Vous êtes sur la page 1sur 9

ASKEP GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROME)

I. Konsep Medis A. Pengertian Guillain Barre Syndrom (GBS) didefinisikan sebagai sebuah penyakit demyelinisasi neurologist. Terjadi secara akut, berkembang dengan cepat. Biasanya mengikuti pola ascending (merambat ke atas) mengenai akar saraf-saraf spinal dan perifer. Terkadang mengenai saraf-saraf cranial. Memiliki rangkaian klinis dengan variabel yang tinggi. (Symposium Guillain BarreSyndrom, di Brussel, 1937). GBS juga disebut Akut Idiopatik Polineuropati (AIP) merupakan suatu penyakit susunan saraf yang terjadi secara akut dan difus, terjadi setelah infeksi, mengenai radiks dan saraf tepid an terkadang mengenai saraf otak. B. Etiologi Etiologi GBS tidak diketahui. Dahulu diperkirakan disebabkan adanya infeksi virus pada jaringan saraf, namun akhir-akhir ini diyakini disebabkan karena penyakit imun. Umumnya terjadi secara akut, menghilangkan polyneuritis dengan mengontrol poliomyelitis dengan pemberian imunisasi. Paling sering diderita oleh orang berusia 16 25 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua usia. C. Patofisiologi 1. Konduksi sel-sel secara normal Sel saraf terbentuk dari sebuah badan sel yang dikelilingi dendrit-dendrit dan sebuah axon yang terdapat sepanjang tubuh sel yang berakhir pada ujung axon. Sel-sel Schwan terletak diantara/interval sepanjang axon dan membran sel tersebut membungkus sekeliling axon dari lapisan myelin. Nodes rainver (ruang-ruang di antara lapisan-lapisan) memiliki konduksi yang cepat sepanjang axon. Perubahan kimia listrik tidak hanya terjadi pada nodes tersebut namun juga sepanjang axon. Pada GBS, selaput myelin yang mengelilingi axon hilang. Selaput myelin cukup rentan terhadap cedera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hypoksia, toksik kimia, insufisiensi vaskuler, dan reaksi imunologi demyelinisasi adalah respon yang umum dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merugikan. Axon bermyelin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibandingkan axon tak bermyelin. Kehilangan selaput myelin pada GBS membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi, dan transmisi impuls saraf dibatalkan. 2. Perkembangan yang cepat dari GBS Enam puluh persen pasien GBS dilaporkan adanya infeksi demam yang ringan, biasanya merupakan infeksi pernafasan atau gastrointestinal (lebih sedikit) yang terjadi 2 minggu sebelum terjadinya GBS. Ada tiga tahapan GBS: a. Initial Onset

Pada awalnya biasanya muncul gejala-gejala yang terjadi secara mendadak,yaitu adanya parathesia (hilang rasa), nyeri dan atau kekauan dari anggota badan yang diikuti dengan kelemahan anggota badan. Pasien-psien ini tidak hanya menderita kelemahan dan parathesia,namun juga terjadi kelembekan dan nyeri otot. Hal ini seperti apabila kita tidur dengan tangan tertekan sepanjang malam sehingga saat bangun tangan kita terasa kaku, parathesia, terasa lumpuh dan nyeri. Pasien mungkin tidak menjadi lebih buruk dan hanya menderita GBS ringan, namun bagaimana pun tahap ini dapat terjadi sampai 3 minggu dan pasien menjadi semakin lemah dan mengakibatkan: arefleksia (tidak ada reflek), menurunnya atau tidak berfungsinya otot-otot diafragma dan intercosta, hilangnya sensani secara total, quadraplegia penuh. b. The Plateu Stage (tahap Mendatar) Pada tahap ini tidak terjadi kemerosotan atau penambahan gejala. Tahap ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. c. Recovery Stage (tahap penyembuhan) Terjadi remyelinisasi dan penambahan konduksi. Hal ini dapat terjadi dari 4 bulan sampai 3 tahun. D. Manifestasi Klinis 1. Landry, 1859 Pertama kalimenemukan GBS dengan gejala: Kelumpuhan keempat anggota badan Kelumpuhan otot intercosta dan diafragma Kelemahan otot leher / batang tubuh Gangguan sensibilitas disertai parasthesia Gejala dari ektrimitas bawah ke atas Dua dari sepuluh penderita meninggal dikarenakan kegagalan pernafasan,sebagai ascending paralysis. 2. Guillain Barred an Strohl, 1916 Dua kasus gangguan motorik ekstrimitas bagain distal Reflek tendo hilang Gangguan sensibilitas Kelainan LCS (paningkatan protein tanpa kenaikan jumlah sel/Disosiasi Cyto Albuminologik).

