Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah anggota unit keluarga yang sangat penting. Anak-anak bukan orang dewasa kecil,namun individu khusus dengan pikiran, tubuh, dan kebutuhan yang unik. Banyak hal yang mengakibatkan masalah kesehatan pada anak. Misalnya saja pada penyakit asma. Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang tersebar diseluruh belahan dunia dan sejak 20 tahun terakhir prevalensinya semakin meningkat pada anak-anak baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor.(1) Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.(2) Patogenesis asma berkembang dengan pesat. Pada awal tahun 60-an, bronkokonstriksi merupakan dasar patogenesis asma, kemudian pada 70-an berkembang menjadi proses inflamasi kronis, sedangkan tahun 90-an selain inflamasi juga disertai adanya remodelling. Berkembangnya patogenesis tersebut berdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehingga berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada awalnya pengobatan hanya diarahkan untuk mengatasi bronkokonstriksi dengan pemberian bronkodilator, kemudian berkembang dengan antiinflamasi sehingga obat antiinflamasi dianjurkan diberikan pada asma, kecuali pada asma yang sangat ringan.(2) Pengetahuan mengenai definisi, cara mendiagnosis, pencetus, patogenesis dan tatalaksana yang tepat dapat mengurangi kesalahan berupa underdiagnosis dan overtreatment serta overdignosis dan undertreatment pada pasien. Sehingga diharapkan dapat

mempengaruhi kualitas hidup anak dan keluarganya serta mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang besar.

BAB II LAPORAN KASUS STATUS PASIEN KEPANITERAAN FK TRISAKTI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BUDHI ASIH

Nama Mahasiswa NIM

: Prajnya Paramitha Pembimbing:dr. Harmon, Sp.A : 030.08.192 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : An. C : 6 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Suku Bangsa : Betawi-sunda Agama : Islam

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 10 Januari 2007 Alamat Pendidikan Orang tua / Wali Ayah : Nama Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan : Tn. F : 24 tahun : Keramat Jati : Swasta : D3 Ibu Nama Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan : : Keramat Jati : Sekolah dasar

: Ny. D : 20 tahun : Keramat Jati : Ibu rumah tangga : SLTA

Suku bangsa : Betawi Agama : Islam

Suku bangsa : Sunda Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT A. ANAMNESIS Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. D (ibu kandung pasien) Lokasi Tanggal / waktu Tanggal masuk Keluhan utama Keluhan tambahan : Bangsal lantai VI Timur, kamar 610 : 16 Juni 2013 pk. 12.30 : 13Juni 2013 : Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit : nyeri dada, batuk, demam

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : OS, seorang anak perempuan usia 6 tahun, datang ke IGD dibawa keluarganya atas rujukan dari puskesmas tebet dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak timbul perlahan, terjadi terus menerus, dan semakin lama semakin berat. Sesak tidak disertai bunyi ngik. Keluhan tersebut dapat diperberat dengan aktifitas dan bila os batuk. Sesak timbul tanpa adanya paparan dari debu, perubahan cuaca, suhu, maupun bulu binatang. OS juga mengeluh batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk dikatakan berdahak, berbunyi grok-grok, terus menerus, namun dahak sulit keluar. Apabila dahak keluar, terkadang berbarengan dengan muntah berisi dahak kental berwarna bening disertai dengan cairan. Dahak keluar 5x, warna putih, tidak disertai adanya darah. OS juga mengalami demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul perlahan berbarengan dengan terjadinya sesak. Demam terjadi terus menerus sepanjang hari, dengan suhu ketiak 38C diukur dengan termometer digital. Demam dikatakan tidak membaik dengan pemberian parasetamol. Pada awalnya, sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, OS mengeluh adanya nyeri pada seluruh lapang dadanya. Dadanya terasa berat dan nyeri seperti dililit oleh tali. Nyeri dirasakan semakin lama semakin berat. Sebelum adanya keluhan, OS menjalani rekreasi ke taman bermain dengan keluarganya hingga larut malam. OS kemudian dibawa ke puskesmas tebet dimana OS didiagnosis menderita bronkopneumonia berat, dimana disana diberikan obat penurun panas dan pelega saluran pernapasan. Kemudian dilakukan rujukan ke RSUD Budhi Asih untuk penanganan lebih lanjut.
3

B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Alergi Cacingan DBD Otitis Parotitis Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit Difteria Diare Kejang Morbili Operasi Umur (-) 6 bulan (-) (-) (-) Penyakit Penyakit jantung Penyakit ginjal Radang paru TBC Lain-lain (ISPA) Umur (-) (-) (-) (-) (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita: pasien belum pernah menderita keluhan seperti sekarang.

