Vous êtes sur la page 1sur 24

CANDIDIASIS (K4)

1. Identifikasi dan analisa faktor resiko (riwayat) 2. Keluhan subjektif dan hipotesis 3. Tanda objektif a. Pemeriksaan fisik (general, lokalis) b. Pemeriksaan penunjang 4. Identifikasi masalah dan diagnosis 5. Asesmen diagnosis dan diagnosis banding dengan alasan 6. Tinjauan pustaka a. Epidemiologi b. Etiologi c. Patologi atau patofisiologi d. Kriteria diagnosis e. Komplikasi dan perjalanannya f. Penatalaksaan dan prognosis 7. Rencana prinsip penatalaksanaan dengan alasan 8. Prognosis dan dasarnya Ket : keterangan tidak ada si sinopsis harus cari sendiri, kalau ada di sinopsis harus cari alasannya

TINJAUAN PUSTAKA
Kulit adalah organ tubuh yang paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 cm2 dengan kirakira 15% BB. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit juga bervariasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit
1

yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, yang berambut kasar terdapat di kepala.

Anatomi kulit secara hitopatologik 3 lapisan utama : (tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak) Lapisan epidermis (kutikel) a. Stratum korneum (lapisan tanduk) : paling luar, terdiri beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). b. Stratum lusidum : langsung di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein (eleidin), tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. c. Stratum granulosum (keratohialin) : 2-3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya (butir kasar terdiri dari keratohialin), tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. d. Stratum spinosum (Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan akanta) : beberapa lapis sel berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena mitosis, protoplasma jenih karena banyak glikogen, inti di tengah. Semakin sel mendekat ke permukaan semakin gepeng. Di antara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel (intercellular bridge) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil (Bizzozero). Di antara sel spinosum terdapat sel Langerhans dan dalam selnya mengandung banyak glikogen. e. Stratum basale : lapisan sel eidermis paling bawah terdiri dari sel kolumnar berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Terdiri dari 2 sel : - Sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.

- Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell yang berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butir pigmen (melanosomes). Lapisan dermis : di bawah epidermis dan lebih tebal dari dermis, terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular dan folikel rambut. Dibagi 2 bagian : a. Pars papilare : bagian menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. Pars retikulare : bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, terdiri dari serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin). Dasar (matriks) lapisan terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat dan terdapat fibroblas (yang membentuk kolagen). Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur semakin stabil. Serabut elastin bergelombang, bentuk amorf, mudah mengembang dan elastis. Lapisan subkutis : jaringan ikat longgar berisi sel lemak (bulat, besar, inti terdesak ke pinggir sitoplasma yang bertambah). Sel membentuk kelompok yang dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak (panikulus adiposa) berfungsi sebagai cadangan makanan. Ada ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Vaskularisasi oleh 2 pleksus, yaitu pleksus di atas dermis (superfisial) dan di subkutis (profunda).

Fungsi kulit 1. Proteksi 2. Absorpsi 3. Ekskresi 4. Persepsi 5. Pengaturan suhu tubuh 6. Pembentukan pigmen 7. Keratinisasi 8. Pembentukan vitamin D

Candida albicans Sifat atau ciri-ciri Candida : - Eukariota - Tidak berklorofil - Bersifat heterotrof - Uniseluler dengan pseudohifa dan tunas - Reproduksi : seksual, dikelompokkan melalui spora yang dihasilkan, yaitu : 1. Klamidiospora Spora berdinding tebal Banyak ditemukan pada hifa yang tua Berbentuk bulat danterletak pada ujung

2. Blastopora Spora berdinding tipis Spora yang dihasilkan untuk pertunasan dan pemisahan sel induk

3. Psedohifa : Tunas yang tidak dapat terpisah dari induknya dan membentuk rantai Mengalami dua fase (dimorfisme) dalam siklus hidupnya, yaitu fase yeast (membentuk sel tunggal) dan fase miselium untuk penetrasi ke jaringan inangnya. - Memiliki tipe spora konidia (konidiaspora)

