Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun. Di Indonesia sendiri walaupun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan akurat belum ada, dengan meningkatnya harapan hidup tendensi peningkatan kasus stroke akan meningkat di masa yang akan datang. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermat (Kelompok Studi Serebrovaskular dan Neurogeriatri Perdossi,1999)

Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit dan perawatan, dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama mortalitas dan morbiditasnya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5% (Misbach, 2007).

Oleh

karena untuk

tingginya

kejadianstroke karena

dan

adanya sebab,

kecenderungan

meningkat

berbagai

menyebabkan usaha pemerintah dalam menekan angka kematian dan derajat kecacatan akibat stroke lebih ditujukan pada penanganan saat pasien stroke dirawat di rumah sakit.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang menurunkan angka kematian, memperbaiki pasien-pasien status stroke. terorganisir dalam unit stroke akan menurunkan angka kecacatan, dan pasien dari stroke. Unit stroke

fungsional Kajian

direkomendasikan sebagai unit terpadu multidisiplin yang menangani sistematis berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan efektivitas unit stroke dalam memberikan pelayanan stroke. B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisikan pengeritan Stroke. 2. Untuk mengetahui etiologi Stroke. 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Stroke. 4. Untuk mengetahui terapi Stroke. 5. Untuk mengetahui prognosis stroke

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi serangan otak atau brain attacks yang terjadi jika aliran darah ke otak tersumbat atau jika pembuluh darah otak pecah.. (Dr. MOCH. BAHRUDIN, SpS)

B. Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya :

Transient Ischemic Attack (TIA) Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja.

Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa.

Complete stroke Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa.

Stroke in Evolution (Progressive Stroke) Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.

C. Etiologi Ketika stroke telah didiagnosis, berbagai penelitian lain dapat dilakukan untuk menentukan etiologi yang mendasari. Dengan pengobatan saat ini dan pilihan diagnosis yang tersedia, itu adalah penting untuk menentukan apakah ada sumber emboli perifer. Seleksi tes mungkin berbeda, karena penyebab stroke bervariasi dengan usia, komorbiditas dan presentasi klinis. Teknik yang umum digunakan termasuk:

studi USG / Doppler arteri karotid (untuk mendeteksi stenosis

karotis) atau diseksi dari arteri precerebral

elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram (untuk

mengidentifikasi aritmia dan resultan gumpalan di hati yang dapat menyebar ke pembuluh otak melalui aliran darah)

Holter monitor sebuah studi untuk mengidentifikasi aritmia

intermiten

angiogram dari pembuluh darah serebral (jika berdarah

diperkirakan berasal dari suatu aneurisma atau malformasi arteriovenosa)

tes darah untuk menentukan hiperkolesterolemia, diatesis

perdarahan dan jarang beberapa penyebab seperti homocysteinuria D. Epidiomologi Kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin banyak kemungkinannya untuk terserang stroke. Bila dipukul rata dapat dikatakan bahwa angka kejadian (insiden) stroke adalah 200 per 100.000 penduduk setiap tahun, bila dipilah menurut usia maka angka ini menjadi 4

sebagai berikut : pada kelompok usia 35-44 tahun, insidennya ialah 0,2 per seribu. Pada kelompok usia 45-54 tahun, 0.7 per seribu. Kelompok usia 55-64 tahun, 1,8 per seribu. Usia 65-74 tahun 2,7 per seribu. Usia 75-84 tahun 10,4 per seribu dan usia 85 tahun keatas 13,9 per seribu. Ditaksir bahwa dari 1000 orang yang berusia 55-64 tahun, dalam setahun 1,8 orang atau kira-kira 2 orang mendapat stroke (Lumbantobing, 2003). Hampir hemorrhagik sebagian terjadi besar pada pasien atau sebesar 83%

mengalami stroke hemorragik. Hampir 70 persen kasus stroke penderita hipertensi. Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan makanan berbahaya (junk food) telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke merupakan serangan otak yang timbulnya

mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru yang Indonesia. Diperkirakan Dari ada 500.000 tersebut, penduduk terkena stroke. jumlah

sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Dari hasil survei yang dilakukan pada program Rehabilitasi 5

Bersumber Daya Masyarakat (RBM), dari kelurahan Sobokerto diperoleh data terdapat kasus stroke sebanyak 7 kasus dari 66 gangguan lain.Melihat kenyataan tersebut, maka sudah menjadi keharusan bagi dunia kesehatan untuk lebih memperhatikan penyakit ini.

