapi gejala klinik yang ditimbulkan tidak selalu disertai dengan tiroktosikosis. Pada kehamilan normal, plasenta membentuk Thyroid Stimulating Peptide yang disebut Human Chorionic Thyrotropin (hCT). Pada trimester pertama, T4 meningkat antara 7 12 ng/100 ml, sedangkan T3 peningkatannya tidak terlalu banyak. Karena pengaruh estrogen, terjadi peningkatan kadar TBG sehingga tidak terjadi tirotoksikosis. Pada mola hidatidosa terjadi perubahan kadar hormon tiroid. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi 12 ng/100 ml, tetapi TBG sendiri rendah, akibatnya T4 dan T3 bebas lebih tinggi. Karena itu pada mola terjadi tirotoksikosis. Pada mola, kadar hCG (human chorionic gonadotropin) dalam darah sangat tinggi yang dan ini mempunyai efek stimulasi terhadap tiroid. Pada kehamilan biasa puncak hCG biasanya tidak melebihi 100.000 mUI/ml yang tercapai antara minggu 8-12 dan kemudian menurun kembali dan bertahan sekitar 10.000-20.000 mIU/ml sampai waktu melahirkan. Pada mola hidatidosa kadar hCG, sebagian besar diatas 300.000mIU/ml bahkan dapat mencapai kadar diatas 12.000.000 mIU/ml. Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antar kadar hCG dan tingginya fungsi tiroid. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa terjadinya hiperfungsi tiroid terjadi akibat adanya stimulator yang dibentuk dalam jaringan trofoblas. Hershman menyebutnya sebagai molar thyrotropin. Yang masih kontroversial adalah substansi zat tersebut. Yang jelas ada korelasi positif antara tingginya kadar hCG dengan meningkatnya kadar T3 dan T4. Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar hCG akan menurun secara drastis. Hali ini diikuti dengan turunnya T4 dan T3 sampai kembali ke kadar normal. Sehubungan dengan fenomena ini banyak pakar yang menganggap bahwa stimulator itu adalah hCG sendiri. Molar thyrotropin secara imunologis berbeda dari TSH, hCT dan LATSS. Adanya Aktivitas Stimulasi Tiroid (AST) dari hCG serta ciri-ciri stimulatornya telah dibuktikan melalui penelitian invitro maupun in vivo. Dikatakan bahwa struktur dan reseptor hCG dan TSH adalah homolog, sedangkan derajat AST-nya dipengaruhi metabolisme hCG sendiri. Yang lebih poten adalah hCG varian yang kehilangan gugusan beta CTP-nya yang 16

merupakan hasil proses deglikosiasi atau desialisasi. Hasil penelitian di atas dapat menerangkan mengapa pada kehamilan biasa tidak terjadi tirotoksikosis. Pada kehamilan biasa kadar hCG yang rendah akan meningkatkan sedikit T4 dan menekan TSH, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan tirotoksikosis. Diagnosis tiroktosikosis pada MHK dipersulit karena sering disertai adanya penyulipenyulit, seperti preeklamsi, payah jantung, emboli paru dan anemia yang masing-masing dapat memberikan gejala seperti tiroktosikosi. Untuk membantu masalah ini Sri Hartini Kariadi (1992) mengajukan rumus fungsi diskriminan diagnosa tirotoksikosis pada mola hidatidosa sebagai berikut: a. D = - 8,376128 + 0,52505870 FU 0,01926897 Nadi FU = fundus uteri dalam minggu Nadi = dalam kali/menit Bila D< 0 atau kalau D hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya menunjukkan tirotoksikosis. Derajat ketepatannya 87,5% b. D = +3552928 0,4749675 FU + 0,003115562 Nadi + 0,01638073 Khol Khol = Kholesterol darah dalam mg% Bila D< 0 atau kalau hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya, menunjukkan tirotoksikosis. Derajat ketepatan 90,63% Diagnosis a. Anamnesis Wanita mengeluh : - terlambat haid (amenorea) - mual dan muntah yang berlebihan - adanya perdarahan pervaginam - perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea - walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak b. Klinis Ginekologi - uterus lebih besar dari tuanya kehamilan - tidak ditemukan tanda pasti kehamilan, seperti detak jantung anak, balotemen atau gerakan anak c. Laboratorium 17