Dinding sel : - Berlapis-lapis, komposisi yang terbanyak : polisakarida dan khitin - Melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik dan memberi bentuk pada sel - Mengandung protein yang bersifat antigenik - Tidak larut dengan KOH 10%
4

- Dapat diwarnai : PAS dan Metenamin

Golongan : Kingdom Phylum Subphylum Class Ordo Family Genus Spesies Sinonim : Fungi : Ascomycota : Saccharomycotina : Saccharomycetes : Saccharomycetales : Saccharomycetaceae : Candida : Candida albicans : Candida stellatoide, Oidium albicans

Pada pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram-positif dapat ditemukan C. albicans dalam bentuk yeast (oval, diameter 5 m dan bereproduksi dengan membentuk budding). Sering juga ditemukan dalam bentuk mycelium dengan pseudohyphae dan kadang dapat ditemukan dalam bentuk septate mycelium. 1. Budding yeast 2. Pseudohyphae 3. Pewarnaan sputum dengan Gram-positif

Faktor yang dibutuhkan : - Kelembaban tinggi - Bahan organik mati (pembusukan) - Bahan jaringan hidup (cukup oksigen) - Invitro dibiak dengan agar Sabouroud, sel jamur akan membentuk koloni C. albicans dapat tumbuh baik pada media agar Sabouroud dan pada media kultur biasa. Setelah inkubasi, pada media agar terlihat koloni C. albicans berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan koloni yang terlihat agak kasar. Pembuatan Mediaum C. albicans Medium Potato Dexterosa Agar (PDA). Medium PDA meliputi medium cawan dan medium miring. Keduanya dari larutan PDA yaitu campuran serbuk dexterosa agar dan larutan potato atau kentang dengan jumlah sesuai kebutuhan, setiap 15 gr dexterosa agar dilarutkan dalam 1000 ml akuades dan setiap 200 gr kentang dilarutkan dalam 1000 ml air. 1. Didihkan akuades sesuai dengan ukuran yang diinginkan 2. Setelah mendidih masukkan kentang yang telah dikupas dan dipotong kecil-kecil 3. Diaduk-aduk selama 15 menit 4. Setelah 15 menit angkat dan saring larutan kentang tersebut 5. Tuangkan serbuk dextrose agar dalam karutan kentang yang sudah disaring 6. Panaskan kembali hingga mendidih sambil diaduk-aduk 7. Tuang sebanyak 25ml kedalam cawan petri dan 5ml dalam tabung reaksi Pembuatan Inokulum C. albicans untuk persediaan atau meremajakan jamur. 1. Sterilkan tangan menggunakan alkohol 70% 2. Panaskan ose di atas lampu bunsen 3. Ambil 1 ose dari biakan asal jamur 4. Buat goresan atau strike pada medium
6

5. Panaskan ose yang telah digunakan di atas lampu bunsen 6. Inkubasi pada suhu 30o C selama waktu optimum jamur Identifikasi Jamur C. Albicans. Karakteristik jamur dilakukan dengan cara pewarnaan khamir: 1. Satu ose jamur diambil dan diencerkan dengan aquades steril sebanyak 5 ml, kemudian divortek 2. Ambil satu ose dan letakkan di atas gelas benda dan diratakan 3. Kemudian dikering anginkan, setelah kering di fiksasi sebanyak 5-7 kali di atas lampu bunsen 4. Teteskan larutan cat anilin crystal violet (cat a), dan panaskan selama 3 menit sambil dijaga jangan sampai mendidih dan kering 5. Cuci dengan air mengalir 6. Lunturkan dengan larutan alkohol asam 7. Cuci kembali dengan menggunakan air mengalir, dan kering angikan 8. Tetesi dengan larutan cat safranin (cat b) selama 10-15 detik 9. Cuci dengan air mengalir dan kering anginkan 10. Amati dengan mikroskop menggunakan minyak emersi hingga perbesaran kuat dengan