E. Manifestasi klinis Manifestasi stroke tergantung besarnya lesi bisa terjadi : 1) Hemiparese / hemiplegia 2) Hemiparestesia 3) Afasia / diafasia motorik atau sensorik 4) Hemianopsi 5) Dysartria 6) Muka tidak simetris 7) Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkordinasi

Tergantung dari lokasi lesi maka terjadi gangguan berupa : 1. Bila lesi terjadi di cerebrum Maka gangguan gerakan tangkas diiringi dengan tandatanda gangguan upper motoneuron seperti : a) Meningkatnya tonus otot pada sisi yang lumpuh b) Meningkatnya refleks tendon pada sisi yang lumpuh c) Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh. 2. Bila lesi terjadi di cerebelum Maka gangguan ketangkasan gerakan diiringi tanda-tanda :

a) Menurunnya tonus otot pada sisi terganggunya gerakan tangkas b) Menurunnya refleks tendon pada sisi terganggunya gerakan tangkas c) Refleks patologis negatif.

Hasil penyelidikan pada zaman pra-CT scan mengungkapkan bahwa stroke yang didiagnose secara klinis dan kemudian diverifikasi oleh autopsy penyebabnya adalah : 1.) 2.) 3.) 4.) 5.) 52-70% disebabkan oleh infark non emboli 7- 25% disebabkan oleh perdarahan intraserebral primer 5-10% disebabkan karena perdarahan subaraknoidal 7-9% tidak diketahui penyebabnya 6% adalah kasus TIA yang pada autopsy tidak memperhatikan kelainan 6.) 7.) 2-5% disebabkan oleh emboli 3% disebabkan oleh neoplasma.

Setelah CT scan digunakan secara rutin dalam kasus-kasus stroke,diketahui bahwa : 1.) 2.) 81% stroke non-hemoragik 9% stroke hemoragik

F. KLASIFIKASI 1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari. 7

a.

Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of serebral vessels).

b.

Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of serebral vesels).

2.

Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental). a. Perdarahan hemorrhage),gejalanya: (1. (2. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi atau marah. (3. (4. Mual atau muntah pada permulaan serangan. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan. (5. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65 % terjadi kurang dari jam sampai 2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari). b. (1. (2. (3. (4. Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage). Nyeri kepala hebat dan mendadak. Kesadaran sering terganggu dan sangat berfariasi. Ada gejala dan tanda meningeal. Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. intra serebral (parenchymatous

G. Patogenesis dan Patofisiologi

Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, yang terdapat di kulit dan
8

jaringan lain. Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan, yaitu rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada umumnya, nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu, sedangkan nyeri lambat dapat diperoleh dari ketiganya. Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam asetilkolin, dan enzim proteolitik. Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara langsung merangsangnya. Satu zat kimia yang terlihat mengakibatkan rasa nyeri lebih hebat daripada yang lain adalah bradikinin. Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan kecepatan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh pengaruh lain selain panas (diatas 45C), seperti infeksi bakteri, iskemia jaringan, kontusio jaringan, dan lain sebagainya (Guyton dan Hall, 2007).

H. Prognosis Cacat mempengaruhi 75 % dari penderita stroke yang cukup untuk mengurangi kerja mereka . Stroke dapat mempengaruhi pasien secara fisik , mental, emosional , atau kombinasi dari ketiganya. Hasil stroke sangat bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi lesi . Disfungsi sesuai dengan daerah di otak yang telah rusak . Beberapa cacat fisik yang dapat hasil dari stroke meliputi kelumpuhan , mati rasa , luka tekanan , pneumonia, inkontinensia , apraxia ( ketidakmampuan untuk melakukan gerakan-gerakan belajar ) , kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari , kehilangan nafsu makan , kehilangan pidato , kehilangan penglihatan , dan nyeri . Jika stroke cukup parah , atau di lokasi tertentu seperti bagian batang otak , koma atau kematian dapat terjadi.

Masalah emosional akibat stroke dapat disebabkan kerusakan langsung ke pusat-pusat emosi di otak atau dari frustrasi dan kesulitan beradaptasi dengan keterbatasan baru. Kesulitan emosional pasca stroke termasuk kecemasan , serangan panik , mempengaruhi datar ( kegagalan untuk mengekspresikan emosi ) , mania , apatis , dan 9

psikosis

30 sampai 50 % dari penderita stroke menderita depresi pasca stroke , yang ditandai dengan kelesuan , lekas marah , gangguan tidur , menurunkan harga diri , dan penarikan . Depresi dapat mengurangi motivasi dan memperburuk hasil , tetapi dapat diobati dengan antidepresan .

