Vous êtes sur la page 1sur 31

LAPORAN PENDAHULUAN HIDROCEPALUS

A. DEFINISI Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang ruang tempat mengalirnya liquor. Keadaan dimana terjadi penambahan volume dari cairan

serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruangan sub arakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat produksi cairan serebrospinal yang berlebihan, obstruksi jalur cairan cerebrospinal maupun gangguan absorpsi cairan serebrospinal.

Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus : a. Hidrocephalus hydrocephalus) Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang Non komunikasi (nonkommunicating

berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak anak dibawah usia 12 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi

mencapai ekstrim, tanda tanda dan gejala gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala. b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus) Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala gejala peningkatan ICP) c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus) Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala gejala dan tanda tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

B. FISIOLOGI CAIRAN CEREBRO SPINALIS a. Pembentukan CSF Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA; 1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar) 2). Parenchym otak 3). Arachnoid b. Sirkulasi CSF Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat

pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir ke superior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di

supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.

c. Proses pembentukan CSS melalui dua tahap, yaitu: Tahap ke I; Pembentukan ultrafiltrat plasma oleh tekanan hidrostatika, melaluicelah endotel kapiler koroid di dalam stroma jaringan ikat di bawah epitel vili. Tahap ke II; perubahan ultrafiltrat plasma ke dalam bentuk sekresi oleh prosesmetabolisme aktif di dalam epitel khoroid. Mekanisme dari proses ini belum diketahui secara pasti, tetapi diduga merupakan aktivasi pompa Na-K-ATPase dengan bantuan enzim karbonik anhidrase. Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2-0,5% volume total per menit dan ada yang menyebut 14-38 cc/jam. Sekresi total CSS adalah 150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari. Pada neonatus jumlah total CSS berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa.(2,5,7) Pada hakekatnya susunan CSS sama seperti cairan interselular otak, ventrikel dan ruang subarakhnoid. CSS setelah diproduksi oleh pleksus khoroideus pada ventrikel lateralis akan mengalir ke ventrikel III melalui foramen Monroe. Selanjutnya melalui akuaduktus serebri (Sylvius) menuju ventrikel IV. Dari ventrikel IV sebagian besar CSS dialirkan melalui foramen Luschka dan Magendie menuju ruang subarakhnoid, setinggi medulla oblongata dan hanya sebagian kecil CSS

yang menuju kanalis sentralis. Dalam ruang subarakhnoid CSS selanjutnya menyebar ke segala arah untuk mengisi ruang subarakhnoid, serebral maupun spinal. Absorpsi CSS dilakukan oleh vili-vili arakhnoid yang jumlahnya sangat banyak pada permukaan hemisferium serebri, basis serebri dan sekeliling radiks nervi spinalis.

C. ETIOLOGI Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal Hidricephalus) Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP. Type lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya.

Pada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara 4 produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut adalah:

1. Disgenesis serebri 46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral

akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.

2. Produksi CSS yang berlebihan Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab tersering adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah belakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri yang bersangkutan.

4. Absorpsi CSS berkurang Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah: - Post meningitis - Post perdarahan subarachnoid - Kadar protein CSS yang sangat tinggi

5. Akibat atrofi serebri Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan

timbul penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi tersebut. Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya hambatan aliran CSS : o Foramen Interventrikularis Monroe Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran ventrikel lateralis ipsilateral. o Akuaduktus Serebri (Sylvius) Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua ventrikel lateralis dan ventrikel III. o Ventrikel IV Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua ventrikel lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri. o Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada kedua ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel IV. Keadaan ini dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker. o Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan mesensefalon Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh sistem ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat mesensefalon maka pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika obstruksi terjadi di tempat lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan CSS di sekitar batang otak akan menekan ventrikel otak dari luar.

