Vous êtes sur la page 1sur 7

Metode Tulang Rusuk Sternal Constocondral junction telah dipelajari oleh banyak antropolog fisik dengan menggunakan teknik

yang berbeda-beda. Michelson telah menemukan bahwa kalsifikasi pada kartilago kosta pertama tidak terjadi pada umur di bawah 11 tahun maupun setelah 16 tahun, kalsifikasi pada laki-laki terjadi lebih cepat hingga umur 66 tahun. Iscan dkk melakukan studi terperinci mengenai bentuk ujung tulang iga yang letaknya bersebelahan dengan kartilago, dan menyusun ciri-ciri kompleks yang berubah seiring bertambahnya umur. Publikasi asli harus dikonsultasikan untuk mengetahui lebih jauh tentang hal ini. Sutura-sutura tengkorak dan umur Penggunaan penyatuan sutura tengkorak sebagai indeks umur masih merupakan misteri, dimulai pada abad ke-1 SM oleh Celcus. Sekarang hal itu umumnya tidak dipercayai, kecuali dalam konteks yang lebih luas. Telah diketahui bahwa sebagian besar orang dewasa mempunyai garis-garis sutura yang menutup dan semakin tersebar luas seiring dengan pertambahan umur. Ada banyak pengecualian dan tingkat penutupan tersebut tidak berbanding lurus dengan waktu. Generalisasi ini dapat berguna ketika fragmen-fragmen tengkorak ditemukan sebagai beberapa penyatuan dapat dilihat, dan hal ini mengindikasikan bahwa tengkorak berasal dari individu yang matang, tidak seperti individu di bawah umur 20 tahun (Brothwell). Klaim dari Dwight, Parsons dan Box, dan Todd dan Lyon (yang menyatakan bahwa penyatuan sagitalis dimulai pada umur 22 tahun dan selesai pada umur 35 tahun) menggunakan penyatuan sebagai indikasi umur, disangkal oleh Singer, Cobb, McKern dan Stewart, dan Geoves dan Messmacher. McKern dan Stewart menemukan bahwa 25% dari laki-laki umur 18 tahun telah mulai terjadi penutupan sutura sagittalis dan berjalan hingga usia 31-40 tahun, 90 % telah menyatu. Sekalipun begitu, sebagian besar tidak menyatu pada umur yang lebih tua. Sejak penyangkalan ini, studi lebih lanjut banyak dilakukan, dicatat di dalam buku Iscan & Krogman edisi 1988. Mereka menyimpulkan dari kumpulan bukti dari banyak publikasi mengenai penutupan sutura tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, atau perbedaan kanan dan kiri, Hanya penyatuan di dalam cranial yang dipelajari, sedangkan bagian luarnya tidak dipelajari. Meskipun begitu, penentuan umur dari penutupan sutura masih kurang dipercaya; mereka merasa bahwa dalam rentang usia 20-50 tahun, masih mungkin untuk dilakukan penentuan umur hanya secara decade yang benar, sedangkan untuk umur di atas tersebut sebagian besar hasilnya bervariasi. Sinkondrosis basisphenoidalis tidak dapat dimasukkan dalam kelompok ini, karena penyatuannya hanya dapat dipercaya sebagai indikator untuk minimal sekitar 20 tahun. Sutura metopik, di antara dua bagian tulang frontal, biasanya menutup pada umur sekitar 20 tahun, tapi kadang-kadang menetap hingga dewasa.

