Vous êtes sur la page 1sur 44

BAB II LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Alamat No. CM Tanggal masuk Nama Ayah Umur Ayah Pekerjaan Ayah Pendidikan Ayah Nama Ibu Umur Ibu Pekerjaan ibu Pendidikan ibu B. DATA DASAR I. ANAMNESIS (Alloanamnesis) Alloanamnesa dengan Ibu penderita di bangsal HND anak RSDK Semarang pada tanggal. 21 Mei 2005 pukul 15.30 WIB 1. Keluhan Utama : Sesak Nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang : 3 hari anak batuk ngekel, tidak pilek, tidak sesak, tidak demam, tidak muntah, nafsu makan tidak ada perubahan, berak tidak ada keluhan, kencing tidak ada keluhan, anak menjadi rewel. : An. N : 2 bulan : Laki-laki : Tugurejo Semarang : 5090272 : 21 Mei 2005 : Tn. A (alm) :::: Ny. K : 35 tahun :: SD (tidak tamat)

IDENTITAS ORANG TUA

2 hari anak bertambah sering batuk, ngekel, ada dahak , tidak pilek , tidak sesak, ada demam tidak tinggi, demam naik turun, diberi obat penurun panas demam berkurang. 1 hari anak masih batuk ngekel, tidak pilek, ada sesak, tidak biru-biru, ada demam tidak tinggi, anak semakin rewel. Anak dibawa ke PRU RSDK untuk fisioterapi (sesuai dengan jadwal kontrol fisioterapi). Karena anak tampak sesak oleh dokter yang memeriksa disarankan ke poli paru, oleh dokter poli paru disarankan untuk mondok. 3. Riwayat Penyakit Dahulu : Satu bulan lalu anak pernah dirawat di bagian NICU RSDK karena gagal nafas akibat aspirasi, dirawat selama 13 hari, pulang dalam keadaan membaik. 4. Riwayat Penyakit Keluarga : - Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini. - Riwayat asma pada anggota keluarga tidak ada.. 5. Riwayat Sosial Ekonomi : Ayah penderita sudah neninggal saat anak masih dalam kandungan. Ibu penderita tidak bekerja. Penderita dan ibunya tinggal bersama pamannya yang sudah berkeluarga. Biaya pengobatan ditanggung oleh paman penderita. Kesan : sosial ekonomi kurang. 6. Riwayat Prenatal dan Posnatal Saat mengandung penderita, ibu periksa kehamilan di bidan lebih dari 5x, dan disuntik TT 2 x. Riwayat penyakit selama kehamilan disangkal, riwayat perdarahan saat kehamilan disangkal. Riwayat pernah keguguran disangkal, riwayat sakit panas selama kehamilan disangkal. Obat-obatan yang diminum selama kehamilan yaitu vitamin dan tablet penambah darah dari bidan. Setelah melahirkan ibu memeriksakan penderita ke bidan, keadaan anak saat periksa sehat. 7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan G1P1A0 1 . Kehamilan dan kelahiran Laki-laki, aterm, spontan, bidan , BL 2900 gram Tgl lahir / usia 16/3/2005 (2 bln)

8. Riwayat Imunisasi : BCG DPT Polio Campak Hepatitis B Kesan : 1 x (0 bln) scar (+) di lengan kanan :: 1 x (0 bln ) :: 2 x (0,1 bln) : imunisasi dasar lengkap sesuai umur

9. Riwayat Makan dan Minum : ASI diberikan sejak lahir s/d usia 2 minggu karena ASI keluar sedikit dan anak merasa kurang. Sejak usia 2 minggu sampai sekarang diberikan susu formula (SGM 1), 4-5x sehari @ 3sendok takar dalam 120 cc air, diminum habis. Usia 1 bulan pernah diberi nasi+pisang lumat 1 kali, anak tersedak, tidak pernah diberikan lagi. Kesan. : kualitas dan kuantitas makanan kurang. 10. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : senyum : 2 bln Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur. 11. Riwayat KB : Ibu penderita tidak memakai alat KB II. PEMERIKSAAN FISIK ( tgl. 21 Mei 2005, pukul 14.00 WIB ) Seorang anak laki-laki, umur 2 bulan, berat badan 3.900 gram, dan panjang badan 60,5 cm. Keadaan umum : Sadar, kurang aktif, rewel, tampak sesak nafas, ada retraksi, tidak sianosis, tidak ada kutis mamorata. Tanda Vital Heart rate : 132 x/menit

Nadi RR Temperatur

: isi dan tegangan cukup. : 62 x/menit : 37,8 C

Kepala Rambut Mata Hidung Telinga Mulut Selaput mukosa Lidah Gigi Tenggorokan Leher Keadaan tubuh Sianotik Ikterik Turgor Tonus Oedema Dyspnoe Dada Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Lingkar kepala 37,5 cm, mesosefal, UUB belum menutup, datar, sutura tidak melebar : hitam, tidak mudah dicabut, mudah dipilah : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/: nafas cuping hidung (+), sekret (-) : sekret (-) : kering (-), sianosis (-) : kering (-), sianosis (-) : lidah kotor (-), tremor (-), kering (-) : belum tumbuh : T1-T1, faring hiperemis (-) : simetris, pembesaran nnll -/: (-) : (-) : kembali cepat : normotoni : (-) : (+)

: simetris, retraksi (+) suprastrernal, epigastrial dan intercostal : fremitus kanan sama dengan kiri : sonor seluruh lapangan paru : Suara dasar vesikuler

Suara Tambahan : ronkhi basah halus nyaring +/+ hantaran +/+ wheezing -/hantaran +/+

ronkhi basah halus nyaring +/+ Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : iktus kordis tak tampak : iktus kordis teraba di sela iga V 2 cm medial linea medioclavicularis kiri : sulit dinilai : Bj I-II normal, bising (-), gallop (-), irama reguler, aktivitas cukup, frekuensi jantung 132x/menit. M1 > M2, A1 < A2, P1 < P2 Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Alat Kelamin Laki-laki, dalam batas normal, anus (+) dalam batas normal Anggota gerak Superior Akral dingin Sianosis Oedem -/-/-/Inferior -/-/-/: datar, venektasi (-) : bising usus (+) N : supel, hepar dan lien tidak teraba : timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)

Capp. Refill

<2

<2

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium tanggal 21 Mei 2005 Tinja Urin Darah Hb Ht Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC Natrium Kalium Chlorida GDS Kesan Cor : 9,2 g/dl : 26,5 % : 11.900 /mm3 : 356.000/mm3 : 83,2 femtoliters : 28,7 picograms : 34,5 g/dl : 137 mmol/l : 5,5 mmol/l : 110 mmol/l : 86 mmol/l : Anemia normositik normokromik : CTR < 50 % kanan dan kiri dan parakardial kanan dan kiri. Diafragma kanan setinggi costa IX posterior, sinus costo frenikus kiri dan kanan lancip. Kesan : Cor tidak membesar Pulmo gambaran bronkopneomonia IV. PEMERIKSAAN KHUSUS Pemeriksaan Status Gizi Status Gizi Antropometri menurut z-score :: Makroskopis : warna kuning, jernih, buih (-)

X Foto Thorax Pulmo : corakan vaskuler kasar, tampak bercak kesuraman pada perihiler paru

10

Laki-laki, usia 2 bulan, BB=3900 g, PB=60,5 cm, t: 37,8 0 C.