D. TANDA DAN GEJALA Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah besarnya ukuran lingkar kepala anak dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar kepala terus bertambah besar, sutura-sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol atau tegang. Beberapa penderita hidrosefalus congenital dengan ukuran kepala yang besar saat dilahirkan sehingga sering mempersulit proses persalinan, bahkan beberapa kasus memerlukan operasi seksio sesaria. Tetapi sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe ini dilahirkan dengan ukuran kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan secara cepat terjadi perubahan proporsi ukuran kepalanya. Akibat penonjolan lobus frontalis, bentuk kepala cenderung menjadi brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker dimana kepala cenderung berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari lobus oksipitalis akibat pembesaran fossa posterior. Sering dijumpai adanya Setting Sun Appearance Sign, yaitu adanya retraksi dari kelopak mata dan sklera menonjol keluar karena adanya penekanan ke depan bawah dari isi ruang orbita, serta gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola mata nampak seperti matahari terbenam. Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena subkutan. Pada perkusi kepala anak akan terdengar suara cracked pot, berupa seperti suara kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain seperti gangguan tingkat kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental, kegagalan untuk tumbuh secara optimal. Pada pasien-pasien tipe ini biasanya tidak dijumpai adanya papil edema, tapi pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat dan penglihatan kabur. Secara pelan sikap tubuh anak menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau ekstensi pada tungkai. Gerakan anak menjadi lemah, dan kadang-kadang lengan jadi gemetar.

E. DIAGNOSIS CT Scan Sistenogram radioisotop dengan scan . USG Rontgen Kepala Lingkar Kepala Ventrikulografi

Pengambilan Cairan Serebrospinal Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.

Indikasi Lumbal Punksi: 1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi 2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi 3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada 4. pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi

Kontra Indikasi Lumbal Punski: 1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema 2. Penyakit kardiopulmonal yang berat 3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

Persiapan Lumbal Punksi: 1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP 2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan 3. pasen/keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggi

Teknik Lumbal Punksi: 1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut. 2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. pada bayi dan anak setinggi intervertebrale l4-5 3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi 4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL 5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala. 6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.

Komplikasi Lumbal Punksi 1. Sakit kepala 2. Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena pengurangan cairan serebrospinal 3. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot 4. Infeksi 5. Herniasi 6. Untrakranial subdural hematom 7. Hematom dengan penekanan pada radiks 8. tumor epidermoid intraspinal

F. PENATALAKSANAAN Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular,

ventrikuloperitoneal) shunt Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan kedalam ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium dimana akan terjadi absorbsi kelebihan CSF. Penatalaksanaan gizi, klien diberi asupan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein Terapi medikamentosa Terapi pintas/shunting Ada 2 macam cara yang dapat digunakan : 1. Eksternal CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luas, dan bersifat hanya sementara. Misalnya pungsi lumbal untuk terapi hidrosepalus tekanan normal 2. Internal a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain b) Lumbo peritoneal shunt CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka. Tekhnik shunting : Sebuah kateter ventricular diamsukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis. Sebuah katub yang terdapat dalam system shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma, maupun yang terletak di distal dengan katub berbentuk celah. Katub ini akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-

10

150 mm H20. Ventrikulo-atrial shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui V.jugularis Interna (dengan thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7). Ventrikulo-Peritoneal shunt

a. Selang slastik ditanam dalam lapisan subkutan b. Ujung distal kateter ditempatkan pada ruang peritoneum

G. PENATALAKSANAAN PERAWATAN KHUSUS Hal hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut : 1) Post Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi. 2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa. 3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan. 4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan. 5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh); gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.

H. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu: Sistem Ventrikel Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, amsing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornuinferior, badan dan atrium.

11

Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

Meningen dan ruang subarakhnoid Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis dipermukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat

12

dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.

Ruang Epidural Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural

Ruang Subdural Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif. Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan

13

ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dengan bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS. Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik. Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke

14

dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi

15

Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi mg dan klorida yang lebih tinggi. ph css lebihrendah dari darah.

CSS mempunyai fungsi: 1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf. 2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak 3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid. 4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke css dan transportasi ke sisi lain melalui. 5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarachnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

Cairan Serebrospinal Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan memperhatikan:

a. Warna Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul

16

dari protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.

b. Tekanan Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk. Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarachnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-

17

keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe. Kelainan tersebut bisaberupa kelainan bawaan atau didapat.

c. Jumlah sel Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.

d. Glukosa Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal

18

dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rheumatoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.

e. Protein Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. Pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan

peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing

19

panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.

f. Elektrolit Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdapat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.

g. Osmolaritas Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS. h. PH Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis danmetabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

I.