Penentuan Ras dari Sisa-Sisa Tulang Belakang Hal ini lebih sulit karena berdasarkan investigasi sebelumnya bahwa sulit untuk mengenali ciriciri ras dan banyak terjadi percampuran etnik, terutama pada imigrasi skala besar di dalam Eropa dan Amerika Utara pada beberapa tahun terakhir. Seperti biasa, pada rentang osteologis yang ekstrim menyebabkan sedikit kesulitan, seperti komentar Brothwell ketika membandingkan orang Eskimo dengan Aborigin Australia. Sayangnya, terdapat proporsi yang besar dari material tulang dan saraf secara ras, dan juga memperlihatkan gambaran ras klasik tetapi menghasilkan atipikal secara total sehingga mengakibatkan diagnosis yang tidak benar. Kriteria selanjutnya dapat digunakan, tetapi peringata umum mengenai pendapat dogmatis lebih penting pada konteks ini. Ada tiga kelompok ras utama: putih, mongoloid, dan, negroid. Sedangkan semua ras lainnya berasal dari tiga ras utama tersebut, dan secara rangka tidak dapat dibedakan, meskipun arkeolog dan antropolog bekerja pada ras utama dengan ciri-ciri lokal yang dapat membedakan grup subrasial dengan bermacam-macam tingkat kepercayaan. Hal ini sebagian besar terdapat di Amerika Utara dan dengan demikian data yang tersedia banyak berasal dari orang kulit putih, orang Amerika negro, dan orang Amerika indian. Tengkorak merupakan bukti kuat untuk menentukan asal ras; Krogman dan Isca menyatakan bahwa ras dapat ditentukan pada 95-90% kasus. Mandibula merupakan kriteria eksklusi dalam hal ini, terlepas dari gigi, yang akan dibahas pada bab yang lain. Salah satu penunjuk utama pada tengkorak mongoloid adalah cekungan ke belakang berbentuk konkaf di atas gigi seri, yang mungkin beralur pada permukaan dalam. Hal ini ditemukan oleh Hinohara pada 93% orang Jepang, 85% orang Cina, dan 68% orang Esquimax, tidak ditemukan pada orang kulit putih dan hanya 15 % pada orang Amerika negro. Lengkung zigomatikus yang lebar memberikan gambaran tipikal tulang pipi yang tinggi pada ras mongoloid, gambarannya unik di mana lebar wajah transversal lebih besar dari lebar bagian lainnya di kepala. Krogman membuat tabel secara garis besar mengenai perbedaan tengkorak pada ras secara umum, di dalamnya dia membagi kelompok kulit putih ke dalam tiga ras yaitu Nordik, Alpin, dan Mediteranian. Orang negro cenderung memiliki bentuk kepala yang panjang (dolikosefalik), orang mongoloid bentuk kepala lebih lebar (brakisefalik), sedangkan orang kulit putih bervariasi di antara kedua rentang tersebut. Bola mata orang negro letaknya lebih rendah dan lebih lebar, dibandingkan dengan orang mongoloid yang lebih tinggi dan bentuk rongga matanya lebih bulat. Lubang hidung orang negro lebih lebar dan bentuk rahang bagian bawah lebih nyata atau kuat. Terdapat perbedaan secara ras pada pelvis, tetapi pengukuran yang lebih khusus telah digambarkan oleh Todd da Lindala untuk mendeteksi ini. Iscan menyarankan bahwa dari 7983% dapat dicapai dalam membedakan orang kulit putih dari orang negro.

Tulang panjang dapat membantu, terutama tulang femur. Lebih lurus pada orang negro, lengkung anteroposterior lebih kecil. Bersama dengan tulang panjang, terutama tulang lengan bawah, orang negro lebih panjang dari rangka orang kulit putih atau mongol, bahkan untuk total panjang tubuh, proporsi lengan lebih besar. Radius dan tibia relative lebih panjang. Beberapa penulis menawarkan beberapa petunjuk panjang tulang, misalnya sebagian besar Modi, Munter, dan Shultz. Skapula telah diteliti secara ekstensif, tapi masih kurang sebagai pembeda ras. Tabel. Gambaran umum rasial pada tengkora (setelah Krogman). Gambaran Kaukasoid (tidak Termasuk Alpin) Tinggi tengkorak Panjang tengkorak Luas tengkorak Luas wajah Tinggi wajah Kontur sagittal Lubang hidung Lubang mata Bentuk langit-langit tinggi panjang sempit sempit tinggi bundar sempit bersudut sempit rendah panjang sempit sempit rendah datar lebar segi empat lebar sedang panjang lebar lebar tinggi melengkung sempit bundar sedang Negro Mongol

Identitas Individu dari Bahan-bahan Tulang Setelah kelompok umum dari ras, seks, tinggi badan, dan umur diinvestigasi, tulang juga harus diperiksa sehingga dapat memberikan identitas personal. Karakteristik individual dibagi menjadi dua tipe: (a) Bentuk anatomis yang dapat dicocokkan dengan radiologi, pengukuran, dan lain-lain. Contohnya perbandingan sinus frontalis, kraniometri, dan arsitektur tulang radiologis. (b) Abnormalitas terpisah seperti fraktur penyembuhan, prothese metal, penyakit tulang, atau defek kongenital. Beberapa artefak, seperti kawat, langsung dapat diidentifikasi bahwa tulang adalah specimen anatomis.