Labilitas emosional , konsekuensi lain dari stroke, menyebabkan pasien untuk beralih cepat antara tertinggi dan terendah emosional dan untuk mengekspresikan emosi tidak tepat , misalnya dengan kelebihan tertawa atau menangis dengan sedikit atau tanpa provokasi . Sementara ekspresi emosi biasanya sesuai dengan emosi yang sebenarnya pasien , bentuk yang lebih parah dari labilitas emosional menyebabkan pasien untuk tertawa dan menangis patologis , tanpa memperhatikan konteks atau emosi. Labilitas emosional terjadi pada sekitar 20 % pasien stroke .

Defisit kognitif akibat stroke meliputi gangguan persepsi , masalah bicara , demensia , dan masalah dengan perhatian dan memori . Seorang penderita stroke mungkin tidak menyadari cacat nya sendiri , suatu kondisi yang disebut anosognosia . Dalam kondisi yang disebut kelalaian hemispatial , pasien tidak dapat hadir untuk apa pun di sisi berlawanan ruang untuk belahan bumi yang rusak .

Sampai dengan 10 % dari semua pasien stroke mengalami kejang , paling sering pada minggu berikutnya untuk acara; keparahan stroke meningkatkan kemungkinan kejang I. Terapi Idealnya , orang-orang yang pernah stroke yang dirawat di "unit stroke yang " , daerah lingkungan atau dedicated di rumah sakit dikelola oleh perawat dan terapis dengan pengalaman dalam pengobatan stroke. Telah menunjukkan bahwa orang dirawat di unit 10

stroke

memiliki

kesempatan

lebih tinggi untuk bertahan

hidup

daripada mereka mengaku di tempat lain di rumah sakit , bahkan jika mereka sedang dirawat oleh dokter dengan pengalaman pada stroke . Terapi pembesaran medis gumpalan lainnya atau ditujukan mencegah untuk meminimalkan baru dari

pembekuan

pembentukan . Untuk tujuan ini , pengobatan dengan obat-obatan seperti aspirin , clopidogrel dan dipyridamole dapat diberikan untuk mencegah platelet menggabungkan .

Selain terapi definitif , manajemen stroke akut termasuk kontrol gula darah , memastikan pasien memiliki oksigenasi yang memadai dan cairan infus yang memadai . Pasien mungkin akan diposisikan dengan kepala mereka rata di tandu , daripada duduk , untuk meningkatkan aliran darah ke otak . Adalah umum bagi tekanan darah akan meningkat segera setelah stroke . Meskipun tekanan darah tinggi dapat menyebabkan beberapa stroke , hipertensi selama stroke akut diinginkan untuk memungkinkan aliran darah yang memadai ke otak . trombolisis Dalam meningkatkan jumlah pusat-pusat stroke primer, farmakologi trombolisis ( " gumpalan penghilang " ) dengan obat aktivator jaringan plasminogen ( TPA ) , digunakan untuk melarutkan bekuan dan membuka blokir arteri . Namun , penggunaan TPA pada stroke akut adalah kontroversial . Di satu sisi , hal ini didukung oleh American Heart Association dan American Academy of Neurology sebagai pengobatan yang dianjurkan untuk stroke akut dalam waktu tiga jam dari timbulnya gejala selama tidak ada kontraindikasi lain (seperti nilai-nilai laboratorium abnormal, tekanan darah tinggi , atau operasi baru-baru ini ) . Posisi ini untuk TPA didasarkan pada temuan dua studi oleh satu kelompok peneliti yang menunjukkan bahwa TPA meningkatkan peluang untuk hasil saraf yang baik . Ketika diberikan dalam tiga jam pertama , 39 % dari semua pasien yang dirawat dengan TPA memiliki hasil yang baik pada tiga bulan , hanya 26 % dari pasien dikontrol plasebo memiliki hasil fungsional yang baik . 11

Sebuah studi terbaru menggunakan alteplase untuk trombolisis pada stroke iskemik menunjukkan manfaat klinis dengan administrasi 3-4,5 jam setelah onset stroke . Namun, dalam sidang NINDS 6,4 % pasien dengan stroke besar dikembangkan substansial pendarahan otak sebagai komplikasi dari yang diberikan TPA . TPA sering disalahartikan sebagai " peluru ajaib " dan penting bagi pasien untuk menyadari bahwa meskipun studi yang mendukung penggunaan , beberapa data yang cacat dan keamanan dan kemanjuran dari TPA adalah kontroversial .