INSIDEN Insiden hidrosepalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosepalus congenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran. Dan 11-43 % disebabkan oleh stenosis aquaductus cerebri. Tidak ada perbedaan bermakna insiden untuk kedua jenis kelamin, juga dalam perbedaan ras. Hidrocepalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toxoplasmosis. Hidrocepalus infantile 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan

subarachnoid dan meningitis dan kurang dari 46% akibat tumor fossa posterior.

20

J.

PROGNOSIS Hidrosepalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologi serta kecerdasan. Dan kelompok yang tidak diterapi, 5070% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosepalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal. Pada kelompok yang di operasi, angka kematian karena berkisar 7%. Setelah di operasi sekitar 5% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali untuk anak hidrosepalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisplin.

21

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN Anamnese 1) Riwayat penyakit / keluhan utama Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer. 2) Riwayat Perkembangan Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku. Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur. Keluhan sakit perut.

Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi : Anak dapat melioha keatas atau tidak. Pembesaran kepala. Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.

2) Palpasi Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar. Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak. 3) Pemeriksaan Mata Akomodasi. Gerakan bola mata. Luas lapang pandang Konvergensi. Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.

22

Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

Observasi Tanda tanda vital Didapatkan data data sebagai berikut : Peningkatan sistole tekanan darah. Penurunan nadi / Bradicardia. Peningkatan frekwensi pernapasan.

Diagnosa Klinis : Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang ) Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi Crakedpot (Mercewens Sign) Opthalmoscopy : Edema Pupil. CT Scan Memperlihatkan (non invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pre Operatif 1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut berhubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial . Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang Kriteria hasil : Nyeri berkurang, tidak ada grimace meringis Kesakitan, Kepala mengecil Rencana Keperawatan : 1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi

23

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri 3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit. R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut. 4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut. 5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti

asetaminofen,kodein) R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.

2) Kecemasan sehubungan dengan keadaan yang akan mengalami operasi. Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya. Tujuan : Setelah dilakukan pendekatan dan intervensi Kecemasan berkurang atau dapat diatasi. Kriteria Hasil : kecemasan berkurang Rencana keperawatan : 1. Kaji status mental dan tingakt ansietas dari pasien/keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau nonverbal R/ Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu 2. Berikan penjelasan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan R/ Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan. 3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya

24

R/ Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan 4. Libatkan keluarga dalam perawatan, perencanaan, motivasi dan membuat keputusan R/ Meningkatkan rasa control terhadap diri dan meningkatkan kemandirian serta dukungan.

3) Resiko Kekurangan cairan sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah. Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Kriteria Hasil : muntah berkurang dan pemasukan cairan meningkat Rencana keperawatan : 1. Kaji tanda vital, peningkatan suhu/demam memanjang, takikardi, hipotensi ortostatik R/ peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik 2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah) R/ Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan 3. Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter uruine, hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian 4. Tekankan cairan sedikitnya 250cc/hari atau sesuai indikasi R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko dehidrasi 5. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi (antipiretik,

25

antiemetic) R/ Berguna menurunkan kehilangan cairan 6. Berikan cairan IV sesuai keperluan R/ Pada adanya penurunan masuka/banyak kehilangan,

penggunaan parenteral dapat memperbaiki kekurangan Post Operatif. 1) Nyeri akut sehubungan dengan post operasi dilakukan pemasangan shunt. Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang Kriteria hasil: Skala nyeri berkurang (1-3), Grimace kesakitan berkurang Rencana Keperawatan : 1. Berikan ruangan/lingkungan yang tenang sesuai indikasi R/ Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi 2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting R/ Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri 3. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit. R/ Menurunkan iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut. 4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu R/ Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut. 5. Berikan tindakan kolaboratif pemberian analgesic (seperti

asetaminofen,kodein) R/ Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.