Pencocokan anatomis tergantunng dari informasi yang akurat dan spesifik mengenai subyek hidup dalam hubungannya dengan rangka. Beberapa informasi umumnya berupa radiografi dan berasal dari catatan klinis. Contohnya par excellence ialah dental chart dan radiografi diperoleh dari dokter gigi merupakan pencocokan yang potensial; hal ini didiskusikan pada bab 26. Jika film tengkorak tersedia dari sumber ante mortem, identitas hampir dapat dipastikan. Gambaran lateral kepala dapat dicocokkan dengan gambaran serupa yang diambil dari tengkorak, dan keduanya ternyata merupakan tanda khas anatomis yang dapat dibandingkan dan dapat dilakukan pengukuran cranial. Hal ini didiskusikan lebih jauh dalam hubungannya dengan radiologi, tetapi profil fossa pituitary dan diameter-diameter intracranial dapat langsung dikeluarkan dari pencocokan. Faktanya, jika dilihat sekilas maka dapat dikonfirmasi bahwa kedua tengkorak adalah berbeda; membuat korelasi positif membutuhkan waktu lebih dan orientasi radiografi yang akurat. Identifikasi Sinus Frontalis Hal ini telah dipelajari secara luas sejak Schuller menyarankan tehnik ini pada 1921, umumnya berguna untuk tubuh yang termutilasi atau terbakar, contohnya dari bencana yang besar seperti kecelakaan di udara. Sinus terlindungi dengan baik, tetapi kerusakan paling ekstrim dan unik adalah pertama kali dikemukakan oleh Poole pada 1931tidak ada dua orang (bahkan kembar identik sekalipun) yang memiliki profil yang sama mengenai rongga udara ini. Rongga ini terlihat pada tahun ke-2 kehidupan dan ukurannya bertambah pada hingga tahun ke-5. Rongga ini tidak terlihat pada 5% populasi, dan 1% letaknya unilateral. Jika sinus diperiksa, radiografi tegkorak anteroposterior antemortem harus ada, sumber yang paling sering yaitu dari catatan pemeriksaan sebelumnya di rumah sakit, khususnya untuk kasus trauma kepala. Tengkorak atau kepala mayat harus dirontgen pada arah dan tingkat pembesaran yang sama sehingga teknik superimposisi dapat dilakukan. Posisi dahi-hidung direkomendasikan oleh Schuller, dengan tingkat aksis tabung dengan batas supraorbital. Lekukan di atas batas sinus digunakan untuk perbandingan, lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak pada perempuan. Tesis Asherson pada 1965 merekomendasikan penggunaan plana oksipitomental Caldwell untuk radiografi, untuk mengidentifikasi sinus nasalis. Asherson merekomendasikan pencetakan bentuk sinus dalam tinta hitam pada film atau dilukis ke dalam selembar kertas. Turpin dan Tisserand memproyeksikan film mereka ke dalam layar karton dan memotongnya, kemudian mempertimbangkannya dari film ante dan postmortem untuk menentukan apakah keduanya identik. Metode radiologis lainnya dalam membandingkan identitas yaitu ppencocokan film telapak dan pergelangan tangan, profil dan struktur tulang rusuk pertama dan klavikula, dan metode kraniometrik Sassouni dan Voluter. Metode harus dicari baik dari karya tulis maupun survei yang terpercaya seperti buku teks Evans dan Knight, tetapi umumnya jika foto X-ray antemortem ada, seperti tengkorak, dada, pinggul, atau lengan, lalu perbandingan radiologis dari bahan mati dapat diabaikan dalam identitas dan banyak keadaan dapat mengkonfirmasi itu.