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal Tempat persalinan Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi KELAHIRAN Tidak ada Rutin kontrol ke Puskesmas 1 bulan sekali Puskesmas Bidan Spontan Penyulit : 38 minggu Berat lahir : 2700 gr Panjang lahir : 47 cm Lingkar kepala : (lupa) Keadaan bayi Langsung menangis (+) Kemerahan (+) Nilai APGAR : (tidak tahu) Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran: Tidak ada masalah dalam kehamilan dan persalinan

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I Gangguan perkembangan mental Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara

: 5 bulan : Tidak ada

(Normal: 5-9 bulan)

: Umur 2 bulan : Umur 6 bulan : Umur 9 bulan : Umur 11 bulan : Umur 12 bulan

(Normal: 3-4 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 13 bulan) (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas Rambut pubis Payudara Menarche : belum : belum : belum

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: sesuai dengan usia, tidak ada keterlambatan.

E. RIWAYAT MAKANAN

Umur (bulan) 02 24 46 68 8 10 10 -12

ASI/PASI ASI ASI ASI ASI + PASI ASI + PASI ASI + PASI

Buah / Biskuit + + +

Bubur Susu + +

Nasi Tim +

Umur Diatas 1 Tahun Jenis Makanan Nasi/Pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu (merk/takaran) Lain-lain Frekuensi dan Jumlah 3x/hari, 1 porsi 1x/hari, 1 porsi 1x/minggu, 1potong 1 butir, 3x/minggu 2x/minggu 2 potong, setiap hari Susu Dancow putih -

Kesan: Riwayat makanan cukup baik Kesulitan makan: menurut pengakuan ibu, tidak sulit makan Kesimpulan riwayat makanan: tidak ada kesulitan, asupan cukup baik

F. RIWAYAT IMUNISASI Vaksin BCG DPT / PT Polio Campak Hepatitis B Dasar ( umur ) 1 bulan 2 bulan 0 bulan 9 bulan 0 bulan x 4 bulan 2 bulan x 1 bulan x 6 bulan 4 bulan x 6 bulan Ulangan ( umur )

Kesimpulan riwayat imunisasi: imunisasi dasar lengkap. Imunisasi ulangan belum dilakukan. Imunisasi tambahan tidak dilakukan.

G. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi No Tanggal lahir (umur) 10 Januari 07 (6 tahun) Jenis kelamin Perempuan Hidup Lahir mati Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan Pasien

1.

b. Riwayat Pernikahan Ayah / Wali Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguinitas Penyakit, bila ada Tn. F 1 24 tahun SLTA Islam Betawi Sehat Ibu / Wali Ny. D 1 20 tahun SLTA Islam Sunda Sehat -

Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien mepunyai riwayat asma pada waktu kecil, namun saat ini asma tidak pernah kambuh lagi. Ibu pasien tidak memiliki asma. Ibu dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, jantung, kencing manis, dan alergi. Kesimpulan Riwayat Keluarga: pasien merupakan anak tunggal. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS. Ayah OS mempunyai riwayat asma.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah rumah tinggal dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Pasien mengoleksi banyak boneka berbulu di kamarnya. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Kesimpulan Keadaan Lingkungan: Cukup bersih. Pasien memiliki risiko terpapar alergen.

I.

RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI Ayah pasien bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan Rp.1.800.000,- /bulan.

Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya. Kesimpulan sosial ekonomi: Kurang

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 16 Juni 2013 jam 13.30 WIB) A. Status Generalis Keadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Kesan Gizi Keadaan lain Data Antropometri Berat Badan sekarang Berat Badan sebelum sakit Tinggi Badan Status Gizi BB / U = 19 / 20 x 100 % = 95 % (Berat normal) TB / U = 113 / 115 x 100 % = 98 % (Tinggi normal) BB / TB = 19 / 17,5 x 100 % = 108% (Gizi normal)
8

: tampak sakit sedang : Compos mentis : cukup : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (+)

: 19 kg : 19 kg : 113 cm

Lingkar Kepala

: 53 cm

Lingkar Lengan Atas : 16.5 cm

Tanda Vital Nadi Tekanan Darah Nafas Suhu : 121x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular : 100/60mmHg : 60x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 4 : 37,4O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA RAMBUT WAJAH MATA

: Normosefali : Rambut hitam ikal, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut : : kesan baik : -/Ptosis : -/-

Visus bedside Sklera ikterik

Lagofthalmus : -/Cekung : -/-

Konjungtiva anemis : -/Exophthalmus Strabismus Nistagmus Refleks cahaya TELINGA : Bentuk Nyeri tarik aurikula Liang telinga Serumen Sekret HIDUNG : Bentuk Sekret Mukosa hiperemis BIBIR : simetris : -/: -/: normotia : -/: lapang : -/: -/: -/: -/: -/-

Kornea jernih : +/+ Lensa jernih Pupil : +/+ : bulat, isokor

: langsung +/+ , tidak langsung +/+

Tuli Nyeri tekan tragus Membran timpani Refleks cahaya

: -/: -/: sulit dinilai : sulit dinilai

Napas cuping hidung Deviasi septum

: -/:-

: Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : Oral higiene baik, gigi karies (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi: merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah: normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
9

TENGGOROKAN: tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), arcus faring hiperemis (-), dinding posterior faring tidak hiperemis, licin, tidak bergranul, ulkus (-) massa (-) LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak terraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah THORAKS : Inspeksi: Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, retraksi suprasternal (+), retraksi

supraklavikular (+), retraksi interkostal (+), pembesaran KGB aksila -/- , ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-) Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal Auskultasi: suara napas vesikuler, reguler, ronki -/-, lendir (+) di kedua lapang paru, wheezing ekspiratoar +/+, bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm medial dari linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-) ABDOMEN : Inspeksi: perut rata, tidak terdapat kelainan kulit, tidak dijumpai adanya benjolan, kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-) Palpasi: lemas dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ, nyeri tekan (-), turgor kulit baik Perkusi: timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-) Auskultasi :bising usus (+), frekuensi 4 x / menit

ANOGENITALIA: jenis kelamin , tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-) KGB : Preaurikuler Postaurikuler Submandibula Supraclavicula Axilla Inguinal : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar
10

ANGGOTA GERAK : Ekstremitas : akral hangat ++/++

Tangan Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain

Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kaki Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain

Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

KULIT: warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik, tidak terdapat kelainan kulit

TULANG BELAKANG: bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

TANDA RANGSANG MENINGEAL : Kaku kuduk Brudzinski I Laseq Kerniq & II (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

11

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG -. Laboratorium Tanggal 11 Juni 2013 Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI LENGKAP Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Eritrosit LED Basofil Eosinofil Netrofil batang Netrofil segmen Limfosit Monosit KIMIA DARAH KARBOHIDRAT GDS ELEKTROLIT Na K Cl 149 mmol/L 3,6 mmol/L 113* mmol/L 135 155 3,6 5,5 98 - 109 106 mg/g\dL 60 100 65 mm/jam 1% 7% 0% 62 %* 29% 6% 0-10 0-1 1-5 3-6 25-60 25-50 1-6 12 ribu/L 11,8 g/dL 36 % 379 ribu/ L 4,5-10 10,7-14,7 33-45 184-488 Hasil Nilai Normal

- Radiologi: Corakan bronkovaskular meningkat

IV. RESUME OS, seorang anak perempuan usia 6 tahun, datang ke IGD dibawa keluarganya atas rujukan dari puskesmas tebet dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak timbul perlahan dan semakin lama semakin berat. Sesak tidak disertai bunyi ngik.
12