Sebuah penelitian baru menemukan kematian yang lebih tinggi di antara pasien yang menerima TPA dibandingkan dengan mereka yang tidak. Selain itu, adalah posisi American Academy of Emergency Medicine bahwa bukti objektif tentang kemanjuran , keamanan , dan penerapan TPA untuk stroke iskemik akut tidak cukup untuk menjamin klasifikasinya thrombectomy sebagai standar perawatan . mekanik

Intervensi lain untuk stroke iskemik akut adalah pengangkatan trombus menyinggung secara langsung . Hal ini dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam arteri femoralis , mengarahkan ke dalam sirkulasi otak , dan menggunakan perangkat pembuka botol seperti untuk menjerat bekuan , yang kemudian ditarik dari tubuh . Perangkat embolectomy mekanik telah dibuktikan efektif dalam memulihkan aliran darah pada pasien yang tidak dapat menerima obat trombolitik atau untuk siapa obat tidak efektif , meskipun tidak ada perbedaan telah ditemukan antara versi yang lebih baru dan lebih tua dari perangkat . Perangkat hanya telah diuji pada pasien yang diobati dengan gumpalan embolectomy mekanik dalam waktu delapan jam dari Angioplasty timbulnya dan gejala . stenting

Angioplasty dan stenting mulai dipandang sebagai pilihan yang layak mungkin dalam pengobatan stroke iskemik akut . Dalam review 12

sistematis dari enam terkontrol , uji coba satu pusat , yang melibatkan total 300 pasien , dari stenting intra - kranial pada gejala stenosis arteri intrakranial , tingkat keberhasilan teknis (pengurangan untuk stenosis < 50 % ) berkisar 90-98 % , dan tingkat komplikasi periprosedural utama berkisar 4-10 % . Tingkat restenosis dan / atau stroke setelah pengobatan juga menguntungkan . Data ini menunjukkan bahwa , uji coba terkontrol secara acak yang besar diperlukan untuk lebih lengkap mengevaluasi keuntungan terapi mungkin terapi pengobatan ini . hipotermia Sebagian besar data mengenai efektivitas terapi hipotermia dalam mengobati stroke iskemik terbatas pada studi hewan . Studistudi telah berfokus terutama pada iskemik sebagai lawan hemorrhagic stroke , seperti hipotermia telah dikaitkan dengan ambang pembekuan lebih rendah . Dalam penelitian hewan ini menyelidiki pengaruh penurunan suhu setelah stroke iskemik , hipotermia telah terbukti menjadi efektif semua tujuan neuroprotectant . Data ini menjanjikan telah menyebabkan inisiasi berbagai studi manusia . Pada saat penerbitan artikel ini , penelitian ini belum memberikan hasil . Namun , dari segi kelayakan , penggunaan hipotermia untuk mengontrol tekanan intrakranial ( ICP ) setelah stroke iskemik ditemukan untuk menjadi aman dan praktis . Perangkat yang digunakan Pencegahan dalam penelitian sekunder ini disebut stroke Arktik Ming iskemik

Antikoagulan dapat mencegah stroke berulang . Di antara pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular , antikoagulasi dapat mengurangi stroke sebesar 60 % sementara agen antiplatelet dapat mengurangi stroke sebesar 20 % .. Namun, meta - analisis terbaru menunjukkan bahaya dari anti - koagulasi dimulai awal setelah stroke emboli .

Pengobatan pencegahan stroke untuk fibrilasi atrium ditentukan menurut sistem CHADS/CHADS2 . 13

Jika studi menunjukkan stenosis karotis , dan pasien memiliki fungsi sisa di sisi yang terkena cepat stroke , endarterektomi setelah ( operasi . pengangkatan stenosis ) dapat mengurangi risiko kekambuhan jika dilakukan Pengobatan dengan stroke hemoragik

Pasien dengan perdarahan intraserebral memerlukan evaluasi bedah saraf untuk mendeteksi dan mengobati penyebab pendarahan , meskipun banyak mungkin tidak perlu operasi . Antikoagulan dan antithrombotics , kunci dalam mengobati stroke iskemik , dapat membuat pendarahan parah dan tidak dapat digunakan dalam perdarahan intraserebral . Pasien dimonitor dan tekanan darah mereka , gula darah , dan oksigenasi disimpan pada tingkat optimal . Perawatan dan rehabilitasi

Rehabilitasi stroke adalah proses dimana pasien dengan stroke menonaktifkan menjalani perawatan untuk membantu mereka kembali ke kehidupan normal sebanyak mungkin dengan mendapatkan kembali dan belajar kembali keterampilan hidup sehari-hari . Hal ini juga bertujuan untuk membantu korban memahami dan beradaptasi dengan kesulitan , mencegah komplikasi sekunder dan mendidik anggota keluarga untuk memainkan peran pendukung .