Radiologi juga dapat membantu penentuan umur, dari struktur internal tulang cancellous dan ketebalan kortikal caput humerus contohnya. Schranz mengembangkan kombinasi pemeriksaan visual eksternal dan gambaran radiografis, mengindikasikan bahwa caput humerus merupakan penentu yang lebih baik dari menghubungkan bagian-bagian lainnya di tulang paha. Dia membuat daftar ciri-ciri yang dapat membantu dalam menentukan umur rangka dari umur 15 hingga 75 tahun. Hal ini selanjutnya diteliti oleh Nemeskeri, bersama Ascadi, mereka memasukkan bagian proksimal tulang lengan dan paha ke dalam perhitungan penipisan korteks radiologis dan penipisan progresif apeks rongga medulla pada tulang bagian atas. Umur Tulang Salah satu identitas, sama seperti perkiraan waktu sejak meninggal, yaitu umur tulang manusia. Waktu kematian, dinyatakan dalam tahun, decade, bahkan abad, dapat membantu dalam identifikasi. Faktanya, ketika sisa-sisa tulang ditemukan tidak semuanya diidentifikasi, bahkan jika kasus tersebut criminal dan tertuduh telah lama meninggal. Ambang batas umur tersebut adalah sekitar 70 tahun, dan jika lebih dari itu maka pemeriksaan hanya dilakukan oleh sejarawan atau arkeolog. Penentuan umur dapat menemui kesulitan. Contohnya, rangka yang ditemukan 41 tahun setelah wanita dibunuh. Ketika polisi mencari tertuduh, mereka menemukan tertuduh tersebut telah meninggal sejak tiga tahun sebelum ditemukan karena penyakit koronerdemikian dinamakan pembunuh sempurna. Masalah utama dalam penentuan umur tulang adalah kondisi lingkungan yang lebih mempengaruhi keadaan tulang dibandingkan waktu itu sendiri. Di Wales, sebuah negeri bersejarah, di mana ditemukan rangka yang tidak pecah diperkirakan usianya 18000 tahun, ada banyak kemungkinan dalam pemeriksaan tulang dari banyak periode dan kondisi lingkungan. Beberapa bahan dari Romawi bahkan Abad Perunggu, yang disembunyikannya ke dalam bukit pasir yang kering atau dalam gundukan tanah perkuburan dengan drainase yang baik, terlihat masih awet. Di lain pihak, bahan yang lebih modern dikubur dalam peti di kuburan ditandai dengan batu hanya bertahan 20 tahun karena air asam yang kental merusak tulang secara terus menerus. Contoh yang lebih mengena mengenai efek kondisi lokal adalah pengamatan bahwa tulang anggota badan yang dikubur secara vertikal dengan tumpukan batu di dalam sebuah gua dalam kondisi yang sangat baik pada bagian atasnya, sedangkan bagian yang lebih bawah terkikis dan dikelilingi oleh uap. Fakta-fakta ini meyakinkan bahwa banyak kesalahan dapat dibuat dalam penentuan umur tulang jika hanya penampakan makroskopik dan pemeriksa kurang berpengalaman. Pengetahuan mengenai kondisi lingkungan di mana tulang berada sangat membantu. Beberapa tes fisikokimia membantu, tapi mereka sendiri juga tergantung dari kondisi lingkungan, kecuali tes radiokimia sedikit membantu. 1. Penampakan fisik

Tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang menempel, dalam bentuk tendon dan ligament, terutama di sekitar ujung sendi. Periosteum mungkin terlihat sebagai bahan fibrosa dekat dengan permukaan. Kartilago mungkin terdapat di permukaan sendi. Sisa ini menetap hingga waktu yang bervarisi, sesuai dengan kondisi tulang saat ditinggalkan. Hewan predator mungkin dapat memakan semua jaringan lunak dan kartilago dengan cepat, kadang-kadang dalam beberapa hari atau minggu. Jika tubuh ditinggalkan dalam dalam tempat yang terlindungi, seperti ruangan besi atau gedung tertutup, maka jaringan yang kering dapat bertahan hingga bertahun-tahun. Pada iklim sedang, tubuh yang ditinggalkan dalam keadaan terbuka dapat mengeras dalam tahun pertama, meskipun tendon dan periosteum dapat bertahan hingga 5 tahun atau lebih. Jika tubuuh meninggal pada musim gugur, pengawetan terjadi lebih lama hingga musim dingin/salju daripada meninggal di musim semi atau panas. Setelah semua jaringan lunak hilang, tulang yang baru mungkin masih dapat dibedakan dari yang lama dengan membedakan densitas tulang. Untuk periode yang bervariasi, tergantung dari kondisi penyimpanan, tulang terasa agak berminyak untuk beberapa tahun, kadang-kadang hingga satu decade jika disimpan di dalam ruangan. Sukar dibedakan dengan rangka yang lebih tua karena pengawetan stroma organik. Menggergaji tulang yang baru akan terasa sulit (terutama tulang lengan) dan akan sama sepanjang semua ketebalan. Bau jaringan organik yang terbakar akan tercium jika saat penggergajian yang kuat mengghasilkan panas. Untuk tulang yang lebih tua, ada kehilangan stroma kolage sehingga tulang lebih enteng dan mudah dipotong. Korteks luar dan zona di sekeliling rongga sumsum tulang, akan kehilangan stroma terlebih dahulu, sehingga efek sandwich dapat terlihat yang didalamnya ada cincin tengah tulang kolagen keras, setiap sisinya dilapisi oleh zona yang lebih berpori, bahan yang hancur. Hal ini tidak ditemui jika kurang dari beberapa decadebahkan beberapa abadkecuali tulang tersebut terpapar sinar matahari dan elemen-elemen lain. Mudah pecah, tampak rapuh pada tulang tua biasanya pertama kali terlihat pada ujung tulang panjang, melekat pada sendi, seperti tibia atau trochanter yang lebih besar pada tulang paha. Hal ini sering terlihat, karena lapisan luar tulang kompak lebih tipis daripada di dalamnya, sehingga tulang cancellous lunak ekstremitas lebih mudah terpapar. Proses ini terjadi dalam beberapa dekade jika tulang berada di luar, tetapi dapat tidak berubah jika terlindungi. Korteks yang tua terasa kasar dan berpori, pada yang benar-benar tua dapat rapuh atau berlekuk jika ditekan. Faktor lain yang mempengaruhi penghancuran tulang adalah ukuran dan tipe tulang itu sendiri. Selagi tulang tebal, padat seperti tulang paha atau lengan dapat bertahan untuk beberapa abad, tulang yang lebih kecil dan tipis dapat hancur dengan cepat. Tulang tengkorak, tarsal, dan karpal, jari, dan tulang tipis pada rangka wajah membusuk lebih cepat, sama seperti tulang kecil pada fetus dan bayi. 2. Tes Fisik