Keluhan tersebut dapat diperberat dengan aktifitas dan bila os batuk. OS juga mengeluh batuk berdahak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit namun dahak sulit keluar. Demam (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muncul perlahan dan terus menerus sepanjang hari. Nyeri dada (+) sejak 2 hari SMRS, terrasa seperti dililit tali. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak adanya dyspnoe dengan tanda vital: Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 121x/menit, frekuensi pernapasan 60x/menit dengan ekspirasi memanjang, dan suhu 37,4C. Kesan sakit sedang. Kesadaran compos mentis.Tampak adanya retraksi pada suprasternal, interkostal, maupun supraklavikular. Pada auskultasi toraks didapatkan adanya suara napas tambahan berupa wheezing ekspiratoar di kedua hemitoraks disertai adanya lendir yang terdengar di kedua hemitoraks. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED sebesar 65 mm/ jam. Juga pada hitung jenis didapatkan peningkatan dari leukosit dan neutrofil segmen sebesar 62% dan eosinofil sebesar 7%. Pada pemeriksaan foto toraks AP ditemukan adanya corakan bronkovaskular yang meningkat namun tidak tampak emfisematous.

V. DIAGNOSIS BANDING Asma ISPA Bronkopneumonia

VI. DIAGNOSIS KERJA Asma episodik jarang serangan sedang ISPA

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN Analisis gas darah Pemeriksaan mikroskopis sputum Uji faal paru Uji bronkodilator Uji provokasi bronkus jika perlu
13

VII. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa 1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien 2. Tirah baring 3. Observasi tanda tanda vital 4. 02 nasal 2 liter/menit

Medikamentosa 1. IVFD Ka En IB 3 cc/kgBB/jam 2. Injeksi Ampicilin4 x 500 mg 3. Injeksi deksametason 3 x 3 mg 4. Ambroksol 10 mg Salbutamol 1 mg 5. Inhalasi combivent + NaCl 0,9% 3x1 3x1 bungkus

VIII. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Sanationam Ad Fungtionam : ad bonam : dubia ad bonam : ad bonam

14

FOLLOW UP Tgl 14/6/13 Perawatan hari 2 BB = 19kg S Sesak () Nyeri dada (-) Demam (-) O KU : Tampak sakit sedang Kes: compos mentis TV: TD : 100/60 mmHg, N :112x/m, R : 36 x/m, S = 37,4 C Kepala: normosefali Mat : CA -/-, SI -/-, Hidung: NCH -/Mulut: sianosis (-) Leher: KGB ttm Tho: retraksi sela iga (+), SN vesikuler, lendir di kedua hemitoraks, wheezing +/+-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : Supel, BU (+) 3x/menit Ext : akral hangat ++/++ 15/6/2013 Perawatan hari 3 BB = 19kg Batuk (+) Sesak (+) Nyeri dada (-) Demam (-) KU: Tampak sakit sedang Kes : CM TV: TD : 100/80 mmHg N =112x/m, R = 32x/m, S = 36,20C Kepala: normosefali Asma episodik jarang serangan sedang 02 nasal 2 liter/ menit IVFD KaEn 3B 3cc/KgBB/Jam Amoxicilin 3x250mg Cetirizine 2x4mg Ambroksol 10 mg Salbutamol 1 mg 3x1
15
0

A Asma episodik jarang serangan sedang

P 02 nasal 2 liter/ menit IVFD KaEn 3B 3cc/KgBB/Jam Inj Ampicilin 4 x 500 mg Inj deksametason 3 x 3mg Ambroksol 10 mg Salbutamol 1 mg Inhalasi combivent + NaCl 0,9%

3x1

Mata: CA -/-, SI -/Hidung: NCH -/Mulut: sianosis (-) Toraks: retraksi sela iga (+), SN vesikuler, lendir (-), rh -/-, wheezing ekspirasi +/+, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : Supel, BU (+) 5x/menit Ext : akral hangat ++/++ 17/6/2013 Perawatan hari 5 BB = 19kg Batuk (+) Sesak (+) Nyeri dada (-) Demam (-) KU : Tampak sakit sedang, KES : CM TV : TD : 100/70 mmHg N =132x/m, R = 24x/m, S = 36,80C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/Hidung: NCH -/Mulut: sianosis (-) Toraks: retraksi sela iga (+), SN vesikuler, lendir (-), rh -/-, wheezing ekspirasi +/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : Supel, BU (+) Asma episodik jarang serangan sedang