WAZ HAZ WHZ

: (3,9 5,2)/0,9 : (60,5-58,1)/ 2,6 : (3,9-5,8)/0,7

= -1,44 SD = +0,9 SD = - 2,71 SD

Kesan : gizi kurang C. DIAGNOSIS BANDING 1. Bronkopneumonia DD : Bronkiolitis 2. Anemia normositik normokromik DD : - Anemia defisiensi besi awal - Infeksi 3. Gizi kurang

D. DIAGNOSIS SEMENTARA 1. Bronkopneumonia 2. Anemia normositik normokromik 3. Gizi kurang

11

E. DAFTAR MASALAH No 1. 2 3. . Masalah Aktif Bronkopneumonia Anemia normositik normokromik Gizi kurang 21/5/05 4 Sosial ekonomi kurang. 21/5/05 Tanggal No 21/5/05 21/5/05 Masalah Pasif Tanggal

F. INITIAL PLAN Assesment I. Bronkopneumoni DD : Bronkiolitis Initial Diagnosis : Subjektif : Objektif : kultur sekret bronkus Terapi : Oksigen headbox 80% 10 l/menit Infus Dekstrosa 5% 240/10/10 tetes mikro/menit Injeksi Ampicillin 3 x 250 mg (iv) tes dulu Injeksi Chlorampenicol 3 x 250 mg (iv) Peroral : Parasetamol 90 mg Ambroxol 3 x 4 mg Vitamin BC/C 3 x 1 tablet

12

Monitoring : Keadaan umum, tanda vital (HR, RR, Suhu) tanda distress respirasi, jaga jalan nafas, tanda-tanda CPSA Edukasi : Menjelaskan kepada orangtua penderita mengenai penyakit yang diderita oleh pasien dan program terapi yang akan dilaksanakan pada pasien, serta hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh keluarga pasien untuk mengawasi keadaan pasien. II. Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi DD : Konstitusi Makanan Infeksi : - Enteral - Parenteral Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi : : Subjektif : Objektif : Sudan III, preparat darah hapus. : Oralit 50 cc sehabis mencret : Diare, tanda-tanda dehidrasi Jaga higiene dan sanitasi (cuci tangan sebelum menyuapi anak, menggunakan alat-alat makan yang sudah dicuci bersih ). - Memberi oralit atau larutan garam gula tiap mencret bila anak diare. - Mengenali tanda-tanda dehidrasi (tampak kehausan, gelisah, mata cekung, air mata berkurang, bibir kering ).

III. Anemia Mikrositik Hipokromik DD : Perdarahan Infeksi Defisiensi besi Diagnosa : Subjektif : Objektif : SI, TIBC, Retikulosit, preparat darah hapus Terapi : Monitoring : Adanya tanda-tanda perdarahan, Hb,Ht, jumlah eritrosit.

13

Edukasi

: - Menjelaskan kepada orang tua tentang keadaan pasien, yang hal ini dapat disebabkan antara lain kerena penyakitnya tersebut serta menjelaskan kepada pasien. - Menganjurkan untuk memberikan diet yang meningkatkan absorbsi besi dan menghindari makanan yang menghambat absorbsi besi. mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan

IV. Kurang Energi Protein Ringan Akut Diagnosa Terapi : Subjektif : Objektif : SI, TIBC, Retikulosit : Diet 3 x lunak 3 x 100cc susu Monitoring : BB, akseptabilitas diet, asupan gizi. Edukasi : Agar menghabiskan diet dari RS dan memberi pengertian kepada keluarga penderita tentang pentingnya makanan tinggi kalori dan protein bagi penderita Kecukupan nutrisi 24 jam hari ke-1 Kebutuhan 24 jam Infus D5% 3 x lunak 2 x 100 LLM Jumlah Kecukupan gizi Cairan (cc) 1012 480 300 300 1080 106,6 % Kalori (kal) 810 96 1218 588 1512,6 186,7 % Protein (gr) 16,4 45,45 26,7 50,73 313,1 %

Kecukupan nutrisi 24 jam hari ke-2 Kebutuhan Cairan (cc) Kalori (kal) Protein (gr)

14

24 jam Infus KAEN 3B 3 x lunak 2 x 100 LLM Jumlah Kecukupan gizi

1012 720 300 300 1080 130,4 %

810 180 1218 588 1986 245,2 %

16,4 45,45 26,7 50,73 313,1 %

G. PERJALANAN PENYAKIT

Tanggal Keluhan KU TV: Nadi HR RR Suhu BB Px Fisik

10 April 2003 jam 13.30 Sesak Nafas, mencret 4x @ 4 sdm cair, darah (-), lendir (-) Sadar, rewel, sesak napas(+) i,t cukup 124 x/menit 40 x/menit 39oC 8100 gr Kepala : mesosefal , LK : 46cm Mata : konjungtiva anemis(-/-) Hidung : nafas cuping (+) Mulut : sianosis (-) Leher : pembesaran nnll (-) Dada : simetris,retraksi (+) suprasternal, epigastrial Cor : Bj I-II normal,bising (-) Paru : SD: vesikuler, ST : wheezing (-)hantaran +/+, RBH nyaring: dibasal paru +/+

11 April 2003 jam 7.30 mencret 5x @ 4 sdm cair, darah (-), lendir (-) Sadar, kurang aktif, sesak napas (-) ,siaonosis (-) 120 x/mnt 36x/mnt 37,5C 8100 gr tetap nafas cuping (-)

tetap

Abdomen

: datar, lemas, turgor baik. H : tidak teraba. Lien : So. Kulit : turgor baik, sianosis (-) Extremitas : akral dingin -/sianosis -/cap. Refill <2/<2 Lab Hb Ht Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC Eritrosit Na K Cl : 10 gr/dl : 31,2% : 12100/mm3 : 346.000/mm3 : 77 fl : 24 pg : 32,1 gr/dl : 4.000.000 : 136 m mol/lt : 4,1 m mol/lt : 107 m mol/lt -

15

X foto Assessment

Program

Ca : 1,98 m mol GDS : 96mg/dl Cor : tak tampak besar. Pulmo : Bronkopneumoni duplek - Bronkopneumonia - Diare akut tanpa dehidrasi. - Anemia Mikrositik hipokromik - KEP ringan akut . Pengawasan KU dan KV, tanda-tanda distres respirasi, isap lendir teratur

tetap . tetap

Terapi

- O2 28% nasal - Infus D5% 480/20/5 tts - Inj. Ampicillin 3 x 250 mg IV - Inj. Chlorampenicol 3 x 250 mg IV PO : - Parasetamol 90 mg (k/p) - Ambroxol 3 x 4 mg - Vitamin BC/C 3 x 1 tab

O2 28% nasal Infus KAEN 3B 720/30/8 Inj. Ampicillin 3 x 250 mg IV Inj. Chlorampenicol 3 x 250 mg IV PO : - Parasetamol 90 mg (k/p) - Ambroxol 3 x 4 mg - Vitamin BC/C 3 x 1 tab

Diet

3 x lunak 3 x 100 cc susu LLM

tetap

Tanggal Keluhan KU TV: Nadi HR RR Suhu Px Fisik Lab Assessment Program

12 April 2003 jam 07.00wib Sesak nafas(+) Sadar, sesak nafas(+) i,t cukup 120 x/menit 44 x/menit 37oC
tetap

13 April 2003 jam 08.00 Panas


Sadar, rewel, sesak nafas (-), sianosis (-), mencret(-), tanda dehidrasi (-)

anemis(-),mencret(-), tanda dehidrasi (-)

i,t cukup 110 x/menit 40 x/menit 39,5oC


tetap

tetap tetap

tetap tetap.