Infeksi Candida berkaitan dengan perubahan bentuk sel Candida dari bentuk yeast menjadi bentuk mycelium (panjang dengan struktur seperti akar : rhizoid). Rhizoid dapat menembus mukosa yang terdapat di mulut dan vagina, dan dapat juga masuk melalui sel epitel di saluran cerna. Invasi dapat berlanjut hingga ke pembuluh darah dan menyebabkan septikemia. Penggunaan kortikosteroid dan antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu yang lama mempermudah terjadinya infeksi. Infeksi oleh Candida melibatkan perlekatan pada sel epitel, kolonisasi, penetrasi sel epitel, dan invasi vaskular yang diikuti dengan penyebaran, perlekatan dengan sel endotel dan penetrasi ke jaringan. Terdapat 9 faktor virulen pada C. albicans : 1. Perubahan fenotip 2. Bentuk dan susunan hifa
7

3. Thigmotropism 4. Hydrophobicity 5. Molekul-molekul yang bersifat virulen terhadap permukaan mukosa maupun epitel 6. Kemampuan untuk meniru molekul-molekul permukaan 7. Produksi enzim yang bersifat litik 8. Tingkat pertumbuhan 9. Kebutuhan nutrisi

Kandidosis Adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau sub akut, disebabkan oleh spesies Candida, dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis. Sinonim : Candidiasis, moniliasis.

Epidemiologi. Terdapat di seluruh dunia, menyerang semua umur, laki-laki dan perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat.

Etiologi. Yang tersering : C. albicans (kulit, mulut, selaput mukosa vagina, feses), C. parapsilosis (endokarditis), dan C. tropicalis (septikemia).

Klasifikasi : 1. Kandidiosis selaput lendir a. Kandidiosis oral (thrus) : Tampak pseudomembran putih cokelat muda kelabu yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam dan permukaan rongga mulut lain. Lesi terpisah-pisah dan seperti kepala susu, bila pseudomembran lepas tampak daerah basah dan merah.

b. Perleche : Lesi berupa fisur pada sudut mulut, mengalami maserasi, erosi, basah dan dasarnya eritematosa. c. Vulvovaginitis : Biasanya pada penderita DM (gula darah ) dan wanita hamil (penimbunan glikogen dalam epitel vagina). Keluhan utama gatal di vulva, pada kasus berat terasa panas, disuria dan dispaneuria. Ringan hiperemia di labia minora, introitis vagina dan vagina terutama 1/3 bawah, khas bercak putih kekuningan. Berat edema dan ulkus dangkal di labia minora. Fluor albus kekuningan. Khas disertai gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan (berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina, terdiri dari bahan nekrotik, sel epitel dan jamur). d. Balanitis atau balanopostitis : Terinfeksi dari wanita yang terkena vulvovaginitis. Lesi berupa erosi, putula berdinding tipis di glans penis dan sulkus koronarius glandis. e. Kandidiosis mukokutan kronik : Karena immunodefisiensi. Gambaran mirip defek poliendokrin. f. Kandidiosis bronkopulmonar dan paru 2. Kandidosis kutis a. Lokalisata - Daerah intertriginosa : Di lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi dikelilingi satelit berupa vesikel dan pustul kecil atau bula (bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer). - Daerah perianal : Lesi berupa maserasi dan menimbulkan pruritus ani. b. Generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, lipat payudara, intergluteal, dan umbilikus, berupa ekzematoid dengan vesikel dan pustul. c. Paronikia dan onikomikosis : Pada pekerja yang berhubungan dengan air. Lesi kemerahan, pembengkakan tidak bernanah, kuku menebal, mengeras dan menekuk, kadang kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringa di bawah kuku. d. Kandidosis kutis granulomatosa : Lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat
9

pada dasarnya. Krusta menimbul sepanjang 2 cm, lokasi sering di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan farings. 3. Kandidosis sistemik a. Endokarditis : Komplikasi akibat penyuntikan morfin dan setelah operasi jantung. b. Meningitis : Karena penyebaran hematogen jamur. c. Pielonefritis d. Septikemia 4. Reaksi id (kandidid) : Karena adanya metabolit Candida, berupa vesikel yang bergerombol, di sela jari tangan atau bagian badan lain (di tempat tsb tidak ada elemen jamur). Sembuh bila lesi kandidiosis diobati. Uji kulit dengan kandidin (antigen Candida) : (+).