E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Riwayat pasien Riwayat pasien merupakan hal yang sangat penting, perlu dicatat tidak hanya demam pada 2-3 minggu sebelumnya. 2. Lumbal Punctie Adanya kenaikan protein pada cairan serebrospinal namun tidak ditemukan peningkatan Leukosit. 3. Tes Fungsi Paru Dilihat kapasitas vital parunya, cek setiap jamuntuk melihat adanya kelemahan. Jika kapasitas menurun sampai 20 mls/kg atau 1,5 liter, pindahkan pasien ke ICU.

4. Gambaran Kondusif Saraf Terlihat adanya penurunan pada kecepatan konduksi saraf-saraf. 5. Elektro Myelogram Pada rekaman elektro myelogram, kontraksi otot-otot dihasilnya dari rangsangan listrik. Tidak adanya kontraksi menandakan hilangnya lapisan myelin. F. Diagnosa Banding Pada saat mendiagnosa adanya GBS, dokter perlu membandikannya dengan penyakit-penyakit: 1. Diabatas Neuropati 2. Poliomyelits 3. Multiple disc prolapse 4. Progressive Recurrent Plyneuropati 5. Alkoholik 6. Terkena bahan-bahan yang berbahaya seperti logam berat,racun dan lain-lain. (Penyakit-penyakit di atas sering memiliki gambaran klinis yang sama dengan GBS). G. Komplikasi GBS 1. Gagal nafas dan masalah yang berhubungan dengan gangguan ventilator. 2. Aspirasi cairan gaster dan kemudian dapat terjadi pneumonia. 3. Bacterial pneumonia. 4. Thrombosis vena dalam dan embolus pulmonal. 5. Cardiac arrhythmia. 6. Hipotensi 7. Sepsis. H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Keperawatan ( Perawatan Supportif) a. Respirasi : monitor ketat frekuensi dan pola nafas, monitor oksimetri dan AGD, Pernafasan mekanik -- perawatan pasien dengan ventilator mekanik b. Kardiovaskuler : monitor ketat frekuensi, irama, kekuatan denyut nadi (HR ) dan tekanan darah (blood pressure ). c. Pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit dan nutrisi.

d. Perawatan secara umum : Physioterapi Perawatan pada bagian-bagian tubuh yang tertekan Pertahankan ROM sendi Pertahankan fungsi paru Kultur urine dan sputum tiap 2 minggu Pencegahan terhadap tromboemboli Pemberian antidepressant jika pasien depresi,: jalin hubungan antara pasien dan staff perawat sediakan tv, radio, buku bacaan di ruangan pasien

bawa/ dorong pasien keluar ruangan untuk berjemur, melihat pemandangan luar.

2. Penatalaksanaan Medis a. Pengobatan Spesifik Plasmas exchange (plasmaphoresis) lebih efektif dalam 7 hari dari timbulnya serangan / gejala. Diperlukan filter khusus yang menyerupai filter pada dialisa ginjal. Filter ini digunakan untuk menyaring keluar antibodi-antibodi (merupakan media dari system imun) yang menyerang dan merusak lapisan myelin dan saraf-saraf perifer. Tak ada pedoman yang pasti dalam melakukan tindakan ini,namun umumnya sekitar 3-5 liter dari plasma pasien disaring keluar dan digantikan pada waktu yang sama dengan plasma atau plasma + normal saline. Setiap hari setelah terapi selesai, pasien diberi 4-5 unit FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk menggantikan factor pembeku darah yang dapat ikut tersaring keluar. Penggantian plasma diharapkan dilakukan setiap hari selama 3-5 hari dan biasanya berhasil dengan sangat baik, namun jika pasien tidak berespon terhadap terapi ini sampai hari ke lima maka terapi / tindakan ini tidak diulangi. Tindakan penggantian plasma ini telah terbukti berhasil mencegah pasien menggunakan ventilator atau mengurangi lamanya pasien menggunakan ventilator.Masalah yang timbul dengan tindakan penggantian plasma antara lain : Biayanya mahal. Dapat menyebabkan hipotensi, arythmia, haematoma, thrombus dan komplikasi yang mengarah terjadinya sepsis. Membutuhkan perawat yang trampil. b. Pemberian immunoglobulin secara intravena yang diberikan dengan dosis 0,4 g/kg selama 5 hari berturut turut. c. Cairan , elektrolit dan nutrisi.

d. Sedative dan analgetik.

II. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Data focus yang perlu dikaji: a. Keluhan utama (data subyektif) Mengeluh pusing dan sakit kepala. Panas dingin. Ekstremitas lemas dan kesemutan. Kaki baal seperti memakai kaos kaki. Takut bila ingin berdiri. Jongkok susah berdiri. Merasa cemas , takut tak sembuh. Agak sesak nafas. Tidur susah dan gelisah. Susah menelan dan tenggorokan sakit.