Terapi Diet Edukasi Tanggal Keluhan KU TV: Nadi HR RR Suhu

tetap tetap

tetap tetap

14 April 2003 jam 07.30wib Mencret 1x@ 3 sdm, cair, lendir-, darah sesak nafas (-), sianosis (-), mencret(-), tanda dehidrasi (-)

15 Maret 2003 jam 0700wib Sadar, cukup aktif, sesak nafas (-), sianosis (-), mencret(-),

isi & teg. Cukup 110 x/menit 40 x/menit 37oC

isi & teg. cukup 110 x/menit 32 x/menit 37oC

16

BB Px Fisik

Kepala : Mata : Hidung : Mulut : tetap Leher : Dada : Cor : Paru : SD: vesikuler Eksperium diperpanjang-/ST : wheezing (-) hantaran -/Ronkhi -/Abdomen : Kulit : Extremitas : tetap

tetap

Lab Assessment Program Terapi Diet Edukasi

tetap tetap - tetap tetap

tetap tetap tetap tetap

Tanggal Keluhan KU TV: Nadi HR RR Suhu BB Px Fisik Lab Assessment

16 Maret 2003 Sadar, cukup aktif, sesak (-)

isi & teg. cukup 110 x/menit 28 x/menit 37oC tetap tetap

Program Terapi

Boleh Pulang
PO : - Parasetamol 90 mg (k/p) - Ambroxol 3 x 4 mg Vitamin BC/C 3 x 1 tab

Diet Edukasi

Tetap Minum obat teratur Kontrol setelah 3 kepulangan

hari

waktu

17

18

19

20

21

22

H. BAGAN PERMASALAHAN

Lingkungan Fisik Biologik Sosial ekonomi

Perilaku orang tua

Pelayanan pengobatan

KEP Anemia DATTD

Bronkonpneumonia Dupleks

Rehabilitatif Promotif Preventif

Asuh Asih Asah

Tumbuh kembang optimal

23

HASIL KUNJUNGAN RUMAH Kunjungan rumah penderita dilakukan pada tanggal 10 April 2003 pukul 15.00 WIB sebagai langkah untuk mencapai analisa yang meyeluruh dan integralistik. Pada saat kunjungan rumah dilakukan pengamatan yang meliputi keadaan rumah, kebiasaan sehari-hari, dan lingkungan sekitar rumah penderita yang kesemuanya merupakan faktor biofisikopsikososial dari penderita yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan, dan perkembangan anak yang bersangkutan . 1. Keadaan rumah Satus rumah Ukuran Penghuni Halaman rumah Dinding rumah Lantai rumah Atap Ruangan : Rumah sendiri : 4 x 8 m2 : 5 orang. : Ada : Anyaman bambu dan papan. : Papan. : Genting, tidak menggunakan plafon. : Satu ruang dengan ruang lainnya hanya disekat dengan papan triplek. Terdapat 1 ruang tamu sekaligus ruang keluarga, 2 kamar tidur, tidak ada ruang makan tersendiri, dapur di dalam rumah sehingga asap dapat memasuki ruang keluarga dan ruang tidur, 1 kamar mandi dalam rumah dan WC ada diluar rumah. Ventilasi : Dua jendela ada di ruang tamu, satu pintu. Kondisi rumah cukup tertutup, sirkulasi udara tidak cukup memadai sehingga terasa pengap dan lembab. Pencahayaaan : Cahaya matahari masuk melalui pintu dan jendela. Pencahayaan kurang, sinar matahari yang masuk rumah sangat sedikit sehingga walaupun siang hari di dalam rumah terkesan gelap. Kebersihan : Kurang bersih

24

Sumber air

: Air sumur pompa, jumlah cukup, digunakan untuk mandi, mencuci, memasak, dan minum. Jarak antara sumur dengan septic tank 10 m.

Tempat sampah

: sampah dibuang ke lubang sampah di samping rumah kemudian dilakukan pembakaran sampah sendiri.

2. Kebiasaan Sehari-hari Penderita tinggal bersama ibunya, satu kakak, satu tante dan satu sepupunya keseluruhan satu rumah dihuni oleh 5 orang. Penderita diasuh oleh ibu dan kadang-kadang neneknya yang tinggal di sebelah rumah. Ayah bekerja sebagai buruh serabutan di luar daerah. Makanan dan minuman dimasak sebelum dimakan. Pakaian kotor dicuci tiap 1 hari menggunakan sabun colek. Alat makan dicuci dengan sabun colek. Kegiatan mencuci dilakukan di kamar mandi sekaligus tempat mencuci. Rumah disapu 1 kali sehari dan sampah dibuang ke lubang sampah di samping rumah kemudian seminggu sekali dibakar. Anggota kaluarga mandi 2 x sehari di kamar mandi sendiri. Penderita jika buang air besar masih dibantu oleh ibunya. Buang air besar di WC. 3. Lingkungan Rumah penderita terletak di daerah Desa Punden Arum RT2 RW4 Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Memiliki kepadatan cukup. Keadaan sekitar rumah cukup bersih, jalan di depan rumah belum beraspal lebarnya 2,5 meter, jika musim hujan tidak kebanjiran. Hubungan antara keluarga dan masyarakat sekitar cukup baik.

25

Gambar 1 . Denah rumah E D Belakang

A B C D E

: Ruang tamu+keluarga : Kamar tidur : Kamar mandi : Dapur terbuka : WC : pintu

8m

A Depan B

4m

Halaman Depan

Jalan beraspal kasar 3 meter lebarnya

Pemeriksaan Fisik Saat Kunjungan Rumah Seorang anak perempuan, usia 15 bulan, berat badan 8100 gram, dan panjang badan 77 cm. Keadaan umum : Sadar, aktif, sesak nafas (-), rewel (-), tampak pucat (-), tampak sianotik (-). Tanda Vital Nadi RR Temperatur Kepala Lingkar kepala Rambut : 46 cm, mesosefal : hitam tidak mudah dicabut : 104 x/menit, isi dan tegangan cukup. : 32 x/menit : 37C

26

Mata Hidung Telinga Mulut Selaput mukosa Lidah Gigi Tenggorokan Leher Keadaan tubuh Sianotik Ikterik Turgor Tonus Oedema Dyspnoe Dada Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: konj. palp.anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/: nafas cuping hidung (-), sekret (-) : sekret (-) : kering (-), sianosis (-) : kering (-), sianosis (-) : lidah kotor (-), tremor (-), kering (-) : belum tumbuh : T1-T1, faring hiperemis (-) : simetris, pembesaran nnll -/: (-) : (-) : kembali cepat : normotoni : (-) : (-)

: simetris, statis, dinamis, retraksi (-) : fremitus kanan sama dengan kiri : sonor seluruh lapangan paru : Suara dasar vesikuler Suara Tambahan : ronkhi basah halus nyaring -/hantaran -/wheezing -/-

Jantung Inspeksi Palpasi : iktus kordis tak tampak : iktus kordis teraba di sela iga V 2 cm medial linea medioclavicularis kiri