Patogenesis terjadi apabila ada faktor : - Faktor endogen 1. Perubahan fisiologis a. Kehamilan, adanya perubahan pH pada vagina b. Kegemukan, karena banyak keringat c. Debilitas d. Iatrogenik e. Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit f. Penyakit kronik, TB, SLE dengan keadaan umum yang buruk 2. Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terinfeksi, dikarenakan status imunologisnya tidak sempurna 3. Imunologik, penyakit genetik Faktor eksogen 1. Iklim, panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat 2. Kebersihan kulit

10

3. Kebiasaan merendam kaki yang terlalu lama dapat menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur 4. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrus, balanopostitis

Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu. Faktor penentu patogenitas Candida : 1. Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan proses patogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya. 2. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. 3. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi. 4. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik. Mekanisme pertahanan pejamu : 1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis. 2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau membunuh mikroba. 3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siapdifagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan dalam melawan Candida melalui pembunuhan intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
11

4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawaninfeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler padapenderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita denganinfeksi HIV. Pembantu diagnosis 1. Pemeriksaan langsung : kerokan kulit atau usapan mukokutan dengan KOH 10% atau pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastopora atau hifa semu. 2. Pemeriksaan biakan : Ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat diberi kloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau suhu 37 o C, koloni tumbuh dalam 24-48 jam, berupa yeast-like-colony. Identifikasi dengan pembiakan pada corn meal agar. Ket : Sabouraud berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Corn meal agar terbentuk klamidospora terminal berdinding tebal dalam waktu 24-36 jam.

Diagnosis banding Kandidosis kutis lokalisata Eritrasma Dermatitis intertriginosa Dermatofitosis (tinea)

Kandidosis kuku : tinea unguium Kandidosis vulvovaginitis Trikomonas vaginalis Gonore akut Leukoplakia Liken planus

12

Pengobatan 1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi 2. Topikal Larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, 2x/hari selama 3 hari Nistatin : krim, salap, emulsi Amfoterisin B Grup azol Mikonazol 2% krim atau bedak Klotrimazol 1% bedak, larutan, krim Tiokonazol, bufonazol, isokonazol Siklopiroksolamin 1% larutan, krim Antimikotik spektrum luas

3. Sistemik Tablet nistatin : menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, tidak diserap usus Amfoterisin B iv Kotrimazol per vaginam : kandidosis vaginalis, ketokonazol atau itrakonazol atau flukonazol : sistemik Itrakonazol : kandidosis vulvovaginalis

Prognosis umumnya baik, bergantung berat ringannya faktor predisposisi.

Tambahan

Candida albicans : jamur dimorfik kemampuannya untuk tumbuh dalam 2 bentuk yang dipengaruhi faktor external :
13

1. sel tunas yang berkembang menjadi sel ragi (blastospora) : bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6 hingga 2-5,5 x 5-28 2. menghasilkan kecambah membentuk hifa semu Candida memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang terus memanjang membentuk hifa semu hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok di sekitar septum menjadi klamidospora (berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 ) Pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5 - 6,5. Candida membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif (mampu melakukan metabolisme sel dalam suasana anaerob maupun aerob). Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. Candida dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa. Struktur Fisik Dinding sel berfungsi sebagai pelindung, target dari beberapa antimikotik, dalam proses penempelan, kolonisasi dan bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel : memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari
14

lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer : glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2 - 30% dari berat kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan 1,6-D-glukan sekitar 47 - 60%, khitin sekitar 0,6 - 9%, protein 6 25% dan lipid 1 - 7%. Bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi. Dinding sel Candida terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Membran sel Candida : lapisan fosfolipid ganda. Memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Membran sterol pada dinding sel sebagai target antimikotik dan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. Mitokondria pada Candida merupakan pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi ATP. Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus Candida albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel. Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari 2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin. Isi nukleus berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori nucleus. Vakuola berperan dalam sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula polifosfat. Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma. Pada Candida albicans mikrofilamen berperan penting dalam terbentuknya perpanjangan hifa. Struktur Genetik Candida mempunyai genom diploid. Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan mencapai 3,55 g/108 sel. Ukuran kromosom : 0,95 - 5,7 Mbp. Beberapa metode menggunakan Alternating Field Gel Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strain Candida albicans. Patogenesis Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu infeksi (diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme,
15

