Vous êtes sur la page 1sur 14

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN Ny. A DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL DI RUMAH SAKIT UMUM P KOTA G A. Uraian Kasus Ny.

A usia 35 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 4 hari yang lalu disertai batuk berdahak, berwarna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Sesak nafas dirasakan hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakan bertambah berat pada malam hari, saat hawa dingin, dan bila klien terpapar dengan debu serta bau-bauan yang menyengat. Sesak nafas dirasakan berkurang bila siang hari dan juga bila klien tidur/berbaring dengan menambah bantal sebanyak 2-3 buah. Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan yang sama kemudian berobat ke rumah sakit dan mendapatkan obat semprot yang dihisap melalui mulut untuk mengurangi keluhan sesaknya. Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat dan pada keluarga ada anggota keluarga yang menderita keluhan dan penyakit yang sama (kakek dan anak laki-laki klien). Pada pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal. Bila sesak nafas terdengar suara mengi/wheezing diseluruh lapang paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dan pemeriksaan tanda vital, yaitu: nadi (HR) 120x/menit, pernafasan (RR) 40x/menit, tekanan darah (BP) 120/90 mmHg, dan suhu (T) 37,3oC. Dari data didapatkan klien berusaha bernapas dengan menggunakan asesoris pernapasan yaitu pernapasan cuping hidung dan retraksi interkosta. B. Pengkajian 1. Anamnesa a) Identitas Klien Nama : Ny.A Umur : 35 tahun b) Alasan Masuk (Keluhan Utama) Klien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 4 hari yang lalu disertai batuk berdahak, berwarna putih agak kental dan sulit dikeluarkan.

c) Riwayat Penyakit Dahulu Klien merasakan sesak nafas sudah sejak 5 tahun yang lalu, dimana sesak nafas yang dirasakan hilang timbul. Sesak nafas dirasakan bertambah berat pada malam hari, saat hawa dingin, dan bila klien terpapar dengan debu serta bau-bauan yang menyengat. Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan yang sama kemudian berobat ke rumah sakit dan mendapatkan obat semprot yang dihisap melalui mulut untuk mengurangi keluhan sesaknya. d) Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga klien ada anggota keluarga yang menderita keluhan dan penyakit yang sama (kakek dan anak laki-laki klien). 2. Pemeriksaan Fisik a) Tingkat Kesadaran: Compos mentis b) TTV: (1) BP (2) RR (3) HR (4) T : 120/90 mmHg : 40 x/menit : 120 x/menit : 37,3oC

3. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal dan terdengar wheezing diseluruh lapang paru.

C. Analisa Data
No 1 Data DS: DO: 1. Tanda-tanda vital BP=120/90 mmHg RR=40 x/menit HR=120 x/menit T=37,3oC 2. Klien tampak berusaha bernapas dengan menggunakan asesoris pernapasan yaitu pernapasan cuping hidung dan retraksi interkosta. 3. Saat klien sesak nafas terdengar suara mengi/wheezing. Etiologi Pencetus serangan (alergen) Reaksi antigen & antibodi Dikeluarkannya substansi vasoaktif (histamin, bradikinin, & anafilaksin) Kontraksi otot polos Bronkospasme Wheezing Pola nafas tidak efektif Masalah Keperawatan Pola nafas tidak efektif

DS: 1. Klien mengatakan dahak sulit untuk dikeluarkan. DO: 1. Tanda-tanda vital BP=120/90 mmHg RR=40 x/menit HR=120 x/menit T=37,3oC 2. Sesak nafas disertai batuk berdahak, berwarna putih agak kental. 3. Klien tampak kesulitan dalam mengeluarkan dahak. 4. Saat klien sesak nafas terdengar suara mengi/wheezing.