Sama seperti dengan penampakan fisik tulang yang terpotong, kependaran sinar ultraviolet dapat berguna untuk tes pendahuluan. Jika tulang dipotong melintang dan dilihat di bawah sinar ultraviolet, seperti dari lampu Wood, tulang yang baru akan tampak bersinar dengan warna biru keperakan melintang di semua potongan. Sesuai dengan umur tulang, lingkaran luar akan berhenti berpendar dan akan ke dalam menuju ke tengah. Pada pemeriksaan visual dan taktil, daerah yang sama akan keluar dari rongga sumsum tulang hingga menipis. Lalu pecah menjadi beberapa bagian dan cepat lenyap sehingga permukaan yang terpotong tidak berpendar. Proses ini berlangsung dalam waktu yang bervariasi, tetapi kehilangan total kependaran ultraviolet akan sempurna hingga 100-150 tahun. Tes fisik lainnya digambarkan, termasuk densitas dan pengukuran gravitas spesifik, kondisi ultrasonic, dan keadaan suhu ketika dipanasi dalam keadaan khusus. Semua kriteria ini tergantung kehilangan stroma organic dan perkembangan matriks terkalsifikais dengan struktur berpori. 3. Tes Serologis dan Kimiawi Tes positif untuk adanya hemoglobin dapat diperoleh dalam waktu yang bervariasi baik pada permukaan maupun bubuk-bubuk tulang, hal ini tergantung sensitivitas tehnik. Menggunakan metode benzidin peroksida, hasil positif diperoleh hingga umur tulang sekitar 100 tahun, meskipun sensivitas yang kurang menyebabkan negative pada awalnya. Aktivitas serologis berakhir hanya dalam waktu singkat pada tulang yang terpapar cuaca. Bubuk-bubuk tulang akan bercampur dengan konsentrasi ammonia lemah dan vakum, mungkin menghasilkan reaksi positif dengan serum antimanusia seperti Reagan Coomb untuk umur tulang sekitar 5-10 tahunsekali lagi, tergantung kondisi lingkungan. Tes kimiawi dilakukan untuk mengukur degradasi stroma protein, sehingga diketahui nitrogen total dan isi asam amino dapat berguna. Tulang kompak segar mengandung 4-5% nitrogen, akan berkurang secara progresif seiring berjalan waktu. Jika tulang mengandung lebih dari 4% nitrogen, maka umurnya lebih dari 100 tahun, tetapi jika 2-5% atau kurang, mungkin lebih dari 350 tahun. Protein sisa dapat dikonversikan ke komponen asam amino dengan pemanasan yang lama dengan 6-asam sulfat. Intisari dapat dianalisis, baik dengan metode autoanalisis atau kromatografi dua dimensi. Tulang yang segar mengandung sekitar 15 asam amino, sebagian besar berasal dari kolagen. Glisin dan alanin lebih dominan, tetapi prolin dan hidroksiprolin adalah tanda

Vous aimerez peut-être aussi