adhesin dan reseptor). Manan, manoprotein dan khitin yang mempunyai aktifitas adhesif. Setelah penempelan penetrasi ke dalam sel epitel mukosa (aminopeptidase dan asam fosfatase) setelah penetrasi tergantung dari keadaan imun dari pejamu. Umumnya Candida dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi. Blastospora menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu merusak jaringan invasi ke jaringan. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.

Immunologi Respon imun pada jamur belum jelas benar. Penyakit jamur sering ditemukan pada host imunokompromais atau bila flora komersal normal mati akibat pemberian antibiotik spektrum luas yang lama. Sel utama yang berperan pada imunitas non spesifik terhadap jamur diduga netrofil. Diduga netrofil melepaskan bahan fungisidal seperti fungisidal seperti oksigen reaktif dan enzim lisosom yang membunuh jarum. Makrofag juga berperan dalam respon imun terhadap infeksi jamur. - Sistem humoral Pada kandidiasis vagina terjadi elisitasi respon sistemik (IgM dan IgG) dan lokal (S IgA). Belum jelas diketahui fungsi protein antibodi vaginal pada kandidiasis vagina, hanya saja pada beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah pada penderita kandidiasis vagina. Peningkatan kadar IgE pada serum dan vagina pernah didapatkan pada beberapa wanita dengan kandidiasis berulang. Walaupun total IgE adalah normal. - Sistem fagositik Walaupun polimorfonuklear leukosit dan monosit memegang peranan penting dalam membatasi infeksi kandida sistemik dan invasi ke jaringan, namun sel-sel fagositik karakteristik tidak ditemukan pada cairan vagina penderita kandidiasis vagina. Sel-sel fagositik tidak cukup kuat untuk mencegah kolonisasi kandida di mukosa vagina atau mencegah invasi kandida pada epitel vagina. Sel-sel PMN pada
16

pemeriksaan histologi terlihat terkonsentrasi di bawah lamina propria tetapi tidak kemotaktik sign yang mendorong sel tersebut bermigrasi ke lapisan yang lebih superfisial atau dalam cairan vagina. - Patch test candida Pada penelitian tentang timbulnya sensitivitas kontak terhadap antigen Candida pada manusia dan babi Guinea digunakan antigen Candida potent 1100 (Torii) dengan cara patch test pada kulit. Pada babi Guinea sebagai binatang yang non imun, patch test menjadi reaktif 4-5 hari setelah aplikasi topikal Candida, baik dengan atau tanpa oklusif, sesuai dengan timbulnya respon lambat pada injeksi antigen Candida 1:10.000 intradermal. Pada manusia, semua orang dewasa sehat yang menunjukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap injeksi antigen Candida 1:10.000 intradermal juga menunjukkan patch test positif terhadap antigen Candida 1:100. Hal ini menunjukkan hubungan bermakna antara besarnya respon dengan test tersebut. Sebaliknya, tidak positifnya reaksi patch test terhadap antigen Candida 1:100 pada kulit neonatus menunjukkan kurangnya irritability dari agent test ini. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa pada manusia sensitivitas kontak terhadap antigen Candida adalah suatu organisme yang ada dimanamana. Nilai praktis dari patch test Candida untuk evaluasi fungsi imun pasien telah ditetapkan melalui penelitian prospektif pada pasienpasien dengan berbagai kelainan kulit. Hasil yang diperoleh menggambarkan beberapa nilai potensial dari test terhadap evaluasi fungsi imunitas seluler pasien terhadap antigen-antigen yang dapat berasal dari mana-mana.