27

Perkusi

: batas

kiri

sela

iga

V,

cm

medial

linea

medioclavicularis kiri Batas atas : sela iga II, linea midsternalis kiri Batas kanan : linea parasternalis kanan Auskultasi : Bj I-II normal, bising (-), gallop (-), irama reguler, aktivitas cukup, frekuensi jantung 110x/menit. M1 > M2, A1 < A2, P1 < P2 Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Alat Kelamin Wanita, dalam batas normal, anus (+) dalam batas normal Anggota gerak Superior Akral dingin Sianosis Oedem Perdarahan spontan Capp. Refill -/-/-/-/<2 Inferior -/-/-/-/<2 : datar, venektasi (-) : bising usus (+) N : supel, hepar tidak teraba, ginjal S0 : timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)

BAB III PEMBAHASAN


I. Bronkopneumonia Duplek A. Definisi Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada parenkim paru sebelah distal bronkus terminalis yang bisa meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, alveoli, dan jaringan intertisial paru. Pembagian pneumonia secara anatomis meliputi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia intertisialis (bronkiolitis).4 Eksudat mukopurulen yang dihasilkan oleh peradangan tersebut akan menyebabkan penyumbatan pada saluran-saluran nafas kecil dan menghasilkan bercak-bercak konsolidasi pada lobulus-lobulus paru yang berdekatan.4 C. Tinjauan Etiologi 1. Etiologi virus Pneumonia virus adalah penyebab pneumonia yang paling sering dan lazim selama usia beberapa tahun pertama dan yang paling lazim disebabkan oleh virus sinsitial pernafasan (RSV).14 Kebanyakan virus pneumonia didahului gejalagejala pernafasn beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Suhu biasanya lebih rendah daripada pneumonia bekteri. Takipneu yang disertai dengan retraksi intercostal, subcostal, dan suprastrenal, pelebaran cuping hidung dan penggunaan otot tambahan sering didapatkan. Infeksi berat sering disertai sianosis dan kelelahan pernafsan. Auskultasi dada didapatkan ronkhi dan mengi yang luas yang sukar dilokalisasi sumbernya dan ditemukan hipersonor. 14,15 Pneumonia virus tidak dapat secara tepat dibedakan dari penyakit mikoplasma atas dasar klinis murni dan kadang-kadang sukar dibedakan dari pneumonia bakteri. Angka sel darah putih perifer cenderung normal atau sedikit naik (<20.000/mm3) dengan dominasi limfosit. Reaktan fase akut seperti laju endap darah (LED ) protein C reaktif (CRP) biasanya normal atau sedikit naik. Diagnosis pasti dengan isolasi virus dari spesimen yang diambil dari saluran pernafasan. Kegagalan berespon terhadap pengobatan antibiotik merupakan bukti tambahan untuk etiologi

28

29

virus. Kebanyakan anak dengan pneumonia virus sembuh tanpa banyak peristiwa dan tidak mempunyai sekuele.14 2. Etilogi Bakteri Pneumonia bakteri selama masa anak terutama di bawah usia 2 tahun bukanlah merupakan infeksi yang lazim bila tidak ada penyakit kronis yang mendasar, seperti kistik fibrosis atau defisiensi imunologis. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan paru yaitu infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal, menghambat fagositosis, mengubah flora bekteri, dan mengganggu lapisan epitel saluran pernafasan normal. Penyakit virus pernafasan sering mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari. Pada pemeriksaan laboratorium darah akibat infeksi bakterial, didapatkan peningkatan LED, lekositosis (11.000-40.000/mm3).14,15 Pneumonia karena Streptococcus pneumonia merupakan etiologi yang paling sering sebagai peyebab bronkopeumonia yang didapatkan dari komunitas (community-acquired), sedangkan yang penebab yang lain yaitu Staphilococcus uureus, dan Haemophilus Influenzae. Sedangkan bronkopneumonia yang didapatkan dari lingkungan rumah sakit (hospital-acquired) memiliki pola kuman-kuman infeksi nosokomial pada umumnya.14 B. Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis Dalam anamnesis (alloanamnesis) bronkopneumaonia sering didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari sebelumnya seperti batuk atau pilek, kemudian disusul oleh panas tinggi biasanya 39 -40C, sesak nafas, nafas cepat dan dangkal serta anak berusaha bernafas dengan segala cara sehingga tampak nafas cuping hidung, pernafasan dari mulut, retraksi suprasternal, epigastrial ataupun intercostal sebagai usaha otot-otot pernafasan tambahan untuk meningkatkan kemampuan bernafas. Anak tampak gelisah, berkeringat bisa sampai menggigil, bila sesak hebat bisa terjadi sianosis pada seluruh tubuh anak, batuk-batuk, kadangkadang bisa disertai kejang, muntah, dan diare. Batuk semula kering kemudian produktif sebagai produk mukopurulen dari proses radang yang terjadi.11,12,13 2. Pemeriksaaan Fisik

30

Pada pemeriksaan fisik hasil yang ditemukan sangat tergantung dari luas daerah yang terkena proses inflamasi. Didapatkan keadaan umum anak yang sesak nafas ditandai nafas cepat, nafas cuping hidung, dan retraksi suprasternal, epigastrial ataupun intercostal, anak tampak gelisah, bisa tampak sianosis pada bibir, tangan dan kaki atau pada seluruh tubuh dan panas tubuh yang tinggi. Pada palpasi dan perkusi dada sering tidak didapatkan kelainan sedangkan pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler dan suara tambahan berupa ronkhi basah halus nyaring dapat disertai hantaran dan tidak ada wheezing. Apabila sarang bronkopneumopnianya menjadi satu pada perkusi dada mungkin dapat terdengar keredupan, suara pernafasan terdengar mengeras , dan pada auskultasi didapatkan ronkhi basah halus nyaring. Jika ditemukan tanda-tanda sumbatan saluran nafas bagian bawah didapatkan wheezing ekpiratorik dan eksperium yang memanjang maka disebut bronkopneumonia dengan komponen asmatik. Pada palpasi hepar dapat terdorong ke bawah atau dapat pula membesar. Bila terjadi komplikasi gagal jantung kongestif maka didapatkan hepar yang membesar dengan tepi tumpul disertai dengan frekuensi nafas >60x/menit dan nadi 160x/menit. 3. Pemeriksaaan Penunjang Foto polos thoraks dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada bronkopneumonia didapatkan kelainan radiologi paru yang dapat berupa infiltrat lokal maupun tersebar atau juga konsolidasi lobus paru. Namun perlu ditekankan bahwa gejala klinis dan pemeriksaan fisik memegang peranan penting, oleh karena ada beberapa keadaan dimana gambaran radiologis tidak selalu yaitu pada permulaan penyakit atau bila pneumonia sangat berat. Dari foto polos dada ini juga dapat menunjukkan ada atau tidaknya komplikasi bronkopneumonia seperti efusi pleura, pleuritis, abses paru, pneumothoraks, pericarditis, dan cor pulmonae sub acutum. 2. Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi5,6 Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau untuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang aair besar lebih dari empat kali atau bayi lebih dari satu bulan dan anak adalah lebih dari tiga kali. Pada umumnya gejala klinik dari penyakit diare