26

6. Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut. 7. Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan lahan dengan interval yang telah ditentukan. R/ Mencegah terjadinya infeksi dan pemyebaran cairan terlalu luas 8. Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt. R/ Menjaga kestabilan kondisi pasien 9. Berikan posisi yang nyaman. Hindari posisi pada tempat dilakukan shunt. R/ Meningkatkan rasa nyaman bagi pasien 10. Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat) R/ Indikator adanya masalah pada nyeri 11. Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya. R/ Memudahkan untuk mengatasi nyeri pasien

2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat. Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi gangguan nutrisi. Kriteria Hasil : Adanya peningkatan BB, Turgor kulit normal, Mukosa bibir normal, output dan input seimbang Rencana Keperawatan : 1. Kaji kemampuan pasien untuk menelan, mengunyah, batuk dan mengatasi sekresi R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi 2. Timbang berat badan sesuai indikasi R/ mengebaluasi kefektifan atau kebutuhan mengubah status

27

pemberian nutrisi 3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur pasien selama makan atau selama pemberian makan lewat NGT R/ menurunkan resiko terjadinya aspirasi 4. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering R/ Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan 5. Konsultasi dengan ahli gizi R/ Merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada berat badan, usia, penyakit. 6. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti leawat selang NG, member makanan lunak dan cairan agak kental R/ Pemilihan rute tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien 7. Pertahankan kebersihan oral (mulut) R/ Meningkatkan nafsu makan pasien

3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi Kriteria Hasil : suhu tubuh normal, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak terjadi komplikasi. Rencana Keperawatan: 1. Monitor terhadap tanda tanda infeksi. R/ Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut 2. Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan R/ Menurunkan resiko infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi semakin meluas 3. Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh. R/ Timbulnya pengingkatan suhu sebagai indikasi adanya infeksi

28

4. Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt. R/ Mencegah terjadi penyebaran infeksi dan mengontrol pemajanan infeksi

4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit sehubungan dengan imobilisasi. Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur. Kriteria Hasil : tidak terdapat iritasi pada kulit, keadaan kulit kering dab bersih Rencana keperawatan : 1. Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam. R/ Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol 2. Obsevasi terhadap tanda tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur. R/ Mencegah adanya kerusakan kulit yang bertambah parah 3. Jasgalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur. R/ Mencegah adanya iritasi pada kulit 4. Berikan latihan secara pasif dan perlahan lahan R/ Menstimulasi sirkulasi, menigkatkan nutris sel atau oksigenasi jaringan, meningkatkan kesehatan jaringan

29

Patofisioliogi

Kelainan bawaan (infeksi,neoplasma, perdarahan) Virus/bakteri masuk jaringan otak

Malformasi

Ketidakseimbangan sekresi dan absorbsi CSS Akumulasi CSS di ventrikel

Obstruksi Dilatasi proksimal sampai tempat obstruksi

Peradangan otak

Dilatasi bagian ventrikel Menekan Otot

Pembentukan transudat dan eksudat

Edema otak

Sebelum penutupan sutura

Setelah penutupan sutura

Gangguan perfusi kerusakan jaringan cerebral

Kesadaran Pembesaran tulang tengkorak Hidrocepalus Gangguan aliran darah ke otak TIK Nyeri kepala Kerusakan integritas kulit Sutura terbuka Resiko trauma

Tirah baring

Mual muntah Perfusi jaringan cerebral tidak efektif (perubahan perfusi cerebral)

Nyeri akut

Perubahan nutrisi

30

TIK Dilakukan tindakan bedah VP shunt Insisi bagian kepala dan abdomen Memasukkan kateter ke ventrikel otak dan peritonium Luka bekas jahitan di kepala dan abdomen Merangsang pusat nyeri di otak Pelepasan mediator nyeri Aktivitas motorik tidak terkontrol Respon nyeri Penurunan kesadaran Nyeri Resiko trauma

Membutuhkan perawatan post operasi Kegelisahan pasien

Perubahan jaringan kulit

Kerusakan integritas kulit

31

Vous aimerez peut-être aussi