Kandidiasis vagina berulang Sebagian wanita penderita kandidiasis vagina simptomatik tidak menunjukan respon yang baik terhadap terapi dan timbul keadaan infeksi kronik. Penyebab timbulnya keadaan ini adalah faktor host dan faktor organisme penyebab infeksi. Pada keadaan timbulnya kandidiasis berulang yang disebabkan oleh infeksi relaps dapat disimpulkan bahwa terapi pertama telah gagal. Hal ini mungkin terjadi karena adanya organisme yang tersembunyi dalam lumenatau dalam jaringan pada mukosa vagina. Beberapa penelitian menunjukan 25% dari penderita wanita yang telah berhasil diberikan terapi dalam waktu 30 hari kemudian kultur vagina menjadi positif kembali, strain fungsi yang didapat sama dengan strain fungsi terdahulu.
17

Bila terapi awal kandidiasis vagina berhasil mengeradikasi organisme, maka infeksi berulang dapat menjelaskan timbulnya keadaan kandidiasis vagina kronik dan berulang. Beberapa faktor yang memegang peranan cukup penting untuk berhasilnya suatu pengobatan kandidiasis berulang adalah kebersihan pribadi penderita, mencari dan memberantas sumber infeksi penyebab terjadinya infeksi berulang dan infeksi baru kandidiasis vagina. Diduga yang menjadi sumber infeksi kandidiasis vagina adalah tinja yang mengandung kandida, kulit lipat paha dan genitalia pasangan seksual yang mengandung kandida, kuku dan kotoran di bawah kuku yang mengandung kandida dan air yang terkontaminasi kandida.

Gatal dan merah disebabkan karena inflamasi (5 tanda radang), reflex gatal merupakan reflex spinal dan karena keadaan basah dan benda asing di tempat tersebut.

Fungsi kulit yang dirusak : epidermis (mikosis superfisialis), menyerang stratum korneum, rambut, kuku dan mukosa membran.

Aspek Imunologis Infeksi Candida (Amira)

1. Virulensi Jamur Candida

Terdapat dua faktor virulensi Candida :

a. Dinding Sel Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel berperan penting karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap
18

imunitas pejamu, seperti pada Candida albicans yang mengeluarkan mikotoksin diantaranya gliotoksin yang mampu menghambat aktivitas fagositosis dan menekan sistem imun lokal. Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin.

b. Sifat dimorfik Candida Faktor virulensi lain adalah sifat dimorfik Candida. Yaitu kemampuan Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa. Bahkan sebagian peneliti menyatakan sifatnya yang pleomorfik. Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Terdapat dua bentuk utama Candida : o Bentuk ragi (spora) o Bentuk pseudohifa ( hifa, miselium, filamen). Dalam keadaan patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk pseudohifa dibandingkan bentuk spora. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena : Ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel makrofag, sehingga mekanisme di luar sel untuk mengeliminasi pseudohifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting. Terdapatnya titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.

Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya. Pertumbuhan dan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas selular. IFN- memblok transisi bentuk sel ragi menjadi bentuk pseudohifa.

2. Imunomodulasi dan Adhesi Terdapat dua aspek utama dalam interaksi antara pejamu dan parasit, yaitu imunomodulasi respons imun pejamu serta adesi sel jamur pada hospes.
19

1. Imunomodulasi respons imun pejamu Imunomodulasi adalah kemampuan potensial sel Candida dalam memodulasi sistem imunologi pejamu, berupa rangsangan untuk meningkatkan atau menurunkan reaksi imun pejamu. Zat seperti khitin, glukan, dan mannoprotein adalah kandungan yang terdapat dalam dinding sel yang berperan dalam proses imunomodulasi. Respons tersebut di antaranya menyebabkan diproduksinya sejumlah protein yang disebut sebagai heat shock proteins (hsp). Pada Candida, hsp juga berperan dalam merangsang respons imun pejamu, di samping perannya dalam proses pertumbuhan. Pada Candida terdapat dua famili hsp yang dikenal, yaitu hsp90 dan hsp70.

2. Adhesi sel jamur pada hospes Aspek interaksi yang kedua adalah adhesi yang merupakan syarat terjadinya kolonisasi. Dengan adhesi Candida melekat pada sel epitel, sel endotel, faktor terlarut, dan matriks ekstraselular. Interaksi antara Candida dengan pejamu melibatkan sel fagosit, sel organ pejamu yang terinfeksi, matriks ekstraselular, dan protein yang terlarut dalam serum.