Sebuah tim rehabilitasi biasanya multidisiplin karena melibatkan staf dengan keterampilan yang berbeda bekerja sama untuk membantu pasien . Ini termasuk staf perawat , fisioterapi , terapi okupasi , terapi bicara dan bahasa , dan biasanya seorang dokter terlatih dalam pengobatan rehabilitasi . Beberapa tim mungkin juga termasuk psikolog , pekerja sosial , dan apoteker sejak setidaknya sepertiga dari pasien memanifestasikan depresi pasca stroke. Instrumen divalidasi seperti skala Barthel dapat digunakan untuk menilai kemungkinan pasien stroke yang mampu mengurus rumah dengan atau tanpa dukungan setelah pulang dari rumah sakit .

14

Perawatan yang baik adalah fundamental dalam menjaga perawatan kulit , makan , hidrasi , posisi , dan monitoring tanda-tanda vital seperti suhu , denyut nadi , dan tekanan darah . Rehabilitasi stroke dimulai segera .

Untuk pasien stroke yang paling , terapi fisik ( PT ) dan terapi okupasi ( OT ) merupakan landasan dari proses rehabilitasi , tetapi di banyak negara neurokognitif Rehabilitasi digunakan juga. Seringkali , teknologi bantu seperti kursi roda , alat bantu jalan , tongkat , dan orthosis mungkin bermanfaat . PT dan PL telah daerah bekerja tetapi bidang perhatian utama mereka adalah tumpang tindih , PT melibatkan fungsi kembali belajar sebagai mentransfer , berjalan dan fungsi motorik kasar lainnya . PL memfokuskan pada latihan dan pelatihan untuk membantu kegiatan sehari-hari belajar kembali dikenal sebagai Kegiatan hidup sehari-hari ( ADL ) seperti makan , minum , berpakaian , mandi, memasak , membaca dan menulis , dan toilet . Terapi bicara dan bahasa yang sesuai untuk pasien dengan masalah memahami pembicaraan atau kata-kata tertulis, masalah membentuk berbicara Pasien dan mungkin masalah memiliki dengan masalah menelan tertentu , . seperti

ketidakmampuan lengkap atau parsial untuk menelan , yang dapat menyebabkan materi ditelan untuk masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan pneumonia aspirasi . Kondisi ini dapat meningkatkan dengan waktu , tetapi untuk sementara , selang nasogastrik dapat dimasukkan , memungkinkan makanan cair yang akan diberikan langsung ke dalam perut . Jika menelan masih aman setelah seminggu , maka gastrostomy perkutan endoskopik ( PEG ) tabung berlalu dan ini bisa tetap tanpa batas .

Rehabilitasi stroke harus dimulai sesegera mungkin dan dapat berlangsung dari beberapa hari untuk lebih dari satu tahun . Sebagian kembali fungsi terlihat dalam beberapa hari pertama dan minggu, dan kemudian perbaikan jatuh dengan "jendela " dianggap resmi oleh unit rehabilitasi negara bagian AS dan lainnya harus ditutup setelah enam 15

bulan , dengan sedikit kesempatan untuk perbaikan lebih lanjut . Namun, pasien telah dikenal untuk terus meningkatkan selama bertahun-tahun , mendapatkan kembali dan memperkuat kemampuan seperti menulis , berjalan, berlari , dan berbicara . Latihan rehabilitasi harian harus terus menjadi bagian dari rutinitas pasien stroke . Pemulihan lengkap tidak biasa tetapi bukan tidak mungkin dan kebanyakan pasien akan meningkatkan sampai batas tertentu : diet yang benar dan olahraga yang dikenal untuk membantu otak untuk memulihkan diri .

16

BAB III PENUTUP A. SIMPULAN

B. SARAN 1. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan darah dan tinja agar dapat ditemukan adanya telur atau parasit dalam stadium tertentu sebagai gold standard pemeriksaan parasit. 2. Sebaiknya tingkat sanitasi dari keluarga pasien lebih ditingkatkan, hal ini dapat dibantu oleh petugas kesehatan setempat dalam mengingatkan pentingnya kebersihan lingkungan.

17

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

http://www.newsmedical.net/health/Stroke-Causes%28Indonesian%29.aspx pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013

http://www.newsmedical.net/health/What-is-aStroke.aspx pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013 Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
18

pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013pada 18.30 wib tanggal 7 September 2013

19

Vous aimerez peut-être aussi