(Buku Pelatihan dan Keperawatan Intensif, IRI RSUP Dr Sardjito b. Pemeriksaan Fisik 1) 2) Keadaan Umum. Pemeriksaan persistem.

a) Sistem persepsi dan sensori : pemeiksaan panca indra. b) Sistem persyarafan :empat ekstremitas lemas/paralysis, pasien pasif, flushing karena gangguan vaso motor. c) Sistem pernafasan : pernafasan tidak teratur, hipersekresi saliva dari bronchus. d) Sistem kardiovaskular : takikardi, tekanan darah meningkat dan berfluktuasi. e) Sistem gastrointestinal: adakah gangguan kebutuhan nutrisi? f) Sistem integument: badan diraba terasa dingin, suhu badan 38c, pucat. g) Sistem reproduksi h) Sistem perkemihan : adakah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. c. Pole Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: adakah kebiasaan minum alcohol dan penggunaan obatobatan. 2) Pola aktifitas dan latihan : adakah keluhan pusing dan sakit kepala, lemas, kelelahan dan kelemahan otot. 3) Pola nutrisi dan metabolisme: adakah keluhan sulit menelan , mual, muntah. 4) Pola eliminasi : BAK dan BAB. 5) Pola tidur dan istirahat : adakah gangguan /susah tidur. 6) Pola koqnitif dan perceptual : apakah pasien merasa takut /cemas. 7) Pola persepsi diri dan konsep diri : adakah perubahan konsep diri pasien. 8) Pola toleransi dan koping stress. 9) Pola seksual dan reproduksi. 10) Pola hubungan dan peran : adakah perubahan/gangguan hubungan dan peran pasien di lingkungan keluarga / masyarakat. 11) Pola nilai dan keyakinan : bagaimana keyakinan pasien terhadap kesehatannya.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Tidak efektifnya pola napas, tidak efektifnya bersihan jalan napas, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan atau paralisis, berkurangnya refleks batuk, immobilisasi. Kriteria Hasil: Pernapasan optimal, Bunyi napas normal, Jalan napas paten, Nilai AGD dalam batas normal. Intervensi: a. Monitor jumlah pernapasan, irama dan kedalamannya setiap 1-4 jam. R/: Paralisis pernapasan dapat terjadi 48 jam. b. Auskultasi bunyi napas setiap setiap 4 jam R/: bunyi napas indkasi adekuatnya ventilasi.

c. Kaji tingkat kesdaran dan warna kulit. R/: Perubahan AGD akan mempengaruhi tungkat kesadaran dan warna kulit. d. Pertahankan kepatenan jalan napas, suction dan bersihkan mulut. R/: Jalan napas paten. e. Bantu pasien untuk batuk efektif. R/: Meningkatkan kepatenan jalan napas. f. Lakukkan fisioterapi dada. R/: Mencegah pneumonia dan atelaktasis. g. Kolaborasi dalam pemberian O2. R/: Pemenuhan kebutuhan oksigen. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis, ataksia. Kriteria Hasil: Pasien berpartisipasi dalam perawatan, Mobilisasi aktif atau pasif dan Tidak terdapat komplikasi berhubungan dengan immobilitas. Intervensi: a. Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam. R/: Paralisi otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin naik. b. Kaji derajat ketergantungan pasien R/: Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL. c. Kaji saraf kranial setiap 4 jam. R/: Saraf yang mungkin tenganggu adalah Nervus Cranial Vii, IX, X, XI, XII. d. Bantu ambulasi pasien. R/: Menghindari cedera dan rasa aman. e. Lakukan alih posisi setiap 2 jam R/: Menghindari dekubitus. f. Lakukan ROM R/: Mencegah atropi dan kontraktur. g. Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik pada bahu, lengan, panggul dan tungkai. R/: Bagian yang tertekan memerlukan perhatian khusus karena beresiko terjadi dekubitus. h. Gunakan footboard untuk mengganjal tumit. R/: Mencegah Foot droop dan kerusakan kulit. i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat: kortikosteroid, heparin, antibiotik, immunosupresi. R/: Menghilangkan gejala CBS. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah, menelan, kelelahan, paralisis ekstremitas. Kriteria Hasil: Intake makanan sesuai kebutuhan, Tidak tejadi aspirasi saat makan, Tidak terjadi tanda-tanda kurang nutrisi, Pasien toleran terhadap makanan parenteral/personde, dengan residu minimal. Intervensi: a. Kaji kemampuan menelan dan mengunyah, fungsi motorik pada ekstremitas.