31

dibagi menjadi empat aspek yang terdiri dari aspek muntah dan berak, aspek etiologi, aspek dehidrasi dan aspek komplikasi. 5,6 a. Aspek muntah dan berak Muntah dan berak merupakan gejala utama dari gastroenteritis . Muntah dan berak ini dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada diare penting sekali diketahui secara anamnesis dan pemeriksaan fisik tentang kualitas dan kuantitas tinja, diantaranya : Konsistensi, warna, lendir,darah, bau, buih, jumlah, nyemprot, frekuensi dalam satu hari. b. Aspek etiologi Faktor penyebab diare pada umumnya mempunyai latar belakang majemuk, baik penyebab infeksi maupun non infeksi. Czernik mengajukan beberapa faktor etiologi diare, yaitu sebagai berikut (4,7): 1). Faktor makanan 2). Faktor konstitusi 3). Faktor psikis 4). Faktor infeksi c. Aspek dehidrasi Dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh terjadi apabila jumlah cairan yang keluar melebihi jumlah cairan yang masuk. Pada diare dehidrasi disebabkan oleh berak yang berlebihan, muntah dan penguapan karena demam. Berdasarkan jumlah cairan yang hilang dehidrasi dibagi menjadi tanpa tanda dehirasi, dehidrasi ringan sedang, dan dehidrasi berat. d. Aspek komplikasi Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa. Kekurangan cairan ini terjadi karena pengeluaran usus yang berlebihan dan masukan cairan yang berkurang. Gangguan gizi, Chen dkk (1983) mengatakan bahwa gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena masukan makanan yang berkurang, gangguan absorbsi, peningkatan katabolisme dan kekurangan protein secara langsung dari saluran cerna. Kekurangan cairan pada diare dapat mengakibatkan beberapa komplikasi sebagai berikut: 1. Gangguan elektrolit, dapat berupa:

32

1). Hiponatremi atau hipernatremi 2). Hipokalemi 2. Gangguan akibat kekurangan cairan: dapat menyebabkan syok dan gagal ginjal. 3. Gangguan nutrisi. 1). Hipoglikemi 2). Penurunan berat badan 4. Gangguan keseimbangan asam basa. 3. Anemia hipokrom mikrositer 8,9 Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari normal, sesuai dengan umur dan jenis kelamin atau keadaan hematokrit kurang dari normal atau jumlah sel darah merah berkurang. Menurut kriteria WHO batasan nilai normal untuk Hb adalah sebagai berikut: Umur 6 bulan sampai 6 tahun : 11 gr/dl Umur 6 tahun sampai 14 tahun : 12 gr/dl Laki-laki dewasa : 13 gr/dl Wanita dewasa tidak hamil : 12 gr/dl Wanita dewasa hamil : 11 gr/dl Berdasarkan etiologinya anemia dibagi menjadi anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia defisiensi. Berdasarkan morfologinya anemi dibagi menjadi anemia makrositik, anemia normositik mikrositer, dan anemia hipokrom mikrositik. Anemia defsiensi besi merupakan anemia yang disebabkan cadangan besi dalam tubuh yang berkurang (pada Kurang Energi Protein, defisiensi diet relatif), absorbsi kurang (pada Kurang Energi Protein, diare, sindroma malabsorbsi), sintesa kurang, kebutuhan naik (pada infeksi dan pertumbuhan), dan pengeluaran bertambah (misalnya kehilangan darah). Anemia ini akan memberikan gambaran hipokrom mikrositik.8,9

33

Klasifikasi anemia yang paling bermanfaat untuk saat ini adalah berdasarkan indeks sel darah merah. Keuntungannya adalah dapat memberikan perkiraan abnormalitas yang mendasarinya sehingga pemeriksaan selanjutnya lebih terarah.

Tabel 1. Klasifikasi anemia Mikrositik, hipokrom Normositik, normokrom Makrositik MCV, MCHC berkurang (MCV < 80 fl) (MCHC < 27 pg) MCV, MCH normal (MCV 80-95 fl) (MCH 27-34 pg) MCV meningkat (MCV > 95 fl) 4. Kurang Energi Protein Ringan Akut 10 Anak usia di bawah lima tahun merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, termasuk masalah kurang energi protein ( KEP ) di mana resiko terjadinya kurang energi protein ini meningkat pada usia 6 bulan dan tetap tinggi pada usia 1 sampai 3 tahun. Penyebabnya antara lain adalah masukan makanan yang kurang, serta makanan yang di konsumsi tidak mencukupi jumlah energi dan nutrisi yang di perlukan tubuh. Anak pada usia ini lebih aktif dan memerlukan lebih banyak energi, lebih mudah terinfeksi sehingga nafsu makan berkurang. 10 Penilaian status gizi pada anak dapat dilakukan dengan cara : - Anamnesis untuk menilai masukan diet. - Pemeriksaan klinis dengan ada tidaknya tanda-tanda kekurangan gizi. - Pemeriksaan laboratorium dengan melihat kadar Hb, protein, kolesterol, hitung limfosit dalam darah. - Antropometri yang disesuaikan dengan standart harvard, standart baku NCHS (dengan mengukur BB/U, PB/U dan BB/PB). BB/U Baik KEP ringan KEP sedang KEP berat 80 110 70 80 60 70 < 60 PB/U > 95 90 95 85 90 < 85 BB/PB 90 110 80 90 70 80 < 70

34

- BB/U yang rendah dan PB/U yang normal menunjukkan indikator status gizi fase akut, sedangkan BB/U yang rendah dan PB/U yang rendah menunjukkan indikator status gizi fase kronis. ANALISA KASUS Dari data-data yang telah dikumpulkan maka diagnosis bronkopneumonia duplek pada kasus ini dapat ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis yaitu anak panas tinggi, terus menerus disertai batuk dan sesak nafas 2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, takipneu (RR 40X/menit) nafas cuping hidung, retraksi otot-otot pernafasan (retraksi suprasternal dan epigastrial), pada auskultasi terdengar ronki basah halus nyaring di kedua basal paru. 3. Pada pemeriksaan foto toraks menunjukkan paru dengan kesan gambaran bronkopneumonia duplek Kemungkinan etiologi bronkopneumonia pada kasus ini mengarah pada infeksi bakterial yang ditunjang dengan adanya lekositosis pada pemeriksaan darah rutin. Untuk mendukung diagnosis ini diperlukan preparat darah hapus untuk melihat adanya hipersegmentasi, vakuolisasi dan hitung jenis bergeser kekiri yang menunjukkan adanya infeksi bakterial. Kasus ini didiagnosis banding dengan bronkiolitis. Pada bronkiolitis panas biasanya tidak terlalu tinggi (subfebril), pada pemeriksaan fisik paru didapatkan perkusi yang hipersonor, dada hiperinflasi, dan pada auskultasi terdengar eksperium yang memanjang, wheezing, dan ronkhi basah halus minimal tidak sebanding dengan sesaknya yang hebat. Pada penderita ini tidak dijumpai gambaran yang demikian sehingga diagnosis bronkiolitis dapat disingkirkan. Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat batuk tidak sembuh-sembuh, riwayat panas nglemeng (-), tidak berkeringat malam hari, tidak terdapat riwayat kontak dengan penderita batuk lama. Pada penderita ini tidak dilakukan uji PPD 5TU, karena secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda proses spesifik. Diare pada penderita ini kemungkinan etiologinya adalah infeksi parenteral yang disebabkan penyakit bronkopneumonianya, hal ini didukung dengan hasil laboratorium darah yang menunjukkan adanya lekositosis. Pemeriksaan feses