Protein yang berperan sebagai mediator adhesi dikelompokkan sebagai berikut : Protein serum (serum albumin dan transferin, fibrinogen, fragmen komplemen C3d, fragmen komplemen iC3b). Protein matriks ekstraselular (laminin, fibronectin, entactin, vitronectin, kolagen). Mannan adhesins dan protein pengikat lain (mannan adhesins, protein hidrofobik, fimbriae, plastic-binding protein, epithelial binding lectin-like protein, aglutinin-like proteins, adhesi pada Streptococcus spp., bakteria lain) Adhesi pada protein saliva.

3. Respon Imunologis pada Infeksi Candida


20

Secara umum, percobaan pada tikus memberi kesan bahwa imunitas selular dan humoral mempunyai peranan mayor dan minor dalam sistem pertahanan terhadap infeksi Candida. Sistem kekebalan yang berperan terhadap Candida adalah sistem kekebalan selular, limfosit T bertindak selaku regulator utama. Sel CD4+ dan CD8+ mempunyai peranan dalam respons pejamu terhadap infeksi Candida dan merupakan komponen sentral dalam pertahanan pejamu yang memproduksi sitokin. Dalam dinding sel Candida terdapat bahan polidispersi yang mempunyai berat molekul tinggi yang menginduksi proliferasi limfosit, produksi IL-2 dan IFN-, serta membangkitkan perlawanan sitotoksik sel NK. Fungsi limfosit T dalam kekebalan terhadap Candida adalah memproduksi sitokin yang merangsang dan meningkatkan aktivitas kandidisidal sel efektor seperti sel MN dan PMN. Sistem imun selular nonspesifik seperti yang diperankan oleh makrofag, PMN, dan sel-sel NK lebih dominan pada infeksi sistemik dibandingkan infeksi superfisial dan mukosal. Secara in vitro maupun in vivo diketahui bahwa sel CD4+ adalah sel T yang terlibat dalam membangkitkan imunitas selular terhadap Candida. Sel CD8+ juga mempunyai efek bagi pertahanan tubuh terhadap Candida, hanya lebih kecil dan tertutup oleh CD4. Efek yang dibutuhkan dari CD4 adalah kemampuan memproduksi sitokin, misalnya TNF-, yang meningkatkan aktivitas sel-sel fagositik. Stimulasi sel mononuklear darah perifer manusia oleh Candida atau antigennya mengakibatkan diproduksinya beberapa sitokin yang berbeda. Sel mononuklear wanita sehat akan memproduksi TNF dan IL-1. IL-1 merupakan sitokin yang memicu produksi IL-2 oleh Th1. IL-2 akan merangsang replikasi Th1. Selain itu, Th1 memproduksi IFN- yang dapat menginhibisi pembentukan germ tube. Peranan CD8+ dalam patogenesis dan resolusi infeksi pada kandidosis mungkin membantu melisis PMN yang terinfeksi, memproduksi sitokin untuk mengaktivasi sel fagosit, dan memodulasi aktivitas efektor sel-sel CD4+. Sitokin tidak hanya penting sebagai penghubung antara limfosit T dan sel fagosit, namun juga penting untuk koordinasi sel T.