M. prednisolon 2mg Inhalasi 3x1 - Combivent - Flixotide amp - NaCl 0,9%

IVFD KaEn 3B 3cc/KgBB/Jam Amoxicilin 3x250mg Cetirizine 2x4mg Ambroksol 10 mg Salbutamol 1 mg M. prednisolon 2mg Inhalasi 2x1 - Combivent - Flixotide amp - NaCl 0,9% 3x1

16

4x/menit Ext : akral hangat ++/++ 18/6/2013 Perawatan hari 5 BB = 19kg Batuk (-) Sesak (-) Nyeri dada (-) Demam (-) KU : Tampak sakit sedang, KES : CM TV : TD : 90/60 mmHg N =114x/m, R = 24x/m, S = 36,5 C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/Hidung: NCH -/Mulut: sianosis (-) Toraks: retraksi sela iga (-), SN vesikuler, rh -/-, wheezing -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : Supel, BU (+) 3x/menit Ext : akral hangat ++/++ Pasien dipulangkan dengan obat Ambroksol 10 mg Salbutamol 1 mg M. prednisolon 2mg 3x1
0

Asma episodik jarang serangan sedang

02 nasal 2 liter/ menit IVFD KaEn 3B 3cc/KgBB/Jam Amoxicilin 3x250mg Cetirizine 2x4mg Ambroksol 10 mg Salbutamol 1 mg M. prednisolon 2mg Inhalasi 2x1 - Combivent - Flixotide amp - NaCl 0,9% 3x1

17

BAB III ANALISA KASUS Pada kasus ini didiagnosa sebagai asma sesuai dengan definisi menurut konsensus nasional asma pada anak adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai
berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan/atau keluarga . Sedangkan definisi

asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Pada kasus ini dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pasien mengalami: o Sesak o Batuk berdahak o Nyeri dada o Demam o Dyspnoe o Takipnoe dan takikardi o Retraksi Kesimpulan dari gejala klinis pada kasus ini di diagnosa asma berdasarkan kriteria dari GINA adalah sesuai dengan asma episodik jarang yaitu frekuensi serangan terjadi 3-4x /1 tahun, dengan durasi tiap kali serangan <1 minggu, tanpa gejala lain diantara serangan, tidak mengganggu aktifitas dan tidur (<3x/minggu), tidak ditemukannya kelainan fisik diluar serangan, dan tidak memerlukan obat pengendali. Selain itu berdasarkan kriteria tersebut juga terdapat uji faal paru di luar serangan dengan hasil PEF/FEV1 > 80% dan variabilitas faal paru 20%. Namun kriteria tersebut tidak terdapat pada pasien karena belum dilakukan pemeriksaan faal paru. Sedangkan klasifikasi berdasarkan derajat asma menurut PNAA, pasien mengalami serangan derajat sedang. Yaitu adanya gejala dan tanda dimana pasien hanya dapat berbicara berupa penggalan kalimat, pasien merasa lebih dapat bernapas saat posisi duduk, terdengar
18

adanya wheezing sepanjang ekspirasi, tampak adanya retraksi sedang suprasternal, dan adanya takipnoe, serta takikardi.

Hasil pemeriksaan penunjang untuk Asma yang dapat terlihat: Corakan paru meningkat pada foto rontgen toraks Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik yang terlihat dari gambaran emfisematous pada rontgen toraks, juga dapat ditemukan gambaran atelectasis. Dapat ditemukan adanya leukositosis pada beberapa anak Pada pemeriksaan darah tepi terdapat peningkatan eosinofil Dalam sputum dapat ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman Pada kasus ini, didapatkan hasil laboratorium yang dilakukan pada tanggal 13 Juni 2013 adalah seperti berikut: Leukositosis Eosinofil meningkat Neutrofil segmen meningkat (shift to the right) LED meningkat Kesimpulan dari hasil laboratorium pasien ini, menunjang diagnosa Asma. Rencana pemeriksaan penunjang pada kasus ini dapat digunakan, untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding: o Uji faal paru o Pemeriksaan sputum o Uji bronkodilator o Uji provokasi bronkus apabila perlu