35

mikroskopis dalam batas normal, clini tes negatif. Hal ini menunjukkan tidak adanyanya intoleransi laktosa. Etiologi intoleransi lemak pada kasus ini memang belum dapat disingkirkan, oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan Sudan III. Diagnosis anemia pada penderita ini berdasarkan hasil pemeriksaan darah rutin dimana kadar hemoglobinnya 10 g/dl, lebih rendah dari batas nilai normal menurut WHO, yaitu 11,0 g/dl. Klasifikasi anemi penderita ini termasuk mikrositik hipokromik, karena didapatkan nilai MCV dan MCH menurun ( MCV : 77 fl dan MCH : 24 pg). Untuk mendukung diagnosis ini seharusnya dilakukan pemeriksaan preparat darah tepi. Apabila merupakan anemia mikrositik hipokromik akan didapatkan gambaran preparat darah tepi dengan central palor lebih dari 1/3 bagian ( N= 1/3 bagian) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrosit). Apabila disebabkan karena infeksi akan tampak gambaran hemolisis, pada sistem granulopoetik akan tampak fragmentosis dan pada sistem eritropoetik akan tampak retikulositosis. Kemungkinan etiologi yang paling mendekati pada pasien ini adalah anemia defisiensi besi, dengan pertimbangan bahwa penderita tersebut sedang dalam masa pertumbuhan dimana dibutuhkan zat besi yang banyak untuk pembuatan mioglobin sedangkan intake makanan yang mengandung zat besi masih belum memenuhi angka kecukupan hariannya terlihat dari kualitas dan kuantitas makanannya yang kurang. Diagnosis anemia defisiensi Fe perlu ditegakkan dengan pemeriksaan kadar serum besi ( serum iron ) dan daya ikat besi ( total iron binding capasity ). Pada keadaan anemia defisiensi besi akan didapatkan kadar serum besi ( serum iron ) menurun yaitu < 59 mg% dan daya ikat besi (total iron binding capasity) meningkat yaitu > 350 mg%. Pada penderita ini belum dilakukan pemeriksaan tersebut. Dari data antropometri yang didapat maka interprestasi dari kondisi penderita ini adalah KEP ringan akut. Hal ini mungkin di sebabkan karena anak intake makanannya kurang, adanya diare dan juga karena faktor sosial ekonomi yang kurang. PENGELOLAAN

36

Prinsip pengelolaan meliputi

aspek keperawatan, medikamentosa, dan

dietetik yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi penderita saat ini. Pengelolaan penderita dilaksanakan melalui life saving, diagnosa dini, pengobatan secara cepat dan tepat serta pencegahan komplikasi yang mungkin dapat terjadi. I. Bronkopneumonia Duplek Aspek Keperawatan Pengawasan keadaan umum penderita, tanda vital ( HR,RR,Suhu), tandatanda distress respirasi yaitu nafas cuping hidung dan retraksi otot-otot suprasternal dan epigastrial saat inspirasi. Pemberian O2 jika terdapat sesak Jalan nafas harus selalu dibersihkan dengan pengisapan lendir secara teratur. Diberikan infus Dextrosa 5% sebagai masukan kalori dan sebagai infuse line. Aspek Medikamentosa Antibiotik diberikan pada penderita bronkopneumonia berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab sebagai terapi inisial secara empiris sebelum diketahui kuman penyebab/ hasil kultur. Umur < 3 bulan biasanya disebabkan oleh kuman gram positif ( Streptococcus) atau gram negatif (E. Coli, Klebsiella, Pseudomonas), diberikan kombinasi Ampisillin : 50-100 mg/Kg BB/hari, im/iv, terbagi dalam empat dosis ditambah dengan Aminoglikosida misalnya Gentamisin 57 mg/KgBB/hari im/iv terbagi dalam 2 dosis. Lamanya pengobatan 7-10 hari. Umur 3 bulan atau lebih, mungkin disebabkan oleh : kuman S. Pneumonia, H. Influenzae atau Stafilokokus, sehingga terapi yang diberikan berupa kombinasi Ampisilin 50-100 mg/Kg BB/hari, im/iv, terbagi dalam empat dosis dengan Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari, iv, 3-4 kali pemberian. Apabila kuman penyebab dapat diisolasi, terjadi efek samping obat, atau hasil pengobatan tidak memuaskan perlu dilakukan evaluasi ulang apakah antibiotik perlu diganti yang lain. Untuk menurunkan panas diberikan Paracetamol dengan dosis 10 mg/kgBB sekali pemberian.

37

Aspek Dietetik Diet diberikan sesuai dengan gizi penderita, mudah dicerna dan dapat diterima oleh penderita baik rasa maupun variasinya. Kebutuhan kalori dan protein sesuai dengan berat badan dan keadaan umum yaitu 10 kg I diberikan 100 Kkal/kgbb/hari, 10 kg II diberikan 50 Kkal/kgbb/hari dan protein 2-4 gr/kgbb/hari. Kebutuhan cairan penderita dengan bronkopeneumonnia perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : sesak ditandai adanya nafas cuping hidung dan retraksi suprssternal dan epigastrial bahkan interkostal panas yang ditandai dengan adanya kenaikan suhu lebih dari 37C, memerlukan koreksi 12,5% setiap kenaikan suhu 1C. Bahaya komplikasi CPSA yang dapat dicetuskan atau diperberat dengan keadaan over hidrasi (pemberian cairan yang berlebihan) sehingga kebutuhan cairan perlu dikurangi 10-25%. II. Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi Dasar pengelolaan diare yang dipakai adalah rumusan 5-D, yaitu : (1) Dehidrasi, (2) Diagnosa, (3) Dietetik, (4) Drugs (pengobatan kausal) dan (5) Defisiensi Disakaridase.(6) Akhir-akhir ini digunakan pedoman pengelolaan penderita diare yang meliputi empat aspek, yaitu (5) a. Aspek Rehidrasi b. Aspek Refeeding c. Aspek Medikamentosa d. Aspek Edukasi a. Aspek Rehidrasi Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, kalsium dan bikarbonat. Semua komplikasi diare akut disebabkan karena kehilangan air dan elektrolit melalui tinja. Pemberian cairan intravena ini ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Cairan infus yang diberikan adalah DGL S atau KAEN 3B. Infus DGL S mengandung elektrolit yaitu natrium, kalium, klorida, laktat serta glukosa. (5)

38

b. Aspek Refeeding Refeeding supaya berhasil sebaiknya memenuhi persyaratan : 1. 2. 3. Penderita tidak jatuh lagi dalam keadaan dehidrasi atau asidosis akibat kekurangan cairan, kalori / nutrien tertentu. Agar tidak terjadi uremia akibat protein tubuh terpaksa diuraikan Agar tidak terjadi diare kembali yang disebabkan intoleransi terhadap makanan Pada penderita diare yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi akut karena bakteri maka perlu diberikan antibiotika. Pemberian parasetamol ditujukan untuk mengatasi panas dan vitamin B kompleks berfungsi sebagai roboransia yang meningkatkan daya tahan tubuh sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan. d. Aspek Edukasi Keluarga, terutama ibu penderita mendapatkan pengarahan tentang diare, tanda-tanda dehidrasi, pencegahan diare serta pemberian nutrisi pada penderita selama perawatan, ibu diikutsertakan untuk merawat anaknya dan mengetahui cara pembuatan cairan rehidrasi oral agar ibu dapat membuat sendiri di rumah. Ibu diharapkan dapat memberikan pertolongan pertama dirumah apabila anak menderita diare. Misalnya dengan memberikan oralit atau larutan gula garam. Selain itu disarankan menjaga kebersihan, cuci tangan setelah buang air kecil/besar dan sebelum makan, air minum dimasak, persiapan alat makan dan minum yang bersih, pengolahan makanan yang bersih. III. Anemia Mikrositik Hipokromik Aspek Keperawatan Indikasi rawat pada penderita anemia adalah jika memenuhi:

c. Aspek Medikamentosa

Kadar Hb < 7 gr%. Kadar Hb < normal, disertai tanda gagal jantung. Kadar Hb < normal, ada penyakit penyerta.