Pencetus serangan (alergen) Reaksi antigen & antibodi Dikeluarkannya substansi vasoaktif (histamin, bradikinin, & anafilaksin) permeabilitas kapiler Kontraksi otot polos Edema mukosa Hipersekresi Obstruksi jalan nafas Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

D. Web of Caution (WOC)


Pencetus serangan (alergen)

Reaksi antigen & antibodi

Dikeluarkannya substansi vasoaktif (histamin, bradikinin, & anafilatoksin)

Kontraksi otot polos

permeabilitas kapiler

Bronchospasme

Kontraksi otot polos Edema mukosa Hipersekresi

Wheezing Obstruksi jalan napas Pola nafas tidak efektif Bersihan jalan napas tidak efektif Gambar 14. Web of Caution kasus asma

E. Asuhan Keperawatan
No 1 Diagnosa Keperawatan Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai oksigen berkurang (bronkospasme) Tujuan/Kriteria Hasil Perbaikan pola nafas dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Mempertahank an ventilasi adekuat dengan menunjukan RR=16-20 x/menit dan irama napas teratur. 2. Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain. 3. Pasien dapat melakukan pernafasan dalam. Pencapaian bersihan jalan napas dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Mempertahank an jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas. 2. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi Rasional

1. Memaksimalkan Kolaborasi 1. Berikan bernapas dan oksigen menurunkan kerja tambahan. napas. 2. Duduk tinggi Mandiri 2. Tinggikan memungkinkan kepala dan ekspansi paru dan bantu memudahkan mengubah pernapasan. posisi. 3. Membantu pasien Berikan memperpanjang waktu posisi semi ekspirasi sehingga fowler. pasien akan bernapas 3. Ajarkan lebih efektif dan pasien efisien. pernapasan dalam.

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme) , penumpukan sekret, sekret kental.

1.

2.

3.

4.

5.

Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi bronkodilato r. Mandiri Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/eks pirasi. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu. Tempatkan posisi yang nyaman

1. Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. 2. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius. 3. Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. 4. Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. 5. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi

pada pasien, pernafasan dengan contoh: menggunakan meninggikan gravitasi. kepala 6. Pencetus tipe alergi tempat tidur, pernafasan dapat duduk pada mentriger episode sandara akut. tempat tidur. 7. Hidrasi membantu 6. Pertahankan menurunkan polusi kekentalan sekret, lingkungan penggunaan cairan minimum, hangat dapat contoh: menurunkan debu, asap kekentalan sekret, dll. penggunaan cairan 7. Tingkatkan hangat dapat masukan menurunkan spasme cairan bronkus. sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi 1. Penatalaksanan Farmakologi Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang

mereka derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai

pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang. Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut: a) Obat-obat anti peradangan (preventer) (1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang (2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan produksi lendir (3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma yang berupa alergen. (4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang (5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat efektivitasnya ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide], budesonide [Pulmicort], fluticasone [Flixotide], mometasone [Asmanex], dan montelukast [Singulair] secara bertahap

mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet. b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline). (1) Salmeterol Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan mengendurkan oto-otot yang

mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun. (2) Teofilin Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir kopi) dan termasuk

bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif. (3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol. Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepastunda (extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing. Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen. c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator) Misalnya salbutamol [Ventolin], terbutaline [Bricanyl],

formoterol [Foradil, Oxis], dan salmeterol [Serevent] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu. d) Obat-obatan kortikosteroid oral Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk bekerja,

sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan. Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis

kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya. Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan

kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja. (1) Prednison (Prednisone) Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini disajikan dalam bentuk pil maupun sirup. (2) Prednisolon (Prednisolone) Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml. (3) Metilprednisolon (Methylprednisolone) Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous. (4) Deksametason (Dexamethasone) Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat. e) Alat-alat hirup Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan

untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metereddose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang

konsisten/terukur dengan setiap semprotan. Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang

mengembang menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya. Berikut ini adalah cara menggunakan alat hirup dosis terukur (Metered Dose Inhaler/MDI), yaitu: 1. Lepaskan tutup dari moncong alat hirup, dan kocok tabungnya; 2. Embus atau buang napas Anda sewajarnya; 3. Taruh moncong tabung di mulut Anda, dan dongakkan sedikit kepala Anda ke belakang; 4. Mulai menarik napas, kemudian tekan tabung untuk melepas satu semprotan; 5. Teruskan menarik napas hingga paru-paru Anda rasanya penuh. f) Peak Flow Meter Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program pengendalian asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan asma. Berpegang pada prinsip bahwa untuk menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya, maka orangtua anak penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma sendiri harus menguasai cara mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya kemudian adalah mengambil langkah yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut. Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah, termasuk oleh anak-anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur kekuatan embusan napas pemakainya. Ada tiga hal yang