Penatalaksanaan Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka panjang. Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda
19

digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Selain itu dapat dilakukan terapi suportif seperti pemberian cairan parenteral dan oksigenasi. Pada pasien dengan serangan asma sedang dapat diberikan oksigen 1-2 liter/ menit. Obat pengendali digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas Penatalaksanaan pada pasien ini: Pasien di rawat di ruang anak Tirah baring 02 2 liter/ menit Cairan: 3cc/kgBB/hari o IVFD KAEN IB 3cc/kgBB/hari Pengobatan medikamentosa: o Injeksi Ampicilin4 x 500 mg o Injeksi deksametason 3 x 3 mg o Ambroksol 10 mg o Salbutamol 1 mg 3x1 bungkus

o Inhalasi combivent + NaCl 0,9% 3x1 Lazimnya, pasien dengan asma tidak perlu diberikan antibiotik. Namun pemberian antibiotik pada pasien ini ditujukan untuk menterapi ISPA yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan leukosit pada pemeriksaan darah perifer lengkap. Pada pasien juga diberikan terapi pereda serangan asma berupa bronkodilator, mukolitik, dan steroid. Prognosis Prognosis jangka panjang asma anak pada umumya baik. Sebagian besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Kesimpulan prognosis pada pasien ini adalah baik. Hal ini dilihat dari umur ketika serangan pertama timbul yaitu baik apabila lebih dari usia 5 tahun, faktor atopi pada diri anak dan keluarga hanya terdapat dari ayahnya dan sekarang sudah sembuh, dan usaha pengobatan serta penanggulangan asma tesebut cepat dan tepat. Namun asma masih harus dikontrol karena masih ada kemungkinan rekurensi.

20

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

IV.1 Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1 Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.2

IV.2 Etiologi dan Faktor Risiko Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, betablocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca.3,4 IV.3 Epidemiologi Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada dewasa
21

> 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma.

Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.5 Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan 164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.4

IV.4 Patogenesis Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4 Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9 jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.4 Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal, fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi
22

pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan obstruksi jalan napas.4

Gambar 1. Patogenesis Asma

IV.5 Patofisiologi Asma IV.5.1 Obstruksi saluran respiratori Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6

23

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

IV.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.6 IV.5.3 Otot polos saluran respiratori Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pada struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.6 IV.5.4 Hipersekresi mukus Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada
24

asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.6

IV.6. Diagnosis Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada pasien.2,7 Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8 1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20% 2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator. 3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

IV.6.1 Anamnesis Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8 IV.6.2 Pemeriksaan fisik Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan
25

frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8 Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol.8

IV.6.3 Pemeriksaan Penunjang Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai normal.8 Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan.8 Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak 7,8

Parameter klinis Kebutuhan obat, dan faal paru 1.Frekuensi serangan 2.Lama serangan 3.Intensitas serangan 4.diantara serangan 5.Tidur dan aktivitas 6.Pemeriksaan fisis diluar serangan 7.Obat pengendali

Asma episodik jarang (asma ringan) 3-4x /1tahun <1 minggu Ringan Tanpa gejala Tidak terganggu <3x/minggu Normal, tidak ditemukan kelainan Tidak perlu

Asma episodik sering (asma sedang) 1x/bulan 1 minggu Sedang Sering ada gejala Sering terganggu >3x/minggu Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Perlu, non steroid/

Asma persisten (asma berat) 1/bulan Hampirsepanjang tahun, tidak ada remisi Berat Gejala siang dan malam Sangat terganggu Tidak pernah normal Perlu, steroid inhalasi
26

8.Uji faal paru PEF/FEV1 >80% (di luar serangan) 9.Variabilitas faal 20% paru (bila ada serangan)

steroid inhalasi dosis 100-200 g PEF/FEV1 60-80% 30%

Dosis 400 g/hari PEF/FEV1 < 60% Variabilitas 20-30% 50%

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma8 Parameter klinis, Fungsi paru, Laboratorium Sesak (breathless) Ringan Sedang Berat