Kadar B-hCG lebih tinggi dari kehamilan normal. Pada penyakit trofoblas gestasional kadar hCG serum berlipat ganda lebih tinggi dari pada kadar hCG pada kehamilan normal. Pemeriksaan hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk diagnosis maupun untuk melakukan pemantauan pada penderita penyakit trofoblas. Human chosionic gonadotropin adalah hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh placenta yang mempunyai aktifitas biologis yang mirip LH. Sebagian besar hCG di produksi di plasenta namun sintesanya juga terjadi pada ginjal janin. Molekul Human chorionic gonadotropin memiliki 2 rantai asam amino yakni rantai hCG terdiri atas 92 asam amino dan rantai hCG terdiri atas 145 asam amino yang satu sama lain berikatan secara nonkovalen. Rantai hCG mirip dengan rantai dari FSH , LH dan TSH yang merupakan hormon hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh lobus anterior hypophysis. Pada kehamilan normal pemeriksaan terhadap hCG dengan pereaksi yang menggunakan antibodi monoklonal terhadap hCG cukup dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan urine sebagai spesimen. Pemeriksaan hCG serum secara kuantitatif pada kehamilan normal menunjukkan bahwa kadar hCG mencapai puncaknya pada trimester pertama kehamilan, yakni pada hari ke 60-70 kehamilan sebesar 100.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa dan pada tumor trofoblas`gestasional umumnya kadar hCG jauh lebih tinggi dari pada`kadar puncak hCG pada kehamilan normal.. Pemantauan kadar hCG pada penderita penyakit trofoblas gestasional dianjurkan dengan cara RIA/IRMA sedangkan bila menggunakan EIA/ ELISA harus dipilih dengan hati-hati karena pada penyakit trofoblas gestasional molekul hCG yang utuh ( intact hCG ) dapat terurai menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil seperti free - hCG ,nicked - hCG , nicked - hCG without CTP dan core hCG, sehingga bila pereaksi yang dipakai hanya dapat mendeteksi rantai hCG saja maka kadar hCG yang terukur lebih rendah dari kadar total hCG yang sebenarnya akibat adanya hook effect d. USG - Molahidatidosa komplit: tidak tampak kantung janin maupun bagian dari janin. Seluruh cavum uteri berisi gambaran vesikuler. - Molahidatidosa parsial: tampak gambaran vesikuler di plasenta dengan IUFD e. Patologi Anatomi 18

Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil pemeriksaan patologi anatomi - Molahidatidosa komplit: villi chorialis besar, bulat, hidropik, avaskuler, sisterna (+), proliferasi sel sito- dan sinsitio trofoblas dengan inti atipik.

- Molahidatidosa parsial: villi chorialis hidropik avaskuler, ukuran bervariasi, masih ditemukan villi normal, sel trofoblas terutama sinsitio.

Pembahasan Pada pasien ini di diagnosis molahidatisosa karena ditemukan: a. Dari anamnesa didapatkan : Pasien merasa hamil 5 minggu tidak haid Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS , dan telah menghabiskan 1 duk per hari Perdarahan disertai keluar gelembung gelembung seperti telur ikan 19

b. Dari pemeriksaan ginekologis Inspekulo : fluksus + perdarahan pervaginam

Pemeriksaan dalam OUE : terbuka Corpus uteri ukurannya sebanding dengan gravida 24 25 minggu yaitu sekitar sejajar dengan umbilikus sedangkan penderita mengaku bahwa usia kehamilannya baru 5 bulan c. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan : USG : didapatkan gambaran vesikuler 2. Terapi yang diberikan pada pasien ini : a. perbaikan keadaan umum Sebelum dilakukan tindakan evakuasi Mola , keadaan umum penderita hars distabilkan terlebih dahulu . Tergantung pada bentuk penyulitnya . Kepada penderita harus diberikan : Transfusi darah - untuk mengatasi syok hipovolemik Anti hipertensi / konvulsi seperti pada terapi pre eklamsi , eklamsi , tapi pada pasien ini tidak ditemukan penyulit yang demikian b. Evakuasi jaringan Kuretase vakum Tidak langsung : bila gelembung mola belum keluar Jam 05.00: pasang Laminaria stift Setelah KU, dinding uterus dibersihkan dengan kuret tajam. Untuk PA, diambil jaringan yang melekat pada dinding uterus. Laporan harus mencakup : jumlah jaringan, darah, diameter gelembung, ada tidaknya bagian janin c. Jenis kemoterapi : Pemberian kemoterapi profilaksis merupakan kebijakan yang masih diperlukan dinegaranegara yang sedang berkembang. Di RSHS dianut pemberian kemoterapi profilaksis pada Mola Risiko Tinggi dengan pemberian kemoterapi tunggal berupa:

20

o MTX 20 mg/hari I.M dan Folic Acid 5 mg/ hari I.M yang diberikan 12 jam setelah pemberian Methotrexate kedua-duanya diberikan 5 hari berturut-turut. o Actinomycin D 0,5 mg / hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut Kemoterapi profilaksis hanya diberikan 1 rangkaian, selanjutnya penderita dengan tata cara follow up yang berlaku bagi mola risiko rendah pasca dipantau evakuasi,

Keberatan dari pemberian sitostatika profilaktik adalah efek samping obat dan kemungkinan terjadinya resistensi bila kelak diperlukan pemberian sitostatika untuk terapi TTG. Namun untuk negara kita yang sebagian besar masyarakatnya golongan sosio ekonomis rendah dan ketaatan penderita untuk mengikuti follow up secara ketat sulit diharapkan, sehingga kebijakan diatas sebagai upaya untuk mengurangi kejadian koriokarsinoma pasca mola dapat dipertanggung jawabkan apalagi bila penderita masih membutuhkan fungsi reproduksinya dan menderita mola risiko tinggi dengan kriteria : o o o - Histerektomi Dilakukan terutama pada pasien yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas yang tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadi keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa pada sedian histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya keganasan berupa mola invasif atau koriokarsinoma. Pembahasan Pada pasien ini diberikan : Cefadroksil 2x500mg As. Mefenamat 3x500mg Metergin 3x0,25mg Kadar hCG turun sangat lambat Kadar hCG mula-mula menunjukkan penurunan namun kemudian naik lagi. Kadar hCG mula-mula menurun namun kemudian mendatar dan tidak turun lagi

21

d. Pengawasan Lanjut: Tujuan dari pengawasan lanjut ada dua : apakah proses involusi berjalan secara normal anatomis, laboratoris & fungsional (involusi uterus, turunnya kadar -hCG dan kembalinya fungsi haid) adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat dini. Lama pengawasan :1 tahun. Pasien dianjurkan jangan hamil dulu. Tidak dianjurkan memakai IUD atau suntikan. Akhir pengawasan : bila setelah pengawasan 1 tahun, kadar -HCG dalam batas normal atau bila telah hamil lagi. - Mulai minggu ke 2 sampai dengan minggu ke-12 pasca evakuasi jaringan molahidatidosa; penderita dianjurkan untuk melakukan follow up setiap 2 minggu : Pemeriksaan pemeriksaan yang dilakukan adalah : o Pemeriksaan HCG o Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksan pemeriksaan 1. Besar dan involusi uterus 2. Ada tidaknya perdarahan 3. Ada tidaknya tanda-tanda metastasis ( vagina , paru-paru dll ) Bila pada setiap kali follow up kadar HCG menurun dan kurvanya mengikuti pola kurva regresi HCG yang sama dengan pola kurva regresi HCG normal dan

secara klinis tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala pertumbuhan baru jaringan trofoblas; maka follow up dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke 12 pasca evakuasi jaringan molanya dan bila pada minggu ke 12 kadar HCG < 5 mIU/ml dilanjutkan dengan follow tahap berikutnya.

22

Diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas dengan pemeriksaa HCG ditetapkan dengan kriteria yang dianjurkan oleh Mozisuki dkk ( 27 ) yakni : o Kadar CG > 1000 mIU/ml pada minggu ke 4 o Kadar HCG > 100 mIU/ml pada minggu ke 6 o Kadar HCG > Bila HCG 30 mIU/ml pada minggu ke 8