Aspek Medikamentosa Anemia defisiensi zat besi memperlihatkan respon yang baik dengan pemberian senyawa zat besi, diharapkan kadar hemoglobin meningkat 2g% setiap 3 minggu. Senyawa yang diberikan adalah sulfas ferosus: 30mg/kgBB/ dibagi dalam 3

39

dosis per oral. Untuk meningkatkan absorbsi zat besi dapat diberikan asam askorbat 3x50 mg. Aspek Dietetik Pemberian diet yang mengandung besi dan menghindari diet yang menghambat absorbsi besi. IV. Kurang Energi Protein Ringan Akut Aspek Keperawatan Tujuan perawatan adalah untuk dapat meningkatkan status gizi anak melalui intervensi gizi. Namun hal ini tidak lepas dengan keadaan sosial ekonomi keluarga. Pada pasien yang tergolong kurang mampu, perawatan dirumah sakit akan memberatkan pihak keluarga, sehingga yang diperlukan adalah perawatan singkat dirumah sakit dengan memberikan penyuluhan hidup sehat, konsul gizi dan penyusunan pola makan dirumah. Aspek Medikamentosa Pemberian Vit BC/C sebagai terapi suportif. Aspek Dietetik Syarat diet pada penderita Kurang Energi Protein :

Nilai gizi sesuai dengan kebituhan pasien Mudah dicerna dan tidak merangsang lambung Porsi kecil tetapi sering Dapat diterima pasien dan disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi Kandungan gizi terpenuhi

Pengelolaan Pada Penderita Pada kasus ini penanganan yang dilakukan pertama kali adalah untuk tanda-tanda distress respirasinya yaitu sesak nafas kemudian secara bertahap mengobati kausa dari bronkopneumonianya dan penyakit yang menyertai. Dengan teratasinya bronkopneumonia dupleks, maka diharapkan kondisi umum pasien akan semakin membaik. Aspek Keperawatan

40

Pada pasien ini menunjukkan tanda-tanda distress respirasi

yaitu nafas

cuping hidung dan retraksi otot-otot suprasternal dan epigastrial saat inspirasi maka dilakukan pembersihan jalan nafas dengan pengisapan lendir secara teratur kemudian diberikan oksigen 28% nasal sampai sesak nafas berkurang dengan frekuensi nafas antara 20-30 kali permenit. Pada hari pertama sebagai masukan kalori dan sebagai infuse line maka pada pasien ini diberikan infus Dextrosa 5% 480 / 20 / 5 tetes. Aspek Medikamentosa Sebagai pengobatan bronkopneumonia karena anak berumur 15 bulan maka antibiotika yang diberikan adalah injeksi ampisilin 3 x 250 mg iv dan injeksi kloramfenicol 3x 250 mg iv yang sebelum pemberian mutlak dilakukan tes alergi dulu pada kulit penderita. Selain itu diberikan juga obat penurun panas (paracetamol) dengan dosis 90mg sekali pemberian kalau panas dan sebagai roboransia diberikan vit BC/C 3X1 tablet, untuk mengatasi batuk maka pada pasien ini diberikan ambroxol 3x 4 mg yang bersifat mukolitik. Ternyata kondisi penderita membaik pada hari ke-5 maka antibiotika diteruskan peroral sampai dengan hari ke10. Untuk mengatasi diarenya diberi oralit sebanyak 50cc setiap mencret dan infus diganti dengan KAEN 3B 720/30/8. Pemberian cairan intravena ini ditujukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya dehidrasi dan mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Pada pasien ini tidak diberikan preparat besi untuk pengobatan aneminya karena penderita ini dalam keadaan infeksi akut. Pemberian preparat besi hanya akan menambah virulensi kuman, oleh karena besi ini akan dipergunakan untuk tumbuhnya kuman. Aspek Dietetik Dietetik diberikan sesuai dengan keadaan penderita saat ini. Penderita anak perempuan usia 15 bulan dengan berat badan 8,1 kg dan suhu 39C diberikan sesuai dengan kebutuhan . Kebutuhan kalori dan protein sesuai dengan berat badan dan keadaan umum yaitu 10 kg I diberikan 100 Kkal/kgbb/hari, 10 kg II diberikan 50 Kkal/kgbb/hari dan protein 2-4 gr/kgbb/hari. Sedangkan kebutuhan cairan adalah

41

1012 cc/hari setelah dilakukan koreksi suhu 25 % (kenaikan 2 C), dan restriksi 20 % untuk mencegah terjadinya CPSA. Pada hari pertama penderita ini mendapat masukan dari infus 480 cc dari diet lunak 300 cc serta dari susu LLM sebanyak 300 cc sehingga angka kecukupan untuk pasien ini 106,6 %. Pada hari kedua masukan infus sebanyak 720cc, dari diet lunak 300cc, dari LLM 300cc sehingga angka kecukupannya 130,4%. Kecukupan nutrisi 24 jam hari- 1 Kebutuhan 24 jam Infus D5%L 3 x lunak 2 x 100 LLM Jumlah Kecukupan gizi Cairan (cc) 1012 480 300 300 1080 106,6 % Kalori (kal) 810 96 1218 588 1512,6 186,7 % Protein (gr) 16,4 45,45 26,7 50,73 313,1 %

Kecukupan nutrisi 24 jam hari ke-2 Kebutuhan Cairan (cc) Kalori (kal) Protein (gr) 24 jam 1012 810 16,4 Infus KAEN 3B 720 180 3 x lunak 300 1218 45,45 2 x 100 LLM 300 588 26,7 Jumlah 1080 1986 50,73 Kecukupan gizi 130,4 % 245,2 % 313,1 % Akseptabilitas makanan hari ke-1 dan hari ke-2: diit habis, muntah (-), diare (+) Akseptabilitas makanan hari ke-3 sampai ke-6: diit selalu habis, muntah (-), diare (-) Pengelolaan Kurang Energi Protein Ringan Akut pada penderita ini dengan memberikan makanan cukup kalori dan protein yang disesuaikan dengan umur dan status gizi penderita dan memberikan penyuluhan kesehatan, gizi dan higiene sanitasi yang sehat. Seharusnya dilakukan penimbangan ulang berat badan sehingga dapat dievaluasi status gizi penderita. PROGNOSIS Prognosis penderita bronkopneumonia secara umum tergantung dari ada tidaknya komplikasi selain faktor usia, status gizi, kecepatan, dan ketepatan pengobatan yang diberikan. Dengan pemberian antibiotika yang tepat secara dini dan