21

Patologi candidiasis pada pasien imunocompromis Candida albicans umumnya menyebabkan infeksi superfisial kronik pada mukosa host dengan defek sistem imun terutama pada pasien dengan infeksi HIV. Infeksi candida ini yang sering didapatkan yaitu candidiasis oropharing (oral). Pada infeksi jenis ini sering ditemukan mlekul perlekatan dan invasi jaringan yang disebut SAP (secreted aspartic proteinase) yang paling tidak ada 9 turunannya.mekanisme pertahanan pada permukaan mukosa host terhadap C.albicans diperantarai oleh CMI (cell-mediated immunity) oleh sel T CD4+. Mekanisme imun ini melibatkan sitokin dari TH1, dimana yang rentan infeksi candida adalah respon dari TH2. selain itu sekresi sistem imun terutama IgA juga memainkan peranan. fungsi dari IgA ini telah di publikasikan karena kemampuannya dalm menghambat perlekatan dari C.albicans pada sell epitel buccal (Longitudinal Study of Anti-Candida albicans Mucosal Immunity Against Aspartic Proteinases in HIV-Infected Patients) Imunitas protektif terhadap candida melibatkan baik sel-sel alami atau adaptif dan respon imun humoral. data saat ini memperlihatkan proteksi terhadap penyakit sistemik di mediasi secara primer oleh imunitas alami melalui mekanisme mula-mula (neutrofil) dan imunitas humoral yang biasanya tidak sesuai pada pasien yang menerima obat-obatan imunosupresif dan atau terapi sitotoksik. Kesebalikannya proteksi terhadap penyakit candidiasis mucocutan dipercayakan terhadap CMI dan sel T yang biasanya terganggu pada pasien dengan defisiensi imunitas berat. Data saat ini menunjukan bahwa paien CMC memiliki susunan produksi sitokin
22

yang berubah sebagai respon terhadap antigen candida yaitu dengan turunnya / rendahnya produksi IL-2, peningkatan produksi IL-6 dan titer yang tinggi dari IgG dan IgA spesifik candida jumlahnya tetap dengan jumlah produksi sitokin dari Th1 yang rendah dan Th2 yang tinggi. Copyright 2003, American Society for Microbiology. (deregulated-flas ). Menurut wetao huang bahwa suatu mIL-17A/mIL-17AR yang merupakan sitokin proinflamatory diperlukan untuk pertahanan host invivo IL-17A dapat merupakan terapi potensial bagi infeksi sistemik C.albicans pada pasien imunocompromis dengan cancer atau sindrom penurunan imunitas didapat. Requirement of Interleukin-17A for Systemic Anti Candida albicans Host Defense in Mice http://www.journals.uchicago.edu/JID/journal/issues/v190n3/32115/32115.h tml

HUMORAL IMMUNITY respon Antibody secara umum dan spesifik pada candida secara berulangulang menunjukan hasil yang tetap/utuh. data dari D lilic dan I Grevenor menunjukan titer dari spesifik antibodi IgG dan IgA yang sangat tinggi pada semua pasien.

T CELL MEDIATED IMMUNITY AND CYTOKINES proteksi dari mucocutan candidiasis secara berulang-ulang menunjukan ketergantungan pada imunitas seluler. Jelas bahwa pasien dengan defek pada sel T (kombinasi defisiensi imun berat /Goerge syndrom), dan utamanya sel T CD4+ akan mudah terinfeksi oleh candida (patients dengan AIDS). baru-baru ini teridentifikasi bahwa pasien yang terlahir dengan defisiensi pada reseptor i (IFN-{gamma}) dan (IL-12) menunjukan kerentanan terhadap mycobacteria serta candidiasis persisten. Beberapa penelitian menunjukan IFN-{gamma} dan IL-12 diperlukan untuk keberlangsungan hidup dan pembersihan dari infeksi. 2001 Journal of Clinical Pathology

Aspek imunologi (Winda) Candidiasis menyebabkan reaksi hipersensitivitas yaitu lesi vesikular yang menyebar dan gatal, disebut reaksi id akibat antigen non-infektif yang dihasilkan.
23

Kulit memiliki asam lemak rantai panjang yang bersifat anti-Candida. Keasaman pada vagina juga merupakan faktor penting dalam menekan jumlah Candida. Manusia memiliki sistem imun alamiah dan sistem imun adaptif. Sistem imun alamiah antara lain barrier epitel yang terdapat pada kulit ataupun mukosa gastrointestinal. Pada lapisan epitel kulit terdapat leukosit intraepitelial dan sel dendritik (sel Langerhans). Antigen pada Candida terletak pada dinding sel, berupa protein atau polisakarida. Ketika Candida menginvasi epitel kulit pada stratum korneum, sel dendritik akan mengenali protein antigen pada dinding jamur lalu merespresentasikannya ke sel TH yang terdapat pada nodus limfatikus sebagai antigen presenting cell (APC) untuk merangsang sistem imun adaptif.

24

Vous aimerez peut-être aussi