melebihi batas-batas diatas dan atau secara klinis ada tanda-tanda

pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya pederita dikelola sebagai Tumor Trofoblas Gestasional. Pemeriksaan CT SCAN juga dilakukan bila ada kecurigaan atau tanda tanda metastasis ke Otak. Sebaliknya bila kadar HCG mengikuti pola kurva regresi yang normal dan tidak terdapat tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik , maka follow up selanjutnya - Mulai bulan ke 4 sampai dengan bulan ke 6 , follow up dilakukan setiap bulan , dengan tata cara follow up yang sama dengan yang sebelumnya.Pada bulan ke -6 dilakukan thorax foto AP untuk menyingkirkan kemungkinan adanya metastasis di paru-paru. Bila perkembangan menunjukkan kearah yang baik maka dilanjutkan - Mulai bulan ke 8 sampai dengan bulan ke 12 dianjurkan follow up setiap 2 bulan sekali. Bulan ke -12 dilakukan lagi thorax foto AP untuk maksud yang sama dengan diatas. Kriteria penghentian follow up: - Penderita dianjurkan utuk tidak hamil sampai 12 bulan pasca evakuasi mola. 23

- Penderita dianggap sembuh bila sampai dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau bila penderita ternyata sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan berbagai cara pemeriksaan termasuk USG. - Pengertian sembuh tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi TTG dimasa yang akan datang karena sifat sel trofoblas yang dormant . Cara kontrasepsi yang dianjurkan DI RSHS selama follow up ampai dengan 12 bulan pasca mola hidatidosa penderita dianjurkan menggunakan KB Kondom. Tidak dianjurkan memakai IUD karena efek samping perdarahan pada akseptor IUD akan menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas sedangkan penggunaan KB hormonal tidak dianjurkan karena dampaknya terhadap timbulnya TTG pasca mola masih controversil ,sehingga dianggap lebih aman menggunakan KB kondom. 3.Prognosis pada pasien ini adalah Remisi dilaporkan terjadi pada 45-65% kasus. Faktor yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mortalitas: 1. 2. 3. Choriocarcinoma ekstensif pada diagnosis awal. Ketidaktepatan penanganan awal Kegagalan kemoterapi Kemoterapi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap fertilitas dan apabila terjadi kehamilan, tidak meningkatkan resiko anomali pada janin. Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti : 1. 2. 3. 4. Ukuran uterus > 20 minggu Umur penderita > 35 tahun Hasil PA ( Kuretase ) menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan HCG pra evakuasi > 100.000 mIU/ml

Pembahasan : Pada pasien ini : Prognosis quo ad vitam pada pasien ini ad bonam karena pasien ini mendapatkan penanganan yang adekuat . Kematian jarang terjadi (<1%). Prognosa Quo ad functionam pasien ini ad bonam karena Mola hidatidosa berulang 24

jarang terjadi. Kehamilan pasca mola umumnya berlangsung normal. Mola hidatidosa dapat menyebabkan kematian melalui : Perdarahan akut serta anemis hebat. Infeksi atau sepsis Transformasi keganasan koriokarsinoma Perforasi oleh destruens karena gelembung menembus dinding rahim

DAFTAR PUSTAKA 1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2002. Hal 1051. 2. Cuningham, Gary et al. Williams Obstetric 21st edition: Gestational Thropoblastic Disease. Mc Graw Hill: New York. 76:454-460. 2003 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2: Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku kedokteran EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005 4. William W. Beck,jr. Obstrics and Gynecology 2nd edition. Gestational Trophoblastic Disease. John Wiley & Sons: USA.19: 193-196 5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. DR. Hasan Sadikin . Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD: Bandung. 2: 241-245.2005 6. Keith LG, Lopez-Zeno JA, Luke B. Twin Gestation In : Sciarra JJ ed, Gynecology and Obstetri, vol 2, rev ed, Philadelphia, JB. Lippincott Company. 1995; 75:1-14 7. Martaadisoebrata D,Penyakit trofoblas`ganas dan hipertiroidisme,Kongres Nasional Perkeni I,Jakarta,1986. 8. Bratakoesoema D.S ,Perkembangan diagnosis , Klasifikasi dan Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional Masa Kini,PIT POGI XI,Semarang, 11 14 Juli l999. 9. WHO ,Gestational trophoblastic diseases,Report of a WHO Scientific Group,World Health Organization Technical Series 692 ,WHO Geneve 1983

25

10. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis Pada Penderita Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 1992. 11. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2: Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku kedokteran EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005

26

Vous aimerez peut-être aussi