42

pemberian dietetik yang tepat pula maka kesembuhan akan dapat dicapai sekaligus menurunkan angka mortalitas. Prognosis penderita ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah ad bonam karena tidak adanya komplikasi yang berat dan keadaan penderita membaik selama perawatan, sedangkan prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah ad bonam. Dan prognosis terhadap fungsi paru (quo ad fungsionam) juga baik kaarena dapat diharapkan kesembuhan jaringan yang sempurna. Saran dan edukasi yang diberikan kepada orangtua penderita sewaktu anak akan pulang adalah sebagai berikut : 1. Promotif : sebagai promotif menganjurkan memberikan makanan yang mengandung gizi yang cukup yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak untuk penderita.dan menasehatkan supaya selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan. 2. Preventif : sebagai usaha preventif menganjurkan pada orangtua penderita supaya segera memeriksakan anak ke fasilitas kesehatan terdekat jika timbul keluhan kesehatan dan obat yang diberikan supaya diminum sesuai dengan ketentuan. 3. Kuratif : sebagai usaha kuratif menasehatkan orang tua penderita untuk memberikan obat secara teratur sesuai ketentuan dan membawa anak kontrol tepat waktu ke poliklinik penyakit paru RSDK(poli 151) 3 hari kemudian, hal ini untuk memantau kesembuhan dan menuntaskan proses pengobatan. 4. Rehabilitatif : Menganjurkan agar anak selalu diperiksakan kesehatannya secara rutin di Posyandu atau Puskesmas setiap bulan untuk memantau kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan anak. 5. Memberikan nasehat kepada orang tua penderita untuk secara optimal berusaha mencukupi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang meliputi : Asuh : memenuhi kebutuhan akan pangan/gizi, papan/pemukiman yang layak, perawatan kesehatan dasar antara lain :imunisasi, pemberian ASI, penimbangan anak yang teratur dan pengobatan kalau sakit. Asih : memberikan kasih sayang dan perhatian pada penderita supaya pengobatan berjalan sampai tuntas dan mencegah berulangnya penyakit.

43

Asah : memberikan stimulasi mental psikososial dengan alat pengasah edukatif yang dapat berupa gambar dan suara.

BAB IV RINGKASAN
Pada tulisan ini dilaporkan kasus seorang anak dengan bronkopneumonia duplek, diare tanpa tanda dehidrasi, anemia mikrositik hipokromik dan KEP ringan akut dengan pembahasan diagnosis, pengelolaan dan terapinya. Klinis didapatkan seorang anak perempuan, 15 bulan, BB 8,1 kg, panjang badan 77 cm. Dari anamnesis diperoleh bahwa 3 hari anak panas tinggi, terus menerus, tidak menggigil, tidak kejang, tidak keluar keringat dingin pada malam hari tidak mimisan, gusi tidak berdarah. Terdapat batuk tidak berdahak, ngekel, tidak sesak nafas, tidak biru-biru disertai pilek jumlah lendir sedikit warna jernih, muntah 1x @ 2 sendok makan seperti yang dimakan dan diminum, tidak mencret, buang air kecil dan air besar tidak ada kelainan. Anak diberi obat paracetamol diminum 3x sehari tetapi tidak ada perbaikan. 1 hari batuk bertambah ngekel, nafas sesak, tidak biru-biru, mengi tidak ada. Anak rewel, mencret 4x sehari @ seperempat gelas aqua, konsistensinya cair, terdapat ampas, berbau asam, tidak ada lendir, tidak ada darah, buang air kecil tidak ada kelainan. Anak kemudian dibawa ke Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. Riwayat panas nglemeng sebelumnya disangkal, riwayat keringat dingin di malam hari disangkal, riwayat berat badan susah naik ibu tidak tahu. Riwayat kontak dengan penderita batuk2 lama/ penderita TB Paru disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 124 x/menit (isi dengan tegangan cukup), frekuensi nafas 40 x/menit, suhu 39 0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung (-), nafas cuping (+), sekret (-). Pada pemeriksaan dada didapatkan retraksi suprasternal dan epigastrium. Pada auskultasi paru didapatkan suara tambahan ronkhi basah halus nyaring pada kedua basal paru, hantaran di seluruh lapangan paru, wheezing (-). Pemeriksaan X-foto didapatkan kesan gambaran bronko pneumonia duplek. Dari hasil laboratorium darah didapatkan kesan lekositosis dan anemia mikrositik

44

45

hipokromik. Pada pemeriksaan tinja tidak didapatkan bakteri, telur cacing maupun amuba. Status gizi menurut NCHS didapatkan kesan KEP ringan akut (BB/TB = 79,4% ; BB/U = 98,9% ; PB/U = 81%). Dengan penanganan yang baik pada akhirnya keadaan penderita dinyatakan membaik tanpa ada komplikasi. Penderita diperbolehkan pulang setelah perawatan selama 6 hari dan dianjurkan untuk minum obat secara teratur dan kontrol ke poliklinik RSDK 3 hari kemudian untuk menuntaskan pengobatan dan memantau kesembuhan. Dengan melihat perjalanan penyakit dan kondisi penderita sebelum pulang, maka prognosis penderita adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA 1. David A. Kaufman. Pneumonia (Health Encyclopedia) (serial online) 2003 March ( cited2/28/2002) 1(1): (26 screen). Available from: URL: HYPERLINK http://www.Yahoo.Health.Encyclopedia.Pneumonia.Htm 2. Sidhartani ZM. Epydemiology community Acquired Pneumonia. Dalam ; Simposium Respiralogi Anak Masa Kini. Bandung 11-12 Desember 1998 3. Sidhartani ZM. Pneumonia pada anak. Dalam : Peranan dan penatalaksanaan pada infeksi saluran nafas. Semarang : Hoechst Mosion Rusel, 1998, 1-9 4. Staf Pengajar FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985; 1197 1201 dan 1228 32. 5. Buku Ajar Diare. Depkes RI Ditjen PPM dan PLP. Jakarta : Depkes RI, 1999 ; 3, 2572. 6. Sudigbia I, Budi Santoso, Hartantyo. Diare akut. Dalam : Pedoman Pelayanan Medik Anak RSDK/FK UNDIP. Semarang : Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP, 1989 ; 179202. 7. Sudigbia I. Pengantar diare akut anak. Semarang : Badan Penerbit FK UNDIP, 1991 ; 561 8. Hasan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Buku 1. Jakarta : Badan Penerbit FK UI, 1997 ; 283-435. 9. Sumantri, Tamam M. Anemia. Dalam Hartantyo I, Susanto R, ed; Pedoman Pelayanan Medik Anak Bagian IKA FK UNDIP Semarang, 1997 ; 14957. 10. Depkes RI. Pedoman Tata Laksana KEP pada anak Di Rumah Sakit Kabupaten/Kotamadya. Dirjen PKM Direktorat Bina Masyarakat. Jakarta 1998. 11. Trastenojo MS, Sidhartani ZM: Pulmonologi . Dalam : Pedoman Pelayanan Medik Anak RSDK/FK UNDIP Semarang : LaboratoriumFK UNDIP/UPF Kesehatan Anak RSDK,1989: 30-97. 12. Rachmatullah P. Ilmu Penyakit Paru Buku II. Semarang : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP, 1993 : 1-24

46

47

13. BM Gerald ,WK David,ARaDAM.Buku Pegangan Pediatri : cetakan I Jakarta. Penerbit Widya Medika,1995 :329-334 14. Behrman RE, Kleigman,Arvin,Nelson WE. Nelson. Ilm Kesehata Anak edisi I Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000 : 883-884. Penerjemah Prof DR Dr. A Samik Wahab, SpAK 15. Trastenojo MS, Pneumonia Pada Bayi dan Anak-anak. Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah 1981-1985. Semarang: Laboratorium IKA FK UNDIP,1986 1-6

Vous aimerez peut-être aussi