Berjalan Bayi : Menangis keras

Posisi

Bisa berbaring

Berbicara Bayi : Tangis pendek & lemah Kesulitan menetek dan makan Lebih suka Duduk

Istirahat Bayi : Tidak mau minum / makan

Bicara Kesadaran Sianosis Wheezing

Kalimat

Penggal kalimat Mungkin Biasanya irritable irritable Tidak ada Tidak ada Sedang, sering Nyaring, hanya pada Sepanjang akhir ekspirasi ekspirasi inspirasi Biasanya tidak Dangkal, Retraksi Interkosta Biasanya ya

Duduk bertopang lengan Kata-kata Biasanya Irritable Ada Sangat nyaring, Terdengar tanpa stateskop Ya

Penggunaan otot Bantu respiratorik Retraksi

Frekuensi napas

Sedang, Dalam, ditambah ditambah Retraksi Napas cuping suprasternal hidung Takipnu Takipnu Takipnu Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar: Usia frekuensi napas normal <2 bulan < 60 / menit 2-12 bulan < 50 /menit
27

Frekuensi nadi

1-5 tahun < 40 / menit 6-8 tahun < 30 / menit Normal Takikardi Takikardi Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak : Usia Frekuensi nadi normal 2-12 bulan < 160 / menit 1-2 tahun < 120 / menit 3-8 tahun < 110 / menit Tidak ada <10 mmHg (% Nilai dugaan/ >60% >80% >95% Normal <45 mmHg Ada 10-20 mmHg Nilai terbaik) 40-60% 60-80% Ada >20 mmHg <40% <60% Respon < 2 jam 90% < 60 mmHg >45 mmHg

Pulsus paradoksus PEFR atau FEV1 Prabronkodilator Pascabronkodilator SaO2 % PaO2 PaCO2 IV.7.Tatalaksana Asma

91-95% >60 mmHg <45 mmHg

Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka panjang.8 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:7 1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan berolah raga, 2. sedikit mungkin angka absensi sekolah, 3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu), 4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF, 5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan, 6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, Tujuan tatalaksana saat serangan:2 Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin Mengurangi hipoksemia
28

Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan pelan (step down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down:7,8

Syarat Step Up

Syarat Step down

pengendalian lingkungan dan hal-hal yang Pengendalian lingkungan harus tetap baik memberatkan asma sudah dilakukan pemberian obat sudah tepat susunan dan Asma sudah terkendali selama 3 bulan caranya berturut-turut

tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 minggu bulannya sampai dengan dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya. efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya tidak ada dan kalau sudah dikoreksi, ICS dapat diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA

IV.7.1. Tatalaksana Medikamentosa Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.9

29

Obat obat Pereda (Reliever) 1. Bronkodilator a. Short-acting 2 agonist Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak. Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan pemberian short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.9 Dosis salbutamol: Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Oral: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi

Dosis terbutalin:

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam. Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam. Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam. Serangan berat : MDI 10 semprotan. Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.9 Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit. Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

30

Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi. b. Methyl xanthine Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia. Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.9 2. Antikolinergik Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9 3. Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari.
31

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9 Obat obat Pengontrol Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu: glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin, kromolin, dan long acting oral 2-agonist.1,10 1. Inhalasi glukokortikosteroid Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan

inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.1,10 2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction dan late asthma reaction. LTRA dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati. Preparat LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.1,10 3. Long acting 2 Agonist (LABA)

32

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10 4. Teofilin lepas lambat Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.1,10

IV.7.2 Terapi Suportif Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).9 Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.9

33

Cara Pemberian Obat7 UMUR < 2 tahun 2-4 tahun ALAT INHALASI Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer) Nebuliser MDI dengan spacer Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) Nebuliser MDI (metered dose inhaler) Alat Hirupan Bubuk Autohaler

5-8 tahun

>8 tahun

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

34

DAFTAR PUSTAKA 1. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006. 2. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009. 3. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11. 4. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003. 5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83. 6. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.98-104. 7. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen Kasus Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta : Yapnas Suddharprana; 2007.h. 97-106. 8. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil K, dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2005. 9. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32. 10. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.

35

Vous aimerez peut-être aussi