R/: Identifiksi kemampuan makan pasien. b. Monitor intake dan output nutrisi. R/: Menentukan adekuatnya kebutuhan nutrisi pasien. c. Kaji tanda-tanda kurang gizi: anemis, nilai albumin, Hb. R/: Mengetahui status nutrisi pasien. d. Berikan makanan sesuai diet tinggi kalori dan tinggi protein. R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. e. Berikan makanan persendok dengan posisi setengah duduk atau semi fowler. R/: Menghindari terjadinya aspirasi. f. Berikan posisi duduk setelah makan. R/: Menghindari refluks makanan. g. Lakukan perawatan mulut sesudah dan sebelum makan. R/: Meningkatnya rasa nyaman dan meningkatnya nafsu makan. 4. Gangguan eliminasi: konstipasi, diare, berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan, immobilisasi. Kriteria Hasil: Pola BAB teratur, Konsistensi feses lembek, Bising usus normal. Intervensi: a. Kaji pola BAB pasien. R/: Menentukan perubahan pola eliminasi. b. Kaji bising usus, frekuensi, intensitas. R/: Bising usus yang lemah dan lambat memungkinkan terjadi konstipasi. c. Berikan diet tinggi serat. R/: Meningkatkan residu makanan dan memperlancar BAB. d. Berikan banyak minum sesuai batas toleransi. R/: Melancarkan atau melembekkan feses. e. Berikan obat pelembek feses: laksadin, sipposituria, laxative dan enema dan kaji efektivitasnya. R/: Melembekkan feses dan memudahkan pengeluaran feses. 5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan paralisi saraf kranial VII, trakeostomi. Kriteria Hasil: Pasien dapat mengekspresikan diri secara verbal dan nonverbal, Mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhan kepada staf atau pengunjung. Intervensi: a. Kaji kemampuan komunikasi pasien verbal dan non verbal. R/: Identifikasi kemampuan komunikasi pasien. b. Gunakan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak. R/: Memudahkan pasien untuk menjawab. c. Bicara pelan dan terjadi kontak mata. R/: Komunikasi mudah dipahami. d. Gunakan bahasa isyarat.

R/: Membantu memudahkan komunikasi. e. Komunikasikan kepada keluarga dan staf perawat tentang gangguan komunikasi. R/: Keluarga tidak memaksakan untuk berkomunikasi secara verbal sehingga tidak mengakibatkan rasa frustasi pada pasien. f. Konsultasikan dengan speeck terapi dalam latihan bicara. R/: Penanganan lebih lanjut. 6. Resiko gangguan integritas kulit: dekubitus berhubungan dengan kelemahan otot, paralisis, gangguan sensasi, perubahan nutrisi, inkontinensia. Kriteria Hasil: Pasien mempertahankan kulit tetap kering dan utuh, Mempertahankan daerah yang tertekan tetap kering dan utuh, bebas dari dekubitus. Intervensi: a. Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam R/: Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin naik. b. Monitor daerah yang tertekan. R/: Mengidentifikasi tanda-tanda awal dekubitus. c. Jaga kebersihan tempat tidur, lake tetap bersih, kencang dan kering. R/: Laken yang basah, kotor, kusut memudahkan terjadinya dekubitus. d. Lakukan alih posisi setiap 2 jam. R/: Melancarkan aliran darah bagian yang tertekan. e. Lakukan massage pada daerah yang tertekan. R/: Memperlancar aliran darah. f. Gunakan alat bantu untuk mencegaha penekanan. R/: Mengurangi resiko dekubitus. 7. Kurangnya pengetahuan pasien/keluarga berhubungan dengan penyakit, pengobatan, prognosis dan perawatannya. Kriteria Hasil: Pasien/keluarga memahami tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatannya,

Pasien/keluarga kooperatif dalam perawatan. Intervensi: a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. R/: Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya. b. Berikan informasi verbal dan non verbal tentang penyakitnya. R/: Memahami tentang penyakitnya. c. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya. R/: Memperjelas materi yang diberikan. d. Berikan tanggapan yang positif dan realistik tentang penyakitnya. R/: Memberikan motivasi dalam perawatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA Brenda G.B dan Suzanne C.S, alih bahasa oleh Andry Hartono,dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; Edisi 8 Volume III. Penerbit Buku Kedokteran, ECG, Jakarta,2002 Carpenito L.J.Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practise.J.B Lippincott Company; Phildelphia; 1998 Doris Smith Suddart RN.The Lippincott Manual of Nursing Practice. Edisi 5. J.B Lippincott Company: Philadelphia.1991 Hudak dan Gallo. Perawatan Kritis; Edisi 6, Volume II. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.1996 TEOH. Intensive Care Manual; Edisi 3. by Globe Press: Australia. 1990

Vous aimerez peut-être aussi