mempengaruhi kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paruparunya, besar usahanya dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran pernapasannya. Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan mengisi paru-parunya sepenuh mungkin, kemudian meniup ke dalam Peak Flow Meter secepatnya dengan sekuat-kuatnya. Seseorang yang saluran pernapasannya menyempit, tidak akan bisa meniup sekuat bila saluran pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari datangnya serangan asma bisanya terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow Meter seseorang. Ini bahkan sebelum muncul gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak napas. Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita membandingkan hasil pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari orang tersebut. Untuk memperoleh patokan terbaik seseorang, lakukan pengukuran dengan Peak Flow Meter pada waktu orang tersebut berada dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya. Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada dalam rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari kondisi terbaik ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda akan datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah, berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari keharusan dirawat di UGD. 2. Penatalaksanan Non Farmakologi Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanamantanaman herbal dalam penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman herbal sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau pengobatan menggunakan ramuan herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan asma, yaitu:

a) Resep 1 15 g kulit jeruk mandarin kering (1) Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring. (2) Minum selagi hangat. (3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008). b) Resep 2 5 g adas 5 batang serai 20 jari kayu manis 20 g jahe merah 30 g pegagan segar (15 g keringi) Gula aren secukupnya (1) Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring. (2) Minum selagi hangat. (3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008). c) Resep 3 3 g bunga melati kering (10 g segar) 7 lembar daun jinten (1) Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring. (2) Minum selagi hangat. (3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008). d) Resep 4 200 g lobak putih 3 siung bawang putih 30 g kencur (1) Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring. (2) Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat. (3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008). e) Resep 5 (pemakaian luar) Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm

(1) Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu ruas tulang paling menonjol yang terletak antara ruas tulang belakang leher ketujuh dan ruas tulang belakang dada yang pertama. (2) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008). f) Resep 6 6 buah biji cermai 8 butir bawang merah 8 butir buah lengkeng 4 potong akar kara (1) Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah gelas. (2) Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009). Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi yang dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

Gambar 15. Area dilakukan memijatan

G. Health Education (Pendidikan Kesehatan) Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha meningkatkan cara penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu penyakit biasa yang bisa dikendalikan. Namun, asma juga penyakit yang bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya bisa membaik dan memburuk dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering penanganannya harus ditinjau ulang dan diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang efektif antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal ini sebaiknya sang pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang: 1. Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang menyangkut dirinya sendiri; 2. Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masing-masing obat; 3. Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma secara benar; 4. Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan; 5. Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan; 6. Penulisan rencana tindakan (Action Plan); Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang memburuk, dan rencana ini harus dimiliki oleh setiap penderita asma. Rencana tindakan menyesuaikan dengan tingakat keparahan gejala, sehingga si penderita punya pegangan dalam usaha mengendalikan asmanya (Hadibroto & Alam, 2006). Lengkapnya rencana ini bisa: a) Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan atau mengurangi, dan menambah obat-obatan yang digunakan. b) Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien tidak membaik. c) Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang lebih gawat.

Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali. 7. Pengisian Buku Harian asma.

Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat gejala-gejala asma, obat-obatan yang digunakan, dan catatan prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala semuanya tercatat, sang pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang mengindikasikan bahwa asmanya mulai lepas kendali. Dengan demikian ia bisa menyesuaikan pengobatannya berdasarkan Rencana Tindakan. Buku Harian asma digunakan bersama dengan Rencana Tindakan, yang disiapkan di bawah pengawasan dan persetujuan dokter yang merawat.

Gambar 16. Catatan harian asma

Vous aimerez peut-être aussi